Jong Indonesia Edisi 2018

Page 1

JONG INDONESIA 2017-2018

SOSOK

Majalah Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda


Jong Indonesia 2018 KONTRIBUTOR Penata Letak: Rivandi Pranandita Putra Foto: Hanif Dinul Islam, Juvential Stella, Muhammad Azril, Rivandi Pranandita Putra, dan rekanrekan PPI kota Editor: Apriana Vinasyiam, Muhammad Azril, Rivandi Pranandita Putra Kontributor essay: Aries Purwanto, Atrasina Adlina, Erissa Putri, Kama Soekarno, Istiqomah Shariati Zamani, Mahesa A. Hadis, Wulandari Dining Astuti, Yohanes Ivan Adi Kristianto Narasumber wawancara: Leni Landwer, William Setiawan

Pengantar Redaksi Jong Indonesia merupakan majalah elektronik terbitan pelajar-pelajar Indonesia di Belanda yang berisi aneka ragam artikel dan liputan dari berbagai sektor. Majalah ini terbit tiap tahunnya. Jong Indonesia kembali terbit pada kepengurusan PPI Belanda (PPIB) tahun 2017-2018 ini. Edisi Jong Indonesia kali ini hadir dengan berbagai macam rubrik, mulai dari potret kegiatan yang telah dilakukan PPIB maupun PPI-PPI kota di Belanda, PPIB connect dengan 16 PPI kota, hingga kolom opini dari para pelajar Indonesia di Belanda. Khusus untuk rubrik opini, untuk edisi kali ini memiliki tema yang cukup beraneka ragam. Dengan terbitnya majalah Jong Indonesia kali ini, diharapkan dapat menemani Anda dalam memulai atau mengakhiri aktivitas di akhir musim panas tahun ini. Semoga sajian kami bisa bermanfaat baik untuk pelajar dan diaspora Indonesia di Belanda maupun masyarakat umum yang ingin membaca majalah ini. Salam perhimpunan! Salam Jong Indonesia 2018!

"Pengantar Redaksi"


Highlights Jong Indonesia Edisi 2018-2018 Sosok 1 Berkenalan dengan Teh Leni,

Penggiat Seni Budaya Indonesia di Belanda

Liputan 2 Diskusi Pembangunan dan Konflik Agraria di Indonesia oleh PPI Wageningen

Opini 3 Membangun Ketahanan Air, Pangan, dan Energi: Harapan dan Tantangan Indonesia Ke Depan

Sosok 4 William Setiawan, Berkarya melalui Seni Fotografi

Liputan 5 Semarak Indelftnesia PPI Delft 2018

Opini 6 Pengaruh dan Potensi Indonesia dalam Perspektif Hubungan Internasional

Liputan 7 Indonesian Evening PPI Enschede 2017 (Heritage van Indonesia)

"Highlights"


Highlights Jong Indonesia Edisi 2018-2018 Opini 8 Re-exam dari Sisi yang Lain

Potret 9 PPIB We Connect 2018!

Liputan 10 Ambassador Cup PPI Wageningen 2017

Opini 11 Merantau yang membawa berkah

Lingkar Inspirasi #1 12 Merajut Keindonesiaan dan Peran Ilmuwan Sosial

Opini 13 Jakarta atau Jekwardaeh?

Lingkar Inspirasi #2 14

Transformasi Bojonegoro: Mengubah Wajah Kemiskinan Melalui Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan

"Highlights"


Highlights Jong Indonesia Edisi 2018-2018 Potret 15 Tanya Jurusan 2018

Opini 16 Apakah Koperasi Melemah di Dunia yang Penuh Kompetisi?

Liputan 17 Seminar Ilmiah PPI Wageningen:

Pertanian Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan Indonesia 2035

Opini 18 Macet Sepeda di Belanda

Liputan 19 Semarak Groenscup XVI, PPI Groningen

Opini 20 Sekilas Masukan dari Seorang Pelajar yang Masih Harus Banyak Belajar

Liputan 21 STUNED Day 2018

"Highlights"


Highlights Jong Indonesia Edisi 2018-2018 Liputan 22 Keseruan FOKUSTIK PPI Den Haag 2017!

Inspirasi 23 Daniel dan Perjalanan

Liputan 24 Serunya Arisan Bersama (ARIBA)

PPI Belanda feat PPI Arnhem 2018!

Liputan 25 HISTORUN PPI Leiden 2018: Sharing (Hi)Story

"Highlights"


3 Foto Terbaik Winter Festive PPIB 2017-2018 PPI Belanda mengucapkan selamat kepada seluruh pemenang lomba foto Winter Festive PPIB 2017-2018. JUARA 2 HARY SATRIA NUGRAHA (Webster University, Leiden)

JUARA 1 FITRIYONO AYUSTANINGWARNO (Wageningen University & Research, Wageningen)

JUARA 3 SATWIKO WIRAWAN INDRAWANTO (Utrecht University, Utrecht)

Pemenang Lomba Foto Winter Festive PPIB 2017-18


3 Foto Terbaik Lomba Foto "Studying and Living in Holland" 2018 PPI Belanda mengucapkan selamat kepada seluruh pemenang lomba foto yang diselenggarakan PPIB dan Nuffic Neso. JUARA 2 JANET IKA SANTOSA (Saxion University of Applied Sciences, Enschede)

JUARA 1 MOHAMAT ULIN NUHA (Delft University of Technology, Delft)

JUARA 3 ATRASINA ADLINA (Wageningen University & Research, Wageningen)

"Pemenang Lomba Foto Studying and Living in Holland 2018"


Sosok: Berkenalan dengan Teh Leni, Penggiat Seni Budaya Indonesia di Belanda "Sosok: Berkenalan dengan Teh Leni, Penggiat Seni Budaya Indonesia di Belanda"


PPIB: Apakah Teh Leni bisa berbagi kepada kami tentang rekam jejak Teh Leni dalam perkenalan budaya Indonesia di Belanda? Teh Leni: Saya mulai merintis sanggar seni Indonesia di Belanda pada tahun 2011, dengan nama "Pesona Indonesia". Pertama kali, saya memperkenalkan seni musik angklung. Tapi sebelumnya saya sudah pernah ikut menari dan pentas dengan sebuah grup tari Indonesia di Arnhem. Pada 2015, saya terus mengembangkan budaya Indonesia berupa workshop seni tari dan batik. Sampai saat ini, sudah merambah ke banyak hal yang berhubungan dengan budaya Indonesia, tidak hanya seni tari, angklung dan batik saja. Saya juga banyak melibatkan mahasiswa Indonesia di Belanda yang membantu saya dalam memperkenalkan budaya Indonesia. PPIB: Kira-kira adakah tantangan yang dihadapi Teh Leni selama ini? Teh Leni: Tantangan saya adalah ingin terus memperkenalkan budaya Indonesia ke negara-negara lain di Eropa. Tantangan lain adalah terus menggali budaya Indonesia dari daerah-daerah lain, misalnya seperti budaya suku Nias, Alor, Papua, dan sebagainya. PPIB: Kira-kira adakah pengalaman yang paling berkesan buat Teh Leni selama berkecimpung di bidang seni budaya ini? Teh Leni: Pengalaman berkasan adalah saat saya pentas seni tari ke kota kecil di Ceko. Masyarakat disana

"Sosok: Berkenalan dengan Teh Leni, Penggiat Seni Budaya Indonesia di Belanda"


ana ternyata sangat mengagumi seni tari Indonesia. Saya bangga karena bisa mengenalkan budaya Indonesia di Eropa timur. PPIB: Oh ya, tadi kan Teh Leni bilang banyak melibatkan mahasiswa Indonesia di Belanda, kira-kira adakah pesan dan kesan kepada mahasiswa Indonesia di Belanda?

Narasumber: Leni Landweer Interviewer: Rivandi Pranandita Putra Tanggal: Januari 2018 Tempat: Sanggar Seni Pesona Indonesia, Ede, Belanda Website: http://www.angklung.nl

Teh Leni: Pesan saya adalah cintailah budaya sendiri, karena budaya adalah identitas bangsa. Jangan lupa juga jaga dan lestarikan, karena dengan melestarikan budaya sendiri berarti generasi turun-temurun akan mengenal dan menikmati hasil ciptaan leluhur kita.

"Sosok: Berkenalan dengan Teh Leni, Penggiat Seni Budaya Indonesia di Belanda"


Liputan: Diskusi Pembangunan dan Konflik Agraria di Indonesia oleh PPI Wageningen "Liputan: Diskusi Pembangunan dan Konflik Agraria di Indonesia"


dilaksanakan secara interaktif. Acara dimulai dengan sesi pembukaan oleh M. Ulil Ahsan selaku moderator dan dilanjutkan dengan sesi pertama oleh Lubabun Ni’am (MSc International Development Studies, Wageningen University & Research) selaku pemantik pertama. Di awal sesi ini, seluruh peserta diminta untuk menuliskan satu kata yang menggambarkan agraria di papan tulis.

Pada hari Sabtu, 16 Desember 2017, PPI Belanda bersama dengan PPI Wageningen menyelenggarakan acara diskusi dengan tema “Pembangunan dan Konlik Agraria di Indonesia. Acara yang bertempat di Forum Building, Wageningen University & Research ini dimulai dari pukul 3.30 hingga 6 sore waktu setempat. Tak hanya dari Wageningen, acara ini juga dihadiri oleh beberapa pelajar Indonesia dari berbagai kota di Belanda. Selain dilaksanakan dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) internasional 2017, tujuan dilaksanakannya diskusi ini adalah untuk membahas keterkaitan antara HAM dan agraria dan membangun kesadaran terkait isu dan/atau konlik agraria di Indonesia. Acara diskusi ini juga cukup menarik karena peserta yang hadir berasal dari disiplin ilmu yang berbedabeda, sehingga dapat mendiskusikan topik ini dari segi keilmuannya. Acara diskusi ini terdiri dari dua sesi dengan dua pemantik yang memberikan materi sebelum diskusi

Beberapa kata yang terasosiasi dengan agraria yaitu tanah, air, lawan, perampasan lahan, kedaulatan, konlik, pembangunan, petani, rakyat, hak kepemilikan tanah, air, kependudukan, raw material, pertanian, alat produksi, dan konlik tenurial. Setelah itu, Lubabun memberikan beberapa paparan mengenai agraria yang merupakan isu sentral di Indonesia. Beliau menilai, isu agraria merupakan akar dari seluruh persoalan sosial dan kemanusiaan. Beliau juga membahas teori Marxis mengenai hubungan kapitalisme dengan isu agraria, dimana menurutnya kapitalisme merupakan sebab dan agraria merupakan akibat. Beliau juga memaparkan beberapa karakter utama kapitalisme, yakni produksi komoditas yang diperluas, keharusan akumulasi, komoditas tenaga kerja, serta akumulasi primitif. Dengan adanya kapitalisme, posisi negara menjadi kurang penting dalam pengaturan kehidupan di masyarakat. Setelah pemaparan materi, acara di sesi pertama dilanjutkan dengan diskusi yang berjalan dengan hangat. Acara dilanjutkan dengan sesi kedua oleh Haydar M. Bachtiar (MA Development Studies, International Institute of Social Studies). Pada sesi ini, beliau mengajak peserta untuk mengupas pengaruh perkembangan ekonomi dan modernitas terhadap isu

"Liputan: Diskusi Pembangunan dan Konflik Agraria di Indonesia"


agraria. Dari segi ekonomi, saat ini sumbangsih pertanian dalam hal pembangunan ekonomi Indonesia masih dirasa kurang (undetermined). Beliau memaparkan mengenai modern economy development, dimana beliau menilai bahwa pembangunan ekonomi negara penuh dengan wacana modernitas. Sejak 2008, kasus perampasan lahan meningkat terutama oleh investor asing dan hal ini menimbulkan banyak konlik agraria. Beliau pun memberikan beberapa contoh kasus yang terkait dengan hal tersebut. Beberapa solusi yang dapat dilakukan terkait dengan setting agenda, yang terdiri dari visible power yang merupakan agenda yang dapat dirundingkan, invisible power yaitu agenda yang diatur tanpa terlihat oleh publik, dan hidden power yaitu

agenda yang ada di kepala. Seperti di sesi pertama, setelah pemantik selesai memberikan materinya acara dilanjutkan dengan sesi diskusi.

"Liputan: Diskusi Pembangunan dan Konflik Agraria di Indonesia"


Membangun Ketahanan Air, Pangan, dan Energi: Harapan dan Tantangan Indonesia ke Depan

Secara umum, Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di lintasan khatulistiwa memiliki hampir semua sumberdaya yang dibutuhkan untuk mewujudkan ketahanan air, pangan, maupun energi. Sumberdaya alam seperti minyak dan gas bumi, batubara, energi surya, sumberdaya air, sumberdaya lahan, dan tentunya sumberdaya manusia. Namun perhatian kita tertuju pada pencapaian tingkat ketahanan tersebut yang ternyata masih jauh dari apa yang diharapkan. Publikasi dari beberapa lembaga internasional menyebutkan bahwa peringkat Indonesia masih berada di level menengah bahkan bawah. Asian Development Bank (ADB) misalnya, memposisikan Indonesia di peringkat 27 dari 48 negara Asia dalam National Water Security Index (1).

Dalam hal ketahanan energi, World Energi Council pada tahun 2016 menempatkan Indonesia pada rangking 71 dari 113 negara dalam Energi Trilemma Index2, tertinggal dari beberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Hal yang juga cukup miris dilaporkan oleh IFPRI, bahwa Indonesia masuk dalam kategori “serious� dengan nilai 21,9 dalam Global Hunger Index tahun 2016 (3). Kebijakan impor bahan pangan yang kurang memperhatikan kemampuan penyediaan sumberdaya lokal, diperkirakan menambah buruk upaya mewujudkan ketahanan seperti yang diharapkan.

Aries Purwanto Ph.D. (candidate) in Land and Water Development for Food Security IHE-Delft & Wageningen University, Belanda

=


Ketahanan sumberdaya (resource security) pada dasarnya meliputi tiga aspek utama yaitu ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), dan kualitas (quality) dari masing- masing sumberdaya. Pemerintah Indonesia pada jangka menengah ini pada dasarnya memiliki komitmen yang kuat untuk menghadapi tantangantangan yang berkaitan dengan ketahanan air, pangan, dan energi tersebut. Komitmen tersebut tertuang dalam target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2015-2019 pada tiga sektor tersebut. Pada sektor ketahanan air misalnya, Pemerintah menargetkan untuk meningkatkan akses terhadap air minum dari 65,6% pada tahun 2014 menjadi 100% pada tahun 2019.

Demikian halnya dengan akses terhadap sanitasi yang ditargetkan menjadi 100% di tahun 2019 dari sebelumnya 60.5% di tahun 2014. Hal lain yang menjadi perhatian selama jangka menengah tersebut antara lain restorasi 30 daerah tangkapan air, pembangunan 30 waduk, 1,1 juta ha jaringan irigasi baru, dan rehabilitasi 3 juta ha jaringan irigasi eksisting. Dalam hal ketahanan energi, Pemerintah juga menargetkan 100% rasio elektrifikasi dari sebelumnya 81.5% di tahun 2014. Selain itu, peningkatan persentasi bauran sumber energi baru terbarukan (EBT) pun diharapkan meningkat pada tahun 2019 sebesar 10-16% dari sebelumnya 6%. Hal tersebut dilakukan dengan cara meningkatkan produksi panas bumi (122%), energi surya (238%), PLTA (27%), biodiesel (80%), dan sumber EBT lainnya.

