Interaksi BULETIN BULANAN
PPI Jepang
INFO DARI: PPI Pusat PPI Daerah
Edisi 06/ Maret 2010
Dari Redaksi
2
REDAKSI PENGARAH Farid Triawan Pemimpin Redaksi Mochamad Asri Assalamualaikum Wr.Wb
Kontributor Berita Atus Syahbudin Farid Triawan Mochamad Asri Gun Gun Hidayat Nina Nurmayanti Yudi Azis Iqra Anugrah Virgi Agita Sari
Salam Sejahtera Rekan-rekan PPI Jepang Sedikit demi sedikit, perlahan-lahan PPI Jepang mulai bergerak membenahi segala aspek keorganisasiannya, baik itu internal maupun eksternal. Di bulan ketiga tahun 2010 ini, PPI Jepang kembali hadir di tengah rekan-rekan dengan buletin edisi 06 sebagai wujud pelayanan PPI Jepang periode 2009-2010
Editor Rodiyan Gibran Sentanu Pandji Prawisudha Asep Ridwan
Email : [pengurus@ppijepang.org]
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan Korda dan Komsat. Dengan dukungan dan kerjasama antara tim redaksi serta pengurus PPI Korda dan Komsat, buletin PPIJ bisa kembali terbit menyapa seluruh anggota PPI Jepang dari ujung utara, Hokkaido, hingga ujung selatan, Okinawa. Sambil terus melakukan perbaikan dari segi design,isi, maupun keragaman berita, kami akan terus berusaha memberikan yang terbaik bagi para pembaca.
Redaksi menerima pertanyaan, saran, dan kritik dari pembaca. Untuk setiap email yang masuk mohon mencantumkan nama, instansi (sekolah/tempat bekerja) dan kota tempat tinggal.
Masih dengan semangat INTERAKSI (Integrity, Teamwork, Action, Solidarity),kami berharap buletin ini bisa menjadi media untuk saling merasakan keberadaan satu sama lain. Dengan begitu, rasa kepemilikan terhadap organisasi kita, PPI Jepang, yang bisa membawa pada perbaikan PPI Jepang serta memberikan kontribusi nyata kepada negara kita, Indonesia tercinta.
Designer Deby Mardiansah
Kami pun sadar buletin ini belum sempurna. Untuk itu, kami akan selalu setia mengharapkan berbagai saran dan kritik dari para pembaca demi Buletin PPIJ yang lebih baik. Hormat Kami, Tim Redaksi
Š Copyright PPI Jepang 2010 Š Copyright PPI Jepang 2009
3
Daftar Isi
DAFTAR ISI World Citizen Festival PPI Ehime Temu Ilmiah PPI Hokkaido Indonesia Okinawa Exchange Milestone PPI Jepang Cawu I Selayang Pandang Diskusi bersama Rektor ITB Selayang Pandang Diskusi bersama Prof Ginandjar Tim Saman PPI Sendai Beraksi di Tagajou Matsuri Belasungkawa PPIJ terhadap anak Agung Bramantya Democracies that lack liberty Sarasehan Wisudawan PPI Korda Kanto Pergantian beberapa kepengurusan PPI Korda dan Komsat Seminar of Indonesia di APU Sehari Bersama Indonesia PPI Ehime
Š Copyright PPI Jepang 2010
PPI EHIME
4 PPI EHIME BERPARTISIPASI DALAM WORLD CITIZEN FESTIVAL 2010
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, PPI Ehime University (PPI Aidai) kembali berpartisipasi dalam World Citizen Festival (Chikyu-jin Matsuri 2010) yang diadakan oleh pemerintah Kota Matsuyama, Provinsi Ehime, Jepang. Festival internasional terbesar di Kota Matsuyama ini diselenggarakan pada hari Minggu, 17 Januari 2010, jam 13.00-17.00 bertempat di Matsuyama Multipurpose Community Center (Kikaku Tenji Hall).
Pemerintah kota yang dalam kesempatan ini diwakili oleh Matsuyama International Center (MIC) menggelar empat jenis kegiatan: 1. Let's play! Around the world in 80 minutes; 2. Let's eat and look! Chikyu-jin Bazaar; 3. Let's get dressed up! Try wearing native costumes and 4. Let's watch! World Citizens performances. Khusus untuk menyukseskan Let's play! Around the world in 80 minutes, MIC juga memfasilitasi semua peserta mulai dari penyediaan armada angkutan barang, ruang pertemuan, perekrutan tenaga sukarela, hingga pengadaan meja, kursi, papan display dan bahan-bahan pameran lainnya, seperti: kertas, spidol, doorprize, dll. Harapannya dalam waktu 80 menit para pengunjung dapat merasakan, melihat dan mencoba berbagai budaya di dunia. Serasa mengunjungi berbagai negara hanya dalam tempo 1 jam lebih sedikit. Kira-kira budaya Indonesia yang mana ya yang akan diperkenalkan kepada pengunjung ??? Mengingat panitia festival telah mengaturnya bahwa 1 permainan budaya maksimal hanya selama 5 menit.
Š Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
PPI EHIME
5
Adalah Kawai Takaaki, Tanaka Kentarou, Nakaya dan Kawamoto, 4 orang mahasiswa/i Jepang yang tertarik bergabung dengan Indonesia guna menyukseskan Around the World in 80 minutes! Sejak awal mereka secara sukarela dan bersemangat senantiasa membantu semua tahap persiapan hingga pelaksanaannya, termasuk membuat 200 bendera Indonesia dalam ukuran kecil. Pertemuan rutin telah dirancang setiap hari Sabtu siang mulai pertengahan November hingga Desember 2009.
