Pengantar Redaksi Salam Redaksi! Tak ada kata yang pantas diucap selain puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena sesungguhnya atas kuasa-Nya lah salah satu kontribusi kecil dari seluruh anggota Pena Budaya Muda 2019 bisa lahir. Menyambut bulan November di tanah air yang identik dengan semarak kepahlawanan. Kami bermaksud memberikan sebuah suguhan yang menyampaikan pandangan lain tentang kepahlawanan. Pahlawan tidak selalu dalam definisi melawan sesuatu dengan memegang sebuah senjata. Kami berharap, setelah selesai menutup halaman terakhir majalah ini, para pembaca dapat memahami makna pahlawan yang sesungguhnya. Selain itu, kami membahas opini DKM dalam menanggapi berbagai permasalahan yang terjadi di Musala FIB dalam rubrik kaji. Beberapa kegiatan besar di FIB yang telah terlaksana di bulan Oktober juga kami sajikan dalam rubrik Bangku Biru. Buntutnya, kami juga menyajikan beberapa karya sastra yang ditulis oleh beberapa anggota Pena Budaya Muda 2019. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kesalahan dan kekurangan yang terlihat dari penglihatan anda sebagai pembaca majalah ini, saya mewakili segenap jajaran redaksi yang berkontribusi dalam pembuatan majalah ini meminta dibukakan pintu maaf yang sebesarbesarnya. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang sangat membantu kami dalam proses pembelajaran kami. Pada akhirnya, nikmati perlahan-lahan seluruh isi konten majalah ini. Semoga segala hal yang kami hidangkan dalam majalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca. Selamat menikmati! Pimpinan Redaksi, Raihan Hasya
1
Susunan Redaksi PIMPINAN REDAKSI
RAIHAN HASYA
EDITOR
NAULIA ZAHRA
LAYOUTER
ANANDA BINTANG
ILUSTRATOR
AZKA NADAYNA
FOTOGRAFER
DANI RIZKY SAPITRI NURHAENI REPORTER
IRNA RAHMAWATI FARAHDHIBA S. ZARA AGUSTINA FUJI FITRI RAIHAN HASYA CLARECHA SYIFA IQBAL MAULANA TYLA SAFITRI
2
Daftar Isi
4 6 8 10 12 14 16
LIPUTAN UTAMA Definisi Pahlawan di Ujung Lidah
KAJI Musala FIB: Maksimalkan Pelayanan Meski Kadang Ditinggalkan
TEBU Arah Langkah
BANGBIR Karnaval Sastra: Apresiasi Karya Sastra dan Peringatan Bulan Bahasa
BANGBIR
Keseruan Hari-Hari Sastra
TEBU
Puisi-Puisi
TEBU
Orang Ketiga
3
Liputan Utama
Pahlawan
Definisi di Ujung Lidah
P
ahlawan adalah sosok yang gagah berani melawan ketidakadilan penjajah demi bangsa dan negara. Negara yang kita huni dengan aman, nyaman, dan sentosa merupakan buah dari kerja keras para pahlawan. Mereka rela mengorbankan harta, tenaga hingga nyawa, demi kedaulatan bangsa. Pada masa lampau, musuh yang dihadapi oleh para pahlawan adalah bangsabangsa lain yang memanfaatkan kekayaan negeri dan perlakuan tidak adil pada bangsa kita. Namun di zaman Milenial ini musuhmusuh yang dihadapi bahkan tak terlihat, pergerakannya tak terbaca, bahkan bisa menyelinap ke dalam diri kita. Oleh karena itu, definisi pahlawan harus disesuaikan dengan keadaan dan kondisi saat ini. Senjata para pahlawan bukan lagi bambu runcing, melainkan wawasan dan pikiran, lebih luas lagi. “Generasi sekarang itu cakupan permasalahan yang mereka hadapi jauh lebih luas, musuh itu tidak berupa kongkrit ancaman yang datang dari luar atau mengganggu kedaulatan RI. Permasalahan itu sudah melingkupi hampir semua aspek kehidupan, tadi kita dengar ada macam-macam hal yang dibicarakan, mulai dari isu tenaga kerja, sampai masalah lingkungan hidup, hampir semua hal yang ada dalam kehidupan ini memiliki permasalahannya masing-masing dan menuntut adanya satu tindakan ataupun satu perbuatan untuk memperbaiki dampakdampak negatif dari semua itu, dan itu kira yang saya sebut sebagai pahlawan,� kata Bondan Konumoyoso, seorang sejarawan.
