Majalah Interaksi PPI Jepang - Spring Edition 2020

Page 1

INTERAKSI NTERAKSI INTERAKSI INTERAKSI          2020 Spring Edition Majalah INTERAKSI  PPI Jepang

gdidiJepang Jepang

PPI

Majalah Persatuan Pelajar Indonesia Persatuan Pelajar Indonesia Majalah Pelajar Majalah Persatuan PelajarIndonesia Indonesia di Jepang Persatuan


Tim Penyusun Penanggung Jawab : Elza Firdiani Sofia (Ketua PPIJ) Alifia Masitha Dewi (Kabiro Kominfo)

Redaktur : Ardhiani Kurnia Hidayanti Ni Luh Bayu Purwa Eka Payani

Desain Kreatif: Cendikia Luthfita Putri Shadeeqa Purnajaya Muhammad Akhdan Fadhilah Pramesti Istiandari

Humas & Publikasi: Nadia Sekar Irma Justika Vincentius Wilson Devy P.M. Rumalesin

Media Sosial: Vivi Angkasa Nadira Anamika Utari Bagus Sidik Waskito Hadi Daffa Alfayedh Tah Andrew Ryan


M

usim semi di Jepang identik dengan suasana yang cocok untuk libur sejenak (meski sambil bersin-bersin akibat kafunsho). Saya ucapkan selamat kepada teman-teman yang lulus di bulan Maret dan yang memulai studinya di Jepang pada bulan April. Biasanya, ketika bunga sakura mekar, akan banyak acara berkumpul seperti hanami dan penyambutan mahasiswa baru. Akan tetapi, sejak awal tahun ini, penyebaran COVID-19 membuat musim semi tidak sekondusif biasanya. Banyaknya acara yang dibatalkan dan toko yang tutup.

Untuk bisa menjaga kesehatan fisik di masa pandemi COVID-19 ini, saran dari kami, kuti pola makan yang sehat, istirahat cukup, dan jangan paranoid. Tetap sehat semua ya kawan kawan. Tidak cuma kesehatan fisik, kesehatan mental juga perlu dijaga. Pada bulan Februari yang lalu, PPI Jepang dan PPI Todai berkolaborasi di acara FGD PPIJ x Todai Talk bertajuk "Apa Sih Mental Health Awareness?" yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan mental. Kisah yang disertai tips dan trik dalam menjaga kesehatan mental kami muat di edisi ini. Jangan lewatkan juga profil Dr. Sastia yang sangat inspiratif dan menekankan bahwa batasan untuk sukses datang dari diri sendiri. Selain itu, terdapat pula profil warga Jepang yang cinta terhadap budaya Indonesia. Lebih lanjut lagi, apakah di antara teman-teman ada yang Ingin mewujudkan mimpi sekolah di Jepang? Simak cerita rekan PPI mengenai studi di Jepang. Ada juga artikel tentang efisiensi traveling yang harapan nya dapat menginspirasi teman-teman sekalian untuk liburan setelah masa pandemik Covid-19 berlalu. Kemajuan teknologi kian hari membuat kita wajib mengerti mengenai pentingnya literasi digital dan finansial, seperti yang akan dibahas pada edisi ini. Untuk pembahasan mengenai budaya lokal Jepang, dibahas tentang makna ichigo ichi dan artikel mengenai proses pemakaman di Jepang. Akhir kata, saya tekankan kembali pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental serta edukasi diri mengenai budaya lokal dan keadaan global untuk diri sendiri saat ini dan di masa depan. Salam sehat dan Semangat! Salam, Elza Ketua PPIJ


CO NTENTS OPI NI

01 02

Gener as i Mi l l eni al y angCer dasF i nans i al

03

Pent i ngny aL i t er as i F i nans i al , L i t er as i T ek nol ogi , dan KeamananDat aPr i badi

PROFI L

03 04

Dr . Sas t i aPr amaPut r i : “ L i mi t as i Pal i ngBes ar Ber as al dar i Di r i Sendi r i ”

04

T ak uy aOhs awa, “ Awal ny aHany aSek edarT ahu, Sek ar angJ adi Ci nt aI ndones i a”

I NFO S EKOLAHDIJ EP ANG

05

Mewuj udk anMi mpi Sek ol ah di J epang

06


KI S AH

06

T ent angL uk aJ i wadan Pent i ngny aKes adar an Kes ehat anMent al

BUDAYAJ EP ANG

07

07

Mengenal Pr os es i Pemak aman at auSous hi k i ( 葬式) di J epang

PENGEMBANGAN DI RI

08

I CHI GOI CHI Edan Put ar anWak t u

WI S ATA

09

Mener apk anKons epF or mul as i E 2 Unt ukBer wi s at adi J epang ( E 2=E f f i c i ent andE f f ec t i v e)

