Kumpulan Dokumen Konversi Nilai
Tim Konversi Nilai 2014/2015 PPI Dunia
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
1
Kata Pengantar Tim AdHoc konversi nilai ialah kumpulan mahasiswa Indonesia tergabung di bawah wadah Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia yang sedang menuntut ilmu di luar negeri dan menghadapi permasalahan rumit mengenai konversi/penyetaraan nilai ijazah luar negeri. Merupakan wujud nyata dari kepedulian kami selaku mahasiswa yang menuntut ilmu di luar negri untuk memperjuangkan hak-hak sebagaimana mestinya, yaitu dengan mengonversikan nilai-nilai yang diraih oleh para mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Luar Negeri. Dimotori oleh Perhimpunan Pelajar Negara-negara di seluruh dunia yaitu PPI Belanda, PPI Tunisia, KERIS Serbia, PPI Brunei, Perpika Korea, PPI Malaysia, PPI Taiwan, PPMI Pakistan, dan Permira Rusia, tim ini terbentuk untuk mewadahi rekanrekan mahasiswa yang memiliki permasalahan ketika mengonversikan nilainya setelah selesai dari Perguruan Tinggi di mana dia belajar. Dikarenakan ada banyaknya kasus yang sangat merugikan kami selaku mahasiswa, ketika mengkonversikan nilai yang semula meraih nilai tinggi di perguruan tinggi di mana dia belajar di luar negeri, setibanya di Indonesia setelah mengonversikan nilai ternyata jauh dari perkiraan kami. Oleh karena itu buku ini hadir sebagai pemberitahuan atas keseriusan kami untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan itikad baik sehingga dapat bersama mendapatkan titik terang untuk mahasiswa maupun alumni dari negara-negara yang memang sangat jauh berbeda sistem penilaiannya dengan di Indonesia. Sehingga tidak ada lagi kegelisahan di hati para mahasiswa alumni luar negeri setelah mengonversikan nilai yang memang berbeda system penilaiannya di Indonesia dengan Negara tempat kami menuntut ilmu. Terdiri dari beberapa Negara di kawasan Asia Oseania, Amerika Eropa maupun Timur Tengah dan Afrika, yang terhimpun dalam Persatuan Pelajar Indonesia di Dunia, buku ini menjelaskan pokok permasalahan, batasan nilai yang diraih serta saran bijak yang seharusnya diambil oleh pihak DIKTI untuk mengetahui pokok permasalahan di setiap Negara. Atas adanya wujud nyata ini, kami berharap selalu dapat berkoordinasi dengan pihak DIKTI untuk segera menyelesaikan permasalahan perihal konversi nilai ini dengan tidak hanya berpedoman dari sistem penilaian di Indonesia, akan tetapi bisa juga melihat ke sisi lain yaitu Negara tempat kami para mahasiswa Indonesia menuntut ilmu.
Salam, Tim Adhoc Konversi Nilai PPI Dunia.
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
2
Daftar Isi Kata Pengantar .................................................................................................... 2 Daftar Isi ............................................................................................................. 3 1. PPI Belanda ..................................................................................................... 4 2. KERIS – Serbia................................................................................................. 6 3. PPI Tunisia ...................................................................................................... 7 4. PERPIKA Korea Selatan ..................................................................................... 8 5. PPI Taiwan ...................................................................................................... 9 6. PPI Malaysia .................................................................................................. 10 7. PERMIRA Rusia .............................................................................................. 12 8. PPI Brunei Darussalam ................................................................................... 13 9. PPMI Pakistan ................................................................................................ 14 10. PPI Singapura .............................................................................................. 15 11. PPI India ..................................................................................................... 16 12. PPI Maroko .................................................................................................. 17 13. PPI Filipina ................................................................................................... 18 14. PPI Sudan .................................................................................................... 19 15. PPI Trondheom (Norwegia) ........................................................................... 20 16. PPI Perancis ................................................................................................. 21 LAMPIRAN ......................................................................................................... 22
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
3
1. PPI Belanda Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 10
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi :
Ada beberapa standar dalam mengkonversi nilai dari skala 0-10 menjadi 0-4. Beberapa kasus menyebutkan bahwa nilai hasil konversi tidak mencerminkan nilai sebelum dikonversi. Ini diakibatkan konversi nilai yang dilakukan secara matematis murni. Konversi nilai universitas Belanda secara matematis murni akan merugikan para mahasiswa. Dalam dokumen Nuffic Nes, instansi pendidikan di Belanda (terlampir) pun diperlihatkan bahwa sistem penilaian di Belanda sangat berbeda dengan penilaian USA dan UK. Bahkan dokumen dari Nuffic Neso ini pun dibuat untuk penjelasan mahasiswa-mahasiswa asli Belanda (tidak hanya mahasiswa Indonesia) di kala mereka akan melanjutkan studi. Akan bermasalah apabila DIKTI tidak mengetahui standar penilaian di Belanda ini. Saran yang dapat diberikan :
Penentapan satu standar nilai yang sama sesuai dengan distribusi normal negara tempat belajar Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia :
Jangan mengkonversi nilai universitas di Belanda secara matematis. Akan lebih baik apabila konversi nilai universitas Belanda dikonversi menurut kategori A/B/C/D versi US dari Nuffic [terlampir], lalu dikonversi ke nilai IndonesiaABCD -> 0 – 4. Dengan ini, mahasiswa di Belanda tidak akan merasakan kerugian karena perbedaan standar ini.
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
4
Tabel 1 Tabel Konversi Nilai dari Instansi Pendidikan Belanda Nuffic Neso
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
5
2. KERIS – Serbia Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) :
5 (tidak lulus)
Batas lulus (dalam bilangan bulat) :
6 (batas lulus)
Batas atas (dalam bilangan bulat) :
10 (sempurna)
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Untuk saat ini belum ada masalah, tapi tahun depan permasalahan itu akan muncul karena alumni pertama Beasiswa Serbia akan kembali ke tanah air dan diperkirakan akan ada masalah dalam pengurusan konversi nilai tersebut. Hal ini dikarenakan juga Serbia belum mencontoh sistem bologna secara penuh (Serbia masih kandidat untuk masuk kedalam EU), saat ini ditulis Serbia masih mengadopsi bologna namun masih dalam masa transisi.