Lancar dan sukses !!! Lebih dari 1200 pengunjung telah menghadiri festival internasional yang tahun ini diikuti oleh 22 negara, termasuk Indonesia. Demikian press release yang kami terima dari MIC. Para pengunjung terlihat sangat antusias dan memadati stand Indonesia. “Saya ingin mencoba pingsut,' begitu kata salah satu anak dari ratusan yang hadir dalam logat Jepangnya yang khas. Pingsut, yang bagi kita mungkin biasa saja atau bahkan dianggap tidak ada artinya ternyata mendapat sambutan yang sangat besar dari pengunjung festival yang umumnya masyarakat Jepang. Selain itu, ratusan doorprize yang telah disiapkan ternyata juga menarik keinginan pengunjung untuk berpartisipasi. Tersedia bendera Indonesia ukuran kecil, permen, sandal, kartu domino wayang, kartu pos nusantara, tali rambut, dll. Besar kemungkinan banjirnya pengunjung di stand Indonesia “Around the World in 80 minutes!” yang menampilkan permainan pingsut, congklak, dan quis tentang Indonesia, serta pakaian nasional batik memang berkat promosi dari TV Nankai Housou (channel 10). TV tersebut pada H-3 dan H-1, telah menayangkan sekilas tentang permainan “pingsut” dan beberapa permainan khas dari negara lain dalam rangka mempromosikan festival ini.
Dalam kegiatan lainnya, Let's eat and Look! Chikyu-jin Bazaar; PPI Aidai bekerja sama dengan Country Mix yang merupakan himpunan keluarga Indonesia-Jepang juga ikut berpartisipasi dengan sajian kuliner nusantara, seperti: tahu isi, kue lumpur dan sate ayam. Sementara itu, di panggung hiburan (Let's Watch! World Citizen Performance), dua mahasiswi Indonesia berkolaborasi dengan satu penari Jepang dan satu mahasiswi Ghana, Abena Frempong, juga unjuk tari-tarian.
Back to Daftar Isi
© Copyright PPI Jepang 2010
PPI HOKKAIDO
6 Temu Ilmiah ke-8 PPI Hokkaido
Pada tanggal 6 Februari 2010, PPI Hokkaido mengadakan “The 8th Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting” atau HISAS 8, yang dilangsungkan di Universitas Hokkaido. Berikut ini saduran bebas dari press release acara tersebut, bernomor No. 015/PPI-Hokkaido/HISAS/ii/2010 tanggal 1 Februari 2010 dan ditandatangani Ketua PPI Hokkaido Gun Gun Hidayat beserta Ketua Panitia HISAS 8, Erianto Indra Putra. Mahasiswa Indonesia yang belajar di Hokkaido tersebar di Sapporo, Hakodate, Obihiro, Tomakomai, Kushiro dan Muroran. Mengingat jumlah mahasiswa yang terus meningkat, PPI Hokkaido bertekad mendukung para mahasiswa Indonesia dan mendorong agar dapat memberikan kontribusi nyata dan terlibat secara aktif dalam pembangunan Indonesia. Untuk mewujudkan tekad tersebut, PPI Hokkaido mengadakan temu ilmiah tahunan di antara mahasiswa Indonesia di Hokkaido. Dengan temu ilmiah ini diharapkan adanya peningkatan kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah dengan mendapatkan pengetahuan dari berbagai bidang, dan untuk menyusun pendekatan yang terintegrasi dari berbagai bidang sehingga didapatkan solusi yang inovatif bagi pembangunan Indonesia. Penyelenggaraan tahun ini merupakan yang kedelapan, dengan dukungan penuh dari KBRI, Universitas Hokkaido dan perusahaan gas Hokkaido (Kita Gas) dan diadakan di ruang A-101 Fakultas Teknik Universitas Hokkaido, Sapporo. Acara dibuka oleh Wakil Duta Besar Indonesia untuk Jepang, bapak Ronny P. Yuliantoro disaksikan oleh Wakil Rektor Universitas Hokkaido, Profesor Takeo Hondoh beserta perwakilan dari Kita Gas, Onsen Hidataka. Bertemakan “Multi-Disciplinary Scientists as Indonesia Resources towards Society Welfare Equality and Environmental Sustainability”, acara ini mengundang empat pembicara kunci dari pemerintah Indonesia dan organisasi-organisasi internasional, satu pembicara dari Kita Gas, dan 19 pembawa makalah baik dari mahasiswa aktif maupun yang telah lulus atau peneliti. Para pembicara kunci berbagi pengalaman mereka dan cara pandang menyeluruh mengenai peran pendidikan tinggi bagi pembangunan Indonesia, tentang kepemimpinan dalam masalah lingkungan, konstelasi dan organisasi internasional mengenai persoalan hutan. Ke-19 pembicara lainnya berbagi pengetahuan yang didapat dan usulan penyelesaiannya yang mungkin berguna bagi kesejahteraan dan lingkungan hidup Indonesia, misalnya penelitian mengenai penyelamatan konservasi orangutan dan punahnya ikan coelacanth di Sulawesi, bagaimana mempergunakan keragaman alam Indonesia tidak hanya sebagai sumber pangan tapi juga untuk menjaga kesehatan, bagaimana mengendalikan bakteri, virus maupun serangga sebagai pengendali, pelacak dan penjelajah biologis, sistem peringatan dini untuk mencegah kerusakan lebih lanjut rumah, tanah dan hutan dari gempa, tsunami dan kebakaran, hingga penelitian mengenai motor diesel, media berpori dan sumber energi listrik alternatif. Semoga semua penelitian yang didapatkan bermanfaat bagi masyarakat dan sumber daya alam Indonesia, dan dapat menjadi solusi teraplikasikan yang sesuai dengan kebijakan dan peraturan pemerintah Indonesia, sehingga tantangan di masa depan dapat terjawab, tidak hanya untuk menjawab persoalan-persoalan lingkungan namun juga untuk meningkatkan kapasitas manusia Indonesia.
© Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
7
PPI Komsat Okinawa Guncangan Kecak di Indonesia-Okinawa Exchange Party 2010: Belajar Budaya dari Pandangan Orang
Every country has a unique culture which is different with each other. And most of all is how the people in their country appreciate and proud of their culture. Dapat dikatakan Jepang merupakan negara yang sukses mengimbangi antara kemodernan teknologi dengan sejarah kebudayaan. Begitu pun Indonesia, walaupun belum bisa dikatakan negara maju, namun orang Indonesia boleh bangga karena kebudayaannya sangat dihargai oleh bangsa lain. Keterikatan antara kebanggaan dan ketertarikan antara kebudayaan ini mengikatkan Indonesia menjalin suatu persahabatan dengan Okinawa, pulau bagian selatan di Jepang. Persatuan Persahabatan Okinawa-Indonesia (PPOI) terbentuk pertama kali tahun 1986 dengan latar belakang atas keinginan orang-orang Okinawa yang ingin menjalin persahabatan dengan orang Indonesia yang berada di Okinawa. PPOI diketuai oleh Dr. Moriki Nishihira (berprofesi sebagai dokter dan pemilik Nishihira Clinic, Okinawa) sejak awal terbentuknya hingga saat ini. 沖縄インドネシア大交流会 atau Okinawa-Indonesia Exchange Party (OIEP) merupakan event tahunan yang dapat dijadikan wadah untuk mengakrabkan tali silaturahmi antara kedua negara. Event ini setiap tahunnya diprakarsai langsung oleh PPOI dan PPI Komisariat Okinawa. Pada tahun ini, OIEP dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 2010 dan diadakan di Haebaru Town Hall, 689 Kanegusuku, Haebaru, Okinawa. Ini merupakan event ke-6 sejak tahun 2004 yang melibatkan undangan sekitar 350 orang. Event kali ini terasa berbeda dengan datangnya 4 orang perwakilan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Jepang ke Okinawa yaitu Roni P. Yuliantoro (Wakil Duta Besar RI Untuk Jepang), Ardi Hermawan (Koordinator Fungsi Politik), Amir R. Harahap ( Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler), dan Ahmad Sigit Sigit D. (Atase Perindustrian). Kedatangan perwakilan kedubes yang merupakan kali pertama ini, tidak saja membuat meriah acara namun juga membuat kebanggan sendiri terhadap orang Indonesia yang ada di tempat tersebut. Di awal detik pertama diadakan sambutan dari berbagai wakil yaitu perwakilan-perwakilan dari pemerintah Kota Haebaru, Dubes RI (diwakili oleh Bapak Rony P. Yuliantoro), PPOI, dan tentu saja PPI Komisariat Okinawa (Armid Alrum). Dalam interview singkat, Nishihira dengan tatanan Bahasa Indonesia yang masih rapi mengatakan, “ saya senang bisa berkenalan dengan orang Indonesia. Orang Indonesia ramah dan kebudayaannya unik. Dalam acara ini, saya bisa bicara dan bertemu banyak orang Indonesia”. Image ramahnya orang Indonesia melekat dalam mainset Nishihira yang pernah tinggal bertahun-tahun di Indonesia. Dengan senyum berseri-seri, pria jepang ini terlihat begitu sangat
Back to Daftar Isi
© Copyright PPI Jepang 2010
PPI Komsat Okinawa
8
puas terhadap banyaknya undangan yang datang pada acara tersebut. Setelah berbagai acara penyambutan, akhirnya acara puncak pun dimulai yaitu tampilnya berbagai macam pertunjukkan kebudayaan Indonesia dan mencicipi makanan khas Indonesia. Makanan Indonesia merupakan target yang dicari karena rasa yang unik dengan berbagai macam rempah. Mulai dari nasi kuning komplit, sate, soto, tongseng, lumpia semarang, nasi goreng, gado-gado, pepes, bakso, dll. Bagi orang Indonesia yang datang ke acara ini bisa menghilangkan sedikit kerinduan akan cita rasa masakan Indonesia yang tidak ada di Jepang. Sedangkan untuk orang Jepang sendiri, mereka akan mengucapkan “お い し か っ た (rasanya enak, red.)” dengan mengacungkan jempol. Tidak dalam hitungan jam semua makanan habis dicicipi oleh para undangan. Selain itu ada pula door prize yang merebutkan tiket pesawat Okinawa, Jepang Bali, Indonesia untuk 1 orang yang disponsori oleh penerbangan Garuda Indonesia dan berbagai hadiah menarik lain. Selagi mencicipi makanan, undangan juga bisa melihat permainan gamelan Indonesia. Walaupun dengan peralatan yang tidak selengkap aslinya, namun dapat menghidupkan atmosfer daerah jawa ini. Kemudian ada pula nyanyian dangdut “ Wulan Merindu” yang dibawakan dengan apik oleh lantunan piano, tak lupa lagu daerah Bengawan Solo yang terkenal di kalangan orang tua Jepang. Mereka pun ikut melantun lagi ini sebagai flashback ketika tinggal di Indonesia. Selain itu, terdapat pula pertunjukkan karate. Pertunjukkan budaya tersebut tak cukup hanya sampai situ. Seperi kata pepatah “ Save the best for the last”, ini juga yang terjadi pada akhir pertunjukkan yaitu adanya tarian Kecak, Bali, yang dibawakan oleh perkumpulan orang Bali, Okinawa. Nyanyian penuh semangat “cak..cak…cak...” membuat hening seketika dan menyedot perhatian semua undangan. Tarian semakin ramai ketika tibatiba muncul penari dengan lakon jahat di tengah kerumunan penonton. Tarian yang berlangsung kurang lebih 10 menit ini membuat banyak decakan kagum tak henti hingga akhir acara. Dengan acara ini, sepatutnya bukan saja membuat rasa bangga namun juga menumbuhkan rasa nasionalisme atau sense of belonging terhadap kebudayaan sendiri di negeri orang. Ironis memang dan entah harus senang ataupun sedih. Di saat satu sisi banyak orang Indonesia yang mulai melupakan nilai budayanya, di sisi lain budaya kita justru dihargai. Dengan adanya persahabatan antara kedua negara yang telah terjalin diharapkan kita bisa belajar bagaimana menghargai dan mempertahankan identitas budaya bangsa dari pandangan orang. Jika orang lain saja bisa menghargai, kenapa kita tidak?! (nayna) Penulis: Nina Nurmayanti (anggota PPI Komisariat Okinawa) Status: URSEP Student 2009-2010 (URSEP = University of the Ryukyus Short Exchange Program)
© Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
9
PPI Jepang Milestone Perjalanan PPI Jepang 2009-2010 Cawu Pertama
Assalamu'alaikum Wr.Wb., Kepada rekan-rekan PPIJ yang kami hormati, Kurang lebih 4 bulan sudah berjalan semenjak kepengurusan PPI Jepang 2009-2010 memulai menjalankan roda organisasinya Berbagai hal telah dihadapi oleh pengurus, baik susah ataupun mudah, baik suka ataupun duka. Semua ditemui dan dijalani dengan penuh komitmen dan kegigihan yang dilandasi dengan semangat melayani. Problem, masalah, ataupun hambatan tidak jarang menjumpai kepengurusan 2009-2010 dalam usahanya memperbaiki segala aspek keorganisasian PPI Jepang. Ada beberapa yang berhasil diselesaikan, tapi ada juga yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi kepengurusan 2009-2010. Rekan sekalian, izinkanlah kami pengurus 2009-2010 sedikit berbagi cerita mengenai apa-apa saja yang sudah, sedang, dan akan terjadi di kepengurusan kabinet pelayan PPIJ 2009-2010 ini. Silakan lihat di Link ini Http://ppijepang.org/file/Milestone_Perjalanan_PPI_Jepang_untuk_bangsa.pdf Beberapa pencapaian berhasil diraih dengan sukses oleh tim ini. Walau harus diakui di sisi lain masih terdapat berbagai kekurangan yang perlu diperbaiki di sisa waktu 8 bulan kepengurusan. Kami mengajak kepada rekan-rekan sekalian untuk tetap berpartisipasi aktif dan berkoordinasi secara kooperatif dalam upaya dan usaha perbaikan organisasi kita tercinta ini. Kami sadar, bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dalam 4 bulan kepengurusan ini. Saran, kritik, dan masukan dari rekan-rekan semua sangat kami harapkan guna terus meneruskan perbaikan2, demi PPI Jepang yang lebih baik.. Silakan kirimkan ide rekan-rekan ke pengurus@ppijepang.org. Terakhir, kembali kami berikrar, dengan semangat melayani kami akan tetap terus bekerja keras dan berupaya sungguh-sungguh sebagai ikhitar kami dalam membangun PPI Jepang yang semakin bermanfaat bagi anggota dan tanah air Indonesia. “Karena melayani adalah ibadah� Wasssalam, Atas nama teman-teman Pengurus PPIJ 2009-2010 Mochamad Asri Sekretaris Umum PPIJ
Back to Daftar Isi
Š Copyright PPI Jepang 2010
Diskusi Bersama
10
Selayang pandang diskusi bersama Rektor ITB, Prof. Dr. Akhmaloka
Seperti kita ketahui bersama, salah satu upaya strategis dalam proses peningkatkan daya saing bangsa adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Namun disisi lain, kompleksitas permasalahan bangsa Indonesia, menyusul proses reformasi di segala bidang, serta carut-marutnya pelaksanaan program kerja pemerintah, membuat Indonesia menghadapi banyak permasalahan tak terkecuali di sektor pendidikan dalam mewujudkan cita-cita luhur untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu PPI Jepang bekerjasama dengan ACIKITA, lembaga non-profit yang bergerak dibidang pendidikan, ekonomi, dan sosial, melakukan diskusi bersama Rektor ITB, Bapak Prof. Dr. Akhmaloka, di sekretariat ACIKITA, Tokyo, Japan, dengan mengangkat tema pendidikan. Acara yang dilaksanakan pada hari Kamis 26 Februari 2010 ini dimoderatori oleh penulis, Yudi Azis (Dewan penasehat ketua untuk Komite Kajian Strategis, PPI Jepang), yang juga dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai universitas antara lain Tokyo Institute of Technology, Tokyo Metropolitan University, Nagaoka University of Technology, Keio University, dan Tokyo University of Science. Para peserta diskusi ini terdiri dari berbagai jenjang pendidikan baik S1, S2, maupun S3. Acara ini juga disiarkan secara online melalui radio PPI Jepang. Sebagai pemapar pertama, Dr. Jumiati, Ketua umum ACIKITA menyampaikan arah dan bentuk nyata sumbangsih ACIKITA dalam mewujudkan kepeduliannya terhadap peningkatan pendidikan putra bangsa. ACIKITA yang didirikan semenjak 4 tahun yang lalu, telah menerbikan tujuh buah buku. Buku terakhirnya yang berjudul Anak-anak multibahasa telah dilaunching bersama Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Wibowo, belum lama ini. Acara kedua di isi oleh Prof. Akhmaloka yang mengambil tema �ITB sebagai universitas riset dan inovasi�, yang memaparkan tentang arah, tantangan, dan strategi empat tahun kedepan, terhitung mulai dilantiknya beliau sebagai Rektor ITB bulan Januari yang lalu. Dari Paparan Prof. Akhmaloka, dapat disimpulkan setidaknya ada tiga tantangan utama yang dihadapi ITB sebagai institusi pendidikan ternama di Indonesia dan yang juga dihadapi oleh pendidikan tinggi pada umumnya. Ketiga hal tersebut yaitu: (1) Rendahnya publikasi International. Saat ini, jumlah kontribusi publikasi ilmiah oleh para Professor ITB pertahunnya baru 0.75 publikasi/orang, sedangkan empat tahun ke depan diharapkan setidaknya 3 publikasi/orang pertahunnya. Solusi yang dilakukan adalah dengan memberikan tambahan insentif bagi professor setidaknya sebesar 10 juta perbulan, namun dengan imbal balik peningkatan jumlah publikasi international. Khusus bagi professor di bidang seni rupa, karena karakteristiknya yang unik, maka bentuknya adalah kreasi international, misalnya karya-karya yang dipamerkan dalam level international. Solusi ini memiliki sisi strategis, mengingat para Professor itu secara prinsip sudah tidak membutuhkan publikasi lagi untuk kenaikan pangkat karena pangkatnya sudah teratas. Padahal disisi
Š Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
11
Diskusi Bersama