4
Jonatan Christie saat bermain di asian games 2018. Sumber: Antaranews.com
"Dikatakan sebagai seorang pahlawan tidak harus mendapatkan gelar dari pemerintah." Banyak pahlawan-pahlawan baru disekitar kita. Mereka yang mau melangkah, mereka yang menjunjung tinggi kehormatan Indonesia di mata dunia dan mereka yang berkontribusi dalam kemajuan Indonesia dengan mengabdi di bidang tertentu, bisa disebut pahlawan. Jonatan Christie atau yang lebih akrab disapa Jojo, tidak hanya dikenal dengan ketampanannya, Jojo merupakan salah satu atlet yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional. Ia berhasil meraih medali emas pada tahun 2018 dalam pertandingan bulu tangkis melawan atlet Chinese Taipei, Chou Tien Chen, di final tunggal putra. Prestasinya tersebut berhasil menarik perhatian seluruh penduduk Indonesia, setelah 12 tahun lamanya Indonesia tidak pernah lagi meraih medali emas di kejuaraan bulu tangkis Asian Games. Para atlet yang mengharumkan nama Indonesia
melalui berbagai ajang pertandingan bergengsi, mereka telah berperan dalam mengangkat harkat dan martabat Indonesia melalui pengakuan internasional yang mereka dapatkan. Orang-orang yang menolong korban bencana alam atau sukarelawan, mereka berperan dalam menyejahterakan kehidupan saudara sebangsa mereka yang terkena musibah. Orang-orang yang peduli terhadap lingkungan, membuat suatu gerakan untuk menyelamatkan keberlangsungan hutan di Indonesia, juga disebut pahlawan. Karin Novilda (Awkarin), perempuan cantik yang kerap kali terlihat di beranda sosial media Instagram, seorang influencer dan pengusaha sukses di usianya yang masih muda. Beranjak dewasa, Awkarin mulai merintis usahanya dengan memanfaatkan bisnis jasa endorsment di akun Instagram, hingga kini usahanya bisa merambah ke berbagai macam bidang seperti fashion, aksesoris hingga kuliner. Ia dikenal sebagai salah satu influencer terkenal dengan jumlah pengikut yang telah mencapai lima juta orang. Terlepas dari berbagai macam kontroversi yang dulu merundungnya, sosoknya kini telah berubah menjadi teladan bagi para generasi muda untuk lebih produktif dan mudah memanfaatkan sebuah peluang kecil. Awkarin juga sering terlibat dalan berbagai gerakan sosial, seperti pada tanggal 24 September 2019, saat terjadi aksi demo penolakan RKUHP. Selebgram cantik ini ikut andil dalam mendukung aksi para mahasiswa dengan membagikan 3.000 nasi kotak. “Saya cuma memaksimalkan potensi saya sebagai seorang manusia untuk membantu makhluk lainnya yang lemah dan tertindas. Saya cuma menggunakan kemampuan saya sebagai influencer untuk menggerakkan influencer-influencer lain
dan anak muda lainnya buat ikut peduli dan beraksi,ujarnya. Di lihat dari kedua tokoh tersebut, definisi soal pahlawan zaman ini tentu sudah berubah. Pahlawan bukan berarti orang yang harus menyerang setiap bangsa asing yang singgah di atas tanah Indonesia, melainkan orang-orang yang mau berkontribusi mengharumkan nama Indonesia, meneriakkan ketidakadilan yang dipikul bersama, dan membantu saudara sebangsa yang kesulitan. Pahlawan di masa lalu identik dengan mengandalkan bambu runcing untuk melawan serangan-serangan para penjajah, namun pahlawan di masa kini identik dengan bakat dan teknologi sebagai alat perlawanan. Tak selamanya teknologi berdampak negatif bagi para penggunanya, selama kita bisa memanfaatkan dengan baik, layaknya yang dicontohkan Awkarin demi kepentingan bangsa ini, atau mungkin para influencer lainnya untuk memberikan motivasi pada generasi muda lainnya. Bakat yang terpendam dalam diri harus kita asah agar lebih tajam seperti bambu runcing, agar dapat membuktikan kepada bangsa lain bahwa bangsa Indonesia bukan bangsa tertinggal, baik dalam pencapaian prestasi maupun di bidang lainnya. (Irna & Farahdhibah)
Awkarin yang sedang mengenakan baju tradisional Indonesia di salah satu postingan Instagram-nya. Sumber: Instagram @awkarin
5
KAJI
MUSALA FIB: TETAP MAKSIMALKAN PELAYANAN MESKI KADANG DITINGGALKAN
Tampak depan musala FIB (14/09/19) Sumber: Dani Rizky
Tampak samping musala FIB (14/09/19) Sumber: Dani Rizky
S