Saran yang dapat diberikan : Indonesia sebaiknya mempunyai tim ahli/ badan ahli dalam menangani permasalahan konversi nilai karena seharusnya masalah tersebut bukan hal baru, mengingat sejak dulu banyak mahasiswa Indonesia yang kuliah di Luar Negeri. Dan dalam dinamika mahasiswa Indoneisa yang kembali pulang ke tanah air, sistem konversi nilai setidaknya sudah mempunyai database yang bisa memudahkan para sarjana Luar Negeri mudah untuk mengkonversikan nilainya mengingat senior-senior mereka sudah melakukan proses serupa. Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : Sesuai dengan diskusi Keris, penyetaraan nilai di negara studi terhadap sistem penilaian di Indonesia bisa diambil cara mudahnya begini: 10 dikonversi 4; 8,75 dikonversi 3; 7,5 dikonversi 2; 6,5 dikonversi 1 dan 5 dikonversi 0. Sumber: Website Kementrian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Pengembangan Teknologi Serbia
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
6
3. PPI Tunisia Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 20
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi :
Di Tunisia tidak jauh berbeda dengan di Prancis karna sistem penilaiannya mengacu kepada Negara tersebut dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi menggunakan batasan nilai dari 0 – 20, namun ketika masuk ke perguruan tinggi yang ada di Tunisia, hampir sulit menemukan ada mahasiswa yang mendapatkan nilai dengan perolehan angka 16 - 20 dan jarang sekali yang bisa mendapatkan perolehan nilai hingga mencapai angka 15, ini terjadi di hamper semua perguruan tinggi yang ada di Tunisia. Batas minimal kelulusan adalah pada perolehan angka 10, jika mendapatkan nilai kurang dari itu maka dianggap tidak lulus dan harus mengulang studinya. Saran yang dapat diberikan : Hemat kami, pihak Dikti harus memahami benar sistem pemberian nilai pada setiap Negara, sehingga tidak memukul rata dengan mengikuti sistem di Indonesia yang sangat jauh berbeda hasilnya dengan yang didapat di Negara tempat kami menimba ilmu. Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : Kami menginginkan konversi nilai disesuaikan dengan rata-rata perguruan tinggi pada tiap mata kuliah di semua jurusan, tidak seperti kasus yang pernah terjadi sebelumnya hanya dihitung secara matematis dengan penilaian dari angka 0 – 20, sehingga nilai yang diraih bisa lebih dihargai dan diapresiasi sebagaimana mestinya.
Angka 18,00-19,99 16,00-17,99 14,00-15,99 12,00-13,99 10,00-11,99
Tunisia
Predikat
Mumtaz (Istimewa) Hasan Jidan (Baik Sekali) Hasan (Baik) Qarib Minal Hasan (Cukup Baik) Mutawassith (Sedang)
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
Angka
Indonesia
Predikat
3,75-4,00 3,50-3,74 3,25-3,49 3,00-3,24
Cum Laude Istimewa Baik Sekali Baik
2,75-2,99
Sedang
7
4. PERPIKA Korea Selatan Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 4.5
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Ya, pernah. 1. DIKTI menolak untuk mengkonversi nilai karena menurut DIKTI negara tidak punya hak untuk mengkonversi nilai dari universitas di luar negeri. Solusi dari pihak DIKTI: Surat Keterangan Tidak Bisa Konversi yang ditujukan ke instansi yang meminta. Berdasarkan pengalaman rekan-rekan alumni kami, bagi yang membutuhkan Surat Tidak Bisa Konversi dari DIKTI, diminta mengajukan surat permohonan ke Direktur Belmawa DIKTI untuk mengeluarkan surat tersebut. Dilampirkan juga persyaratan konversi nilai dari instansi yang minta, bisa berupa pengumuman atau lainnya. Membuat suratnya sendiri bisa sampai 3 hari, permasalahannya adalah saat mendaftar pekerjaan ke Pertamina, KPK, Jasa Marga, OJK, dsb. diminta untuk melampirkan Konversi Nilai IPK ekuivalen dengan DIKTI. Terlihat rancu antara Kemendikbud, DIKTI dan perusahaan dikarenakan saat penyetaraan Ijazah DIKTI merasa konversi nilai bukan tupoksi mereka. 2. Permasalahan kedua, sedikit menyinggung penyetaraan ijazah, rata-rata S1 di Korea tidak memiliki skripsi, ada yang hanya memiliki capstone design (jurusan teknik) atau hanya dengan ujian komprehensif sudah dapat lulus. Permasalahannya adalah, setelah penyetaraan di Indonesia hanya mendapat ijazah D3 dikarenakan perbedaan jumlah SKS dan ada tidaknya skripsi. Mohon diperjelas terkait hal ini mengingat teman-teman pelajar S1 di Korea menurut hemat kami belajar sudah sangat sulit dengan menggunakan Bahasa Korea namun tidak begitu dihargai di Indonesia.
Saran yang dapat diberikan : Kami berpikir membuat Konversi Nilai itu mudah, apalagi dari luar negeri yang sistemnya sudah lebih baik. Pemberian tugas dan wewenang yang jelas untuk DIKTI melakukan penyetaraan sepertinya perlu ada.
Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : DIKTI dan Kemendikbud menerbitkan aturan baru terkait konversi nilai untuk seluruh negara di dunia tempat pelajar menimba ilmu dengan pengelompokkan range nilai yang sama. Referensi : http://work.alberta.ca/Immigration/international-education-guides.html
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
8
5. PPI Taiwan Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 4
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Sampai saat ini tidak ada masalah berarti.
Saran yang dapat diberikan : ‘Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : Serupa dengan di Indonesia.
Tabel 2 Salah satu grading system di Taiwan Tech University
Referensi : http://wenr.wes.org/2010/05/wenr-may-2010-feature/
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
9
6. PPI Malaysia Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 4
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Dari aspek konversi nilai yang diperoleh para lulusan perguruan tinggi di Malaysia, sejauh ini tidak mengalami masalah. Hal ini mengingat ada persamaan atau kemiripan antara sistem nilai di Malaysia dan di Indonesia. Sistem nilai di Malaysia memiliki range bilangan bulat 0-4. Kami berhasil mengumpulkan sistem penilaian dari beberapa universitas di Malaysia yaitu Universiti Malaya (UM), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Universiti Malaysia Sarawak (Unimas) dan Universiti Malaysia Pahang (UMP). Secara umum, sistem penilaian mereka adalah mirip. Berikut ini adalah perbandingannya: Markah
UMP Grade
Markah
Unimas Grade
Grade Point
Markah
UM Grade
80-100
4.00
80-100
A
4.00
90-100
A+
4.0
A-
3.67
75-79
A-
3.67
80-89
A
4.0
3.33
B+
3.33
70-74
B+
3.33
75-79
A-
3.7
B
3.00
B
3.00
65-69
B
3.00
70-74
B+
3.3
60-64
B-
2.67
B-
2.67
60-64
B-
2.67
65-69
B
3.0
55-59
C+
2.33
C+
2.33
55-59
C+
2.33
60-64
B-
2.7
50-54
C
2.00
C
2.00
50-54
C
2.00
55-59
C+
2.3
47-49
C-
1.67
C-
1.67
45-49
C-
1.50
50-54
C
2.0
44-46
D+
1.33
D
1.00
40-44
D
1.00
45-49
C-
1.7
40-43
D
1.00
E
0.00
<40
F
0.00
40-44
D+
1.3
25-39
E
0.67
35-39
D
1.0
0-24
F
0.00
0-34
F
0.0
Grade Point
Grade
A
4.00
A
75-79
A-
3.67
70-74
B+
65-69
UKM Grade Point
Grade Point
Sumber: Buku Peraturan Akademik dari keempat universitas. Catatan: dari keempat universitas di atas, semuanya memiliki standar minimum penilaian agar mahasiswa dapat lulus yaitu dengan nilai minimal C.