lain, para professor ini adalah frontier atau garda terdepan bagi pengembangan keilmuan. Oleh karena itu, dengan adanya tambahan insentif ini, diharapkan akan meningkatkan gairah melakukan publikasi ilmiah internasional. Walaupun financial reward bukanlah satu-satunya alat motivasi, namun ini adalah wujud nyata komitmen pimpinan perguruan tinggi dalam upaya peningkatan jumlah publikasi ilmiah internasional. (2) Kurangnya sinergitas dengan Industri. Hal ini dikarenakan mayoritas industri di Indonesia belum maju. Salah satu sebab yang dikemukakan oleh Prof. Akhmaloka adalah tidak dilakukannya riset-riset di Indonesia oleh perusahaanperusahaan multinasional yang berada di Indonesia. Solusi yang disampaikan oleh beliau adalah pengembangkan riset yang berbasis pada keunggulan comparative advantage bangsa, misalnya riset berbasis kekayaan botani, gunung merapi, rumah tahan gempa dari bambu, dan lain-lain. Selain itu, belajar dari cara masyarakat ilmiah di Jepang, misalnya Japan Union Scientific and Engineering (JUSE) yang melakukan penelitian dan konsultasi terpadu serta berkelanjutan pada perusahaan-perusahaan Jepang dengan menggunakan konsep Total Quality Management (TQM). Bentuk kerjasama ini, output akhirnya bukan hanya sekedar laporan di atas kertas, namun lebih jauh lagi sampai terlihat hasil nyata sebagai outcome dari proses konsultasi dan risetnya. Misalnya dilihat dari peningkatan nyata pada indikator keuangannya (profit, sales, return on investment, harga saham, dll) dan juga peningkatan kepuasan konsumennya (peningkatan market share, penurunan customer complaint, dll). Lebih dari itu, setiap tahunnya, perusahaan-perusahaan yang berhasil mencapai target yang ditetapkan diberi penghargaan yang diberi nama Deming Application Prize dan Japan Quality Medal. Penghargaan ini merupakan wujud apresiasi dan alat motivasi bagi perusahaan lainnya untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas. Feedback positifnya bagi dunia keilmuan juga tidak kalah tinggi, yaitu adanya lesson learned dari studi kasus nyata sebagai bagian dari knowledge management, sehingga terjadi akumulasi knowledge dari waktu ke waktu. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip mendasar di perusahaan jepang yaitu continuous improvement, sehingga bisa mewujudkan sustainable innovation. (3) Rendahnya kuota mahasiswa. Setiap tahunnya, kuota penerimaan mahasiswa S1 ITB hanya 3000 orang. Jumlah mahasiswa yang dapat belajar di pendidikan tinggi menjadi salah satu kata kunci bagi akselerasi peningkatan kualitas sumber daya insani di Indonesia, mengingat besarnya populasi penduduk Indonesia saat ini yaitu sekitar 230 juta orang. Disatu sisi student body ITB sebanyak 17.000, yang terbagi kedalam 13.000 mahasiswa S1 dan 4.000 mahasiswa post graduate. Jumlah dosen ITB saat ini sebanyak 1.050 orang, dimana 800 orang merupakan doktor. Saat ini, ITB juga mengembangkan lab-labnya di kota lain misalnya di kota Bekasi. Sedangkan kedepan akan dikembangkan kampus baru di Jatinangor, di kota pendidikan Jawa Barat, yang telah disediakan lahan sebanyak 50 ha oleh pemerintah provinsi Jawa Barat. ITB, juga menjadi pembina dibanyak perguruan tinggi di kampus-kampus lainnya se-Indonesia. Pemerintah sudah bersedia untuk memberikan dana, lahan, dan bangunan. Namun sejalan dengan itu, perlu juga disiapkan aspek lainnya terutama dosen, lab, kurikulum, serta aspek teknis lainnya. Lebih jauh lagi khususnya pesan bagi para pelajar di luar negeri, belajarlah yang baik dan jika sudah selesai, janganlah khawatir dan takut untuk kembali pulang ke tanah air. Hal ini juga dialami oleh Prof. Akhmaloka pada saat beliau menyelesaikan studi doktornya di University of Kent, Inggris. Beliau menegaskan masih banyak peluang terbuka di tanah air yang menanti putra-putri terbaiknya untuk membangun dan membenahi berbagai masalah di bumi pertiwi, demi Indonesia yang lebih baik. Tokyo, 26 Februari 2010 Yudi Azis Graduate School of Innovation Management Tokyo Institute of Technology
Back to Daftar Isi
Š Copyright PPI Jepang 2010
Selayang Pandang
12
Selayang pandang diskusi bersama Prof. Ginandjar Kartasasmita Diskusi dengan Prof. Ginandjar ini diawali dengan melanjutkan jawaban atas pertanyaan yang penulis (Yudi Azis) ajukan pada seminar Japindo di gedung ASEAN shimbashi, Tokyo Japan, (15 Feb 2010). Waktu itu karena keterbatasan waktu, hanya dua partisipan saja yang bisa mengajukan pertanyaan. Pertanyaan pertama yang penulis ajukan adalah mengenai data kemiskinan di Indonesia dan definisi yang dipakai, sedangkan pertanyaan kedua adalah mengenai kerjasama dengan luar negeri yang lebih menguntungkan investor asing, sehingga negara Indonesia hanya mendapatkan sedikit sekali manfaat dan keuntungan dari total keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan tersebut. Logikanya sederhana, investasi asing tidak mungkin pro rakyat, karena bisnis adalah bisnis (meminjam istilah dari Prof Ginandjar). Pejabat kita, dengan mudahnya terkena bujuk rayu pada saat negosiasi, entah di iming-imingi dengan apa, sehingga akhirnya menyetujui kerjasama dengan investor asing yang pada akhirnya lebih banyak merugikan negara. Waktu itu saya mengambil contoh kasus Freepor Diskusi dilaksanakan di KBRI Tokyo, pada hari rabu (17 Feb 2010), yang dibuka dengan sambutan oleh penulis sebagai perwakilan dan sambutan oleh Wakil Dubes RI untuk Jepang, Bpk Ronny P. Yuliantoro, yang disaksikan juga oleh atase pendidikan, Prof. Dr. Edison Munaf dan atase lainnya, serta diikuti oleh peserta seminar dari beragam universitas antara lain Tokodai, Nokodai, Nodai, Hitotshubashi Univ, Waseda Univ, Keio Univ, YMU, Tokyo City Univ, Chiba Univ, Grips, juga peserta dari lembaga lainnya misalnya JAEA dan Japan Inst of International Affairs. Dalam diskusi ini disebutkan bahwa rakyat Indonesia yang benar-benar miskin adalah 35 juta orang (tahun 2008) sedangkan rakyat yang riskan untuk menjadi miskin sebanyak 100.7 juta orang (tahun 2008). Jika dibandingkan dengan penduduk kota Singapura yang berjumlah 5 jutaan, maka ada 20 negara sebesar singapura ini yang penduduknya rentan