etiap fakultas di Universitas Padjadjaran difasilitasi sebuah musala. Tiap-tiap musala fakultas memiliki ciri khasnya masing-masing untuk memberikan sebuah kenyamanan bagi mahasiswa yang hendak beribadah, tak terkecuali musala yang berada di Fakultas Ilmu Budaya. Musala yang terletak di sebelah kanan Gedung D FIB ini memiliki dua bangunan, yaitu musala khusus perempuan yang berada tepat di samping kiri Sekretariat DKM Al-Mushlih dan musala khusus laki-laki yang berdiri di sebelah kanan musala perempuan. Hampir tidak ada yang tahu alasan mengapa musala ini dibuat dua bangunan. Namun, menurut Ketua DKM AlMushlih Periode 2018-2019, Muhamad Fadhilah Ghifari, bangunan pertama Musala FIB adalah bangunan yang sekarang menjadi musala perempuan. Musala tersebut dibangun sekitar tahun 90-an. Seiring berjalannya waktu, di tahun 2000-an ada bantuan dana dari salah satu bank konvensional untuk membangun satu gedung lagi untuk Musala FIB yang sekarang menjadi musala khusus laki-laki. Musala ini berada di bawah tanggung jawab Dekanat Fakultas Ilmu Budaya. Segala hal yang berhubungan dengan musala ini harus dikonsultasikan kepada dekanat. Namun, menurut Kang Ghifari perhatian dari pihak dekanat untuk Musala FIB ini masih minim, jarang ada perwakilan dari dekanat yang mengontrol Musala FIB secara rutin. Bahkan, dulu ada karyawan dari dekanat yang setiap pagi membersihkan lingkungan sekitar musala, namun baru-baru ini tidak ada lagi karyawan FIB yang datang untuk sekadar menyapu lingkungan musala. Meski berada di bawah naungan Dekanat FIB, ada tim khusus dari DKM Al-Mushlih yang bertugas untuk membantu merawat dan memakmurkan Musala FIB, yaitu Departemen Pelayanan Umat yang memiliki enam staf dan seorang kepala departemen. Pelayanan Umat (Pelaut) memiliki beberapa program kerja untuk memakmurkan Musala Al-Mushlih. Salah
6
satunya adalah piket harian yang dilaksanakan setiap hari oleh anggota DKM Al-Mushlih agar kebersihan musala tetap terjaga. Selain itu, ada program gotong royong atau kerja bakti bersama seluruh anggota DKM Al-Mushlih yang dilaksanakan setiap sebulan sekali.
Tentang Warga FIB yang lebih memilih salat di FH Kang Ghifari mengakui dan memaklumi fenomena beberapa warga FIB yang lebih memilih melakukan salat di FH dibanding FIB. Ia mengatakan bahwa dari segi fasilitas dan sumber daya memang Masjid FH lebih memadai dibanding Musala FIB, seperti kaca Masjid FH sudah memakai pelapis sedangkan FIB masih polos. Masjid FH sudah melaksanakan salat jumat rutin sedangkan Musala FIB masih belum siap, dan banyak alasan lainnya. Tidak ada perasaan kesal atau jengkel yang tertanam di dalam hati, justru hal tersebut menjadi bahan instrospeksi dari DKM untuk dapat melayani lebih baik lagi.
Terus berusaha beri pelayanan maksimal
Pesan dan Harapan DKM AlMushlih untuk Musala FIB Kang Ghifari mengatakan bahwa DKM Al-Mushlih telah memiliki gambaran untuk merenovasi Musala FIB menjadi satu bangunan dan dijadikan dua lantai. Namun, hal tersebut masih harus diajukan dan dikaji terlebih dahulu kepada pihak dekanat karena pasti membutuhkan anggaran yang cukup besar. Ia pun berharap agar pihak dekanat dapat lebih memperhatikan dan mengontrol Musala FIB walaupun hanya dengan mengirim karyawan untuk membersihkan lingkungan sekitar musala yang beberapa waktu ini sudah tidak ada lagi. Terakhir, Ia mewakili DKM Al-Mushlih berpesan untuk seluruh warga FIB yang sehari-hari melaksanakan ibadah di Musala FIB untuk tetap istiqomah memakmurkan musala fakultas tercinta. Jika ada kritik dan saran bisa langsung disampaikan kepada DKM Al-Mushlih untuk pelayanan yang lebih baik lagi. (Raihan)
Meski begitu, fasilitas Musala FIB kini sudah jauh lebih baik dibandingkan setahun yang lalu, tutur Kang Ghifari. Penambahan satu tower air adalah salah satu buktinya. Mungkin tahun lalu persediaan air di Musala FIB sudah habis ketika sore hari karena pasokan air sudah dimatikan dari dekanat sehingga warga FIB yang hendak salat harus pergi ke Masjid FH. Namun, setidaknya kini warga FIB masih bisa salat di musala Al-Mushlih. Selain itu, speaker juga kini sudah tersedia di musala. Meski di sore hari speaker harus disimpan oleh pengurus untuk menghindari pencurian, setidaknya warga FIB kini bisa mendengar kumandang azan dari musala. Sajadah pun kini sudah dicuci dan dibersihkan secara rutin. DKM Al-Mushlih berusaha untuk memberi pelayanan semaksimal mungkin untuk para warga FIB yang salat di Musala FIB. Kang Ghifari optimis, cepat atau lambat fenomena warga FIB yang berpaling ke Masjid FH untuk melaksanakan salat perlahan-lahan akan berkurang seiring pelayanan dari DKM kepada musala yang terus membaik.