Permasalahan utama terkait dengan lulusan perguruan tinggi dari Malaysia adalah terkait dengan penyetaraan ijazah khususnya bagi mereka yang telah menempuh dan lulus Strata (S1) atau Undergraduate Education di Malaysia. Dari hasil masukan yang diperoleh dari rekan-rekan alumni S1 di Malaysia baik yang saat ini melanjutkan studi S2 atau S3 di Malaysia maupun yang tidak, didapati bahwa ijazah pendidikan tinggi undergraduate atau S1 mereka hanya diakui sebagai Diploma III atau Diploma IV. Alasan yang dikemukakan adalah karena jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) yang berada di bawah jumlah minimal S1 di Indonesia yaitu 140-144. Jumlah SKS yang diperoleh para alumni S1 di Malaysia umumnya adalah 120 SKS dengan variasi 107-127 SKS tergantung kepada program studi dan universitas masing-masing di Malaysia.
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
10
Dampak dari penyetaraan ijazah ini bagi mereka adalah ketika melamar pekerjaan di pemerintahan (dengan persyaratan minimal pendidikan S1) dan melanjutkan S2 di dalam negeri Indonesia. Hal ini karena gelar S1 yang diperoleh di Malaysia hanya disetarakan sebagai Diploma. Padahal, alumni undergraduate di Malaysia bisa melanjutkan jenjang Strata 2 (S2) di Malaysia dan negara-negara lain. Tentu saja ini menjadi tidak adil bagi para alumni S1 di Malaysia. Dampak lainnya adalah bahwa PPI Malaysia memperoleh masukan berupa laporan dari salah satu cabang PPI Malaysia bahwa terdapat alumni Malaysia yang diminta oleh petugas di DIKTI untuk mengajukan permohonan kepada pihak universitas asal untuk melakukan penambahan unit (SKS) sehingga memenuhi syarat penyetaraan. Oleh karena sistem penyetaraan di atas yang dialami oleh para alumni S1 Malaysia, tidak sedikit para alumni yang memutuskan untuk melanjutkan program master (S2) di Malaysia, tanpa melakukan penyetaraan terlebih dahulu ke Kementerian Pendidikan dengan harapan ketika dia menyelesaikan program masternya, maka ijazah S1 tidak akan dipermasalahkan lagi. Namun begitu, Ijazah S1 yang diperoleh tetap disetarakan sebagai ijazah Diploma III atau IV, meskipun program master yang ditempuhnya telah mendapatkan penyetaraan oleh Kementerian Pendidikan. Tentu saja, hal itu sangat mengkhawatirkan rekan-rekan yang sedang menuntut ilmu di Malaysia dengan program 3-3.5 tahun. Saran yang dapat diberikan : Untuk saran ke depan, lulusan dari universitas di Malaysia khususnya dari tahap sarjana Strata-1 (S1) dapat disetarakan dengan S1 yang berada di indonesia, sehingga tidak memberikan kesan negatif kepada Kementerian Pendidikan khususnya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam penyetaraan jumlah SKS ini. Saran kami, agar DIKTI mengupdate program-program studi di beberapa negara dari segi konversi nilai ataupun jumlah SKS yang terdapat dalam masing universitas. Yang kemudian hal itu menjadi tolak ukur untuk mahasiswa Indonesia yang pulang ke tanah air untuk nantinya mengabdi kepada Negara Indonesia yang mengharuskan adanya penyetaraan ijazah dari DIKTI. Akan sangat sedih apabila sistem pendidikan di negara sendiri tidak menghargai putar-putri bangsa yang menuntut ilmu di luar negeri, karena jenis penghargaan ijazah yang kami dapat dari universitas di luar negeri seharusnya juga mendapat penghargaan yang sama dari negara asal. Apabila memang diperlukan adanya dasar hukum berupa perjanjian bilateral antara Indonesia dan Malaysia khususnya terkait penyetaraan ijazah, jika belum ada, maka DIKTI sebaiknya mendorong Menteri dan Presiden untuk membuat perjanjian tersebut. Jika perjanjian tadi sudah ada, maka DIKTI mesti mengevaluasi substansi perjanjian tersebut demi perlindungan dan pengayoman para alumni sarjana dari Malaysia. Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi sebaiknya menerbitkan aturan baru terkait konversi nilai untuk seluruh negara di dunia tempat pelajar menimba ilmu dengan pengelompokkan range nilai yang sama.
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
11
7. PERMIRA Rusia Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
1 5
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Masalah tersebut tidak terjadi kepada para mahasiswa lulusan Rusia. Dikarenakan sistem pendidikan Russia menggunakan angka (5,4,3,2,1), yang tidak memiliki masalah ketika di konversi menjadi sistem Indonesia atau (A,B,C,D,E).