LI PUTANKHUS US

1 0 1 1

09

Obat COVI D1 9: Per l ombaan Ri s et dal amMegaT r i al Duni a COVI D1 9di J epangdan Penangananny a

1 0
























kisah

tentang luka jiwa

Tentang Luka Jiwa dan Pentingnya Kadan Kehatan Mental

U

sia saya baru 18 tahun ketika menginjakkan kaki di Jepang sebagai ryuugakusei atau mahasiswa asing. Hingga hari keberangkatan dan minggu-minggu awal di dunia perkuliahan, hati saya dipenuhi dengan berbagai harapan, ketakutan, dan ekspektasi. Awalnya, semua terasa begitu menyenangkan dan begitu menstimulasi. Hal-hal baru, teman-teman baru, dan semua yang baru. Di tengah proses adaptasi yang belum selesai dan kehidupan di Jepang yang begitu cepat, saya menemukan diri saya sering sakit kepala, mimpi buruk, keringat dingin, muntah, dan menangis tanpa sebab. Fakta bahwa saya betul-betul secara sik jauh dari rumah dan menghabiskan waktu setelah kuliah tanpa masakan ibu dan suara kakak, akhirnya benar-benar menampar saya. Meskipun saya pernah menghabiskan 1 tahun di Amerika Serikat selama SMA, saya ternyata tetap mengalami berbagai roller coaster emosi yang rasanya membuat saya terisolasi dan kehilangan arah. Awalnya saya menangis tanpa sebab pada malam hari, kemudian saya mulai menangis di tengah kelas dan kerap kali melewati hari tanpa makan sama sekali. Saat itulah, saya memutuskan untuk mencari bantuan profesional. Tiga bulan setelah secara teratur mengikuti sesi terapi, keadaan saya mulai membaik. Namun, saya masih belum bisa memahami sepenuhnya apa yang terjadi kepada saya di bulan-bulan pertama, apalagi saya juga melewati berbagai dinamika di lingkungan kampus dan personal. Kendati demikian, saya bertekad menjadi bagian dari dialog kesehatan mental di diaspora Indonesia. Ketika divisi Kesehatan Mental PPIJ akhirnya menggelar FGD bersama PPI Todai, saya memberanikan diri untuk menjadi moderator. Tidak disangka, saya seolah “mengintip” keadaan jiwa saya sendiri.


kisah

tentang luka jiwa

“dhhhhhhhhhhhhhhhhh Tertekan dan terluka." Dua kata yang mampu menggambarkan keadaan yang sempat saya lalui itu. Bersama dengan Karolina Lamtiur Dalimunthe, S.Psi, M.Psi. (sekarang menempuh studi doktoral di Belanda) dan Syifa Adilla, S.Psi (calon Master Psikologi di Unpad), saya seolah menelisik jauh ke dalam psikis saya. Stres atau tekanan emosional, dapat dipicu oleh berbagai macam hal termasuk lingkungan yang baru dan tekanan akademik. Lewat FGD, saya belajar bahwa semua orang rentan akan stres. Untuk mencegah dan mengatasi stres, hal terpenting yang dibagikan oleh Mbak Karolina dan Kak Syifa adalah kemampuan mengenal diri sendiri dan identi kasi ketika diri sudah merasa mulai stres. Ketika melihat ke belakang, saya menyadari bahwa saya kerap mengabaikan tanda-tanda stres dan justru melarikan diri ke hal-hal yang semakin menguras mental saya, seperti memaksakan diri untuk terlibat dalam berbagai aktivitas dan meniadakan "me time" dari jadwal saya. Pada akhirnya, persis seperti Mbak Karolina dan Kak Syifa paparkan, stres ini termanifestasi dalam bentuk sik; muntah, sakit kepala, dan kesulitan untuk tidur. Saya pun menjadi mudah marah, sering menangis, merasa putus asa, dan puncaknya adalah berpikir untuk menyakiti diri sendiri. Ketika stres sudah terlanjur berakibat buruk, Mbak Karolina dan Kak Syifa menegaskan pentingnya coping mechanism yang beragam, apalagi ketika diri kehilangan ketertarikan pada hobi. Saya pun mengingat betapa saya kesulitan untuk membaca buku dan konsentrasi ketika melewati turbulensi emosional dan justru menemukan ketenangan dari scrapbooking. Saya merasa kesadaran akan kesehatan mental masih amatlah rendah, baik di Indonesia, maupun di Jepang. Menjadi bagian dari diaspora di negara asing bisa membuat banyak orang lebih rentan akan stres yang dapat mengakibatkan "gangguan" mental seperti depresi. Mimpi dan