Ketua (Kiri) dan Wakil Ketua (Kanan) DKM AL-Muhslih Muhammad Fadhillah Ghifari & Muhamad Wahyudin Nur saat ditemui di sekre DKM Al-Mushlih (14/09/19) Sumber: Dani Rizky
7
TEBU
Arah Langkah Oleh: Fuji Fitri
D
i sudut kamar aku termenung seorang diri, memeluk lutut dengan wajah menunduk. Dinding kamar dengan warna oranye menjadi hitam pekat dalam penglihatanku. Jendela kubiarkan terbuka agar angin ikut merasuk ke dalam kalbu merasakan pilu. Tak ada gairah untuk beranjak, walau sekedar untuk merapikan tempat tidur dan beberapa buku yang habis kubaca semalam. Pikiranku kacau balau, tak ada lagi kedamaian yang kurasakan. Aku bergemelut dengan teka-teki penuh misteri. Benar-benar minggu pagi yang sendu. Aku yakin semua orang berharap hari ini cerah, namun nyatanya tidak. Izinkan aku untuk meminta maaf kepada khalayak, karena harapan mereka kurenggut, sang surya tak nampak batang hidungnya. Ternyata semesta begitu mendung mendukung perasaanku yang kelabu. Aku berhasil masuk ke kampus yang katanya kampus impian para siswa, punya banyak teman, berhasil dalam akademik, dan aktif dalam organisasi. Tapi rasanya jiwa ini hampa, raga ini tak benar-benar bahagia, tak ada lagi menekuni hobi, tak ada lagi belajar sepenuh hati. Kucoba patahkan itu semua, namun semakin aku menghiraukannya, semakin terbayang dalam ingatan, dan memang itu nyatanya. Ada apa? Semua hal yang kulakukan tak benar-benar membuatku hidup, Bahkan berkawan pun ingin mendapat imbalan, mendapat relasi, eksistensi, dengan dasar ambisi. Tolong! Siapa yang bisa menolong? Apa yang terjadi denganku? Apa memang ini kehidupan? kenapa semua pengakuan tak membuat jiwaku bahagia? Kenapa semua langkah yang telah kucapai dan hendak kutuju seperti hilang arah? Aku bertanya pada diri, “Apa yang hilang?�
Diriku kelu, bisu, beku, diam tak ada jawaban. Kucoba bertanya lagi dengan lebih memaksa, “Apa yang hilang?�
Diriku semakin bisu, merenung, menjerit, hingga semua terluap dengan air mata
Lalu aku harus bertanya pada siapa? Diri ini yang merasa, namun tak tahu apa yang dirasa. Diri ini yang berbuat, namun tak tahu untuk apa diperbuat? Lalu untuk apa aku diciptakan? Untuk apa ada kehidupan?
8
Hari berganti, dan tak ada yang berbeda. Hari yang kujalani sama saja. Agenda kegiatanku tak lain adalah kuliah, belajar, kumpul organisasi, dan mengikuti berbagai kegiatan kampus ataupun di luar kampus dengan mengatasnamakan mahasiswa. Tak ada yang salah, memang itu yang harus kulakukan. Katanya menjadi mahasiswa harus aktif, kuikuti. Menjadi mahasiswa harus berliterasi, ku jalani. Menjadi mahasiswa harus kritis, kulakukan. Menjadi mahasiswa harus banyak relasi, kulakoni. Tidak salah bukan? Suatu hari aku bertanya pada beberapa kawan, “untuk apa kuliah dan berpendidikan tinggi?” Kusimpulkan hampir 90 persen tujuan mereka kuliah adalah untuk bekerja, dan bekerja untuk memapankan dan memperkaya diri. Lalu pendidikan tinggi pun tidak lain untuk memudahkan bekerja. Karena semakin tinggi pendidikan, semakin mudah dilirik perusahaan.
Kukira dengan terus menjalani hari sebagai mahasiswa dengan segala kegiatan kemahasiswaan akan membuat langkahku terarah kembali. Kukira dengan bertanya pada handaitaulan tentang tujuan pendidikan akan mengisi kehampaan jiwa dan mendatangkan matahari dari mendung. Tapi nyatanya tidak, justru mendung telah berganti hujan, dan langkah semakin tak terarah. Apakah hidupku akan begini terus? Aku harus berdamai dengan keadaan dan jujur pada diri sendiri. Aku duduk di kursi meja belajarku, memandangi deretan buku-buku yang telah kutata sesuai kategori. Rasanya semua buku itu melayang hendak menyerang dan jatuh menimpa kepalaku, dan bruuuk… pikiranku melayang pada masa lalu, harapan, impian, cita-cita, hingga akhirnya mendarat pada satu masa, dan akhirnya aku tersadar? Uh, sial. Kenapa aku melupakan hal terpenting dan mendasar dalam kehidupan. Mengapa aku melupakan pengajaran pertama dan utama dari para guruku. Mengapa…mengapa… Niat, aku melupakanmu. Mengapa aku lupa bahwa niat adalah hal mendasar yang harus menjadi pondasi dalam berbuat. Niat, hadits pertama yang ada dalam kitab tajridussharih dan riyaduhshalihin. Padahal dari dua kitab ini saja harusnya aku mendapat pelajaran bahwa sebelum berbuat sesuatu, sebelum membahas hal apapun, harus ada niat yang ikhlas. Niat sebelum berbuat, niat menentukan tujuan.