Saran yang dapat diberikan : Walaupun tidak terkena langsung dengan mahasiswa lulusan Russia, dimohon kebijakannya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Nilai kuliah adalah salah satu acuan utama seorang mahasiswa focus atau tidaknya dia belajar. jangan sampai standar nilai "mengkebiri" hak mereka yang telah bersusah payah belajar di negeri orang. terlebih mengingat, mereka yang mengkonversi nilai biasanya ingin mengabdi menjadi abdi negara atau bekerja di instansi pemerintahan. jangan sampai instansi-instansi pemerintah kehilangan bakat-bakat hebat lulusan yang telah bersusah payah untuk menyelesaikan pendidikannya di luar negeri. Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : Russia memiliki perbedaan dalam sistem pendidikan. Mata kuliah kami di sini dibagi menjadi dua; 1. "Eksamen" adalah seperti mata kuliah seperti umumnya yang nilai kelulusannya mulai dari 3,4 dan 5. 2. "Zacot" adalah mata kuliah yang wajib diambil tetapi tidak bersangkutpaut dengan jurusan. Contoh, Ilmu matematika untuk mahasiswa Hubungan Internasional atau Ilmu sejarah untuk mahasiswa Teknik Perminyakan. tetapi untuk Zacot ini tidak diberi nilai, hanya sekedar pernyataan "lulus" atau "tidak lulus". Meskipun terlihat sepele, tetapi tanpa kelulusan Zacot, mahasiswa tidak bisa mengikuti eksamen. mengenai bagaimana konversi negara kami belajar (Russia) dengan sistem penilaian dalam negeri. Kami tidak memiliki masalah dalam hal tersebut. Hanya saja penilaian zacot akan "diskip" atau tidak dikonversi. tetapi mengingat Zacot hanyalah pelengkap mata kuliah, kami tidak memiliki keberatan akan hal ini.
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
12
8. PPI Brunei Darussalam Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 5
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Untuk konversi nilai di Brunei tiap universitas sebenarnya berbeda-beda. Ada yang menerapkan sama seperti Indonesia dalam skala 0-4 dan ada yang menerapkan skala 0-5. Untuk nilai skala 0-5 ini belum ada permasalahan karena mahasiswa/I Indonesia yang kuliah di universitas dengan skala 0-5 tahun depan baru akan lulus dan mengkonversi nilainya. Yang menjadi masalah saat ini dan menjadi keluhan adalah DIKTI tidak mau melakukan penyetaraan Ijazah kepada mahasiswa yang mengambil master by research disini. Ijazah kami tidak di akui oleh pihak Dikti dikarenakan untuk master by research di brunei, kami tidak memiliki transkip nilai.
Saran yang dapat diberikan : Semoga ada kebijakan yang dapat menyelesaikan permasalahan ini. Terutama bagi mahasiswa dari brunei yang mengambil master by research karena Dikti sama sekali tidak mau menyetarakan ijazah kami. Selain itu sebaiknya dibuat suatu standar yang tetap sehingga tidak merugikan mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri. Diusulkan ada SK Pengakuan Ijazah dari DIKTI terutama untuk mahasiswa master by Research Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia :
Tabel 3 Dari Referensi Brunei Grading System halaman 14-
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
13
9. PPMI Pakistan Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 4
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Sejauh ini tidak ada masalah karena serupa dengan sistem di Indonesia
Saran yang dapat diberikan : Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : Serupa dengan sistem Indonesia
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
14
10. PPI Singapura Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 5
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Selama pengalaman saya di Singapura, masalah konversi nilai bukanlah hal yang menjadi concern utama Walaupun sistem nilai kita memiliki range yang berbeda, saya rasa kedekatan antara Singapura dan Indonesia di bidang akademik membuat kedua belah pihak lebih toleran dalam konversi nilai Sistem pendidikan Singapura mengacu inggris. Mereka tidak mengenal SMP dan SMA, melainkan secara berurutan, Secondary (4-5 tahun) dan Junior College (2 tahun) atau Poly/ITE (2-3 tahun) tergantung dari nilai mereka selama di Secondary School Dengan penggunaan standar penilaian dari Inggris (A level) membuat nilai di Singapura mudah dikonversi ke seluruh negara
Saran yang dapat diberikan : Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : -
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
15
11. PPI India Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
-
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Belum pernah sejauh ini didapatkan keluhan diatas oleh anggota PPI India.
Saran yang dapat diberikan : Belum ada saran dikarenakan PPI India belum menemukan permasalah ini. Namun akan kami komunikasikan lagi terhadap para anggota jika memang ada ditemukan suatu keluhan. Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : -
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
16
12. PPI Maroko Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
1 20
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Di Maroko, sistem pinilainya dari angka 1 ( satu ) sampai 20 ( dua puluh ), dengan perincian. Angka 1 sampai 10 dinyatakan nilai jelek, dan harus melakukan remidi atau perbaikan nilai. Sedangkan nilai 11 sampai 20, dinyatakan aman.
Saran yang dapat diberikan : Agar bisa disamakan dan diakui. Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia :
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
17
13. PPI Filipina Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
4 1
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Para mahasiswa mendapatkan kesulitan untuk melakukan penyetaraan ijazah dan konversi nilai karena pihak Kemendikbud tidak berkenan melakukan konversi nilai jika tdk ada keterangan dari universitas terkait mengenai nilai tsb.
Saran yang dapat diberikan : Atase pendidikan di KBRI terkait kami mohon berkenan untuk memberikan surat pengantar atau tembusan ke Kemendikbud (khususnya bagian konversi nilai) mengenai definisi dan bobot angka yg tertera dlm transkrip mhs yang bersangkutan untuk memudahkan proses konversi nilai dan penyetaraan ijazah. Atase pendidikan di KBRI terkait kami anggap memahami mengenai bobot nilai tsb dan kami sbg mahasiswa LN akan menemui para Atase Pendidikan kami guna mengurus red ribbon ijazah dan transkrip nilai kelulusan kami. Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : GPA 1 setara dengan 4 1,25 ~ 3,75 1,5 ~ 3,5 1,75 ~ 3,25 2~3 2,25 ~ 2,75 2,5 ~ 2,5 2,75 ~ 2,25 3~2 3,25 ~ 1,75 3,5 ~ 1,5 3,75 ~ 1,25 4~1
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
18
14. PPI Sudan Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
10 90
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Pernah. Karena dengan adanya sistem konversi nila yang berbeda antara sudan dan Indonesia maka akan adanya perbedaan yang sangat signifikan contoh: Ketika mahasiswa PPI Sudan mendapatkan prediket cum laude (menggunakan angka lalu mengakumulatif dari awal-akir semester) maka jika dikonversikan nilai dengan di indonesia bisa berubah menjadi predikat Baik/sangat Baik.
Saran yang dapat diberikan : Mensosialisasikan cara mengkonversikan nilai . Memeberikan Rumus agar bisa kita mengetahui nilai kita dari versi konversi nilai yg di indonesia. Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : Menurut. Kami adanya persamaan dalam cara mengkonversikan nilai antara sistem sudan dan indonesia. Walau nantinya akan ada kerugian Bagi mahasiswa PPI Sudan ketika mendapat predikat Cukup.
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
19
15. PPI Trondheim (Norwegia) Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 6
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Tidak ada masalah
Saran yang dapat diberikan : Konversi nilai harus berdasarkan deskripsi nilai dan kurikulum yang sesuai.
Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : -
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
20
16. PPI Perancis Batas Nilai yang berlaku di negara studi : Batas bawah (dalam bilangan bulat) : Batas atas (dalam bilangan bulat) :
0 20
Masalah konversi nilai yang pernah dialami di negara studi : Di Prancis sistem penilaian dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi menggunakan sistem 0-20, tetapi ketika di jenjang perguruan tinggi, nilai 16-20 adalah nilai yang hampir jarang ditemukan karena nilai 16 atau bahkan 15 dianggap nilai tertinggi di hampir semua universitas di prancis. Kita di anggap lulus ketika nilai rata" kita bisa melewati 10. Di bawah sepuluh di pastikan tidak lulus dan tidak bisa melanjutkan ke tingkat selanjutnya. Dan di prancis hasil nilai kita tidka tertulis di ijazah, nilai" ada di transkrip biasa bukan di ijazah langsung.
Saran yang dapat diberikan : Seharusnya dikti bisa mengikuti sistem setiap negara, tidak hanya berpatokan dengan sistem indonesia. Skema konversi nilai di negara studi terhadap di Indonesia : Penilaian jangan di hitung secara matematis 0-20 dan diaplikasikan seperti di Indonesia. Kami mengingkinkan penilaian disesuaikan dengan rata-rata kelas atau rata-rata universitas untuk setiap materikuliah dan jurusan. Sehingga nilai yang didapatkan benar-benar di apresiasi sebagaimana mestinya
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
21
LAMPIRAN Daftar lampiran dokumen dari: 1. SK Tim AdHoc Konversi Nilai PPI Dunia 2. PPI Belanda : Dokumen konversi sistem penilaian Belanda – US – UK versi Nuffic 3. KERIS Serbia : Serbiaan Grading System 4. Perpika Korea : Korea International Education Guide – IQAS Alberta Canada 5. PPI Taiwan : Taiwan Tech University Grading 6. PPI Malaysia : Peraturan Universiti Sarawak, UM, UKM, UMP 7. PPI Brunei : Brunei Grading System 8. PPI Singapura : NTU Singapura GPA System 9. PPI Norwegia : NTNU Trondeim Supplement
Tim Konversi Nilai PPI Dunia
22
PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA SE-DUNIA
SURAT KEPUTUSAN DEWAN PRESIDIUM PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA SE-DUNIA Nomor: 05/SK/Presidium/PPI-Dunia/X/2014 Tentang PEMBENTUKAN TIM AD‐HOC ADVOKASI LANJUTAN KONVERSI NILAI UNTUK PARA PELAJAR INDONESIA LULUSAN LUAR NEGERI (“TIM AD HOC KONVERSI NILAI”) DEWAN PRESIDIUM PPI SE-DUNIA,
MENIMBANG 1. Bahwa PPI Dunia merupakan wadah untuk mengakomodasi dan mengoordinasikan seluruh potensi organisasi perhimpunan pelajar Indonesia di berbagai negara yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kontribusi dan peran organisasi perhimpunan pelajar Indonesia di luar negeri dalam mendukung pembangunan Indonesia yang berkelanjutan; 2. Bahwa adanya permasalahan tentang konversi nilai yang tidak sesuai standar oleh DIKTI untuk lulusan luar negeri menyebabkan permasalahan bagi mahasiswa dan alumni Indonesia di luar negeri; 3. Bahwa berdasarkan diskusi dan hasil Simposium Internasional di Tokyo pada bulan September 2014 dipandang perlu untuk melanjutkan advokasi mengenai konversi nilai dimaksud.
MENGINGAT 1. Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 9 Anggaran Dasar PPI Dunia; 2. Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 17 Anggaran Rumah Tangga PPI Dunia; 3. Ketetapan Dewan Presidium Sidang Simposium Internasional PPI Dunia Nomor: 04/SK/Presidium Sidang/SI PPI Dunia/IX/2014 tanggal 22 September 2014.
MEMUTUSKAN Menetapkan: KESATU
KEDUA
: Mendukung sepenuhnya proses advokasi lanjutan berdasarkan hasil rekomendasi dan pengkajian konversi nilai yang dilakukan oleh “Tim Ad Hoc Konversi Nilai” sebelumnya; : Mendukung penyampaian hasil kajian akademis tersebut kepada 1
PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA SE-DUNIA pihak-pihak terkait khususnya Atdikbud, Pensosbud dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia; KETIGA
: Meminta kepada para pihak yang membidangi masalah sistem konversi nilai lulusan luar negeri untuk menindaklanjuti sebagai masukan akademis yang konstruktif bagi pembangunan Indonesia berdasarkan hasil pemikiran dari para pelajar Indonesia di Luar Negeri;
KEEMPAT
: Menugaskan PPI Belanda sebagai Koordinator Tim Ad-Hoc Konversi Nilai dalam melanjutkan kajian, pengawalan, advokasi dan sosialisasi dalam menindaklanjuti masukan tersebut bersama dengan PPI dari negara lainnya.
KELIMA
: Surat Keputusan in berlaku sejak ditandatangani sampai 1 Juni 2015. Apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Wollongong, Australia, Pada tanggal 24 Oktober 2014
Koordinator Dewan Presidium PPI Dunia
Ahmad Almaududy Amri
Koordinator Kawasan Asia & Oseania
Koordinator Kawasan Eropa & Amerika
Koordinator Kawasan Timur Tengah & Afrika
Dewi Anggrayni (PPI Malaysia)
Hariadi Aji (PPI Belanda)
Miftah Nafid Firdaus (HPMI Yordania)
Lampiran 2
PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA SE-DUNIA
SUSUNAN TIM AD HOC KONVERSI NILAI
Koordinator
: Ardhi Putra Pratama (PPI Belanda)
Wakil
: Hariadi Aji (PPI Belanda)
Sekretaris
: Asni Furaida (KERIS – Serbia)
Anggota
:
1. Ardi Pramana (PPI Tunisia) 2. FX Teddy Badai Samudra (PERPIKA – Korea Selatan) 3. Iman Adipurnama (PPI Taiwan) 4. Muammar Kadafi (PPI Tunisia) 5. Muhammad Faiz Aziz (PPI Malaysia) 6. Muhammad Rady Ardhi (PERMIRA – Rusia) 7. Putri Wulandari (PPI Brunei Darussalam) 8. Subkhan Ngalimun Elwardi (PPI Malaysia) 9. Sugianto Amir (PPI Tunisia) 10. Wiprasworo Jihwamuni (PPMI Pakistan)
3
Grading systems in the Netherlands, the United States and the United Kingdom Suggestions for grade conversion Grading scales in different education systems are often misinterpreted and grading practises in other countries are easily misunderstood. The world of international student mobility is full of examples of students who applied for admission to a university in another country and who were refused on the grounds that their grades were not good enough, even if they had high grades by the standards in their own system. In most cases it is simply lack of information that causes the problem. Experience shows that it helps enormously when institutions provide degree and diploma supplements, explaining the grading scale used. Ideally, these supplements should include the percentages in which grades are awarded at the institution so that the grades of the student concerned may be seen in the perspective of high and low grades. In this article some of the main differences between the Dutch grading system, which is based on a numeric scale of 1 to 10, and the letter grades used in the United States and the United Kingdom are identified. The article concludes with a grade conversion table for these three countries.