"Membangun Ketahanan Air, Pangan, dan Energi: Harapan dan Tantangan Indonesia Ke Depan"


Target Pemerintah dalam RPJMN juga cukup baik dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan, antara lain peningkatan asupan kalori dari 1970 kkal menjadi 2150 kkal, peningkatan produksi pangan domestik (beras 26%, kedelai 109%, daging 67%, dan ikan 51%) dari tahun 2014 hingga 2019 (4). Cukup banyak tantangan yang harus dihadapi Pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mewujudkan ketahanan air, energi, dan pangan di Indonesia. Secara singkat, setidaknya ada 4 permasalahan utama yang penulis garis bawahi dan harus segera dibenahi apabila Indonesia ingin memperbaiki tingkat ketahanannya, yaitu antara lain:

3. Masih rendahnya kesadaran dan komitmen para pemimpin dan pemangku kepentingan daerah dalam mewujudkan sistem produksi local untuk air, pangan, dan energi di wilayahnya. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya pemahaman tentang potensi wilayah, sumberdaya alam dan manusia yang ada, serta keterkaitan (interlinkages) antara ketahanan air, energi, dan pangan secara internal, maupun keterkaitannya dengan faktor eksternal.

"Cukup banyak tantangan yang harus dihadapi pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mewujudkan ketahanan air, energi, dan pangan di Indonesia." 1. Pembangunan yang masih bersifat sektoral, dimana silo mentality masih mendominasi masing-masing sektor baik antar level pemerintahan secara vertikal, maupun antara institusi secara horizontal. Hal ini menyebabkan adanya tumpang tindih kewenangan sehingga efisiensi pencapaian target ketahanan air, pangan, dan energi menjadi rendah.

4. Pembangunan daerah yang belum sepenuhnya memperhatikan keberlanjutan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Hal ini menyebabkan timbulnya kerusakan, pencemaran, dan bencana lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi ketersediaan, aksesibilitas, dan kualitas dari air, energi, dan pangan.

2. Belum adanya kesamaan visi dan perencanaan ketahanan air, energi, dan pangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini diperburuk dengan proses desentralisasi melalui otonomi daerah yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik.

"Membangun Ketahanan Air, Pangan, dan Energi: Harapan dan Tantangan Indonesia Ke Depan"


"Pentingnya upaya mewujudkan ketahanan air, pangan, dan energi secara terintegrasi dengan mengutamakan sistem produksi lokal." Perbaikan sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan harus segera dilakukan bukan hanya oleh pemerintah sebagai leading sector, namun juga oleh sektor swasta, dan masyarakat. Kerangka kerja (framework) untuk melakukan evaluasi dan perencanaan sumberdaya alam yang berbasis dinamika sistem juga diperlukan, mengingat tingginya kompleksitas permasalahan, banyaknya variabel dan faktor yang mempengaruhi, serta dinamika yang terjadi baik di tingkat nasional maupun internasional.

Sebagai penutup, penulis ingin kembali menekankan pentingnya upaya mewujudkan ketahanan air, pangan, dan energi secara terintegrasi dengan mengutamakan sistem produksi lokal. Persaingan dunia di masa depan diperkirakan akan lebih berfokus pada bagaimana suatu negara dapat tetap bertahan dari ketidaktahanan air, energi, dan pangan ditengah perubahan iklim yang juga diperkirakan semakin berdampak buruk. Semoga Indonesia bisa.

"Membangun Ketahanan Air, Pangan, dan Energi: Harapan dan Tantangan Indonesia Ke Depan"


SOSOK: William Setiawan, Berkarya melalui Seni Fotografi "Sosok: William Setiawan, Berkarya melalui Seni Fotografi"


Bagi kawan-kawan Indonesia pencinta fotografi di Belanda, mungkin nama William Setiawan sudah tidak asing di telinga kalian. Namanya selalu ada di pengumuman-pengumuman lomba foto dan vlog. Yap, beliau memang merupakan salah satunya yang kerap menjadi juri tetap pada beberapa kontes fotografi dan videografi PPI kota di Belanda. Beliau adalah fotografer asal Indonesia yang menekuni dan memiliki bisnis fotografi profesional di Wageningen, Belanda. Yuks, simak bincang-bincang PPIB bersama sang fotografer berikut: PPIB: Kalau boleh tahu, apa sih kesibukan Koh William saat ini? Koh William: Saat ini sih saya lebih sering melayani permintaan foto untuk keperluan wedding, fashion, dll di Belanda. Sisanya ya jalan-jalan aja. PPIB: Kalau boleh tahu, sejak kapan sih Koh Willy berdomisili di Belanda? Koh William: Pertama kali ke Belanda tahun 2012, waktu itu menemani istri kuliah master, tapi masih disini karena istri lanjut kerja di Wageningen. PPIB: Sejak kapan sih Koh aktif di kegiatan-kegiatan PPI Belanda (PPIB) atau PPI Wageningen (PPIB)? Koh William: Sejujurnya lebih banyak aktif di PPIW, bahkan sejak datang ke Belanda sudah aktif di PPIW. Dulu, sempat ikut bantu seksi olahraga dan dokumentasi. Tapi sekarang lebih banyak menjadi juri-juri dan mengisi workshop fotografi. PPIB: Kalau boleh tahu, apa saja sih Koh prestasinya? "Sosok: William Setiawan, Berkarya melalui Seni Fotografi"


PPIB: Kalau misalnya ada mahasiswa yang suka fotografi, tapi tidak punya background sama sekali di bidang fotografi, ada saran atau tips dan trik nggak? Koh William: Saya juga backgroundnya bukan fotografi sebenarnya. Background saya arsitektur, tapi saya ambil sekolah lagi di bidang fotografi. Tapi ya karena suka sih. Kalau suka ya dalami saja terus. PPIB: Harus ikut sekolah gitu kah atau bisa otodidak?

Koh William: Terakhir kali, saya juara fotografi busana di Krakow, Polandia. Selebihnya ya mungkin berhubungan banyak dengan desainer-desainer di wilayah Eropa sehingga karya saya bisa masuk majalah-majalah di Eropa. PPIB: Sejak kapan sih Koh William kenal dengan dunia fotografi? Koh William: Mulai kenal pertama kali sejak di Indonesia di tahun 2009. Dulu sempat ikut sekolah fotogafi, lalu kerja di "production house" dan sempat juga bikin video klip iklan. PPIB: Kira-kira adakah kegiatan di bidang fotografi yang pernah diikuti dan paling berkesan? Koh William: Setiap project beda-beda sih, karena ketemu orang-orang baru dengan karakter yang beraneka ragam. Saya sih senang-senang saya ketemu orang baru, tempat baru, dan pengalaman baru yang bisa kita temui.

Koh William: Bagusnya sih ikut sekolah, supaya paling nggak tau dasar-dasarnya dulu lah. Setelah itu baru bisa ngembangin sendiri kemudian. PPIB: Kan zaman sekarang tuh zaman sosial media nih. Banyak banget sosial media yang bisa menjadi wadah eksistensi bagi pelajar dan mahasiswa. Menurut Koh William sendiri, untuk bisa eksis dengan kualitas foto dan video yang bagus seperti apa sih? Koh William: Intinya kalau sosial media ya kita harus konsisten upload sih. Jadi kalau mau followernya banyak ya harus konsisten upload, misalnya 2 kali upload sehari, kaya minum obat. Haha. PPIB: Apa harus ada topik tertentu untuk bisa konsisten dengan topik itu? Koh William: Kita harus bisa cari style foto kita, nah dari situ bisa kita kembangkan. Dari situ orang bisa lihat, ciri foto kita tuh seperti apa.

"Sosok: William Setiawan, Berkarya melalui Seni Fotografi"


Koh William: Hmm, kurang setuju, karena untuk jadi fotografer itu harus bisa dapetin momen yang pas, bukan asal jepret. Kalau asal jepret doang tapi bisa sih dapetin foto bagus tanpa skill, mungkin kebetulan atau ada keberuntungan kali ya. Kita juga kan perlu tahu apakah suatu foto itu secara keseluruhan bagus atau nggak. PPIB: Apakah fotografer punya semacam rasa gitu ya? Koh William: Ada dong, harus. Kita bisa latih itu. Kita bisa latihan dengan sering-sering melihat foto-foto bagus, misalnya, untuk melatih mata kita.

PPIB: Kemudian untuk mendapatkan foto yang bagus, apa kita harus punya alat-alat canggih, seperti kamera terbaru? Koh William: Kalau bisa sih cari kamera yang sesuai dengan budget kita. Disesuaikan aja, kalau adanya kamera tua misalnya, ya udah pakai saja itu. Kita bawa keluar, terus kepret-jepret saja yang banyak. PPIB: Kalau misal kita hanya mengandalkan HP gimana? Koh William: HP kalau untuk sosial media saja cukup, tapi kalau untuk dijual sih masih kurang. PPIB: Saat ini kan banyak nih HP-HP yang fiturnya canggih banget, yang bisa edit foto dengan mudah. Ibaratnya, kita nggak perlu punya skill untuk dapet foto bagus dan kita bisa dibilang fotografer. Kira-kira gimana menurut Koh William?

PPIB: Nah, sekarang kan Koh William di Belanda, dulu di Indonesia. Apakah ada perbedaan jadi fotografer di Belanda dan di Indonesia? Koh William: Beda sih, dari style foto yang orang Belanda dan Indonesia suka sih beda. Oang Indonesia lebih banyak sih yang kreatif sebenarnya. Kalau orang Eropa sih relatif lebih sedikit kaku ya. mereka lebih suka foto yang bersih dan semua jelas. Kalau di Indonesia trennya sekarang justru orang lebih suka foto blur, yang lebih artistik. PPIB: Kalau dari seginya privasi orang-orang di sekeliling gimana? Koh William: Hampir sama sih, tapi kalau disini kalau foto lokasi sih bebasbebas aja, tapi kalau mau foto orang harus minta izin orang yang bersangkutan dulu ya. PPIB: Ngomong-ngomong soal lokasi, lokasi favorit koh William dimana ya?

"Sosok: William Setiawan, Berkarya melalui Seni Fotografi"


Koh William: Kalau lokasi sih saya suka alam ya. Sampai sekarang, Islandia menjadi negara favorit saya. Kalau di Indonesia, saya suka Gunung Bromo. PPIB: Apa sih kriteria lokasi favorit dari sudut pandang seorang fotografer? Koh William: Cahaya. Best moment menurut saya sunset atau sunrise. PPIB: Kalau untuk teman-teman yang mau ambil sekolah fotografi, ada saran gak? Koh William: Kalau di Indonesia, ada banyak. Bahkan ada yang gratis. Kalian cari dulu mentornya yang kalian suka gimana.

Narasumber: William Setiawan Interviewer: Apriana Vinasyiam Tanggal: Juli 2018 Tempat: Kediaman Koh William, Wageningen, Belanda Website: http://www.williamsetiawan. com

"Sosok: William Setiawan, Berkarya melalui Seni Fotografi"


LIPUTAN: Semarak Indelftnesia PPI Delft 2018 "Liputan: Semarak Indelftnesia 2018"


Pada hari Sabtu, 17 Februari 2018, Perhimpunan Pelajar Indonesia Delft (PPI Delft) sukses menyelenggarakan salah satu acara tahunannya, yaitu Indelftnesia 2018. Sama seperti tahun sebelumnya, acara yang merupakan salah satu acara terbesar PPI Delft ini kembali diselenggarakan di gedung Sports & Culture TU Delft, Delft, Belanda. Acara ini diselenggarakan selama delapan jam, dimulai sejak pukul 2 siang hingga pukul 10 malam waktu setempat. Acara yang terbuka untuk umum ini dipadati oleh pengunjung baik warga Indonesia di Belanda maupun warga internasional dari berbagai negara. Indelftnesia 2018 terdiri dari berbagai macam rangkaian acara, diantaranya pementasan seni tradisional Indonesia, yang diselenggarakan dengan konsep pagelaran indoor. Berbagai macam seni tari yang ditampilkan antara lain Tari Saman, Tari Nandak, Tari Klana Topeng, Tari Janger, dan Tari Sajojo yang dibawakan oleh teman-teman PPI Delft. Selain penampilan oleh tuan rumah, Angklung Wageningen juga ikut memeriahkan acara. Pertunjukan Angklung membawakan empat buah lagu, yaitu Bengawan Solo, Can’t Help Falling in Love, Apuse, dan L.o.v.e. Selain itu, terdapat pula pertunjukan fashion-show unik, dimana mahasiswa internasional mengenakan berbagai macam pakaian adat tradisional Indonesia. Pertunjukan utama tersebut diadakan dalam dua sesi yaitu di sore dan malam hari. Dengan mengangkat tema kebudayaan dan keanekaragaman Indonesia, kegiatan pentas seni tersebut mampu menarik banyak perhatian pengunjung yang hadir. Untuk dapat masuk dan

"Liputan: Semarak Indelftnesia 2018"


menikmati pentas seni, pengunjung harus mendaftarkan diri secara online terlebih dahulu untuk mendapatkan kursi. Dalam kedua sesi ini, hampir semua bangku dipenuhi pengunjung sehingga banyak yang tidak berkesempatan untuk masuk ke dalam ruang pentas seni. Namun, panitia sudah menyediakan live streaming yang ditampilkan di layar di luar ruang pentas seni sehingga semua pengunjung tetap dapat menikmati pentas seni tersebut. Selain pertunjukan kesenian pengunjung juga data mencoba permainan tradisional dan workshop angklung. Tak hanya itu, pengunjung juga dapat mencicipi berbagai macam kuliner khas Indonesia sambil menikmati iringan musik persembahan teman-teman PPI Delft. "Liputan: Semarak Indelftnesia 2018"


Kuliner yang disediakan, seperti pempek, batagor, sate, masakan padang, dan lain-lain dapat dibeli dengen harga terjangkau. Pengunjung juga dapat berfoto menggunakan booth foto dengan latar belakang berbagai hasil kerajinan nusantara yang telah disediakan. Selain itu, ada juga pameran foto, yang menampilkan potret kehidupan di Indonesia. Dalam kameran ini, pengunjung tidak Hanya menikmati hasil foto yang dipamerkan, namun dapat pula memberikan voting kepada foto terbaik menurut versi mereka. Bagi yang ingin belamra fotografi, terdapat pula workshop fotografi. Selain itu, terdapat pula booth dari asosiasi diaspora Belanda, yang memberikan berbagai macam pengalaman dan tipsnya selama tinggal di Belanda. "Liputan: Semarak Indelftnesia 2018"


OPINI: Pengaruh dan Potensi Indonesia dalam Perspektif Hubungan Internasional Oleh: Yohanes Ivan Adi Kristianto University of Groningen "Pengaruh dan Potensi Indonesia dalam Perspektif Hubungan Internasional"


Pengaruh dan Potensi Indonesia dalam Perspektif Hubungan Internasional

Tulisan ini menjelaskan mengapa Indonesia memiliki pengaruh besar dalam perspektif hubungan internasional, baik sekarang maupun dimasa mendatang.

S

ejak didirikan pada tahun 1945, perkembangan Indonesia dalam kancah internasional mengalami pasang surut. Sebagai contoh, pada masa pemerintahan Soekarno, Indonesia pernah terlihat menonjol menjadi salah

satu kiblat dari negara-negara berkembang yang dibuktikan dengan dibentuknya gerakan non-blok. Di satu sisi, kepercayaan aktor internasional pernah menurun setelah adanya krisis 1999. Dengan fakta tersebut, beberapa pihak merasa pesimis terhadap eksistensi Indonesia di mata internasional yang mengalami pasang-surut setelah ditambah beberapa fakta yang menyudutkan kedudukan Indonesia di level internasional seperti fakta bahwa Indonesia berhutang cukup besar. Namun, pendapat ini dapat dikritisi karena Indonesia mempunyai pengaruh yang kuat dalam level internasional, sehingga eksistensi Indonesia di masa depan tidak bisa sepenuhnya diragukan. Tulisan ini menjelaskan mengapa Indonesia memiliki pengaruh besar dalam perspektif hubungan internasional, baik sekarang maupun dimasa mendatang. Alasan pertama adalah Indonesia mempunyai peran penting dalam tingkat regional. Konsep regional tidak terbatas dalam cakupan geograi saja, melainkan juga berkaitan dengan kelompok isu internasional tertentu. Peran Indonesia berpotensi dalam level regional dapat dilihat dari pergerakan Indonesia di tiga organisasi internasional yakni Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dan G-20. Pertama, sebagai salah satu dari lima pendiri ASEAN, Indonesia dianggap menjadi salah satu pendorong berjalannya lokomotif ASEAN. Contohnya, Indonesia tanpa melanggar prinsip non-interferensi berhasil menciptakan stabilitas politik di kawasan Asia Tenggara dengan mengkonstruksi Kode Tata Berperilaku (COC) di Laut China Selatan (Storey, 2016).