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niat. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan, dan dia akan diberi pahala sesuai dengan apa yang diniatkan….” HR Bukhori Muslim Pantas hidupku hampa, niatku bukan karena Rabb-Ku. Pondasiku selama ini jauh dari kata kuat. Niatku karena ingin pujian, kepintaran, dan pengakuan. Walaupun semua itu kudapatkan, tapi bukan itu yang diinginkan setiap jiwa dan isi hati. Moralitas dikorbankan demi popularitas. Padahal menjadi terkenal itu menyengsarakan, percayalah. Kupikir bukan aku saja, coba jujur pada diri sendiri, turunkan ego barang sedikit saja. Ketika sekolah dengan tujuan bekerja, cara apapun dilakukan walaupun mengorbankan perasaan dan hak orang lain. Dan ketika kenyataan tak sesuai harapan, maka diri merasa gagal dan tak berguna. Ketika sekolah untuk menuntut ilmu, bekerja tidak sesuai harapan pun tak jadi masalah yang penting diri ini terus belajar sampai mati.
Kini, pendidikan sedang kehilangan hakikatnya. Hal-hal mengerikan terjadi, namun karena dalih pendidikan, hal itu seolah menjanjikan. Eyang Pram dalam Bumi Manusia mengatakan “Bahwa orang terpelajar harus berlaku adil dalam ingatan apalagi dalam perbuatan.” Tapi kini, keadilan semakin murah. Lalu siapa yang memurahkan keadilan? Kaum terpelajar itu sendiri.
9
BANGBIR
KARNAVAL SASTRA : APRESIASI KARYA SASTRA DAN PERINGATAN BULAN BAHASA
Penampilan seni di acara malam puncak Karsas. Sumber: Sapitri Nurhaeni (26/10/19)
Karnaval Sastra (Karsas) merupakan acara besar untuk memperingati bulan bahasa. Acara ini merupakan program kerja terbesar yang dilaksanakan oleh Gelanggang─Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Padjajaran. Penampilan seni di acara malam puncak Karsas. Sumber: Sapitri Nurhaeni (26/10/19)
Penampilan seni di acara malam puncak Karsas. Sumber: Sapitri Nurhaeni (26/10/19)
Sejarah Karnaval Sastra
P
enggagas acara ini adalah alumni Sastra Indonesia angkatan 2012-2013. Awalnya acara ini seperti mimbar puisi yang dibaca malam hari. Mimbar puisi ini dilombakan untuk mahasiswa FIB Unpad. Pada saat itu namanya bukan Karnaval Sastra dan belum ada malam puncak. Tahun 2016 acara tersebut dijadikan acara besar dengan nama Karnaval Sastra. Karsas pertama kali diadakan tahun 2016, dengan rangkaian acara. Rangkaiannya
10
berupa lomba dan malam puncak. Cabang yang dilombakan yaitu, cipta puisi, cipta esai, dan cipta naskah drama yang terbuka untuk umum. Sasaran lomba pada saat itu adalah peserta se-Bandung raya, dengan tema “Romansa dalam Persepsi Sastra”. Kemudian, atas saran dosen dan teman-teman di Gelanggang─Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia Unpad, Karsas dikembangkan menjadi lomba berskala
nasional pada tahun 2019. Acara ini mengajak siapa pun untuk mengirimkan karya sastra terbaiknya. Landasan utama acara ini, yaitu memperingati bulan bahasa di Sastra Indonesia Unpad. “Karena pada awalnya, kita berpikir, kenapa FISIP mempunyai malam puisi dan festival puisi sedang kita Sastra Indonesia tidak punya,” ujar Zahra Nadhirah (Sadut), Ketua pelaksana Karsas 2019. Acara karsas juga bermaksud mengapresiasi suatu karya sastra. Karsas ini terbilang baru di FIB Unpad karena baru dua kali dilaksanakan. Pertama di tahun 2016 dan kedua di tahun 2019.