The grading scale in the Netherlands In the Netherlands, the traditional grading scale is from 1 to 10, where 1 is the lowest and 10 the highest grade. The pass mark for a single subject is 6, but for school leaving examinations, where 6 or more subjects are examined, one 5 or one 4 may be condoned if compensated for by high grades in other subjects. Grades 1 to 3 are very rarely given, and the same is true for grades 9 and 10. The most common grades in both secondary and higher education are 6 and 7. Grading in secondary and higher education differs to the extent that high grades are slightly less frequent in secondary education than in higher education. Based on data from 2006 regarding secondary school examinations, the percentages of grades were as follows: 10 = 0.50% 9 = 2.70% 8 = 14.00% 7 = 40.00% 6 = 35.00% 5 = 6.80% 4 = 0.08% 3 = 0.03% 2= 1= -
Grading culture Grading practise in the Netherlands differs from that in the US and the UK inasmuch as the really high grades (10 and 9) are rarely awarded, regardless of the achievements of a given group of students. It is part of the grading culture in the Netherlands, dating back to the late 19th century when the scale from 10 to 1 was officially introduced. At the time, it was decided that a 10 should only be awarded in the case of absolute
perfection. But as it was felt to be almost blasphemous for mere mortals to be the judge of absolute perfection, a 10 was hardly ever awarded. Instead, the 9 was considered to be a slightly less impossible goal to reach. With the advent of multiple choice testing and the yes/no type of questions, 10s and 9s came within reach of ambitious students. To this day, however, these grades are still very rarely given in oral examinations or open question testing, such as essays, presentations, project reports or dissertations. This tradition is different from the one in the US, where high grades are awarded to reward and encourage rather than to single out absolute perfection. Statistics show that educators in the New World have always been more generous in the award of a grade A than those in Europe. The danger in this is that it may lead to grade inflation, which, in fact, has developed into a trend in American higher education over the past 30 years. Grade inflation may well be linked to a more competitive attitude in American higher education, where it is far more common for students to compete for scholarships and where admission to the best universities depends on having the best grades. By contrast, university admission in the Netherlands, as in most Continental European countries, was not based on high grades so much as on having the relevant school leaving certificate. The type of secondary school, and the type of examination subjects were considered to be more important than the grades obtained. In other words, selection of the best students was seen to be the responsibility of secondary education, which was divided into different academic streams. Of these, the pre-university stream has always been very selective indeed. Besides, universities in the Netherlands are considered to represent the same level of teaching and research, and, by and large, they set the same entry requirements. This is clearly different from both the US and the UK, where high grades will increase the studentâ&#x20AC;&#x2122;s chances of being admitted to the more selective universities.
The wrong approach In grade conversion, differences such as these must be taken into account. If grading scales are simply placed side by side, and, starting from the top, each grade in one scale is equated to the grade in the same position in the other scale, serious mismatches would be the result. In the example of the Dutch numeric scale and the American and British letter scales, it would mean that a 10 is equated to an A, a 9 to a B, an 8 to a C and so on. It may seem unlikely that anyone should adopt this kind of approach, but conversions like these are known to have happened. There are examples of foreign universities requiring a 10 in all seven examination subjects of the Dutch VWO diploma, which is the diploma of the pre-university stream in secondary education. Apparently, the reasoning in these cases is that if 10 is the top grade, a top student will have to show a 10 in each subject. However, statistically, the chance of attaining a 10 in all seven subjects is close to nil.
Frequency distribution Clearly, this is not a realistic approach. Instead, grade conversion should be based on the frequency distribution of grades if they are to be compared fairly. Only when the percentages are known in which grades are awarded can grades from different systems be matched. For example, in Dutch higher education the grade 8 is awarded in the top 15 to 25% of cases, depending on the field of study. Therefore, in order to convert this into the grading system of another country one needs to know which grade, or grades, are given in the top 15 to 25% of cases in that system. The problem is that statistics are grouped differently in different countries so that it may be difficult to match them accurately. Sometimes the percentages for each grade are available (e.g. for a 7, or an 8), sometimes they are given for the band between 2 grades (e.g. from 7-8, or 6.5-7.5). For the purposes of this article the grading statistics from ten universities in the Netherlands and a number of universities in the US and the UK were collected. Most of these data are available on the internet. We then checked these with the academic transcripts in a sample of 200 files from Dutch, American and British students who applied for university admission or for a general assessment of their qualifications.
Patterns When analyzing the frequency distribution of passes in the Dutch, American and British grading systems, the pattern that emerges is that the two most common grades in the Dutch system are at the lower end of the scale (6 and 7), while the two most common grades in the American and British systems are to be found at the higher end (A and B). The 6 and the 7 are awarded in 33% and 37% of cases respectively. In the American system, the occurrence of A and B in undergraduate studies is about 37% and 41% respectively, and even higher at postgraduate level. For the United Kingdom, only the statistics for undergraduate study are included in the table. These are based on the distribution of classes that are awarded to honours bachelor’s degrees from British universities. Classes are divided into first class, upper second class, lower second class and third class, and these indicate a student’s overall performance during the whole programme. The class is determined on the basis of the letter grades that were given for individual tests during the programme. A first class degree, for instance, is awarded when the student consistently scored As (usually with some Bs allowed) throughout the entire programme. In the United Kingdom, first and upper second class degrees comprise some 60% of cases, against 40% for the lower second and third class degrees.