"Pengaruh dan Potensi Indonesia dalam Perspektif Hubungan Internasional"


Sebelumnya, empat negara anggota ASEAN dan China berada dalam situasi anarkis dimana diantara mereka ‘menyerang’ satu sama lain. Kedua, dalam PBB, Indonesia berkesempatan untuk bergabung dalam anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB (DK PBB) untuk periode 2019-2020. Keseriusan Indonesia untuk bergabung dapat dilihat dari diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia. Wakil presiden Jusuf Kalla pada pertemuan rutin Majelis Umum PBB tahun 2016 secara resmi menyatakan kampanye untuk mendukung pencalonan Indonesia (Parameswaran, 2016).

sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki posisi strategis dalam ekonomi global. Selain itu, sebagai wakil negara berkembang, Indonesia dapat menyuarakan kepentingan dari negara berkembang, sehingga bagi negara berkembang non-anggota G-20, keberadaan Indonesia di institusi tersebut sangat penting. Alasan kedua mengapa eksistensi Indonesia sangatlah kuat adalah kuatnya power Indonesia dari aspek ekonomi dan militer. Dari segi ekonomi, menurut Bank Dunia, pendapatan domestik bruto (GDP) Indonesia tahun 2016 mencapai 932.3

"Terlihatnya peran Indonesia dalam PBB membuktikan bahwa pengaruh Indonesia sekarang cukup besar di tingkat global."

Sementara itu, menteri luar negeri Retno Marsudi juga telah bernegosiasi untuk meraup suara lebih banyak daripada Maladewa, saingan Indonesia dalam pencalonan DK PBB. Dengan bergabungnya Indonesia dan melihat keseriusan lobi pemerintah Indonesia, peran Indonesia sangat terlihat dalam PBB. Terlihatnya peran Indonesia membuktikan bahwa pengaruh Indonesia sekarang cukup besar di tingkat global. Ketiga, Indonesia berhasil mewakili negara-negara berkembang dalam G-20. Organisasi internasional ini beranggotakan negara-negara yang diasumsikan memiliki kekuatan ekonomi berpengaruh di dunia.

juta dolar Amerika Serikat. Posisi GDP Indonesia saat itu justru lebih tinggi dari Malaysia. Dengan diperolehnya angka tersebut, Indonesia dianggap sebagai salah satu negara penting karena Indonesia menyediakan pasar yang cukup besar bagi ekonomi dunia. Dari bidang militer, berdasarkan data Global Fire Power, Indonesia pada tahun 2017 menduduki peringkat 14 dunia negara dengan kekuatan militer terbesar. Posisi tersebut melebihi tetangga Indonesia seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand, dan bahkan Australia. Kuatnya militer Indonesia menjamin bahwa efek gentar Indonesia diperhitungkan sehingga ancaman-ancaman keamanan tradisional dapat diatasi. Hal ini mengindikasikan pula bahwa Indonesia diperhitungkan dalam isu keamanan tradisional.

"Pengaruh dan Potensi Indonesia dalam Perspektif Hubungan Internasional"


berinvestasi memperlihatkan bahwa Indonesia memperoleh perhatian positif dari luar.

Alasan terakhir yakni daya tarik Indonesia di mata internasional cukup besar. Ketertarikan cukup tinggi dalam isu investasi dan pariwisata. Menurut Badan PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), pada tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat 6 negara tujuan investasi investor (Tempo, 2016). Indonesia dianggap telah mampu mempermudah urusan administrasi dan birokrasi pendirian usaha, sehingga dengan didukung potensi pasar yang besar, ketertarikan investor untuk berinvestasi di Indonesia meningkat. Dari bidang pariwisata, berdasarkan data dari Trading Economics, laju kedatangan turis mancanegara ke Indonesia membaik. Sebagai gambaran, pada April 2017, jumlah kedatangan turis internasional hanya mencapai kurang dari 850.000 orang, namun pada Januari 2018, jumlah tersebut bertambah hampir 200.000 wisatawan asing sehingga jumlahnya hampir mencapai 1.050.000 turis internasional. Potensi Indonesia dari segi pariwisata maupun kenyamanan

Kesimpulannya, dari tiga alasan yang telah dijelaskan, peran Indonesia dalam dinamika hubungan internasional sangat besar. Besarnya pengaruh itu sendiri dipengaruhi salah satunya dengan usaha dan strategi Indonesia untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia terhadap dunia. Dengan melihat strategi Indonesia dan pengaruh yang diperoleh, eksistensi Indonesia tidak perlu diragukan lagi, khususnya dari kacamata hubungan internasional karena posisi Indonesia sangat bernilai bagi dunia. Masyarakat Indonesia sendiri sebaiknya tetap menjaga harapannya terhadap kemajuan Indonesia dan tetap optimis agar potensi dan usaha-usaha yang telah dilakukan Indonesia semakin bergerak ke arah yang positif.

"Pengaruh dan Potensi Indonesia dalam Perspektif Hubungan Internasional"


LIPUTAN: Indonesian Evening PPI Enschede 2017 (Heritage van Indonesia) "Liputan: Indonesian Evening PPI Enschede 2017"


Tahun 2017 ini, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Enschede kembali menggelar salah satu acara tahunannya, yaitu Indonesian Evening pada hari Rabu, 29 November 2017. Acara yang mengangkat tema “Heritage van Indonesia” ini bertempat di De Horst Building, University of Twente, Enschede, Belanda. Acara yang telah terselenggara sejak tahun 2011 ini bertujuan untuk memperkenalkan budaya Indonesia di kancah internasional, khususnya di kalangan mahasiswa. Acara yang dimulai sejak pukul 17:20 sore waktu setempat ini diisi dengan berbagai penampilan budaya khas Indonesia, seperti pertunjukan tari dan musik tradisional nusantara. Acara ini juga dimeriahkan oleh

penampilan menarik dari BandIDS yang merupakan band pelajar Indonesia di Enschede. Tidak hanya itu, terdapat pula demonstrasi pencak silat “Poekoelan” dan fashion show baju tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Setelah dibuka dengan persembahan tari pendet khas Bali, acara kemudian dilanjutkan dengan sesi pembukaan dari pembawa acara yang siap menyapa seluruh pengunjung yang hadir. Selanjutnya, pengunjung dihibur dengan penampilan tari dan lagu “Gemu Fa Mi Re” yang berasal dari Nusa Tenggara Timur oleh tim “Indonesia Menari”. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Indonesian Evening 2017, Girindra Wardhana dan disambung dengan penampilan dari BandIDS

"Liputan: Indonesian Evening PPI Enschede 2017"


yang menyanyikan beberapa lagu populer Indonesia, seperti Cinta Kan Membawamu (Dewa 19), My Everything (Glenn Fredly), dan Sepanjang Usia (Kerispatih). Tari tor-tor dari Sumatera Utara menjadi sajian pertunjukan berikutnya, dilanjutkan dengan atraksi pencak silat “Poekoelan Banten� oleh tim Poekoelan Ksatria. Tidak tanggung-tanggung, jurus jitu pencak silat pun dijelaskan secara detail kepada seluruh pengunjung yang hadir. Selanjutnya, sesi fashion show digelar dengan menampilkan peragaan pakaian adat Indonesia yakni pakaian adat Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan (Dayak), Manado, serta Sulawesi Selatan (Bugis dan Makassar). Uniknya, peragaan pakaian adat tersebut bukan dibawakan oleh pelajar Indonesia, melainkan oleh pelajar internasional yang tinggal di Enschede. Setelah itu, acara selanjutnya diisi dengan persembahan tari Jaipong dari Jawa Barat. Acara ini didukung penuh dan dihadiri oleh Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, Bapak I Gusti Agung Wesaka Puja. Dalam kesempatannya, beliau mengucapkan selamat dan terima kasihnya kepada rekan-rekan PPI Enschede yang telah bekerja keras menyelenggarakan acara ini. Menurut beliau, acara ini sangat berkesan karena banyaknya pengunjung yang datang. Beliau juga mengungkapkan bahwa keberadaan acara semacam ini sangat penting untuk mempromosikan Indonesia karena pelajar Indonesia di luar negeri merupakan salah satu agen pariwisata dan kebudayaan Indonesia.

"Liputan: Indonesian Evening PPI Enschede 2017"


Secara terpisah, Girindra Wardhana selaku Ketua Indonesian Evening 2017 mengungkapkan kepuasannya terhadap besarnya atensi pengunjung dalam acara ini. Ia menilai acara Indonesian Evening di tahun ini dapat dikatakan sangat sukses karena antusiasme pengunjung yang sangat besar dan melampaui ekspektasi yang diperkirakan oleh panitia sebelumnya. Ia berujar, “Perkiraan kami sekitar 200 orang yang datang namun sejauh ini ada lebih dari 350 orang yang datang. Responnya sangat positif. Terima kasih untuk kerjasama semua pihak yang terlibat”. Senada dengan pernyataan tersebut, Aji Putra Perdana sebagai Ketua PPI Enschede menggambarkan secara singkat acara Indonesian Evening 2017 kali ini sebagai hal yang “luar biasa”.

"Liputan: Indonesian Evening PPI Enschede 2017"


OPINI "Re-Exam Dari Sisi yang Lain"

B

agi beberapa orang re-exam adalah sebuah tanda dari kegagalan dalam proses belajar. Termasuk saya ketika saya masih menempuh pendidikan di strata satu dulu dan mindset ini terus saya pakai selama beberapa bulan ke belakang. Meskipun dulu saya juga pernah mengalami yang namanya ujian ulang, tapi

“Karena re-exam atau ujian ulang adalah bagian dari proses pembelajaran.” dalam kondisi yang berbeda sehingga saya dengan egois tidak bisa mencap bahwa “saya gagal”. Mengikuti ujian ulang memang menjadi suatu momok yang menakutkan untuk beberapa orang bahkan saking tidak inginnya mereka mengambil ujian ulang maka mereka pun akan belajar mati-matian, manajemen waktu hanya terfokus pada belajar, belajar, dan belajar. Dan selama enam bulan saya kuliah di Wageningen University, saya benar-benar dihadapkan dengan kenyataan bahwa saya harus mengambil resit exam ketika bulan Februari kemarin. Tidak tanggung-tanggung, selama tiga periode saya dinyatakan tidak lulus untuk tiga matakuliah. Perasaan bahwa saya gagal terus menghantui selama beberapa bulan menjelang resit exam. Bahkan sempat terbersit penyesalan juga, “Seandainya saya tidak kuliah di sini, mungkin saya tidak akan mengalami hal ini.” Selain itu, nafsu makan dan semangat menurun menjadi efek samping dari mental breakdown yang saya alami. Di sisi lain, bagi beberapa mahasiswa asing di kampus ini, mereka menganggap bahwa resit exam merupakan hal yang amat sangat wajar, dan itu bukanlah sebuah penentu jika kamu akan gagal selamanya dan bukan juga penghalang kamu menuju ke pintu kesuksesan. Mereka dengan lancarnya menceritakan bahwa mereka akan mengambil resit exam, bahkan salah satu teman memang sudah berniat untuk mengambil resit exam saja dari pada examnya. Bagi dia, resit exam adalah bonus tambahan waktu belajar yang diberikan sehingga ia bisa memaksimalkan proses belajarnya. Toh di kampus saya ternyata tidak ada tanda bintang khusus ketika kamu mengikuti resit exam dan penilaiannya pun akan sama juga, tanpa ada pengurangan berapa persen dan tanpa ada maksimal

Opini: "Re-Exam dari Sisi yang Lain"


cuma mendapatkan nilai B saja kalau resit exam. Pola pikir ini yang awalnya berhasil mengubah pemahaman dan anggapan saya tentang resit exam, bagaimana saya harusnya lebih bijak menghadapi hal yang seperti ini lagi. Bagaimana tiga matakuliah reexam tersebut menjadi pengalaman berharga untuk saya mengevaluasi proses belajar yang saya lalui sebelumnya. Dan juga bagaimana saya berhasil mencari metode belajar yang tepat untuk diri saya sendiri. Untuk manajemen waktu, saya mendapatkan banyak sekali masukan dari teman- teman sekitar. Mereka

dengan makan seadanya, bagaimana pun menyayangi diri sendiri dengan memperlakukan diri sendiri dengan baik adalah langkah awal yang harus dilakukan menjelang ujian. Bagaimana jika kamu sudah belajar namun akhirnya jatuh sakit di hari kamu ujian? Tentu bukan suatu hal yang diinginkan. Selain itu, saya juga termasuk orang yang sukar untuk menceritakan masalah yang saya alami kepada semua orang, sedangkan orang-orang yang menjadi pendengar baik saya jauh di Indonesia. Otomatis terkadang saya merasa sendiri di sini.

"Ketika manajemen waktu dan support dari kawan seperjuangan sangat berharaga". mengingatkan saya bahwa weekdays adalah waktunya belajar mulai dari jam 7 pagi hingga 10 malam, sedangkan weekend, gunakan untuk memberi kesempatan otak dan tubuh untuk beristirahat. Pola ini saya usahakan untuk diterapkan meskipun masih belum bisa konsisten sepenuhnya. Mengatur makanan yang kita konsumsi juga perlu, kadang menjelang exam week, beberapa orang memilih untuk mengurung diri di kamar. Hal tersebut tidaklah salah, asal mereka sudah menyiapkan stok makanan yang bijak untuk tubuh mereka. Bukan berarti menyakiti diri sendiri

Di fase ini lah ketika saya gagal, saya juga berusaha untuk membuka diri, menceritakan masalah saya kepada orang-orang yang saya percaya di sini, orang-orang yang bernasib sama yang harus mengambil ujian ulang juga. Sehingga saat itu muncul perasaan, “Oh, saya ternyata tidak sendiri kok.� Teman-teman terdekat saya inilah yang menjadi teman belajar meskipun matakuliah kita berbeda. Mereka menjadi alarm ketika saya mulai berkurang semangat belajarnya. Mereka yang mengajak untuk tetap ingat bahwa semua itu adalah proses kita belajar di sini. Mereka juga menjadi teman untuk mengevaluasi diri.

Opini: "Re-Exam dari Sisi yang Lain"


Terkadang mereka yang menanyakan hal yang sangat sederhana seperti: Sudah makan? Nih saya masak lebih. Jadi, dengan saya diberi pengalaman ini, saya bisa belajar banyak hal positif tentang bagaimana saya selayaknya harus bersikap, menghadapi, dan melihat bahwa resit exam adalah suatu hal yang membawa banyak perubahan baik untuk diri saya sendiri. Resit exam bukan lagi tanda kegagalan tapi indikator kurangnya kita memaksimalkan proses belajar. Kita boleh sedih ketika mendapatkan kata fail di hasil akhir ujian, tapi lantas jangan jadikan itu menjadi batu sandungan dalam proses belajarmu. Oleh: Istiqomah Shariati Zamani Pelajar di Master of Environmental Sciences - Wageningen University

"Opini: "Re-Exam dari Sisi yang Lain"


PPIB WE CONNECT 2018! Di kepengurusan tahun 2017-2018 ini, PPIB menjalankan program kegiatan PPIB We Connect dengan melakukan kunjungan dan diskusi program kerja bersama 16 PPI kota di Belanda. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempererat silaturahmi antar PPI dan melakukan kerjasama beberapa program kerja.