miskin. Padahal disisi lain, seperti yang beliau katakan, negara kita adalah negara kaya, yang hampir memiliki semuanya, ada emasnya, migasnya, tembaganya, penduduknya yang besar, yang mana negara lain umumnya hanya memiliki salah satu comparative advantage tersebut. Ini ironis sekali, yaitu �negaranya kaya padahal rakyatnya miskin�!. Lalu mengapa hal tersebut sampai terjadi? apa akar masalahnya? Menurut penulis setidaknya ada dua akar masalah yang bisa ditangkap dari paparan beliau, yang sayangnya tidak bisa dikonfirmasi lebih jauh pada acara diskusi kali ini, untuk mengakomodir pertanyaan dari peserta lain yang sangat antusias. Dua akar masalah dan juga solusi yang penulis tawarkan, antara lain: 1. Mismanagement: Contohnya kasus PLN. Seperti bisa kita simak bersama wawancara dengan Bapak Dahlan Iskan di youtube (http://www. youtube.com/ watch?v=WPnysG1z VMg&feature=related) , bahwa ada pemborosan 15 Triliun pertahunnya akibat PLN menggunakan minyak sebagai bahan bakarnya, dibandingkan jika menggunakan gas. Dan ini sudah berlangsung lama sekali. Bayangkan berapa kerugian yang dialami, sekian tahun kali 15 Triliun/tahunnya. Dan setelah akar masalah ini diketahui, ternyata gas yang cadangannya tinggal 60 tahun ke depan ini (lebih kurang 187 Triliun kubik), tidak bisa dipakai oleh PLN setidaknya sampai 2015, karena sudah terikat kontrak dengan pihak lain!. Saya rasa salah satu solusinya adalah menambah kapasitas produksi saat ini yang dikatakan baru 2.77 Triliun kubik pertahunnya, dengan catatan digunakan untuk memasok ke PLN. Peningkatan produktivitas ini, juga bisa meningkatkan lapangan pekerjaan. Dan yang lebih penting lagi, pasarnya sudah pasti, artinya sudah pasti ada yang membutuhkan dan sanggup membeli, yaitu PLN. Lebih jauh lagi, kalau ini adalah fenomena gunung es, maka masih banyak BUMN-BUMN lainnya yang mungkin salah urus (mismanagement) , karena kebijakan yang diambilnya tidak tepat, BUMN lainnya PT. Pertamina, Aneka tambang, PT Timah, PT PGN, Semen Gresik, Krakatau steel, Indo Farma, Kimia Farma, dll. bisa dibayangkan, berapa potential lost yang akhirnya merugikan negara. Belajar dari pemilihan Bapak Dahlan Iskan, ada baiknya direktur utama dipilih dari luar perusahaan. Hal yang sama juga banyak dilakukan oleh beberapa perusahaan multinasional. Misalnya, James McNerney (CEO 3M) dan Larry Bossidy (menjadi CEO Allied signal) yang keduanya berasal dari
Š Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
13
Selayang Pandang
General Electric (GE), yang akhirnya terbukti dikemudian hari berhasil melakukan penghematan besarbesaran dan meningkatkan produktivitas dengan melakukan inovasi pada tata kelola perusahaannya dengan menerapkan strategi Six Sigma. Namun esensinya adalah pilihlah CEO/direktur utama yang kompeten (skill, knowledge, dan attitude) yang unggul yang tidak perlu dipusingkan apakah dia dari dalam atau dari luar perusahaan. 2. Kerjasama yang merugikan. Kebijakan kerjasama dengan investor asing tidak menguntungkan bagi negara. Saya ingat buku yang berjudul Economic Hit Man, karya John Perkins (2004) yang mengatakan tentang tujuan dan agenda tersembunyi dibalik bantuan luar negeri dan kerjasama-kerjasama lainnya. Oleh karena itu, kita perlu mengkaji kembali kontrak kerjasama ini, dan perlu lebih hati-hati lagi kedepannya. Hal ini juga sejalan dengan pandangan dari Prof. Ginandjar, khususnya kerjasama dengan pihak barat dan negara China. Penulis ingin sekali melakukan konfirmasi dan mengklarifikasi secara langsung kepada beliau mengenai kasus Freeport, karena kebetulan kontrak kerjasamanya telah diperpanjang, dan beliau terlibat langsung. (http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/03/tgl/02/time/142748/idnews/5513 11/idkanal/10). Sayangnya, walaupun sudah mengangkat tangan berkali-kali, tapi kesempatan itu belum berpihak kepada saya saat itu (belum rezeki). Lebih jauh lagi, memang masalah negara kita sangat kompleks dan banyak sekali, terlebih lagi di usianya yang masih muda ini (seperti Prof Ginandjar bandingkan dengan Jepang semenjak restorasi Meiji), sehingga tidak mungkin dalam diskusi kurang dari 2 jam semua masalah diungkapkan, dianalisis, dan dicarikan solusinya. Pesan moral yang tidak kalah penting dalam diskusi ini adalah bahwa pelajar di luar negeri, sebagai salah satu putra terbaik bangsa perlu membangun dan menguatkan kesadaran serta rasa keprihatinan dan kepedulian sebagai anak bangsa terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh bumi pertiwi. Sehingga mereka-mereka yang punya kesempatan lebih dalam menuntut ilmu, perlu serius untuk belajar karena PR (Pekerjaan Rumah) kita masih banyak, dan kedepannya bersamasama bahu membahu membangun bangsa, demi Indonesia yang lebih baik. Tokyo, 19 Februari 2010. Yudi Azis Graduate School of Innovation Management Tokyo Institute of Technology
Back to Daftar Isi
Š Copyright PPI Jepang 2010
PPI Sendai
14 Tim Saman PPI Sendai Beraksi di Tagajou Matsuri
Pada tanggal 27 Februari 2010, Tim Saman PPI Sendai unjuk kebolehan dalam Tagajou International Exchange Festival ke-11 di kota Tagajou, dekat kota Sendai, provinsi Miyagi. Terakhir kali PPI Sendai berpartisipasi di festival tersebut pada tahun 2008 dengan tim angklungnya, dan tahun ini digantikan oleh tim tari saman yang beranggota inti 9 orang: Adam, Alfian, Ardy, Aunuddin, Denny, Fajar, Ryzky, Titi Anggono (ketua PPI Sendai) dan Zahrul. Festival tahunan yang juga diikuti oleh tim dari negara Vietnam, Jamaika, Afrika Selatan dan Mongolia selain tentu saja tuan rumah Jepang, adalah sekaligus perpisahan dengan pak Ardy, yang pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan program post-doctoral di Universitas Tohoku. Selamat jalan dan selamat berkarya!