Conversion table The following table is based on the data available to Nuffic in 2006 and 2009. In 2006, an article in Dutch was published on Nuffic’s website, with the title Cijfers Ontcijferd (www.nuffic.nl/nederlandse-organisaties/informatie/ publicaties). The present article is a summary and update in English of that article. The table reflects the opinion of Nuffic. NL 10 9.5 9 8.5 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4 3 2 1
USA A+ A+ A+ A+ A A/AB+ B B-/C D F F F F F
UK A+ A+ A+ A A/AB+ B C+ C/D D F F F F F
first first first first first upper 2nd upper 2nd lower 2nd lower 2nd third
This article was prepared by the International Recognition Department of Nuffic. By appointment of the Ministry of Education and Sciences this department serves as the Netherlands information centre for academic and professional recognition in the context of the networks of national information centres of the European Union (NARIC) and of the Council of Europe/Unesco (ENIC): www.enic-naric.net.
The information contained in this publication has been compiled with the greatest of care. Nevertheless, we are unable to guarantee its accuracy or completeness at the time of reading. The information may have been changed or updated. Nuffic cannot accept any liability for these changes. We recommend that you verify the accuracy of the information yourself where appropriate. All intellectual property rights for this publication belong to Nuffic. No part of this work may be reproduced, stored in an automated retrieval system or published in any form, without the prior written permission of the author. Š Nuffic, July 2011 Nuffic is the Netherlands organisation for international cooperation in higher education. Our motto is Linking Knowledge Worldwide. This means linking people, because itâ&#x20AC;&#x2122;s knowledge that makes us unique as people. Nuffic works in line with Dutch government policy to serve students and higher education institutions in three key areas:
Programme Management Administrating international mobility programmes (scholarships) and institutional cooperation programmes. Information Services Providing information about higher education systems in the Netherlands and in other countries; providing credential evaluation services; providing information in the Netherlands about studying abroad, and in other countries about studying in Holland; promoting Dutch higher education in other countries; encouraging international mobility. Expertise Conducting studies into international cooperation in higher education; providing information to expert groups and consultation forums; transferring our knowledge of international cooperation in higher education through courses and seminars.
Nuffic Kortenaerkade 11 P.O. Box 29777 2502 LT The Hague The Netherlands t +31 (0)70 42 60 260 f +31 (0)70 42 60 399
www.nuffic.nl
National Report regarding the Bologna Process implementation
2009-2012
Serbia
Part 1.2 BFUG Data Collection on student-centred learning 1. Do your steering documents mention the concept of student -centred learning?
1.1. How do steering documents in your country define student-centred learning in higher education? The student-centered learning concept is included in the steering documents, emphasizing the reliance on active rather than passive learning, on increased responsibility and accountability on the part of the student, on an increased sense of autonomy in the learner and on a reflexive approach to the teaching and learning process on the part of both teacher and learner. In the sense of curriculum design, each study programme includes the objectives, structure and contents, policies and procedures of admission of students, learning methods and ways of testing knowledge, learning outcomes and students' competences. The student’s choice is underlined by allowing students a lot of freedom to choose courses, proposed in the form adequate, small modules. The overall activities of a student include active instruction (contact hours), independent learning, exams, writing of final papers, voluntary work in a local community and other forms of involvement. The success of students in mastering individual courses is monitored regularly and the assessment is based on learning outcomes. The number of teachers corresponds to the requirements of study programs which the institution implements. The total number of teachers should to be sufficient to cover the total number of contact hours, so that the teacher has 180 lessons of active teaching (lectures, consultations, practice, and field work) annually, namely 6 class lessons a week. The higher education institutions permanently and systematically follow the achievement of the students and their advancement in each study program carried out, and takes measures of support in the case of unsatisfactory outcomes. The assessment is based on learning outcomes. The overall success of the student at a given course is expressed in grades from 5 (failed) to 10 (excellent). The students' assessment of the quality of the teachers and the teaching process is taken into account in the self-assessment report, during internal evaluation. Of special significance is assessment of quality of the teaching process, which is carried out by students' polls. In the election to the positions of teacher the students’ opinion is taken in account in assessing the results of the pedagogical work of teachers. 1.2. How important ('1' not important, '5' very important) are the following categories in your steering documents and national policies? Independent learning
1
2
3
4
5
Learning in small groups
1
2
3
4
5
Initial or in-service training in teaching for staff
1
2
3
4
5
Assessment based on learning outcomes
1
2
3
4
5
Recognition of prior learning
1
2
3
4
5
Learning outcomes
1
2
3
4
5
Student/staff ratio
1
2
3
4
5
Student evaluation of teaching
1
2
3
4
5
1.3. Are there any other important concepts on student-centred learning in your steering documents?
1.4. Please specify. In accordance with the Strategy of scientific/technological development of Serbia which emphasizes participation of students in research and development, several universities, together with their student’s parliaments, have established Centers for student’s participation in research and development. Centers for career guidance are introduced and established at a number of universities. The aim of these centers is students counseling, emphasizing skills necessary for concrete jobs. Communication with employers represents also an important aspect of student centered learning. Contacts with the Economic Chambers of Serbia are established at the level of the NCHE, HERE team and SKONUS in order to develop more fruitful contacts between the academic community and possible employers. One should also have in mind that the Students Conference of Universities and the Students Conference of Academies of Professional Career Studies are established to pursue the common interests of students as partners in the process of higher education (www.skonus.org and www.skasss.rs). Their initiatives in the sense of promoting student centered learning are coordinated with the corresponding actions of higher education institutions. Also, representatives designated by the Student Conferences are members of the National Council of Higher Education, of the Conference of Universities, of the Conference of Academies of Professional Career Studies. In discussing and/or deciding on
1
PERLEMBAGAAN UNIVERSITI MALAYA 2010 KAEDAH-KAEDAH UNIVERSITI MALAYA (PENGAJIAN IJAZAH PERTAMA) 2013 PERATURAN-PERATURAN UNIVERSITI MALAYA (PENGAJIAN IJAZAH PERTAMA) 2013 SUSUNAN PERATURAN Peraturan
mukasurat
1.
NAMA, MULA BERKUATKUASA DAN PEMAKAIAN
20
2.
SYARAT-SYARAT KEMASUKAN (1) Keperluan/Kelayakan Asas (2) Syarat-syarat Lain (3) Penangguhan Pengajian (4) Kemasukan Pelajar Pemerhati
21 22 23 23
PENDAFTARAN (1) Pendaftaran Kursus (2) Pendaftaran Serentak (3) Pertukaran Program Pengajian (4) Kehadiran Kelas (5) Penamatan Program Pengajian (6) Penarikan Diri
24 27 27 28 28 29
STRUKTUR PROGRAM PENGAJIAN (1) Nilai Kredit (2) Penawaran Dan Penyempurnaan Kursus (3) Penilai Luar Program (4) Pengecualian Dan Pemindahan Kredit
31 31 32 33
3.