ekspektasi mungkin memang menjadi beban tersendiri, apalagi untuk mereka yang merantau demi kehidupan yang lebih baik. Namun ada satu hal menyenangkan yang bisa saya garis bawahi yaitu begitu banyak peserta FGD pada tanggal 28 Februari 2020 lalu bertanya tentang cara untuk merespons dan mengenali ciri-ciri penyakit mental pada orang terdekat, bahkan bertanya mengenai cara untuk membujuk mereka bertemu psikolog. Pada akhirnya, saya menyadari begitu banyak orang baik yang siap mendengarkan dan menjadi tempat keluh kesah sesaat. Bahkan ketika sakit di dada tidak dapat dibendung, psikolog dan psikiater bisa menyediakan jawaban. Dengan stigma negatif dari lingkungan baik di Indonesia maupun di Jepang, saya rasa pengarusutamaan atau mainstreaming mengenai kesehatan mental menjadi tanggung jawab kita bersama. Tiga psikolog yang pernah saya temui sepanjang 19 tahun hidup saya pun mengatakan hal yang sama, yaitu

perlunya menghilangkan tabu dalam membicarakan kesehatan mental. Serta memahami bahwa self care merupakan kunci untuk jiwa yang kuat. Kontributor: Ratu Bintang Tokyo International University Ilustrator: Ilma Azzida Universitas Padjajaran


budaya jepang

proses pemakaman

Mengenal Prosesi Pemakaman atau Soushiki (č‘Źĺź?) di Jepang


proses pemakaman

budaya jepang

S

etiap negara memiliki adat istiadat yang berbeda, tidak terkecuali dalam urusan pemakaman. Meskipun Jepang menganut kepercayaan Shinto, sebagian besar warga memilih menggunakan tradisi Buddha dalam melaksanakan upacara pemakaman. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai proses pemakaman di Jepang dan tradisi yang harus diikuti bagi orang yang datang melayat. Proses pemakaman di Jepang melalui beberapa tahap, yaitu tsuya (通夜), kokubetsu-shiki (告別式), kremasi, noukotsu (納骨), dan memorial service yang dilakukan secara periodik. Biasanya, semua proses ini dilakukan di rumah mendiang dan keluarganya tinggal, tetapi seiring berkembangnya industri pemakaman di Jepang, prosesi dilakukan di aula pemakaman aula pemakaman yang disediakan oleh perusahaan pemakaman.

Tidak main-main, biaya yang dihabiskan dalam prosesi pemakaman berkisar antara

¥2.000.000 hingga ¥4.000.000


budaya jepang

proses pemakaman

Tsuya (通夜) ~ Passing the Night ~ Tsuya diselenggarakan secepat mungkin setelah kematian dikon rmasi, atau biasanya semalam sebelum kremasi dilakukan. Setiap orang wajib memakai pakaian serba hitam; bagi pria menggunakan kemeja putih polos ditambah dengan jas, sepatu, celana, dan dasi berwarna hitam; sedangkan bagi perempuan bisa menggunakan dress atau kimono hitam. Jika mendiang merupakan penganut Buddha, pengunjung diharapkan membawa tasbih atau juzu (数珠). Bergantung pada tingkat kedekatan pengunjung dengan yang meninggal, mereka akan membawa amplop spesial untuk berduka yang berwarna hitam dan perak atau yang biasa disebut busyuugibukuro (不祝儀袋) yang berisi uang ¥3.000 hingga ¥ 30.000. Upacara ini akan dipimpin oleh seorang biksu dan ketika biksu tersebut membacakan sutra atau mantra, semua pengunjung duduk dengan tenang. Tempat duduk selama upacara pun diatur, yakni anggota keluarga inti duduk paling depan dan orang yang duduk di barisan terakhir biasanya rekan kerja atau yang tidak terlalu memiliki kedekatan. Keluarga dan setiap pengunjung akan memberikan penghormatan terakhir dengan menyalakan dupa di depan peti mati sesuai dengan urutan tempat duduk. Setelah biksu selesai membacakan sutra, pengunjung dipersilakan pulang dengan membawa bingkisan yang telah disediakan oleh keluarga. Biasanya harga bingkisan itu setengah dari uang amplop yang diberikan. Bagi keluarga inti, mereka biasanya akan begadang di dekat peti jenazah.