Ada Apa Saja di Karsas 2019? Panitia karsas merupakan mahasiswa Sastra Indonesia Unpad Angkatan 2016 sampai 2018, sedangkan mahasiswa baru angkatan 2019 sebagai relawan di acara ini. Karsas tahun ini memiliki berbagai rangkaian acara. Pertama lomba daring, kegiatan ini merupakan lomba yang diadakan melalui jejaring internet dan terbuka untuk masyarakat umum yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia. Ada beberapa kategori yang dilombakan terdiri dari cipta puisi, cipta naskah drama, cipta esai, dan cipta cerpen. Pendaftaran lomba daring dimulai bulan Juli dan berakhir pada 30 September 2019. Temanya adalah “Memori: Membangkitkan Yang Sudah Lama Terpendam”. Lomba luring menjadi kategori lomba selanjutnya yang diadakan secara langsung di tempat. Ada beberapa kategori yang dilombakan, yakni mendongeng dan musikalisasi puisi, namun karena adanya beberapa kendala teknis, lomba luring ini ditiadakan oleh panitia. Acara ketiga merupakan Malam Sastra yang dilaksanakan pada hari Rabu, 9 Oktober 2019 di Backspace Coffe and Eatery, Jatinangor. Malam Sastra merupakan penampilan puisi dan musikalisasi puisi oleh siapa saja. Acara ini dihadiri oleh mahasiwa Sastra Indonesia Unpad dan beberapa komunitas. Terakhir, malam Puncak Karsas yang dilaksanakan hari Sabtu, 26 Oktober 2019. Pada malam tersebut akan diadakan Bazaar
berupa makanan, pakaian, dan pernak-pernik yang akan dibuka pada pukul 14.00 – 16.00 di depan gebung B, FIB Unpad. Pada bazaar ini akan ada juga panggung bebas. Acara dimulai pukul 18.00 hari Sabtu, 26 Oktober 2019. Kegiatan yang dilaksanakan pada malam puncak, yaitu pengumuman pemenang lomba daring, penampilan beberapa unit minat dan bakat di FIB, dan penampilan bintang tamu. Sasaran malam puncak merupakan mahasiswa dan masyarakat umum Jatinangor, Bandung, dan Sumedang. Menurut Ketua pelaksana, hambatan yang dihadapi saat pelaksanaan Karnaval Sastra adalah peminjaman ruang atau tempat acara, bentroknya acara dengan kegiatan lain dan mereka mengharapkan bantuan dana berupa uang. “… harapanku sekarang, semoga karsas bisa jadi sesuatu yang semakin menyatukan kami sebagai penyelenggara dan menjadi hiburan yang bermanfaat bagi pesertanya.” Ungkap Ketua pelaksana. (Tyla)
Stand makanan di acara malam puncak Karsas. Sumber: Sapitri Nurhaeni (26/10/19)
11
BANGBIR
Keseruan Hari-Hari Sastra
Penampilan band di acara nanggung bebas. Sumber: Instagram @hariharisastra_ (25/08/19)
N
ovember tahun 2019 merupakan malam puncak dari Hari-Hari Sastra (H2S). Acara yang akan diselenggarakan pada hari Sabtu (16/11) merupakan penutup dari rangkaian kegiatan Hari-Hari Satra yang telah berlangsung sejak bulan Juni lalu. H2S merupakan acara yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali dan didedikasikan khusus sebagai sarana hiburan bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. “H2S ini bisa dibilang hajatannya anak FIB yang dilaksanakan dua tahun sekali. Jadi, acaranya juga berupa hiburan seperti musik, nobar, karaoke, dan sebagainya. Ya, acara khasnya anak FIB lah,� ucap ketua pelaksana Hari-Hari Sastra, Kintan Andini, mahasiswa Sastra Jerman 2016. Pada awalnya acara ini berawal dari inisiatif mahasiswa FIB yang ingin
12
menghadirkan acara khas anak sastra. Acara tersebut harus bisa merangkul semua kalangan dan menjadi kekhasan Fakultas Ilmu Budaya. Nonton bareng film horor yang sudah terlaksana pada bulan Juli merupakan kegiatan awal H2S. Rangkaian selanjutnya adalah acara Panggung Bebas yang diadakan pada Kamis (29/8) dan Rabu (2/10). Panggung Bebas pertama diselengarakan bekerja sama dengan Ciegelisah dan dimeriahkan oleh penampilan dari para mahasiswa. Sedangkan, Panggung Bebas yang kedua merupakan acara nobar film horor dan karaoke. Acara berikutnya adalah Festival Teater berupa pementasan teater yang diselenggarakan pada hari Selasa (29/10) dan hari Kamis (31/10). Pementasan teater ditampilkan oleh grup-grup teater dari empat jurusan yang ada di Fakultas Ilmu Budaya.
Karena itu, pembagian voucher bertujuan agar warga kantin juga bisa ikut serta dalam memeriahkan acara ini,” jelas Kintan.
Penampilan band di acara nanggung bebas. Sumber: Instagram @hariharisastra_ (25/08/19)
Penampilan band di acara nanggung bebas. Sumber: Instagram @hariharisastra_ (25/08/19)
Penampilan band di acara nanggung bebas. Sumber: Instagram @hariharisastra_ (25/08/19)
Keempat teater tersebut antara lain, Mata Mawar dari Sastra Jerman, Apostrophe dari Sastra Perancis, Henshin dari Sastra Jepang, dan Lekru dari Sastra Rusia. Pawai keliling Universitas Padjadjaran yang berlangsung pada hari Jumat (12/11) merupakan rangkaian acara keempat. Pawai tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa dari setiap jurusan di Fakultas Ilmu Budaya. Tema pawai tahun ini adalah “Pesta Rakyat” yang pastinya penuh dengan corak budaya khas FIB.