4.
5.
PEPERIKSAAN (1) Kebenaran Menduduki Peperiksaan (2) Kaedah Penilaian Kursus (3) Skim Penggredan (4) Tidak Hadir Peperiksaan (5) Pengurusan Gred I (6) Anugerah Aegrotat (7) Penebusan Gred Kursus (8) Mengulang Kursus (9) Mempertingkatkan Gred Kursus dan/atau Prestasi Akademik 18
37 37 37 39 39 42 43 43 43
Markah
Gred
Mata Gred
90 - 100 80 - 89 75 - 79 70 - 74 65 - 69 60 - 64 55 - 59 50 - 54 45 - 49 40 - 44 35 - 39 00 - 34
A+ A AB+ B BC+ C CD+ D F
4.0 4.0 3.7 3.3 3.0 2.7 2.3 2.0 1.7 1.3 1.0 0.0
Maksud Amat Cemerlang Cemerlang Cemerlang Kepujian Kepujian Kepujian Lulus Lulus Gagal Gagal Gagal Gagal
(b)
Gred lulus bagi semua kursus adalah gred C.
(c)
Selain daripada gred-gred seperti yang ditunjukkan di perenggan (a) di atas, gred-gred berikut juga boleh diberikan kepada seseorang pelajar untuk sesuatu kursus yang diikutinya: (i)
(A) Gred I, boleh diberi apabila (aa)
pelajar tidak mengambil peperiksaan akhir atas sebab perubatan/perikemanusiaan; dan/atau
(bb)
pelajar belum menyempurnakan sebahagian daripada keperluan kursus dalam sesuatu semester atas sebab perubatan/perikemanusiaan atau alasan di luar kawalan pelajar yang diterima oleh Jawatankuasa Pemeriksa berkenaan
(B) Gred I yang diberi hendaklah diselenggara mengikut perenggan (5) di bawah. (ii)
Gred K, diberi bagi pengecualian kredit;
(iii)
Gred P, diberi pada semester pertama pendaftaran bagi kursus progresif yang dijalankan dalam dua semester berturutan;
(iv)
Gred S, diberi bagi kursus yang prestasi pelajar dinilai hanya dari segi memuaskan berdasarkan julat markah 50 - 100; 38
kursus
yang
diluluskan
PERATURAN AKADEMIK (iv)
Peperiksaan khas tidak boleh diadakan bagi kes seperti berikut: (a)
(5)
Pengumuman Gred Kursus (i)
(6)
Pelajar yang tidak menduduki peperiksaan akhir tanpa sebab yang boleh diterima oleh Universiti.
Fakulti dikehendaki mengumumkan gred setiap Kursus dalam tempoh yang ditetapkan Universiti.
Rayuan Gred Kursus (i)
Pelajar yang tidak berpuas hati boleh membuat rayuan semakan semula skrip jawapan peperiksaan akhir di Fakulti bagi mana-mana Kursus pada minggu pertama perkuliahan BAHAGIAN IX
9.
KEDUDUKAN AKADEMIK
(1)
Kedudukan Akademik Pelajar ditentukan dengan menggunakan GPA dan CPA.
(2)
Status kedudukan akademik Pelajar ditentu pada setiap semester lazim dengan menggunakan CPA seperti dalam Jadual VI. Jadual VI : Kedudukan Akademik Pencapaian Pelajar 1. CPA 3.67 2. 2.00 CPA 3.67 3. Status Semasa “KC” atau “KB” dan 1.67 < CPA < 2.00 4. Status Semasa P1 dan 1.67 < CPA < 2.00 5. Status Semasa P2 dan CPA < 2.00 6.
(3)
Pemulihan 2 (P2) Kedudukan Gagal (KG) (Pelajar Diberhentikan) Kedudukan Gagal (KG) (Pelajar Diberhentikan)
Senat boleh: (i) (ii) (iii)
(4)
CPA < 1.67
Status Kedudukan Cemerlang (KC) Kedudukan Baik (KB) Pemulihan 1 (P1)
meneruskan pengajian; diarah menangguhkan pengajian pada semester berikutnya; atau diberhentikan daripada pengajian.
Status kedudukan akademik pelajar untuk semester pendek tidak ditentukan walaupun GPA dan CPA dikira seperti biasa. Kredit dan mata nilai yang diperolehi
13
The Generation Next Undergraduate Degree Rules and Regulations August 2013 Preamble Students matriculating from Semester 1 2013/2014 will be enrolled in the Generation Next (GenNEXT) undergraduate degrees. The degrees on offer are; Bachelor of Arts, Bachelor of Business, Bachelor of Health Sciences, Bachelor of Science and Bachelor of Engineering. The GenNEXT curriculum is a student-centric approach to education and lays the foundation for life-long learning. It seeks to equip students with essential skills of critical thinking, reasoning, communication, quantitative analysis and with both a national and global perspective. Three principles embedded in all the GenNEXT modules are: 1) Entrepreneurship, 2) Leadership and Innovation; and 3) Environmental Awareness. The GenNEXT competency in specific disciplinary areas as well as broad-based knowledge outside their major discipline, providing students with flexibility in choice of careers.
Thus, GenNEXT involves a balanced combination of depth and
breadth. By the end of the degree, a student should know a disciplinary area well, its main ideas, methodology and current questions and issues. At the same time, he/she should have broad exposure to knowledge beyond disciplinary specialization. Depth To provide depth of knowledge, students are required to study a major subject. Most students will pursue a single major programme. However, students may apply for and if selected, read for a major/minor, double major, or double degree combination (see the rules & regulations regarding major/minor, double major & double degrees).
1
Grading System The GenNEXT degree works on a Cumulative Grade Point Average (cGPA) system (see below) Grade
Grade point
A+
5.0
A
4.5
B+
4.0
B
3.5
C+
3.0
C
2.5
D+
2.0
D
1.5
Conditional Pass
1.0
F
0 The Formula for calculation cGPA is as follows:
cGPA =
Sum (Module grade point x modular credit point assigned to Module x Level weightage of modules) Sum (modular credit assigned to modules x Level weightage of modules)
Students are advised that although most modules carry 4 modular credits, there are some modules that are assigned between 2 to 8 modular credits. There will be some modules, especially those taken during the Discovery Year where there is credit rather than grade transfer. Internship Programme, COP and Innovation/Incubation Projects, modules will count towards the modular credits required for graduation, but will not count towards the GPA. Notwithstanding this, students must still pass these modules taken in the Discovery Year and the grades achieved will be reflected in the transcript.
14