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI AMSTERDAM Minggu, 11 Februari 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI WAGENINGEN Sabtu, 24 Februari 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI UTRECHT Sabtu, 24 Februari 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI DEN HAAG Sabtu, 10 Maret 2018

"Potret: PPIB We Connect 2018"


PPIB WE CONNECT 2018!

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI DELFT Sabtu, 31 Maret 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI KOTA DEN HAAG Rabu, 21 Maret 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI ROTTERDAM Sabtu, 31 Maret 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI GRONINGEN Sabtu, 17 Maret 2018

"Potret: PPIB WE CONNECT 2018"


PPIB WE CONNECT 2018!

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI EINDHOVEN Minggu, 11 Maret 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI TILBURG Minggu, 11 Maret 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI NIJMEGEN Minggu, 22 April 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI ARNHEM Minggu, 22 April 2018

"Potret: PPIB WE CONNECT 2018"


PPIB WE CONNECT 2018!

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI MAASTRICHT Minggu, 25 Maret 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI DEVENTER Sabtu, 7 April 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI ENSCHEDE Sabtu, 7 April 2018

PPIB WE CONNECT BERSAMA PPI LEIDEN Minggu, 18 Februari 2018

"Potret: PPIB WE CONNECT 2018"


LIPUTAN: AMBASSADOR CUP PPI WAGENINGEN 2017 "Liputan: Ambassador Cup PPI Wageningen 2017"


Pada hari Sabtu, 21 Oktober 2017, PPI Wageningen telah sukses menyelenggarkan salah satu event terbesarnya, yaitu Ambassador Cup 2017. Bekerjasama dengan KBRI Den Haag, acara tahunan ini merupakan ajang kompetisi olahraga terbesar antar pelajar dan diaspora Indonesia di negeri kincir angin. Acara yang memiliki slogan “Come and Play with Us� ini digelar di Sport Hal de Vlinder, Wageningen, Belanda. Acara Ambassador Cup 2017 ini diketuai oleh Ikrom Mustofa, dengan jumlah panitia sebanyak 40 orang. Adapun penanggung jawab acara ini adalah M. Gumilang Pramuwidyatama selaku ketua PPI Wageningen dan Nur Alim Bahmid selaku Kepala Departemen Olahraga PPI Wageningen. Menurut Ikrom, kompetisi ini diikuti oleh 360 atlet dari 14 kontingen yang berasal dari

berbagai PPI Kota dan organisasi Indonesia di Belanda. Lebih lanjut lagi, Ikrom memaparkan beberapa tujuan kegiatan ini, yaitu untuk mempererat tali silaturahmi antar warga negara Indonesia di Belanda, meningkatkan kualitas hidup warga negara Indonesia di Belanda melalui olahraga, serta menanamkan nilai sportivitas dan team-work bagi warga negara Indonesia di Belanda. Acara ini dimulai sekitar pukul 11 siang dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan pidato pembukaan dari ketua panitia, Ikrom Mustofa, dan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja. Dalam pidatonya, beliau mengingatkan pentingnya menunjung

"Liputan: Ambassador Cup PPI Wageningen 2017"


tinggi sportivitas. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan persembahan tari tor-tor dari Sentari PPI Wageningen. Kemudian, sebelum pertandingan dimulai, dilakukan pembukaan acara secara simbolis oleh Dubes, melalui passing bola voli. Kegiatan pertandingan dilakukan secara paralel untuk semua cabang olahraga. Terdapat empat cabang olahraga yang dipertandingkan dalam Ambassador Cup 2017 ini, antara lain futsal, voli, bulu tangkis, dan tenis meja. Tidak hanya kegiatan turnamen olahraga saja, acara ini cukup meriah dengan kedatangan para suporter untuk memberikan dukungan kepada kontingennya masing-masing. Selain itu, terdapat pula stand-stand makanan yang menjual kuliner khas Indonesia. Dari beberapa cabang olahraga yang dipertandingkan, diperoleh hasil juara umum dan pemenang untuk setiap cabang olahraga. Juara umum Ambassador Cup 2017 ini berhasil

jatuh kepada PPI Wageningen. Untuk cabang olahraga futsal, juara 1 diraih oleh PPI Groningen dan juara 2 oleh PPI Eindhoven. Untuk cabang olahraga voli, juara 1 berhasil direbut kontingen KBRI Nusantara dan juara 2 oleh PPI Eindhoven. Sementara itu pada cabang olahraga bulutangkis tunggal putra, juara 1 dan 2 masingmasing dimenangkan oleh AIA Amsterdam dan PPI Utrecht; juara 1 dan 2 tunggal putri masing-masing oleh PPI Wageningen dan AIA Amsterdam; serta ganda masingmasing oleh PPI Enschede dan PPI Leiden. Untuk cabang olahraga tenis meja tunggal, juara 1 dan 2 masingmasing dijuarai oleh PPI Eindhoven dan AIA Amsterdam; serta juara 1 dan 2 ganda masing-masing diraih PPI Wageningen dan KBRI Nusantara. Sebagai penutup acara, dilakukan penyerahan hadiah yang diberikan secara bergiliran oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Den Haag, Bambang Hari Wibisono, Ketua PPI Wageningen dan Ketua Panitia. Hari mengungkapkan bahwa acara ini merupakan Ambassador Cup ke-5 yang dihadiri oleh beliau dan sekaligus yang terakhir kalinya karena beliau akan mengakhiri masa tugas di Belanda. Beliau berharap supaya Ambassador Cup di tahun-tahun berikutnya dapat terlaksana lebih baik lagi, dengan jumlah cabang olahraga yang lebih banyak sehingga lebih meriah lagi. Secara terpisah, M. Gumilang Pramuwidyatama selaku Ketua PPI Wageningen, mengucapkan terima kasih kepada seluruh panitia Ambassador Cup 2017 dan KBRI Den Haag yang telah menyelenggarakan acara ini dengan meriah. Selain itu, ia juga mengucapkan terima kasih untuk

"Liputan: Ambassador Cup PPI Wageningen 2017"


seluruh kontingen yang telah bermain dengan fairplay dan seluruh supporter yang memeriahkan acara ini. Selaku Ketua Panitia, Ikrom juga mengucapkan terima kasihnya kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam kegiatan Ambassador Cup di tahun 2017 ini, dan berharap agar kegiatan ini dapat terselenggara di tahun-tahun selanjutnya.

"Liputan: Ambassador Cup PPI Wageningen 2017"


OPINI: Merantau yANG membawa berkah "Opini: Merantau yang Membawa Berkah"


Merantau yang Membawa Berkah Oleh: Erissa Putri Webster University - Leiden

Pertama kali datang ke belanda Agustus 2015. Tidak terasa tiga tahun telah berlalu. Banyak hal yang aku pelajari dari merantau sendiri di negri kincir angin ini. Mulai dari belajar hal baru dari bertemu dengan orang dengan latar yang beragam hingga merubah lifestyle ku. Melalui tulisan ini, aku ingin berbagi sedikit tentang pengalaman ku.

taman kecuali pas pelajaran olahraga masa SMA dulu. Apalagi pas aku di tinggal di Singapur, hiburanya cuma keluar masuk mall. Ternyata setelah di coba, seru juga picnic di taman sambil bincang-bincang atau BBQ-an dengan teman-teman. Walaupun cuma bisa dilakuin pas spring dan summer, tapi kegiatan ini yang akan sangat dirindukan dari Belanda.

Merantau merubah lifestyle ku

Contoh lainya adalah orang belanda peduli banget dengan kesehatan mereka, salah satunya dengan rajin olahraga. Mungkin itu salah satu rahasia mereka tumbuh keatas bukan kesamping. Jadi, karna ada tempat gym di dekat rumah dan vibe belanda yang mendukung banget, akhirnya aku dan teman ku sign up gym membership. Hal yang paling aku suka adalah jalan kaki ke tempat gym yang jarak nya cuma tujuh menit sambil lihat pemandangan kota Leiden yang tidak akan pernah bikin bosan. Terkadang kalo aku pergi pagi, aku suka mampir ke toko roti yang letaknya di sebelah town hall. Suka

Tiga tahun tinggal di belanda tentu dong aku belajar banyak hal baru. Salah satunya belajar gaya hidup orang belanda yang simple dan sehat. Contoh hidup simple orang Belanda adalah mereka suka banget hang out dan BBQan di taman rame-rame sama teman mereka sambil ngobrol atau berjemur. Menurut aku itu adalah hiburan yang paling simple. Ditambah dengan system mereka yang “Go Dutch� alias sumbang makanan sendiri-sendiri. Hal ini beda banget sama lifetysle dan hiburan aku di Indonesia yang gak pernah main ke

"Opini: Merantau yang Membawa Berkah"


banget beli croissant dan cinnamon roll mereka. Selain untuk menjaga kesehatan, rutin pergi ke tempat gym juga mengajarkan aku menjadi lebih disiplin dan belajar membagi waktu. Di sela-sela kesibukan kuliah, aku akan menyempatkan pergi ke tempat gym 2-4 kali seminggu. Untungnya di tempat gym aku selalu ada kelas setiap hari dan hanya perlu sign up kalau mau datang. Metode ini ampuh banget memotivasi aku untuk rutin datang ke tempat gym, karna selain bakal di absen, pilihan kelasnya juga banyak dan menarik. Aku merasakan banget manfaatnya rajin berolahraga, salah satunya tubuh menjadi tidak gampang capek dan tidak gampang stress. Manfaat lain yang aku rasakan adalah kualitas tidur dan mood jadi lebih baik. Bertemu berbagai macam orang baru Walaupun jauh dari Indonesia, tapi ternyata ada banyak orang Indonesia yang lahir dan besar di belanda. Salah satunya aku pertama kali ketemu di sebuah workshop di Leiden University. Setelah bertemu beberapa kali dan menjalin pertemanan akhirnya aku diajak gabung di group pengajian mereka yang diadakan setiap 2x seminggu di kota Deh Haag yang dipimpin oleh orang Indonesia yang telah menyeselaikan studinya di Jerman dan sedang tinggal di belanda bersama suaminya. Yang menarik adalah walaupun kebanyakan dari mereka tidak terlalu fasih berbahasa Indonesia, tapi mereka sangat antusias untuk belajar. Selain orang Indonesia, aku juga bertemu banyak orang dari berbagai macam negara yang memiliki latar budaya yang beragam. Hal yang paling seru dari bertemu orang baru adalah aku bisa belajar perspective "Opini: Merantau yang Membawa Berkah"


kalau sakit tidak ada orang tua yang merawat. Selain rutin berolahraga, aku juga menjaga makanan agar tetap sehat. Intinya belajar jadi lebih bertanggung jawab pada diri sendiri karna setiap keputusan yang aku ambil, aku yang merasakan manfaat dan resikonya.

dan budaya baru. Hal ini mengajarkan aku bahwa dunia ini sangat luas dan banyak hal yang bisa dipelajari kalua kita mau membuka diri. Merantau melatih untuk menjadi lebih independent. Karna asal aku dari bali dan butuh 18 jam penerbangan dari Asmsterdam ke Denpasar, aku hanya bisa pulang setaun sekali. Homesick? sudah tidak terhitung lagi banyaknya. Tapi disitulah tantanganya. Aku jadi belajar mandiri. Untungnya disini banyak teman Indonesia yang sudah seperti keluarga sendiri jadi sedikit terobati. Belajar mandiri juga melatih problem solving skill ku. Contohnya, kalau kangen sama Indonesia, daripada sedih, biasanya aku akan ajak temanteman Indonesia pergi makan makanan Indonesia. Selain itu, aku belajar gimana cara mengatur keuangan sendiri, mulai dari membagi untuk kebutuhan utama, transportasi, hingga untuk hiburan. Aku juga jadi belajar pentingnya merawat diri, karna

Banyak banget hal yang bisa dipalajari dari sekeliling kita kalau kita mau keluar dari zona- nyaman. Karna seperti orang bilang “great things await outside your comfort zone�. Quotes ini bener banget dan aku sangat setuju. Seandainya aku tidak datang ke belanda, mungkin aku tidak akan termotivasi untuk menjalani pola hidup sehat dan bisa menemukan keluarga baru. Aku tidak akan belajar bagaimana memecahkan masalah sendiri dan lebih bertanggung jawab pada setiap keputusan yang aku ambil. Aku tidak akan bertemu orang-orang luar biasa yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sungguh banyak manfaat dan berkah yang bisa diambil. Kalau kalian ada kesempatan merantau, saran ku ambil kesempatan itu dan manfaatkan sebaik-baiknya. Semoga bermanfaat! Oleh: Erissa Putri Blog: ohmytreat.com Kampus: Webster University Leiden Jurusan: MA in Psychology, emphasis in counseling psychology PPI kota Leiden

"Opini: Merantau yang Membawa Berkah"


LINGKAR INSPIRASI #1: MERAJUT KEINDONESIAAN DAN PERAN ILMUWAN SOSIAL "Lingkar Inspirasi: Merajut Keindonesiaan dan Peran Ilmuwan Sosial"


Indonesia di Belanda seharusnya menghargai adanya perbedaan tersebut. Hal ini karena para pelajar tersebut berkesempatan melihat dan mengalami sendiri perbedaanperbedaan budaya di Belanda, serta belajar bagaimana negara ini bisa menjadi negara maju.

Pada hari Sabtu, 18 November 2017, KBRI Den Haag bekerjasama dengan PPI Belanda dan PPI Utrecht menyelenggarakan kegiatan lingkar inspirasi dengan tema “Merajut Keindonesiaan dan Peran Ilmuwan Sosial�. Kegiatan yang berlokasi di Ruang Boothzaal, Utrecht University Library ini dimulai sekitar pukul 7 malam hingga pukul 10 malam waktu setempat, tepat setelah acara Sidang Presidium PPI Belanda kepengurusan 2017/2018 selesai dilaksanakan. Acara ini dihadiri oleh para pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di berbagai kota di Belanda. Acara ini dibuka dengan bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan kata sambutan dari Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, Bapak I Gusti Agung Wesaka Puja. Dalam pemaparannya, Bapak Dubes mengatakan bahwa segala perbedaan dalam masyarakat Indonesia adalah suatu hal yang patut disyukuri dan dapat menjadi kekuatan bangsa, bukan sebaliknya. Selain itu, beliau mengatakan bahwa para pelajar

Acara utama diisi dengan presentasi dan dialog dengan beberapa narasumber, yaitu Dr. Nurmala Kartini Sjahrir (Asosiasi Antropologi Indonesia), Dr. Atmadji Sumarkidjo, Damianus Taufan, Ahmad Karim (kandidat PhD, University of Amsterdam), dan Aminudin TH Siregar (kandidat PhD, Leiden University). Meskipun masing-masing narasumber memberikan pendapatnya masing-masing terkait isu ini, namun secara umum arah pembicaraan saling berkaitan satu sama lain, yaitu pentingnya kebhinekaan dan peran ilmuwan sosial untuk mewujudkan kesatuan Indonesia. Setelah kegiatan dialog selesai, acara ini ditutup dengan sesi foto bersama dan penyerahan kenang-kenangan untuk semua narasumber yang telah membagikan ilmu dan pengalamannya.

"Lingkar Inspirasi: Merajut Keindonesiaan dan Peran Ilmuwan Sosial"


Jakarta atau Jekwardaeh? Oleh: Kama Sukarno Mahasiswa LL.M di Leiden University, Belanda Pernah mendengar bagaimana orangorang yang bahasa ibunya (mother language) adalah bahasa Inggris melafalkan kata dalam bahasa non-Inggris? Misalnya, keika melafalkan kata “Jakarta”, mereka akan menyebutnya /dʒəˈkɑːrtə/. Penuturan tersebut sesuai dengan Internaional Phoneic Alphabet (IPA). Menurut IPA Handbook, IPA adalah “an alphabeic system of phoneic notaion based primarily on the Lain alphabet. It was devised by the Internaional Phoneic Associaion in the late 19th century as a standardized representaion of the sounds of spoken language.”