Acara yang terakhir adalah Malam Puncak yang akan digelar pada hari Sabtu (16/11). Acara Malam Puncak dilaksanakan di panggung utama Blue Stage. Kegiatan tersebut akan dimeriahkan dengan berbagai konten menarik, diantaranya penampilan musik, tari tradisional, musikalisasi puisi, dan masih banyak lagi. Selain acara utama, Malam Puncak menjadi semakin semarak dengan adanya Rumah Hantu yang berlokasi di dalam gedung B. Jadi, untuk kalian yang penasaran dengan cerita-cerita horor yang melingkupi kampus FIB wajib hadir pada Malam Puncak mendatang. Acara puncak menjadi semakin lengkap dengan adanya deretan bazaar yang berada di belakang Blue Stage. Akan ada banyak stan yang dijamin menarik perhatian pengunjung. Pasalnya, setiap stan akan dihias sedemikian rupa agar sesuai dengan tema H2S tahun ini. “Karena ini merupakan hajatan anak FIB, harapannya, semua mahasiswa FIB bisa ikut memeriahkan H2S dan merasa senang dengan rangkaian acaranya,” ujar Kintan. Jadi, untuk anak-anak FIB harus banget datang untuk ikut memeriahkan setiap rangkaian acara Hari-Hari Sastra, serta menyatukan dan mempererat hubungan keluarga besar FIB. (Iqbal)
Selain rangkaian acara utama, H2S juga mengadakan kegiatan lain yang cukup unik yaitu Hari-Hari Kantin. Di setiap rangkaian selalu diadakan kuis ringan. Bagi yang memenangkan kuis tersebut akan mendapatkan kupon jajan yang berlaku di masing-masing kantin di FIB. “Kita ingin semua elemen di FIB dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan H2S.
13
TEBU
Rantau Rantau Rantau
Rantau membuat aku mengerti Kerinduan akan pulang
Adalah hal yang paling menyesakkan Bahwa kecupan di kening dari Ayah adalah tanda sayang yang paling tulus Bahwa pelukan dari Ibu adalah energi terdahsyat Bahwa pendengar terbaik dibalik kisah lukaku Adalah Ayah dan Ibu Aku semakin menghargai waktu saat kembali pulang Aku mengerti bahwa waktu yang lalu tak bisa diulang Meski usiaku bertambah Namun di mata mereka aku tetaplah gadis kecil kesayangan Ucapan yang berulang terus terngiang Kala suara mereka tak bisa aku dengar Meski aku mampu melangkah sendiri Aku selalu butuh bahu untuk bersandar Aku selalu butuh tempat untuk berpulang Gemerlap dunia luar itu fana Kehangatan dalam rumahku abadi. Oleh: Naulia Zahra
14
udniR udniR
Rindu Rindu Rindu Rindu Rindu Rindu Rindu Rindu Rindu Rindu udniR
Ada banyak kalimat yang ingin kuutarakan Mengenai rindu,
Bukankah rindu itu menyakitkan, celetuk sebagian jalang, penyair buaian cinta romansa semu pemuja senja
udniR udniR
Bukankah rindu penyimpan pilu, celotehan itu tergoreskan dengan tinta dalam kertas penuh sandiwara
Bukankah rindu itu seru, ujar sebagian pemuja syahwat yang telah menodai asmara Rindu, ingin kuposisikan pada setiap jalang yang malang, tak tahu jalan pulang
udniR
Rindu, ingin kutulis ulang dalam kertas nyata penuh perjuangan
udniR
Rindu, ingin kududukan pada setiap kasih yang merajut asmara dengan tidak berulah
udniR
Rindu
Bukankah yang paling indah adalah mengidola seseorang yang Ia tidak mengkhianati?