Kokubetsu-shiki (告別式) ~ Upacara Perpisahan ~ Upacara ini dilakukan beberapa saat sebelum jenazah dikremasi. Prosedurnya hampir sama dengan tsuya, yakni para pengunjung berdoa dan menyalakan dupa yang dipimpin oleh seorang biksu. Perbedaannya dengan tsuya adalah mendiang akan mendapatkan nama Buddha yang baru atau disebut dengan kaimyou (戒名). Kaimyou biasanya menggunakan kanji yang sangat lama dan jarang digunakan. Tujuan diberikannya kaimyou kepada mendiang adalah menghindari arwah mendiang untuk kembali saat seseorang memanggil atau menyebut namanya. Sebelum mengantarkan jenazah untuk dikremasi, keluarga dan pengunjung diberikan kesempatan untuk melihat wajah mendiang untuk terakhir kali. Kemudian mereka dipersilakan untuk meletakkan bunga di area wajah, kepala, hingga leher. Bunga ini berasal dari bunga yang dipasang di altar dan biasanya bunga tersebut merupakan bunga favorit dari mendiang. Setelah peti ditutup, jenazah akan dibawa ke pusat kremasi.


budaya jepang

proses pemakaman

Noukotsu (納骨) ~ Kremasi ~

~ Penguburan ~

Sebelum dimasukkan ke kompor kremasi, keluarga dan pengunjung akan berdoa sekali lagi yang juga dipimpin oleh biksu yang sama. Kemudian peti akan dimasukkan ke dalam kompor. Proses kremasi ini memakan waktu kurang lebih dua jam untuk tubuh dewasa. Setelah selesai dikremasi, keluarga akan mengumpulkan sisa tulang belulang ke dalam sebuah guci menggunakan sumpit panjang. Ritual ini disebut sebagai kotsuage (骨揚げ). Biasanya dalam tradisi Jepang, saat makan atau kegiatan lain, orang dilarang untuk menggunakan sumpit yang sama, tetapi dalam kotsuage diperbolehkan.

Ohaka (お墓) atau kuburan khas Jepang lebih mirip seperti monumen batu yang di dalamnya berisi beberapa guci tulang belulang keluarga yang sudah meninggal terlebih dahulu. Sebelum dimasukkan ke liang kubur, keluarga akan berdoa terlebih dahulu diikuti dengan kegiatan menyiram ohaka dengan air. Satu persatu dari keluarga akan melakukan ritual ini, kemudian menyalakan dupa yang diletakkan di depan nama keluarga yang terpahat di ohaka.

Setelah selesai, guci yang berisi tulang belulang tersebut dibawa pulang dan disemayamkan selama 49 hari sebelum dikuburkan. Selama 49 hari atau shijuukunichi (四 十九日), keluarga akan menyalakan lilin atau dupa setiap malam dan berdoa.

Ohaka merupakan kuburan keluarga yang memiliki marga yang sama. Biasanya satu ohaka bisa menampung 8-10 guci. Apabila ohaka sudah penuh dan ada yang baru meninggal, biasanya guci yang terlama akan diambil dan dirarung. Bahkan ada yang memilih tulang belulangnya dikubur bersama dengan tunas tanaman baru. Diharapkan arwah orang tersebut tetap hidup bersama dengan kehidupan yang baru.

~ Memorial Service ~ Memorial service di Jepang hampir sama dengan di negara lain, yaitu untuk mengenang kematian orang terkasih. Bedanya, memorial service di Jepang dilakukan pada hari ke-7, hari ke-49, hari ke-100, dan saat obon (お 盆). Memorial service setelah penguburan dilakukan dengan mengunjungi ohaka, lalu membersihkannya, menyiram dengan air, dan meletakkan bunga favorit mendiang. Terakhir, keluarga akan berdoa memohon agar selalu diberkati sepanjang tahun.

Penulis: Ni Luh Bayu Purwa Eka Payani Waseda University Redaktur PPIJ


proďŹ l

ichigo ichie

ichigo ichie dan putaran waktu chigo Ichie (一ćœ&#x;一䟚) merupakan sebuah pepatah Jepang yang berarti satu kesempatan dalam seumur hidup. Bila dijabarkan lagi, di dalam kehidupan manusia, setiap waktu yang berjalan tidak akan pernah kembali dan tidak dapat kita ulang lagi. Pepatah Jepang ini konon berasal dari sebuah upacara minum teh yang mengajarkan agar sesama peserta upacara saling mengungkapkan ketulusan hati dalam pertemuan itu karena kesempatan bisa duduk di upacara teh itu tidak akan terulang kembali. Pepatah ini juga kerap mengajarkan kita tentang banyak hal, tentang menjalani kehidupan ini dengan sungguhsungguh dan memanfaatkan setiap momennya dengan hal terbaik yang bisa kita lakukan.