P

ada pokoknya, IPA adalah sebuah standar internasional untuk melafalkan kata kata dari bahasa asing, berabjad latin. Bagi yang sedang mempelajari bahasa Inggris, tentu ini sangat membantu, mengingat bahasa Inggris

terkadang memiliki kompleksitas yang unik. Keunikan ini dapat dilihat dari contoh sederhana pada kata age (umur) dan village (desa). Meski ketiga suku kata terakhir pada kata “village” adalah “-age”, pelafalannya tidak sama. Berdasarkan IPA, age dibaca sebagai /eɪd?/, sedangkan village dibaca /ˈvɪlɪd?/. Kurang lebih, yang pertama akan terdengar seperti eidj dan yang kedua seperti vilij. Nah sekarang, mari kita kembali ke contoh kecil sebelumnya, Jakarta. Orang asing selalu menyebut Jakarta dengan sebutan yang kita dengar sebagai “jekwardaeh”. Apakah mereka melafalkan jekwardaeh karena sebelumnya telah mempelajari IPA? Mungkin saja. Tapi, tanpa mempelajari atau bahkan mengetahui apa gerangan itu IPA, besar kemungkinan mereka akan tetap melafalkan Jakarta sebagai jekwardaeh. Mengapa? Karena mother tongue atau lidahibu mereka. Penting untuk kita pahami pada poin ini bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berasal dari family language yang jauh berbeda. IPA disusun tahun 1886 oleh sekelompok guru-guru bahasa berkebangsaan Perancis dan Inggris (International Phonetic Association Handbook: 1999,194-196). Bahasa Inggris dan Perancis termasuk ke dalam kategori IndoEuropean languanges family, meski dalam klasifikasinya, bahasa Inggris masuk dalam klasifikasi sub-kategorui west-germanic language dan bahasa Perancis masuk kedalam sub-kategori klasifikasi Italic (Romance) Language. Di lain sisi, bahasa Indonesia merupakan cabang dari kelompok bahasa yang jauh berbeda, yakni Austronesian languages family. Tidak "Opini: Jakarta atau Jekwardaeh?"


saja berbeda lidah ibu, tapi keduanya memiliki perbedaan lidah leluhur yang terpisah begitu jauh dalam jarak dan waktu. Mengapa saya membahas ini? Entah mengapa, saya sering merasa risih ketika mendengar orang Indonesia yang sedang berbicara bahasa Inggris Inggris melafalkan kata Jakarta menjadi jekwardaeh. Saya merasa, pelafalan Jakarta menjadi jekwardaeh oleh orang Indonesia tidak diperlukan. Sama tidak perlunya seperti bila orang India atau Cina atau orang dari manapun juga melafalkan kata-kata dari bahasa ibu-nya menggunakan standar IPA.

Saya coba mendengar video pidatopidato Sukarno dalam bahasa Inggris, Ia melafalkan kata Jakarta sebagai Jakarta, Pancasila sebagai Pancasila, Bandung sebagai Bandung, dan sebagainya. Sukarno tidak menggunakan IPA. Saya yakin begitu juga orang-orang besar lain seperti Gandhi, Ataturk, dan sebagainya. Bagi saya, dalam bahasa terkandung sebuah kontrak yang lahir dari sebuah visi. Dalam hal bahasa Indonesia misalnya, bahasa Indonesia diadakan untuk menyatukan segenap kemajemukan yang ada di Indonesia. Ini dikukuhkan pada Sumpah Pemuda 1928. Indonesia yang terdiri dari begitu banyak suku, kebiasaan, adat istiadat, dan bahasa saling mengikatkan diri dengan satu bahasa

"Opini: Jakarta atau Jekwardaeh?"


nasional. Ada jati diri yang terkandung dalam apa yang disebut bahasa. Ada sejarah. Ada alasan. Ada romantisme pula. Ada satu contoh mudah untuk menanjukan bahwa bahasa memiliki kekuatan yang penting. Ada begitu banyak pendapat ahli tentang hubungan berbanding lurus antara kualitas bahasa dan peradaban. Contoh sehari-hari dapat kita temukan, bahwa kita pun sering menjadikan bahasa sebagai tolok ukur pada orang lain. Dengan mudah seseorang dapat berkomentar apakah seseorang terpelajar, tidak terpelajar, atau berandalan hanya dari bagaimana ia berbahasa. Pernah saya bertanya pada seorang Indonesia mengapa ia selalu melafalkan Jakarta sebagai jekwardaeh dalam setiap percakapan berbahasa Inggris. Jawabannya, "Ya karena begitu dalam bahasa Inggris Inggris dan begitu orang Inggris Inggris melafalkannya. Akan aneh kan kalau kita melafalkan Cambridge sebagai cam-brit-ge" Jawaban saya pada pernyataan diatas akan menjadi kesimpulan pada opini ini. Pertama, kata 'Jakarta' bukan berasal dari bahasa Inggris dan kata 'Cambridge' bukan dari bahasa Indonesia. Keduanya lahir dari dua cabang bahasa yang jauh berbeda, Indo-European Languanges Family dan Austronesian Languanges Family. Jadi, keduanya MEMANG berbeda, sehingga tidak perlu dilafalkan dengan cara yang sama.

"Opini: Jakarta atau Jekwardaeh?"


Kedua, pada dasarnya jika melafalkan bahasa Indonesia sebagaimana orang berbahasa ibu non-bahasa Indonesia, dan juga sebaliknya, maka berdasarkan alasan yang saya sebutkan pada poin pertama, pelafalan itu secara logis SALAH. Kendati tidak mungkin menyalahkan orang asing yang melafalkan Jakarta sebagai jekwardaeh. Adapun IPA dibuat hanya untuk membantu orang-orang mempelajari bahasa asing atau sekedar melafalkan kata-kata asing yang baru dijumpainya. Belum lagi, IPA sangat kental dengan pengaruh lidah ibu Indo-European Family dalam pembuatannya. Ketiga, tadi saya katakan ada romantisme dalam berbahasa. Dalam bahasa Inggris maupun Indonesia, ada

istilah mother language dan mother tongue. Ibu. Ada kasih sayang dalam bahasa. Ada respect terhadap Ibu. Terhadap para pendahulu dan leluhur. Melafal bahasa dengan baik, barangkali sama saja dengan menghargai Ibu yang melahirkan dan membesarkan kita. Melafal bahasa dengan tepat barangkali sama saja dengan mengetahui, menghargai, dan menjunjung nilai-nilai besar yang ada di dalamnya. Tentu, tulisan ini jauh dari prosedur ilmiah. Jangan jadikan tulisan ini sebagai acuan. Saya pun bukan ahli bahasa. Cukup dijadikan alasan kecil untuk mengerutkan dahi di masa yang semakin aneh ini. Jakarta, bukan Jekwardaeh.

"Opini: Jakarta atau Jekwardaeh?"


Lingkar Inspirasi #2: Transformasi Bojonegoro: Mengubah Wajah Kemiskinan Melalui Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan

ada hari Kamis, 30 November 2017, PPI Belanda bersama dengan PPI Rotterdam kembali menyelenggarakan acara Lingkar Inspirasi yang bertempat di Theil Building, Erasmus University Rotterdam (EUR) Campus Woudestein, Belanda Lingkar Inspirasi kali ini menghadirkan seorang tokoh spesial yaitu Bupati Bojonegoro, Bapak Suyoto. Beliau adalah Bupati Bojonegoro untuk dua periode kepemimpinan yaitu tahun 2008-2013

P

"Lingkar Inspirasi: Transformasi Bojonegoro Mengubah Wajah Kemiskinan"


dan 2013-2018. Sebelum menjadi bupati, beliau adalah Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik di Jawa Timur. Acara lingkar Inspirasi kali ini dimoderatori oleh M. Luqmanul Hakim, dari PPI Rotterdam. Acara dibuka dengan diskusi antara peserta mengenai potensi migas di Bojonegoro yang dibahas dari sisi ekonomi, regulasi, dan masyarakatnya. Setelah itu, acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Sekretaris Jenderal PPI Belanda, Yance Arizona. Dalam sambutannya, Yance memaparkan beberapa prestasi Bapak Yoto yang salah satunya adalah dinobatkan sebagai 10 kepala daerah teladan versi Tempo. Yance juga mengulas beberapa potensi

Bojonegoro baik dalam bidang migas maupun bidang lainnya seperti pertanian, serta bagaimana Bojonegoro mampu menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia. Di akhir sambutannya, Yance mengungkapkan harapannya agar acara lingkar inspirasi ini dapat menebarkan ilmu dan semangat kepada mahasiswa Indonesia, dan tentunya semakin meningkatkan kerjasama antara PPI Belanda dengan PPI kota. Dalam kepengurusan PPI Belanda di bawah kepemimpinannya saat ini, Yance menegaskan bahwa ia ingin membentuk kelompok keilmuan yang dapat menghubungkan mahasiswa Indonesia dari berbagai kota di Belanda.

"Lingkar Inspirasi: Transformasi Bojonegoro Mengubah Wajah Kemiskinan"


Kemudian, acara dilanjutkan dengan acara inti, yaitu materi dari Bapak Yoto. Sebagai pembuka, beliau menceritakan pengalamannya dalam memimpin Bojonegoro yang penuh dengan tantangan. Beliau berpesan bahwa semakin sulit masalah yang kita hadapi, maka semakin baik untuk diambil sebagai bahan pembelajaran. Beliau juga memberikan sebuah quote yang cukup menarik, yaitu “There are no poor regions, but there are only mismanaged regions�. Dalam hal ini, beliau meyakini bahwa semua daerah miskin sebenarnya memiliki potensi untuk maju jika dikelola dengan lebih baik. Dalam penjelasannya, beliau tidak hanya menyajikan fakta-fakta yang terjadi di lapangan, namun juga memberikan beberapa pandanganya terkait hal tersebut. Dengan melimpahnya sumber daya alam (SDA) di Indonesia, banyak pihak yang menilai bahwa Indonesia adalah negara kaya. Namun menurut Bapak Yoto, hal tersebut tidak sepenuhnya

dapat dibenarkan, karena dengan karunia SDA tersebut, masyarakat justru menjadi konsumtif dan kurang produktif. Mindset yang salah mengenai SDA ini diperparah dengan beberapa masalah lain yang hingga kini masih dihadapi bangsa kita, seperti partisipasi masyarakat dalam membayar pajak masih terbilang rendah dan buruknya infrastruktur di berbagai wilayah di Indonesia. Tak dapat dipungkiri, saat ini pembangunan wilayah di Indonesia masih terpusat untuk daerah perkotaan, sementara pembangunan berbagai daerah pedesaan masih baru gencar di mulai. Oleh karena itu, tak mengherankan bahwa banyak masyarakat yang memilih tinggal di daerah perkotaan dengan alasan infrastruktur yang lebih baik. Di bawah kepemimpinannya, Bapak Yoto berusaha untuk mengurangi kesenjangan antara desa dan kota, serta mengubah Bojonegoro yang dahulu merupakan salah satu daerah termiskin di Jawa menjadi salah satu daerah yang berhasil keluar dari belenggu kemiskinan dan sedang terus melakukan transformasi. Bapak Yoto memaparkan lima program utama yang dijalankan selama kepemimpinannya, yaitu perbaikan jalan, infrastruktur pertanian, kesehatan, pendidikan, serta menerapkan demokrasi sebagai bagian dari proses birokrasi. Dengan anggaran yang terbatas, beliau berusaha untuk terus menjalankan kelima fokus program tersebut dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan memaksimalkan potensi alam yang dimiliki Bojonegoro. Potensipotensi tersebut, antara lain di bidang kehutanan (khususnya komoditas jati), sumber daya air (waduk), 78 ribu hektar lahan pertanian, dan cadangan

"Lingkar Inspirasi: Transformasi Bojonegoro Mengubah Wajah Kemiskinan"


migas. Meskipun demikian, Bapak Yoto mengingatkan bahwa semua potensi alam tersebut dapat berubah menjadi bumerang bagi masyarakatnya. Beliau menyebut paradoks SDA, dimana eksploitasi SDA selalu memberikan dampak negatif, yaitu kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan daya tahan yang rendah terhadap kohesi sosial dan pemerintahan. Selain itu, keberadaan SDA tersebut memicu korupsi dan mental lemah masyarakat. Masyarakat akan menjadi kurang produktif dan enggan bekerja keras karena merasa sudah memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Tidak ingin hal tersebut terjadi, Bapak Yoto telah merancang beberapa skenario dalam program kerjanya. Beliau menitikberatkan fokus

pembangunan pada SDM, infrastruktur, dan pengembangan dana abadi. Pendidikan menjadi pilar terdepan, dimana beliau ingin lebih banyak generasi muda Bojonegoro yang mengenyam pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Terlebih lagi, beliau ingin masyarakat Bojonegoro lebih produktif dengan cara memanfaatkan potensi alam yang ada dengan cara lebih bijaksana. Dalam pembangunan infrastruktur, beliau mencoba untuk meratakan pembangunan di desa dan di kota. Salah satu hal yang unik dari Bojonegoro dan belum pernah ada di wilayah lain di Jawa Timur adalah bahwa kabupaten ini memiliki konsep “desa rasa kota, kota rasa desa�. Terkait sumberdaya migas di daerahnya, Bapak Yoto menyebutkan bahwa ada tiga kebijakan strategis

"Lingkar Inspirasi: Transformasi Bojonegoro Mengubah Wajah Kemiskinan"


komunikasi dengan masyarakat berbasis teknologi informasi untuk memudahkan proses monitoring terkait pelayanan publik, egovernance, dan komunikasi dengan masyarakat lokal Bojonegoro.

untuk mengelolanya, yaitu SDM dan modal sosial, infrastruktur yang relevan, dan keberlanjutan fiskal. Usaha Bapak Yoto menerapkan program-program kerjanya kini membuahkan hasil. Angka kemiskinan dan pengangguran di Bojonegoro menurun sejak 2013 hingga saat ini. Terlebih lagi, Bojonegoro pernah dinobatkan menjadi salah satu dari 10 kabupaten di Indonesia yang bertransformasi secara cepat dari daerah miskin menjadi daerah maju. Sebagai kesimpulan, beliau memberikan dua pesan yang dapat dipelajari dari Bojonegoro, yaitu bahwa sangat penting untuk meyakinkan masyarakat agar mereka menjadi percaya diri dengan kemampuannya dan menekankan pentingnya masyarakat sebagai sumber kekuatan pemerintah yang sebenarnya. Menurut Bapak Yoto, masyarakat yang terdidik dan produktif merupakan penentu kemajuan sebuah daerah. Oleh karenanya, dalam kepemimpinannya, Bapak Yoto membangun sistem

Sebagai penutup, beliau menyebutkan The Spirit of Bojonegoro, yang berbunyi: “Unstable land, floods, droughts, poor resources, and limitations are Bojonegoro destiny. But, God gives us much greater strength, potentials, mind, intentions, aspirations, and spirit. We can surely overcome the challenges of living and progressing into healthy, productive, and happy human beings. Do not ever dwell that life is hard, never complaint when others do not care about us (Jer Karta Raharja Mawa Karya)�. Setelah itu, acara ini diisi dengan sesi pertanyaan dan diskusi dengan para peserta yang hadir. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pembagian kenang-kenangan oleh Yance Arizona kepada Bapak Yoto dan sesi foto bersama seluruh panitia dan peserta. Di penghujung acara, moderator menyampaikan puisi yang menyentuh sebagai penutup. Berikut ini merupakan syair puisinya.