Tim Saman PPI Sendai: Aunuddin, Alfian, Denny, Zahrul Adam, Titi, Ardy, Fajar, dan Ryzky.
Š Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
15
Berita Duka Berpulangnya Anak dari anggota PPI Jepang.
Assalamualaikum Wr Wb Innalillahi wa inna ilahi raji'un. Telah berpulang ke rahmatullah calon anak ketiga (berusia 9 bulan dikandungan) dari Muhammad Agung Bramantya( PPI Keio) telah menghadap keharibaan Ilahi pada tanggal 12 Maret 2010. PPI Jepang, mengucapkan belasungkawa yg sebesar-besarnya kepada Muhammad Agung Bramantya dan keluarga atas cobaan ini. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik bagi almarhum, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran.
Back to Daftar Isi
Š Copyright PPI Jepang 2010
Democracies that lack liberty
16
Democracies that lack liberty BEPPU, Oita Pref. — Around the world, our generation is witnessing the three Ds: deregulation, decentralization and, ultimately, democratization. The export of democracy is no doubt one of the most important items on the Western foreign policy agenda. Nevertheless, the effort seems to bring more failures than successes. Why is that? To the Western mind, liberty and democracy are two sides of the same coin. Without liberty, there can be no democracy, and vice versa. However, in non-Western societies, this is not always true. Just pick an Asian country at random and we find anomalies in democratic practice by the Western point of view. News commentator Fareed Zakaria calls this phenomenon "illiberal democracy," a mixture of authoritarian and conservative practices under the framework of electoral, democratic politics. That's why strong guys remain powerful in some countries, such as Vladimir Putin in Russia and Lee Kuan Yew in Singapore. The Islamic world provides many examples of these illiberal practices. Go to Egypt and you'll see how President Hosni Mubarak and his comrades put so much effort in getting rid of the Muslim Brotherhood. Go to Indonesia and you'll see how corruption is still rampant and how political Islam and local vigilantes work together in harmony to form the so-called unholy alliance. From those examples, there is one common similarity: the lack or absence of some aspects of civil and political liberty. Elections and change of political leadership may take place, but the ones who take governmental positions are far from democratic in attitude. Populist autocrats use the democratic mechanism to win political positions and legitimacy from the people. In reality, they aren't democrats at all. Once they get into power, they abuse it, implement illiberal policies and, even worse, try to get rid of their adversaries. This is exactly what happened after the breakdown of Yugoslavia. Extreme nationalists, filled with hatred toward one other, got elected in Serbia, which later tried to wipe out the Kosovar Albanian population. In newly democratized Indonesia, we see how Islamic fundamentalist groups misuse the principle of free speech in a democratic society, attacking dissenting opinions while trying to promote an intolerant agenda toward "the other." Responding to this phenomenon, we know that the existence of liberty is the necessary element for democracy. In Zakaria's words, without constitutional liberalism, the rule of law, protection of property and respect for others, it is difficult to build a fully functioning democracy. Western policymakers often forget that to build a democratic society, we need more than an election. Instead of fixing the economy, ensuring the rule of law and protecting minorities, they straightaway jump to organizing elections. It is true that an election is probably the most visible indicator of a democratic society, but most of us don't want to see the electoral process end up in a "mobocracy" due to the absence of supportive cultural values for democracy. We see the answer to this problem in the Western philosophy of Tocqueville and Machiavelli: Unregulated democracy will undermine people's liberty. Under republican principles, citizens are free when they follow the law. If there is no law, there will be no liberty. Liberal democracy requires the active participation of law-abiding citizens in the political process. This translates not only into rule of the majority but also into respect toward minorities. Another important aspect in sustaining democratic politics is justice. This is what Noam Chomsky means when he criticizes the gap between rich and poor citizens in the United States. In Chomskian terms, the economic structure is not democratic. John Rawls also gives the same argument, saying that when certain rules and regulations are not in the line with the public perception of justice values, they should not be called regulations. The Chomskian and Rawlsian mantra of justice provides the solution to how democratic society should work. When economic disparity widens, the state should be prepared to do something about it. Thus, in order to "export" and implement democracy, elections and parties alone won't do. We need effective and
Š Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
17
Democracies that lack liberty
efficient institutions, sound public policy, fair laws and regulations, and, above all, a culture of liberty and justice. In the context of non-Western societies, that's why it is important to have liberty and equality before democracy. Radical deregulation and decentralization might not be the best answer for transforming society. That does not mean the three Ds should be discouraged, but that the much wiser option is to implement a gradual-type of political reform. Western decision makers should take this principle to heart. The failure of Western ways in the Middle East is a clear example of ill-preparation for the democratization project. Values come first, followed by structures. If we stick to the same old approach, it's very likely that we will see another Afghanistan or Pakistan in the near future. Iqra Anugrah, a third-year student at the College of Asia Pacific Studies, Ritsumeikan Asia Pacific University, sits on the advisory board for the Strategic Studies Committee of Indonesian Students' Association in Japan. The views expressed here are his own and do not necessarily represent the views of his organization. Sources: http://search.japantimes.co.jp/cgi-bin/eo20100222a1.html
Back to Daftar Isi
Š Copyright PPI Jepang 2010
Press Release
18 Press Release PPI Jepang Chapter Kanto
WNI Lulusan Jepang Diharapkan Berkontribusi untuk Indonesia