Karya: Fuji FA
udniR
15
TEBU
Orang Ketiga Judul Buku: Mari Berbincang Bersama Plato: Persahabatan (Lysis) Penerjemah dan Penafsir: A. Setyo Wibowo Penerbit: iPublishing Terbit: Maret 2009 Tebal buku: viii+137 halaman
“Kebenaran tertinggi itu adalah kebaikan, memang harus menjadi landasan persahabatan sejati.” -Plato “Kejahatan tidak bisa menginginkan kebaikan karena apa yang benarbenar jahat tidak bisa menginginkan kebaikan; hanya apa yang tidak baik sekaligus tidak jahat yang masih bisa menginginkan kebaikan.” (al 114)
16
S
ahabat adalah topik yang klasik untuk dibicarakan. Pembicaraan mengenai sahabat ada di sekeliling kehidupan. Tentang ia yang sangat setia, tentang ia yang rela berkorban, bahkan tentang ia yang khianat. Setiap orang mempunyai definisi tersendiri tentang sahabat. Sudah tidak asing lagi jika ada orang yang kesal dan merasa dimanfaatkan ketika ada orang yang “ngakunya” sahabat, tapi hanya datang ketika “ada butuhnya saja”. Asumsi itu tidaklah salah, kekesalan itupun bisa dipertanggung jawabkan. Namun, jika definisi tersebut digunakan, rasanya makna sahabat yang agung hanya sebatas nilai utilitas. Sebelum lebih jauh lagi, rasanya kita perlu mengkritisi makna persahabatan yang kita bangun selama ini. Relasi dan subjek persahabatan kita ini sebenarnya siapa dan apa tujuannya? Hal paling menarik dalam buku ini adalah, bahwa persahabatan ini harus melibatkan orang ketiga. Siapa dia? Bukankah orang ketiga adalah perusak hubungan?
“Amicus Platos, sed magis amica peritas� (Plato sahabatku, Socrates temanku, tetapi kebenaranlah yang menjadi sahabatku paling karib) (Aristoteles, hal 25). Pengantar yang menyebutkan, bahwa orang ketiga dalam persahabatan adalah kebenaran. Kebenaran harus diutamakan dari pada rasa. Kesetiaan pada kebenaran harus melebihi hubungan darah, karena persahabatan bukan hanya soal kedekatan antara satu insan dengan insan yang lain, hal tersebut sama saja dengan nepotisme. Namun, bukan berarti berbeda pemikiran tentang kebenaran harus disertai dengan kebencian, permusuhan, dan putusnya hubungan baik. Sudah semestinya, dalam satu hubungan mutlak dibutuhkan orang ketiga, yaitu kebaikan. Lalu bagaimana memposisikannya? Jangan biarkan orang ketiga ini masuk kedalam diri persahabatan, namun biarkan Ia berada di luar persahabatan itu untuk memastikan bahwa tidak ada keburukan dalam suatu hubungan. Maka persahabatan itu haruslah mengarah kepada kebaikan. Kebaikan dapat diketahui dengan pengetahuan. Berpengetahuan berarti berguna. Sahabat dan persahabatan hanya muncul bila ada pengetahuan. Pengetahuan menjadi sumber bagi apapun yang berguna dan baik. Sudah merupakan garis Tuhan, bahwa manusia ada yang menempati posisi baik dan jahat. Sudah pasti kebaikan itu hanya omong kosong bila si baik berkawan dengan si baik dan si jahat dengan si jahat, karena keduanya akan menghasilkan latar belakang yang sama. Persoalan itu sungguh menarik, karena Socrates membagi kedua posisi orang tersebut secara absolut. Orang yang baik berangkat dari pengetahuan yang berguna, sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dirinya secara internal. Dari sini tergambar bahwa orang baik tidak memerlukan peran orang lain
karena dirinya sendiri bisa memenuhi kebutuhan dengan kebergunaan atas landasan pengetahuannya. Maka orang baik tidak akan berteman dengan orang baik karena sudah merasa lengkap. Kemudian orang jahat, mereka lebih mustahil dan sukar untuk bersahabat. Walaupun orang jahat banyak kekurangan yang membutukan pelengkap, namun persahabatan antara orang jahat dengan orang jahat tidak menghasilkan kebaikan, karena tidak ada landasan pengetahuan. Hubungan yang dijalin pun hanya berdasarkan pada kebutuhan, maka sangat rentan untuk tercerai berai. Maka sebenarnya siapa yang bisa menjalin persahabatan, jika orang baik sudah lengkap dengan pengetahuannya, dan orang jahat sangat semu untuk membangun persahabatan? Perlu kita sadari, bahwa tak ada yang sempurna. Semua orang harus merasa memiliki kekurangan, dengan itu kita akan mencari pelengkap untuk melengkapi kekurangan yang dimilki dan melengkapi kekurangan yang orang lain rasakan. Semua raga dan jiwa akan mencari kepingan mozaik untuk kemudian dijadikan sahabat untuk saling melengkapi. Tidak perlu dengan dasar baik atau jahat, karena nyatanya persahabatan bisa dibangun oleh orang yang tidak baik dan tidak jahat, tapi oleh orang yang berangkat dari kekurangan. Sampai pada titik ini kita belajar bahwa ada diri kita yang bisa ditemukan dalam diri orang lain dan sebaliknya. Namun hal ini bukan berarti dibangun dengan sifat resiprokal dengan dalih “apa memberi apa kepada siapa, kemudian timbal baliknya apa� tidak ada utilitas dalam persahabatan, karena garis dari persahabatan adalah kebaikan yang berasas pengetahuan. Persahabatan adalah proses menjadi baik. Jadi, apa makna sahabat untukmu? Apakah kamu benar-benar memiliki seorang sahabat? (Fuji Fitri)
17
20