"Lingkar Inspirasi: Transformasi Bojonegoro Mengubah Wajah Kemiskinan"


INDONESIA Indonesia memang gudang masalah, Karena itulah saat ini kita singgah, Di sebuah negeri antah berantah, Yang dulu disebut-sebut sebagai penjajah, Bukan berarti ibu pertiwi tidak merindukan kita, Setiap waktu selalu diterpa gejolak dan dilema, Apakah kita tega? Kembalilah pulang, bantu menyelesaikan masalah negara kita, Indonesia!

"Lingkar Inspirasi: Transformasi Bojonegoro Mengubah Wajah Kemiskinan"


TANYA JURUSAN 2018 Di tahun kepengurusan 2018 ini, PPIB kembali menyelenggarkan program kerja "Tanya Jurusan", yaitu memperkenalkan lebih dekat kehidupan akademis di Belanda dengan narasumber pelajar di Belanda dari berbagai bidang keilmuan. Sasarannya adalah untuk teman-teman yang berminat melanjutkan studi di Belanda. Yuks, simak dokumentasinya.

TANYA JURUSAN - GRONINGEN Minggu, 18 Juli 2018 Bersama: Alif Hanan Isnuriyanti Edris (Marketing Intelligence), Erna Wati (Public International Law), Sarah Hawun Ratuharati (Pyschology), dan Tania Benita (Environmental and Infrastructure Planning)

TANYA JURUSAN - DELFT Minggu, 18 Juli 2018 Bersama : Hanif Dinul Islam (MS Reservoir Geology), Agung Simarmata (MSc Offshore and Dredging Engineering), Haris Suwignyo (MSc Embedded Systems), dan Grace Triana Peranginangin (MSc Management of Technology)

"Potret: Tanya Jurusan 2018"


TANYA JURUSAN 2018

TANYA JURUSAN - UTRECHT Minggu, 18 Juli 2018 Bersama: Arif (Sustainable Development), Cut Ayu (Earth Surface Water), Gloria (Epidemiology), Tri (Mathematical Sciences), dan Zulfi (Urban and Economic Geography)

TANYA JURUSAN - LEIDEN Minggu, 18 Juli 2018 Bersama: Andhika Immanuel Simatupang (Air and Space Law), Davin Susanto (International Civil and Commercial Law), Debby Naztty P (International Children's Right Law), dan Khanshadhia Afifah (European and International Human Rights Law)

TANYA JURUSAN - LEIDEN Minggu, 18 Juli 2018 Bersama: Adini Qisthi Arifah (Biotechnology), Daniel (Food Technology), Ikrom Mustofa (Environmental Science), Muhammad Agni Saha (Plant Science)

"Potret: Tanya Jurusan 2018"


OPINI: Apakah Koperasi Melemah di Dunia yang Penuh Kompetisi? Sepanjang manusia telah berevolusi dan bertumbuh selama ribuan tahun, di dalam proses itu berbagai karakterisik moralitas, norma sosial, ideologi, dan sebagainya telah terbentuk menjadi bagian dari peradaban kita. Dalam hal ini, telah terbentuk juga aspek koperasi dan kompetisi yang hingga saat ini menjadi salah satu titik penentu jalan hidup seorang individu atau sebuah grup. Sejarah menunjukkan bahwa manusia sejak zaman purbakala berperilaku secara kompetitif demi kelangsungan hidup dan reproduksi, dengan klaim-klaim penelitian bahwa manusia pada zaman itu memiliki hormon testosteron yang lebih tinggi dari manusia zaman ini. Dengan jumlah hormon testosteron yang lebih tinggi, manusia pada zaman purbakala

kemungkinan memamerkan perilaku yang lebih agresif terhadap sesama spesies mereka, baik untuk bertahan hidup atau untuk reproduksi. Meskipun ini adalah konteks yang berbeda antara perilaku manusia purbakala dengan manusia modern, kita tetap menunjukkan mentalitas yang sama ketika mengaitkan diri kita dengan kompetisi: bertahan hidup. Namun, kompetisi bukan satu-satunya jalan bagi manusia untuk bertahan hidup. Jika kita mengarahkan pemahaman kita pada ilmu sosiologi dan antropologi, manusia dapat disebut sebagai makhluk yang sejatinya bersosialisasi dengan sesamanya. Dengan kata lain, koperasi.

Oleh: MAHESA A. HADIS The Hague University International Communication Management PPI Den Haag

"Opini: Apakah Koperasi Melemah di Dunia yang Penuh Kompetisi?"


individualisme dan kesiapan untuk berkompetisi dengan manusia lain. Sudah menjadi status quo bagi kita untuk berkompetisi dengan orang lain, baik dalam mencari kerja, dalam dunia pendidikan, dalam menjadi terkenal, dan sebagainya. Mungkin sebelumnya, saya akan menganggap ini status yang natural dalam peradaban manusia, tapi kini saya menganggap merajalelanya kompetisi telah secara tidak ortodoks melemahkan status natural manusia yang sebenarnya; kerja sama demi tujuan yang koheren.

Dan koperasi inilah yang menjadi aspek manusia yang bertolak belakang dengan kompetisi. Sama halnya dengan kompetisi, koperasi memiliki garis sejarah dari zaman purbakala, yang bahkan berlangsung hingga saat ini pada suku-suku pedalaman. Kita dapat melihat pembentukan suku sebagai bentuk koperasi, yang jika mengacu pada teori sosialisme, adalah suatu bentuk anarkisme dimana sekelompok besar individual tidak memiliki koordinasi ataupun pengelolaan dari suatu bentuk pemerintahan. (Sebagai catatan, anarkisme yang dimaksud bukanlah makna pejoratif yang sangat sering disalahartikan masyarakat kita dengan vandalisme). Berdasarkan penjelasan singkat mengenai koperasi dan kompetisi, yang ingin saya pertanyakan berikutnya adalah dampak signiikan yang dipegang dari kedua aspek peradaban manusia ini. Dalam pandangan saya, berdasarkan observasi empiris maupun non-empiris, tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban kita mengutamakan

Jadi, dalam dunia yang modern ini, mengapa kompetisi terlihat merajalela dibanding gerakan koperasi demi keberlangsungan hidup bersama? Apabila kita mengambil konteks sosialekonomi, semenjak industrialisasi mulai meningkat produktivitasnya pada abad ke-19, dan sistem ekonomi berbasis kapitalisme yang mendorong sektor privatisasi, semua berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik dalam industri yang ditekuni. Peran koperasi paling jauh dalam ini lebih pada kerjasama antar perusahaan, seperti merger atau koalisi untuk meningkatkan proit. Di dalam internal suatu perusahaan itu sendiri, karyawankaryawannya didorong untuk berlombaberlomba dalam menaiki tangga korporat demi posisi tinggi, biarpun mereka juga didorong untuk kerjasama demi pembentukan karakter individu dan reputasi perusahaan. Bukankah ini menjadi sebuah paradoks? Untuk berkompetisi, manusia harus bekerja sama. Sejauh dunia korporat telah berkembang, ini menjadi suatu paradoks yang lazim ditemukan. Faktanya, manusia harus menggabungkan antara koperasi dengan kompetisi untuk mencapai

"Opini: Apakah Koperasi Melemah di Dunia yang Penuh Kompetisi?"


target tertentu. Ini tidak sepenuhnya salah. Di dalam pengaruh sistem kapitalisme, kompetisi itu sangat penting di ranah privatisasi. Tapi sektor privatisasi bukan sejatinya bagian dari peradaban manusia yang sehat dan lazim menurut saya. Kompetis memang lazim, namun jika kompetisi merajalela dimana ilusi koperasi digunakan oleh manusia demi manfaat suatu sektor privat, bagaimana dengan nasib manusianya? Dalam pandangan saya, jika kita betul-betul meyakini diri kita sebagai manusia itu harus bekerja sama untuk tujuan yang sama, kita harus bisa menahan diri kita dari efek kompetisi yang terlalu individualis. Menggunakan retorika lain, suatu common goal tidak harus dilomba-lombakan, melainkan dikejar bersama dengan usaha yang sama, bobot kerja yang ekuivalen, dan mengajak sesama individu untuk bisa menguasai setidaknya skillset yang sama. Ini tentunya masih hanya ide yang tergeneralisasi, namun jika ingin saya bahas lebih, limit 800 kata untuk essay ini harus dihormati. Untuk menyimpulkan, pertanyaan yang saya lontarkan di judul essay ini sebaiknya menjadi bobot yang kuat untuk kita pikirkan. Mungkin dari opini yang saya kemukakan lebih terpicu pada dunia kerja, tapi esensinya sama saja dengan bagian hidup lain. Intinya, apakah kita mau membiarkan terus esensi kooperatif dan kerjasama dilemahkan oleh kompetisi yang merajalela. Para igur- igur kelas atas yang mengontrol dan mengelola bawahannya untuk berlomba-lomba meraih posisi tinggi di suatu organisasi, yang jumlahnya tidak mungkin sebanding dengan jumlah bawahan yang ada sekarang.

"Opini: Apakah Koperasi Melemah di Dunia yang Penuh Kompetisi?"


Koperasi dalam dunia kerja telah menjadi ilusi, suatu ilosoi Orwellian yang termanifestasi. Berikut opini saya mengenai ini. Jika saya dapat berkata lebih, pandangan saya akan lebih banyak dan lebih detil. Namun, saya harap bagi yang membaca dapat mengemukakan pandangan Anda sendiri agar dapat dibahas bersama dan mencapai esensi kemanusiaan yang sama. *Essay ini bukan sebuah antagonisme terhadap kompetisi, tetapi sebuah pengingat bahwa makna kerja sama telah menjadi semacam ilusi untuk meraih the common goal.

"Opini: Apakah Koperasi Melemah di Dunia yang Penuh Kompetisi?"


LIPUTAN: SEMINAR ILMIAH PPI WAGENINGEN: PERTANIAN BERKELANJUTAN UNTUK KETAHANAN PANGAN INDONESIA 2035 Liputan: Seminar Ilmiah PPI Wageningen, Pertanian Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan


Pada 2 November 2017, PPI Wageningen menyelenggarakan Indonesian Scientiic Seminar 2017 dengan mengusung tema “Food Security of Indonesia in 2035, Towards Sustainable Agriculture". Acara yang berlangsung di Orion Building, Wageningen University & Research, Belanda ini didukung oleh beberapa pihak, diantaranya Wageningen University & Research, University Fund Wageningen, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda, serta Radio PPI Dunia. Sekitar 100 peserta turut berpartisipasi dalam acara ini, terdiri dari para ahli di bidang pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), peneliti, akademisi, serta mahasiswa yang berasal dari Belanda dan Indonesia. Adapun diangkatnya topik ini dilatarbelakangi oleh kesadaran akan pentingnya menjaga ketahanan pangan tanpa merusak lingkungan hidup.

Laju urbanisasi yang cepat diperdiksi akan menjadi tantangan utama untuk berbagai kota di negara berkembang. Sekitar 66,6% populasi Indonesia diprediksi akan tinggal di wilayah perkotaan di tahun 2035 dan mayoritas dari mereka berada di usia produktif. Beberapa tantangan terkait pangan di perkotaan kemudian memunculkan beberapa ide solutif; salah satunya adalah dengan mempromosikan pertanian perkotaan (urban farming) yang ramah lingkungan secara berkelanjutan, yang kemudian dikupas secara detail dalam seminar ini. Dimulai sejak pukul 08:30 pagi waktu setempat, acara ini dibuka dengan penampilan Tari Payung Minangkabau oleh tim Sentari Wageningen. Acara

Liputan: Seminar Ilmiah PPI Wageningen, Pertanian Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan


berkelanjutan (Sustainable agriculture). Acara ini dimoderatori oleh Deanty Mulia Ramadhani (mahasiswa MSc Environmental Sciences, Wageningen University & Research) yang berperan memandu jalannya acara.

kemudian dilanjutkan dengan sambutan dan pidato singkat secara berturut-turut dari dari ketua pelaksana acara (Zulikar Dinar, mahasiswa MSc Urban Environmental Management, Wageningen University & Research), dr. ing. Jan Vergahen (perwakilan dari Wageningen University & Research), serta Bapak H.A. Ibnu Wiwoho Wahyutomo (perwakilan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda). Dalam seminar ini, dihadirkan empat pembicara yang telah bersedia membagikan ilmu dan pengalamannya, yaitu Dr. Wahida Maghraby (Atase Pertanian Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Belgia), Ir. Diah Mediantie, MM. (Kepala Bidang Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta), Prof. Dr. Ir. Han Wiskerke (Peneliti di Wageningen University & Research), serta Dikky Indrawan, MSc. (Kandidat PhD, Wageningen University & Research). Keempat pembicara tersebut merupakan ahli di bidang pertanian

Terdapat dua sesi materi dalam seminar ini, dimana sesi pertama diisi dengan pembicara pertama dan kedua dan sesi kedua diisi dengan pembicara ketiga dan keempat. Sesi pertama dimulai dengan materi dari Dr. Wahida Maghraby yang mengangkat tema mengenai konsep saat ini dan masa depan untuk perkembangan pertanian di Indonesia, serta kontribusinya terhadap ketahanan pangan Indonesia dan target Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam presentasinya, beliau mengatakan bahwa sektor pertanian Indonesia masih perlu terus dikembangkan. Menurutnya, terdapat empat poin utama untuk mengusahakan hal tersebut, yaitu memahami konsep terkini mengenai pertanian, pentingnya kolaborasi untuk pengembangan pertanian di daerah pedesaan, besarnya peran pertanian dalam SDGs, serta pentingnya diplomasi dalam bidang pertanian. Setelah materi pertama selesai diberikan, acara disambung ke materi kedua mengenai desain dan implementasi pertanian perkotaan di kota metropolitan untuk mencapai ketahanan pangan bagi masyakat perkotaan. Materi kedua ini dibawakan oleh Ir. Diah Meidiantie, MM. yang memberikan presentasinya melalui teleconference. Setelah kedua pembicara selesai memaparkan materinya, kemudian dilakukan sesi tanya-jawab dengan peserta. Sesi pertama diakhiri dengan penyerahan kenang-kenangan kepada kedua pembicara oleh M. Gumilang Pramuwidyatama selaku ketua PPI Wageningen.

Liputan: Seminar Ilmiah PPI Wageningen, Pertanian Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan


Setelah dijeda dengan istirahat sholat dan makan siang selama kurang lebih satu jam, kegiatan seminar kembali dilanjutkan ke sesi kedua. Presentasi ketiga diberikan oleh Prof. Dr. Ir. Han Wiskerke selaku peneliti di Wageningen University & Research yang membahas mengenai konsep dan implementasi sistem makanan alternatif sebagai usaha untuk mencapai ketahanan pangan masyarakat perkotaan. Dalam presentasinya, beliau menyebutkan beberapa sumber pangan alternatif yang dapat digunakan sebagai makanan sehari-hari, di samping beras dan ubi yang masih merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia saat ini. Sementara itu, presentasi terakhir dibawakan oleh Dikky Indrawan, MSc yang memaparkan tentang interaksi pertanian perkotaan terhadap penyakit menular (the interaction of urban

agriculture and infectious disease). Senada dengan sesi pertama, di akhir sesi kedua terdapat diskusi terbuka yang dilaksanakan setelah pemaparan materi oleh masing-masing pembicara dan melibatkan partisipasi aktif dari para peserta. Setelah itu, dilakukan penyerahan kenang-kenangan kepada kedua pembicara oleh Ketua Pelaksana, Zulikar Dinar. Selain kegiatan seminar, acara ini juga diisi dengan sesi mini conference, yang merupakan ajang bagi para akademisi untuk menyampaikan karya ilmiahnya mengenai pertanian perkotaan (urban farming). Dari sembilan belas karya ilmiah dari akademisi Indonesia yang diterima oleh panitia, terdapat lima tim penyaji terpilih yang akan menyampaikan makalah pada sesi mini conference. Adapun kelima tim penyaji

Liputan: Seminar Ilmiah PPI Wageningen, Pertanian Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan


tersebut berasal dari universitas yang berbeda, yaitu Universitas Sriwijaya (Unsri), Universitas Jambi (Unja), Sekolah Tinggi Ekonomi SBI, Universitas Padjajaran (Unpad), serta Su-Re.co. Meskipun kegiatan seminar dan miniconference ini selesai pada pukul 17:30 sore, namun setelah itu panitia masih menyediakan sesi makan malam bersama yang diharapkan dapat menjadi wadah untuk menjalin relasi antar peserta.