Tokyo--Dalam kesempatan selamatan wisudawan pelajar Jepang yang diselenggarakan Persatuan Pelajar Indonesia, Profesor Edison Munaf (Atase Pendidikan KBRI Jepang) menyampaikan pandangannya bahwa para mahasiswa lulusan Jepang harus senantiasa membawa nama baik Indonesia. Lebih lanjut, Professor Edison juga menekankan pentingnya para ilmuwan muda tersebut untuk selalu berkontribusi untuk negara. Sudah menjadi rahasia umum bahwa WNI lulusan Jepang lebih memilih bekerja di perguruan tinggi dan lembaga riset baik di Jepang maupun lembaga riset asing di luar negeri. WNI lulusan Jepang umumnya tampil berprestasi. Tengok saja profil Nasrul Perdana. Nasrul yang tengah berbahagia karena berhasil menyelesaikan program masternya, merupakan lulusan terbaik dari Tokyo University of Agriculture. Jejaka kelahiran Bogor ini pun tampak bersemangat ketika menceritakan kisah suksesnya sembari menyemangati para adik kelasnya. Kesuksesan pelajar Indonesia yang tengah belajar di Jepang juga bisa dilihat dari sosok Ihsanul Afdi Yunaz. Ihsan, begitu ia biasa dipanggil, menyelesaikan program doktoralnya di Tokyo Institute of Technology dalam tempo yang teramat singkat, satu setengah tahun. Doktor lulusan Jepang ini kini dipercaya oleh profesornya untuk membantu pengembangan teknologi tenaga surya. Dalam kesempatan yang sama, General Manager BNI Tokyo Firman Wibowo menuturkan bahwa perbankan nasional akan mendukung dan bersinergi dengan para ilmuwan muda lulusan Jepang dalam mendanai riset-riset mereka sepanjang memiliki nilai tambah untuk kemajuan bangsa. Acara sarasehan ini akhirnya ditutup oleh perkataan Professor Edison mengenai berakhirnya era brain drain dan munculnya era brain circulation, sehingga yang paling penting adalah bukan di mana para lulusan ini bertempat tetapi bagaimana mereka tetap setia kepada bumi pertiwi dengan tidak merubah status kewarganegaraannya. Review by Fithra Faisal Hastiadi
Š Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
19
Press Release
Congratulations Back to Daftar Isi
Š Copyright PPI Jepang 2010
Pergantian Kepengurusan
20
Pergantian Kepengurusan PPI di beberapa daerah Beberapa PPI Komsat dan Korda telah berhasil melakukan regenerasi kepengurusan. Diantaranya : PPI Gifu Ketua Lama : Siswoyo Ketua Baru : Denny Helard PPI Fukuoka Ketua Lama : Ketua Baru :
Yul Martin Hari Hendarto
PPI Nagoya Ketua Lama Ketua Baru
Faisal Artjan Teguh Dartanto
: :
PPI Yamaguchi Ketua Baru :
I Gede Hendrawan
PPI Sapporo Ketua Lama : Ketua Baru :
Refi Ikhtiari Effendi
PPI Hokkaido Ketua Lama : Ketua Baru :
Gun-Gun Hidayat Refi Ikhtiari
PPI Jepang mengucapkan selamat kepada para ketua terpilih. Semoga senantiasa semangat dan sabar dalam mengemban amanah baru ini. Kepada para Ketua sebelumnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas jasa dan pengabdiannya selama ini di PPI setempat. Semoga semua jerih payah bisa menjadi amal yang berlipat.
Š Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
21
Seminar of Indonesia di APU APU Students and RCAPS conduct the "Seminar of Indonesia�
On Saturday, February 6, 2010, the "Seminar of Indonesia" RCAPS* Seminar was held under the theme "Observing Today's Indonesia, a Projection into The Future". Organized primarily by APU students, this seminar invited prominent scholars of Indonesian studies to engage in a panel discussion on the future of Indonesia including Professor at the Waseda University Faculty of International Liberal Studies, Director of the Clinical Education and Science Research Institute, Dr. Ken Kawan Soetanto. This seminar was organized by the APU Indonesian Society (APU Ina) in collaboration with the Indonesian Student Association in Japan (PPIJ) and RCAPS. Former APU president, Professor Monte CASSIM opened the proceedings as he shared his experiences of working in Indonesia with the United Nations Centre for Regional Development (UNCRD). Following the opening address, holder of four PhDs from prominent Japanese universities Dr. Soetanto then inspired the audience with a passionate keynote speech under the title "Because Of You The World is Difference" which focused on the importance of education in Indonesia's future development. Dr. Soetanto then gave the audience a few words of advice, "Never forget to set yourself goals and remember that our combined efforts can change Indonesia for the better". The seminar then continued with a panel discussion by Associate Professor at the Kyoto University Center for Southeast Asian Studies, Masaaki OKAMOTO and Kyushu International University Associate Professor Satomi OGATA. The lively discussion looked at a range of issues such as the balance of power in Indonesian politics and the empowerment of females in Islamic Indonesia. Looking back on the event, seminar organisation team representative Iqra Anugrah (APS3, Indonesia) said,"We were glad to see so many students, faculty members and other elements of the APU community from Indonesia and around the world actively participate in this seminar. We hope that this kind of event serves as a stepping stone toward further student-initiated academic activities at APU." *The Ritsumeikan Center for Asia Pacific Studies (RCAPS) was established in July 1996 with a mission to promote and foster research into the multifaceted developments and challenges that face the Asia Pacific region in the 21st Century. RCAPS seminars are held regularly at which lecturers from both on and off-campus are invited to share research findings in the field of Asia Pacific Studies. Reporter, Student Press Assistant, Virgi Agita Sari (APM3, Indonesia) Source: http://www.apu.ac.jp/home/modules/news/article.php?storyid=1628
Back to Daftar Isi
Š Copyright PPI Jepang 2010
PPI Ehime
22 Sehari Bersama Indonesia PPI Ehime
Š Copyright PPI Jepang 2010
Back to Daftar Isi
23
Kritik dan Saran
Kritik dan Saran Saran, Kritik, dan Isi Berita Kami sebagai Tim Redaksi Buletin PPI-Jepang sangat mengharapkan saran ataupun kritik dari para pembaca untuk memperbaiki kualitas buletin ini. Silahkan kirimkan langsung melalui email ke pengurus@ppijepang.org. Selain itu, kami juga menerima berbagai berita tentang kegiatan anggota PPI-Jepang di mana pun berada. Kami berharap dengan saling menginformasikan kegiatan masing-masing, bisa menjadi bahan masukan untuk rekan-rekan yang lainnya. Selain itu, media ini juga bermanfaat untuk mempererat tali silaturahmi di antara anggota PPI-Jepang dari ujung utara, Hokkaido, sampai ujung selatan, Okinawa. Demi PPI-Jepang yang lebih baik!
Back to Daftar Isi
Š Copyright PPI Jepang 2010
Presented by
Š Copyright PPI Jepang 2010