Liputan: Seminar Ilmiah PPI Wageningen, Pertanian Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan


Opini: Macet Sepeda di Belanda Rivandi Pranandita Putra Wageningen University "Opini: Macet Sepeda di Belanda"


Macet Sepeda di Belanda Macet sepeda? Mana mungkin? But, it happens in the Nerherlands!

Kemacetan kendaraan bermotor saat ini menjadi masalah besar yang masih terus dicari solusinya di berbagai negara, misalnya di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah lama memutar otak menemukan solusi terbaik dengan melakukan berbagai kebijakan inovatif seperti perbaikan sarana transportasi umum dan pembatasan kendaraan bermotor. Sayangnya, sejauh ini, hal yang diharapkan tak berjalan semulus itu. Bahkan, jumlah kendaraan bermotor di beberapa kota di Indonesia justru melonjak tajam. Jika di Jakarta, terutama pada jam-jam sibuk, jalanan akan penuh dengan sepeda motor dan mobil, maka fenomena yang berbeda terjadi di Belanda. Di Belanda juga terjadi kemacetan. Namun di negeri kincir angin ini, yang terjadi bukanlah kemacetan kendaraan bermotor, melainkan kemacetan sepeda. Ya, sepeda! Bukan sepeda motor. Fenomena tak lumrah ini hanya terjadi di Belanda dan belum pernah ditemukan di belahan bumi lainnya.

Lalu, bagaimana bisa hal tersebut terjadi? Bagi warga Belanda, sepeda memang merupakan alat transportasi primadona. Dengan jumlah sepeda yang melebihi jumlah penduduknya, negeri bunga tulip ini bahkan dinobatkan sebagai negara dengan pesepeda terbanyak di dunia. Di Amsterdam, jumlah pengguna sepeda naik mencapai 57% dan 43% di antaranya menggunakan sepeda untuk bekerja. Secara umum, banyak warga yang memilih bersepeda dari satu tempat ke tempat lain. Tidak hanya untuk pergi ke tempat-tempat dekat, namun bahkan sepeda juga digunakan untuk pergi ke tempat lain yang jaraknya cukup jauh. Contoh nyata terjadi di lingkungan sehari-hari saya. Kebetulan saya memiliki beberapa teman kampus yang tinggal di kota lain yang berjarak kurang lebih 10 km dari kampus saya di Wageningen, Belanda. Tak tanggungtanggung, beberapa diantara mereka menggunakan sepeda untuk pulangpergi ke kampus dari Senin hingga Jumat. Sesuatu yang “wow� bagi kita, bukan?

"Opini: Macet Sepeda di Belanda"


penting yaitu sikap (attitude) dari penduduk Belanda itu sendiri. Warga Belanda sangat menghargai pesepeda dan pejalan kaki. Bersepeda merupakan sebuah kebanggaan bagi masyarakat Belanda. Pesepeda dan pejalan kaki di negara ini lebih didahulukan daripada kendaraan bermotor sehingga jangan heran jika banyak mobil yang rela berhenti demi menunggu kita selesai menyebrang. Dengan demikian, kita dapat bersepeda dengan rasa nyaman dan aman disini.

Memang, saya pribadi mengakui, bersepeda di negara kecil ini sangat nyaman. Selain karena topograi Belanda yang relatif datar, ada berbagai faktor lain yang menyebabkan budaya bersepeda mendarah daging disini. Pertama, tersedianya infrastruktur yang mendukung pengguna sepeda. Setiap kota di Belanda menyediakan jalur sepeda di samping kanan-kiri jalur kendaraan bermotor. Bahkan di desa paling terpencil sekalipun, jalur-jalur sepeda ini tetap dibangun. Di sepanjang kanal-kanal Amsterdam misalnya, pemerintah lebih memilih membangun jalan untuk sepeda daripada jalan untuk kendaraan bermotor. Rambu-rambu dan lampu merah khusus untuk pesepeda juga tersedia di jalanan Belanda. Faktor pendorong lain adalah biaya transportasi di Belanda terkenal tidak murah. Bayangkan, untuk sekali naik bus umum saja kita bisa dikenakan tarif 4 euro (sekitar 60 ribu rupiah) bahkan untuk rute pendek sekalipun. Hal ini mendorong lebih banyak orang untuk bersepeda. Selain kedua faktor tersebut, ada hal yang menurut saya lebih

Mayoritas mahasiswa di tempat saya kuliah di Wageningen dan mungkin di kota-kota lainnya di Belanda memang memiliki sepeda dan menggunakannya sebagai alat transportasi utama ke kampus. Di kampus Wageningen, tempat parkir sepeda yang banyak disediakan hampir selalu penuh terutama di jam-jam padat kuliah. Kadangkala, saya bahkan tidak mendapatkan tempat untuk parkir sepeda sehingga harus mencari tempat kosong yang letaknya jauh dari pintu masuk kampus. Saat musim gugur seperti saat ini, rata-rata mahasiswa di kampus saya pergi ke kampus sekitar jam 8 pagi dan pulang sekitar jam 5 sore. Pada jam-jam tersebut, lalu lintas sepeda sangat padat dan pada momen inilah biasanya terjadi kemacetan sepeda. Kemacetan ini terjadi terutama saat lampu merah untuk pesepeda berwarna merah sehingga harus menunggu hijau. Pada saat yang sama, datang banyak pesepeda lain dari arah belakang sehingga makin bertumpuk dan menimbulkan kemacetan. Pemerintah Belanda sendiri sebenarnya tidak hanya tinggal diam. Mereka terus meningkatkan kualitas infrastruktur bagi pesepeda dengan melakukan perbaikan jalan, serta meningkatkan kuantitas melalui pembangunan jalur sepeda dan tempat parkir baru di beberapa wilayah.

"Opini: Macet Sepeda di Belanda"


Lalu, apa saja implikasi dari fenomena ini? Dengan banyaknya orang yang bersepeda, tentu ada rugi dan untungnya. Kerugiannya adalah kemungkinan terjadinya kemacetan sepeda, namun hal tersebut tentu lebih mudah diatasi karena bentuk sepeda yang jauh lebih ramping dan tidak memakan banyak ruang jalan. Keuntungannya, dengan banyaknya orang bersepeda, maka emisi karbon ke udara juga dapat dikurangi sehingga sangat berkontribusi menurunkan efek pemanasan global. Selain itu, sepeda juga tidak banyak menimbulkan polusi suara sehingga tingkat kebisingan di suatu kota dapat diminimalkan. Keuntungan lain, budaya bersepeda akan menjauhkan warganya dari beberapa penyakit seperti obesitas dan diabetes sehingga tentunya mereka akan hidup lebih sehat. Selain itu,

bersepeda juga akan membuat tubuh kita santai (relax) dan hal ini bermanfaat untuk mengurangi stres. Dengan berbagai manfaat yang didapatkan dari bersepeda, kira-kira kapan bersepeda menjadi budaya bagi masyarakat kita? Mungkinkah macet kendaraan bermotor di Indonesia berubah menjadi macet sepeda?

"Opini: Macet Sepeda di Belanda"


LIPUTAN: SEMARAK GROENSCUP XVI, PPI GRONINGEN "Liputan: Semarak Groenscup XVI, PPI Groningen"


Kegiatan yang diketuai oleh Raihan Markatin, mahasiswa jurusan Chemical Engineering, University of Groningen, antusiasme dari peserta, pendukung, panitia, dan warga Indonesia di Belanda ramai memenuhi ACLO Sportcentrum, Groningen, tempat dimana acara berlangsung. Selain itu, kegiatan juga turut dilengkapi dengan bazaar makanan bercita rasa khas Indonesia yang menjadi salah satu daya tarik peserta dan pendukung yang hadir. Salah satu kegiatan yang paling menarik dalam kompetisi ini adalah pertandingan ekshibisi bulu tangkis antara Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja, dengan pemenang ganda semi-pro dari PPI Enschede, Belanda. Dalam rangka mempererat silahturahmi, rasa kebersamaan, persahabatan, dan persaudaraan, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Groningen menyelenggarakan kembali kompetisi olahraga Groenscup yang diselenggarakan untuk keenam belas kalinya. Groenscup sendiri telah dilaksanakan sejak tahun 2001 dengan animo masyarakat Indonesia di Eropa yang cukup tinggi setiap tahunnya. Kompetisi olahraga diharapkan dapat mempersatukan seluruh komunitas, khususnya komunitas pelajar Indonesia di Belanda dan di Eropa. Penyelenggaraan Groenscup XVI tahun ini mengundang hampir seluruh perhimpunan pelajar Indonesia di Eropa dan berhasil mengumpulkan 17 komunitas di Eropa dengan 15 diantaranya adalah komunitas pelajar Indonesia di Belanda, Prancis, dan Jerman serta 2 diantaranya adalah AlIkhlas Amsterdam dan KBRI Den Haag. Terdapat 9 cabang olahraga yang dipertandingkan, yakni: catur, capsa, panco, FIFA, futsal, voli, basket, tenis meja, dan bulu tangkis.

Meraih banyak kemenangan di beberapa cabang olahraga seperti catur, tenis meja, voli, dan bulu tangkis menjadikan KBRI Den Haag sebagai Juara Umum Groenscup XVI. Dengan diumumkannya seluruh pemenang dari setiap cabang olahraga, kegiatan Groenscup XVI ditutup dengan secara resmi oleh Bapak H.E. I Gusti Agung Wesaka Puja selaku Duta Besar Indonesia untuk Kejaraan Belanda dan diharapkan dapat mempererat sportivitas dan kebersamaan seluruh komunitas, khususnya pelajar Indonesia yang ada di Belanda dan Eropa. Salam olahraga!

"Liputan: Semarak Groenscup XVI, PPI Groningen"


"Sekilas Masukan dari Seorang Pelajar yang Masih Harus Banyak Belajar" Mungkin banyak orang bertanya-tanya, apalah arti masukan atau opini pelajar yang masih belum tau banyak hal. Apalah arti masukan atau opini, seorang pelajar yang masih menimba ilmu pada jenjang Strata-1, atau yang biasa dikenal dengan sebutan S1. Saya sendiri juga bertanya-tanya dengan apa yang saya pikirkan. Saya sadar, bahwa generasi saya berperan penting dimasa depan, tetapi yang bisa saya dan generasi saya lakukan saat ini hanyalah menjalani apa yang sudah ada. Saya tahu saya baru dapat melakukan perubahaan disaat saya sudah memegang suatu jabatan dikemudian hari. Terlebih lagi, suatu perubahan akan terjadi jika orang lain juga mau melakukan perubahan.

Perubahan yang saya maksud disini adalah sistem edukasi Indonesia. Saya tidak bilang kalau sistem edukasi Indonesia itu tidak baik, tidak. Itu tidak benar adanya. Saya sadar jika sistem edukasi Indonesia tidak baik, maka saya tidak akan sampai di Belanda detik ini untuk studi di Erasmus University, Rotterdam. Hanya saja, mata saya terbelalak disaat saya harus menjalani sistem edukasi Belanda yang menurut saya jauh berbeda dari sistem studi Indonesia. Tidak lupa saya sampaikan bahwa saya hanya akan tinggal selama satu tahun di Rotterdam, karena saya menjalani Double Degree program dengan universitas saya di Indonesia. Maka, sebelum itu saya akan berpesan bahwa semua ini hanya opini pribadi saya berdasarkan apa yang saya lihat Oleh: Wulandari Dining Astuti 21 tahun Erasmus School of Economics, Erasmus University, Rotterdam PPI Rotterdam

"Opini: Sekilas Masukan dari Pelajar yang Masih Harus Banyak Belajar"


dan saya lakukan. Sistem edukasi yang saya jalani di Erasmus University adalah sistem block, karena saya adalah mahasiswi International Bachelor Economics & Business Economics. Saya tidak akan membahas ini lebih dalam karena saya tahu setiap fakultas memiliki sistemnya sendiri, dimana saya tidak menemukan perbedaan yang jauh dengan sistem edukasi Indonesia. Salah satu perbedaan yang cukup signiicant menurut saya adalah, cara dosen mengatur (organize) proses pembekalan ilmu ke mahasiswa. Jujur saya kaget disaat saya baru memulai studi di Belanda, karena dosen sangat percaya diri menjelaskan materi dan

mudah dipahami. Cara mengajar seperti ini menurut saya sangat efektif, karena mahasiswa tidak terbebani dengan banyaknya materi yang disampaikan, dan juga tidak membosankan. Yang saya perhatikan adalah, dosen-dosen di Indonesia belum sepenuhnya melakukan teknik ini, sehingga mahasiswa sulit dan terkadang merasa bosan dalam menjalani proses pembelajaran. Hal lain yang memukau perhatian saya adalah cara penilaian dosen. Saya tidak mengatakan bahwa dosen di Indonesia menilai tugas mahasiswa dengan subjektif, tetapi dosen Belanda lebih menilai pekerjaan mahasiswa

Ada beberapa hal yang sedikit berbeda antara sistem pendidikan di Belanda dan di Indonesia. mereka sanggup membahas banyak materi dengan jelas. Mereka mampu menyampaikan semua materi dengan jelas, dan disaat saya melihat buku, ternyata dosen tersebut telah membahas 3 bab di buku dalam satu kali pertemuan. Jika dipikir-pikir, tidak masuk akal untuk dapat menyampaikan materi sebanyak 3 bab buku dalam satu pertemuan. Nyatanya, dosen di Belanda dapat melakukan hal tersebut. Menurut saya, mereka memiliki kelebihan atau keterampilan dalam memilih inti dari topik bahasan, lalu menyampaikan ke mahasiswa dengan bahasa dan contoh yang tidak sulit dipahami. Ya, menurut saya itu adalah salah satu jurus terjitu bagi para dosen di Belanda, mereka selalu berusaha untuk memberi contoh dari kehidupan sehari- hari yang

dengan objektif. Mereka berpegang teguh terhadap silabus, dan juga memberi keterangan penilaian dengan sangat amat jelas. Hal ini terlihat sederhana, namun berdampak besar bagi semangat belajar mahasiswa. Berdasarkan pengalaman saya, dengan adanya penilaian yang sangat objektif ini, saya lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memahami setiap materi. Saya mulai belajar untuk memahami, bukan menghafal. Saya melihat ada ikatan yang kuat antara dosen dan mahasiswa di Belanda, sangat terlihat bahwa para dosen tidak menginginkan mahasiswa untuk gagal. Tetapi bukannya mempermudah sistem penilaian, mereka (para dosen) akan memastikan materi yang mereka sampaikan dipahami dengan jelas oleh mahasiswa. Menurut saya, hal ini harus di implementasikan di Indonesia

"Opini: Sekilas Masukan dari Pelajar yang Masih Harus Banyak Belajar"


sehingga para pelajar memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai nilai tinggi. Jujur, selama di Indonesia saya hanya mementingkan nilai, dan usaha yang saya keluarkan untuk mendapat nilai tinggi tidak sesuai dengan usaha yang harus saya keluarkan untuk mencapai batas “lulus� di Belanda. Maka dari itu, meningkatkan standar penilaian bisa menjadi salah satu cara untuk menanggulani masalah ini.

perubahan yang signiicant. Saya percaya bahwa generasi saya-lah yang akan berperan penting di beberapa tahun kedepan. Saya memiliki motivasi yang kuat untuk merubah edukasi Indonesia menjadi lebih baik, tetapi saya bisa apa jika hanya saya sendiri yang melakukan perubahan?

Dua hal yang saya bahas diatas terlihat sangat sederhana dan tidak penting. Tapi percayalah, bahwa hal sederhana jika dilakukan akan membawa

"Memahami, bukan menghafal".

"Opini: Sekilas Masukan dari Pelajar yang Masih Harus Banyak Belajar"


LIPUTAN LIPUTAN:: STUNED DAY 2018 Pada hari Sabtu, 3 Maret 2018, Nufic Neso bekerjasama dengan PPI Belanda kembali menyelenggarakan kegiatan StuNed Day 2018. Bertempat di Aula KBRI Den Haag, kegiatan tahunan tersebut diselenggarakan selama kurang lebih enam jam mulai pukul 9:30 pagi hingga 3 sore CET. Kegiatan ini tidak hanya diperuntukkan bagi penerima beasiswa StuNed saja, namun juga terbuka untuk seluruh pelajar Indonesia yang tengah menempuh studi di Belanda. Secara garis besar, program acara StuNed Day 2018 terdiri dari StuNed talks, networking session, sharing sessions, dan performance session dari beberapa awardee StuNed.

Setelah semua peserta selesai melakukan registrasi, acara dibuka dengan sambutan dari pembawa acara, yaitu Runggu dan Davin dan langsung dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Mr. Peter van Tuni (Direktur Nufic Neso Indonesia), Bapak I Gusti Agung Wesaka Puja (Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda), dan Mr. Peter Potman (Direktur Kementerian Luar Negeri Belanda untuk Asia dan Oceania), dan yang terakhir oleh Atase Pendidikan KBRI, yaitu Bapak Bambang Hari Wibisono. Dalam kata sambutannya, Mr. Peter van Tuni dan Mr. Peter Potman sama-sama menyampaikan harapannya agar hubungan kerjasama Indonesia dan

"Liputan: STUNED Day 2018"


Belanda di bidang pendidikan tinggi dapat terjalin dengan lebih erat ke depannya. Sementara itu, Bapak I Gusti Agung Wesaka Puja dan Bapak Bambang Hari Wibisono menyampaikan rasa terima kasihnya kepada pihak Nufic Neso yang telah memberikan kesempatan bagi mahasiswa Indonesia untuk menempuh pendidikan tinggi di Belanda. Sekitar pukul 10:30, acara diteruskan dengan penyerahan kenangkenangan dari KBRI kepada pihak Nufic Neso dan juga dari Nufic Neso kepada KBRI. Selain itu, dilakukan juga sesi foto bersama seluruh peserta yang hadir.

"Liputan: STUNED Day 2018"


Liputan: Keseruan FOKUSTIK PPI Den Haag 2017! "Liputan: Keseruan Fokustik PPI Den Haag 2018!"


Tidak hanya itu, pengunjung yang datang ke acara ini bisa melihat-lihat hasil perlombaan fotograi dan ilm pendek serta menikmai makanan, minuman dan stand-stand bazaar lainnya seperi, indomie, garage sale, games ping pong, adu panco, dan memancing bebek. Ditambah lagi, ada lokasi untuk photobooth bagi para pengunjung yang ingin foto bersama dengan dekorasi yang unik dan menarik.

Sumber berita: website PPI Den Haag Di tahun 2017 ini. PPI Den Haag kembali dengan FOKUSTIK, yakni acara tahunan PPI Den Haag berupa kompeisi fotograi, ilm pendek, akusik dan juga kuliner. Tahun ini FOKUSTIK mengangkat tema plural.is.me, yaitu mengajak kawankawan untuk mempromosikan semangat pluralisme untuk para peserta lomba. Kenapa? Karena FOKUSTIK nggak cuma terbuka buat pelajar Indonesia di Belanda saja, tapi juga terbuka bagi pelajar internasional. Acara FOKUSTIK ini dibuka dengan berbagai pameran stand makanan dan ditambah lagu dengan games seru yang siap menghibur pengunjung. Kemudian, dilakukan pembukaan pendataran untuk lomba akusik dan kuliner.

Pada siang harinya, perlombaan masak dimulai. Kompeisi masak ini berjalan dengan seru dan menarik, dengan tema fusion tempeh yang sudah disiapkan masing-masing peserta lomba untuk dimasak di tempat. Banyak peserta lomba yang menunjukkan kebolehannya memasak dengan menciptakan menu tempeh yang sangat kreaif, seperi tempeh gyoza, dumpling, dan juga resep-resep unik lainnya yang pada akhirnya dicicipi oleh para juri. Perlombaan akusik yang ada di panggung utama diikui oleh beberapa group musik dari berbagai daerah, diantaranya dari Enschede, Tilburg, dan juga Eindhoven. Mengakhiri seluruh rangkaian acara FOKUSTIK, acara yang paling ditunggutunggu peserta lomba pun iba, yaitu pengumuman pemenang dari seiap kompeisi fotograi, kuliner, akusik, dan ilm pendek yang dilakukan di akhir acara di sore harinya.

"Liputan: Keseruan Fokustik PPI Den Haag 2018!"


#GALERI_FOKUSTIK_2018

Performance band musik oleh peserta FOKUSTIK

Opening ceremony FOKUSTIK oleh sang ketua, Dione Alodia Santoso.

Peserta lomba musik yang sedang menunjukkan kebolehannya

Performance memukau dari peserta FOKUSTIK lainnya

"Liputan: Keseruan Fokustik PPI Den Haag 2018!"


#GALERI_FOKUSTIK_2018

Di FOKUSTIK, gak cuma lomba nyanyi lho, ada lomba masak juga

Bazaar makanan FOKUSTIK yang ramai dipadati pengunjung

Keseruan lomba masak di FOKUSTIK

Proses memasak oleh salah seorang peserta

"Liputan: Keseruan Fokustik PPI Den Haag 2018!"


Daniel dan Perjalanan oleh: Atrasina Adlina (Wageningen University) "Inspirasi: Daniel dan Perjalanan"


tetap bergeming dengan keinginan kuatnya. "Saya ingin melakukannya, apapun yang terjadi," katanya sambil tertawa. Dan itulah tipikal seorang Daniel. . Walaupun orang menertawakannya, ia tetap pada pendiriannya. Saya jadi ingat tulisan seseorang tentang impian yang ingin dicapai. "Dhie, saat seorang manusia bermimpi akan sesuatu hingga di dalam dirinya merasa impian itu begitu tinggi, sampai-sampai merasa seolaholah tidak mungkin, maka percayalah manusia bisa menjadikannya mungkin dengan bantuan-Nya," ujarnya. Dan Daniel adalah salah satu sosok yang membuat saya percaya bahwa impian itu tidak ada yang tidak terlalu tinggi asalkan kita berusaha dan fokus dengan apa yang kita impikan. Namanya Daniel. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa aktif di Wageningen University and Research. Selain itu ia adalah teman koridor saya di asrama Asserpark. Tinggal bersama di koridor yang sama selama hampir 1 tahun membuat membuat kami cukup akrab. Karena keakraban inilah, ia pun tak segan menceritakan mimpinya. Satu mimpi yang ia sudah rencanakan sebelum tiba di Belanda. Mimpi yang ia susun sedemikian rupa agar hilang rasa penasarannya. Ia ingin berkeliling Eropa dengan sepedanya! Sendirian! Mimpi yang ditertawakan Awalnya kami hanya menertawakan mimpi itu. "Tak mungkin lah, niel. Eropa luas loh.." ujarku sambil tertawa. Tapi ia menunjukkan keseriusan pada mimpinya. Ia mempersiapkan latihan fisik di selasela waktu kuliah. Ia selalu terlihat aktif pada kegiatan olahraga di Wageningen. Olahraga mulai dari renang, lari, futsal, bulu tangkis, bahkan squash pun ia geluti. Tapi ia

Dunia ini sungguhlah kumpulan cerita. Kita sudah banyak melihat kisah tentang orang-orang yang dulunya bukan siapa-siapa dan kini menjadi seseorang. Cerita-cerita yang seolaholah tidak realistis dan tidak mungkin terjadi pada kita. Nyatanya itu terjadi pada orang lain, mengapa tidak pada kita? Mungkin falsafah inilah yang Daniel pegang untuk menjemput mimpi bersama sepedanya. Ia mulai menabung dan membeli segala perlengkapan untuk perjalanan panjangnya. Mulai dari sepeda baru yang ia beli dari toko online barang bekas, aksesoris sepeda, tenda, sleeping bag hingga peralatan memasak. Ternyata ia tak main-main dengan mimpinya. Diantara semua celotehan dan canda tawa, ia tetap dengan pendiriannya. Empat musim pun berlalu, musim gugur, musim dingin, musim semi, dan tibalah pada musim panas. Semua nilainya yang cemerlang membuatnya tak perlu mengulang pelajaran. Sehingga pada tanggal 9 Juli 2018 ia pun berangkat

"Inspirasi: Daniel dan Perjalanan"


mengayuh sepedanya Kami semua menyambut kepergiaannya dengan hati sukacita walaupun kita khawatir dengan keberadaannya. Untungnya teknologi sudah canggih dan kita bisa memantau perjalanan Daniel hingga hari ke-enamnya melalui Google Maps dan Whatsapp Share Location. Perjalanan untuk Menemukan

menanjak atau kehilangan arah untuk menuju negara berikutnya. Tapi ia terus percaya bahwa ia akan terus menemukan kekuatan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Awal perjalanan ia sempat terpikir untuk menyerah dan kembali pulang. Tapi tekadnya yang kuat membuatnya tetap bertahan dan terus mengayuh pedal.

Sepanjang perjalanan Daniel selama 1 bulan membuatnya semakin banyak belajar tentang kehidupan. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan banyak pesepeda internasional lainnya. Ia selalu membagi kesahnya dan menceritakan kisahnya pada temannya. Walaupun banyak rintangan seperti tidur di hutan sendirian, tak punya tempat tinggal, harus mengayuh sepeda di jalan

Hingga tak terasa ia berhasil melewati pegunungan Alpen di Swiss, menjelajah Namur, menikmati pantai di Turin, hingga tiba di Italia. Tujuh negara yang ia lewati, dimulai dari Belanda, Belgia, Jerman, Luxembourg, Perancis, Swiss, dan berakhir di Italia. Pencapaiannya tak pernah ditunjukkan ke semua orang. Hingga ini dituliskan pun ia tak ingin ceritanya semakin besar. Tapi saya yakin ceritanya bisa

"Inspirasi: Daniel dan Perjalanan"


menjadi pelecut semangat bagi orang lain untuk melakukan yang sama bahkan lebih di dalam kehidupannya. Perjalanan sebulan pun tak terasa usai pada tanggal 9 Agustus. Di hari itu ia pun tiba di Wageningen dengan selamat. Penuh dengan cerita dan keceriaan. Walaupun ia hampir putus asa, namun ia tetap percaya dan berhasil menaklukkan salah satu impiannya. Tetaplah Percaya! Kisah Daniel adalah sekelumit orangorang yang tak pernah menyerah dengan mimpinya. Kita telah menemukan kisah seperti ini di dalam pribadi banyak orang yang sukses dalam hidupnya. Salah satu contoh yang paling membanggakan adalah

pribadi-pribadi yang selalu berjuang dengan impiannya. Bagaimana seorang atlet berjuang walaupun dalam keadaan papa namun tak putus asa. Lalu Muhammad Zohri misalnya. Ia menjadi salah satu contoh teladan bagi semua warga Indonesia, bahwa tak ada yang tak mungkin jika selalu berusaha. Ia tetap percaya pada mimpinya, walaupun banyak orang yang tak percaya. Karena ia hanya butuh percaya pada dirinya sendiri dan akhirnya memenangkan apa yang ia cita-citakan. Tetaplah percaya dengan mimpi dan juga dibarengi doa. Kita pasti bisa!

"Inspirasi: Daniel dan Perjalanan"


Impian itu pastilah sesuatu yang mendebarkan. Seolah-olah alam semesta hendak menggagalkannya. Kita hanya tidak tahu bagaimana Allah dan semesta ikut serta mewujudkannya, kita hanya melihat luarannya. Percayalah, impian kita "yang terlihat tidak mungkin" itu adalah hal yang berharga. -Kurniawan Gunadi-

"Inspirasi: Daniel dan Perjalanan"


LIPUTAN Serunya Arisan Bersama (ARIBA) PPI Belanda feat PPI Arnhem 2018! "Liputan: Serunya Arisan Bersama PPI Belanda featuring PPI Arnhem 2018!"


Serunya Arisan Bersama (ARIBA) PPI Belanda feat PPI Arnhem 2018! ARIBA merupakan acara tahunan PPIB yang bertujuan untuk mempererat silaturahmi antar pelajar dan diaspora Indonesia di Belanda. Acara ini terselenggara dengan kerjasama dengan PPI kota. Tahun ini, ARIBA dilaksanakan pada Kamis, 10 Mei 2018 di Arnhem, dengan kerjasama dengan PPI Arnhem.

Foto bersama dengan Bapak Atase Pendidikan Belanda

Di ARIBA 2018, peserta dibagi menjadi beberapa tim untuk games

Satu tim yang sedang menyusun strategi untuk memenangkan games

Ekspresi bahagia salah satu tim setelah menang games

"Liputan: Serunya Arisan Bersama PPI Belanda featuring PPI Arnhem 2018!"


Serunya Arisan Bersama (ARIBA) PPI Belanda feat PPI Arnhem 2018! Acara ARIBA terbuka untuk seluruh mahasiswa dan diaspora di Indonesia. Rangkaian acara ARIBA, antara lain games, sambutan dari Bapak Atase Pendidikan Belanda, dan ditutup dengan barbeque party yang telah dipersiapkan oleh PPI Arnhem.

Perkenalan sesama anggota, baik dari rekan PPIB maupun PPI kota

Mendengarkan sambutan dari Bapak Atase Pendidikan Belanda

Barbeque yang dipersiapkan oleh PPI Arnhem di akhir acara

Terima kasih PPI Arnhem untuk jamuan makanannya yang enak!

"Liputan: Serunya Arisan Bersama PPI Belanda featuring PPI Arnhem 2018!"


HISTORUN PPI LEIDEN 2018: Sharing (Hi)story "Liputan: HISTORUN PPI Leiden 2018"


Pada Sabtu, 28 Juli 2018, PPI Leiden kembali menyelenggarakan kegiatan “Historun 2018: Sharing (Hi)story�.. Sekitar 40 peserta berpartisipasi dalam tur napak tilas hubungan historis Indonesia-Belanda, dan menjelajah sekitar 15 sites yang ada di Kota Leiden. Para peserta menyusuri lokasi-lokasi bersejarah diantaranya; Museum Volkenkunde, Indische Monument, Kweekschool, Rumah Ahmad Soebarjo, Rumah Snouck Hurgronje, Patung Husen Djajadiningrat, Asrama Mahasiswa Indonesia tempo dulu (Clubhuis Indonesia), Puisi Bugis, hingga Makam Irawan Soedjono. Kegiatan ini ditutup dengan diskusi singkat terkait kesan-kesan peserta selama mengikuti tour. Sumber berita: website PPI Leiden "Liputan: HISTORUN PPI Leiden 2018: Sharing Hi(Story)"


PPIB PARTNER Terima kasih untuk partner PPI Belanda KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA DEN HAAG, BELANDA

NUFFIC NESO

GARUDA INDONESIA

PRIORITAS LOGISTIK

Partner PPI Belanda


FOLLOW & SUBSCRIBE: Website: http://ppibelanda.org Instagram & Facebook: PPI Belanda Youtube: PPI Belanda

Jong Indonesia - PPI Belanda @Copyright 2018


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.