Di dalam kehidupan modern sekarang, banyak kita jumpai orang yang tidak menghadirkan jiwanya d a l a m s u a t u p e r t e m u a n ya n g h a r u s nya memerlukan kehadiran jiwa dan raganya. Raganya boleh hadir, tetapi jiwa dan pikirannya hilang entah ke mana. Hal ini juga kerap kita rasakan, ketika kita sedang berbicara dengan seseorang, tetapi lawan bicara kita masih saja sibuk dengan s m a r t ph o n e - nya s e m ba r i m e n d e n g a r k a n percakapan kita. Tidak dapat dipastikan lawan bicara kita benar-benar menyimak atau hanya sekedar mendengar. Bukankah menyimak dan mendengar itu hal yang berbeda? Itu hanya sebagian contoh, masih banyak contoh lain ketika orang hadir, tetapi tidak memberikan jiwa dan raganya. Dengan kata lain, menghadirkan hati. Jika hati tidak dihadirkan dalam setiap momen-momen pertemuan yang dilakukan, boleh jadi kita telah melepas momen itu begitu saja.


proďŹ l

ichigo ichie Ichigo Ichie memberikan makna yang mendalam bagi kita. Pepatah tersebut mengajarkan agar kita tidak menyianyiakan waktu yang diberikan oleh Tuhan untuk setiap momentum yang sudah menjadi skenario hidup ini. Ada sebuah quotes menarik dari Master Oogway dalam lm Kung Fu Panda, “Yesterday is history, tomorrow is a mystery, and today is a gift. that's why they call it the present�. Kita tidak bisa mengubah hal yang sudah berlalu di masa lampau. Hal yang sudah terjadi ya sudah terjadi saja. Kita juga tidak bisa menebak dan menerka-nerka yang akan terjadi esok hari. Kita hanya dapat berbaik sangka. Hal yang bisa kita lakukan, yaitu memahami bahwa hari ini adalah hadiah, kita hidup di hari itu, dan kita dapat memilih untuk apa hadiah itu akan dihabiskan. Sungguh, "Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan berpesan (nasihat-menasihati) dengan kebenaran dan berpesan dengan kesabaran� (QS. Al-Ashr). Lalu bagaimana memanfaatkan momentum hadiah tersebut agar menjadikan diri kita lebih baik dari waktu ke waktunya ? Apakah dengan menjadi pribadi yang lebih produktif selama berjalannya putaran waktu? Mengutip pendapat Dr. Edi Sukur, M.Eng, sekretaris Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI), tentang sebuah konsistensi. Beliau menjelaskan bahwa terdapat tiga angka, yaitu 0,99; 1; dan 1,09. Jika diurutkan dalam sebuah deret ukur, angka tersebut memiliki selisih yang sama, yaitu hanya 0,01. Jika dibuat dalam persentase hanya 1%. Sekarang bagaimana jadinya jika setiap angka ini dipangkatkan dengan 365? Apabila angka 0,99 dipangkatkan 365 hasilnya adalah 0,03 dan 1 dipangkatkan 365 hasilnya adalah 1, sedangkan 1,01 dipangkatkan 365 hasilnya adalah 37,8. Begitu pula jika hal tersebut diinterpretasikan pada diri kita. Andaikan setiap hari kita mengeluarkan sedikit saja potensi yang kita miliki secara terus-menerus dan konsisten, setelah setahun (365 hari) hasilnya akan luar biasa dan kita akan jadi pribadi yang luar biasa. Akan tetapi, lain halnya, jika kita bermalas-malasan, melakukan rutinitas standar saja setiap hari, tanpa ada target dan usaha merubah ke arah yang lebih baik, maka setahun ke depan akan tetap menjadi seperti sekarang.

Ichigo Ichie memberikan makna yang mendalam bagi kita. Pepatah tersebut mengajarkan agar kita tidak menyia-nyiakan waktu Begitulah sesungguhnya alam, agama, dan budaya telah mengajarkan kita agar terus berubah ke arah yang lebih baik. Sebuah amal yang sedikit, tetapi konsisten itu lebih baik, dengan berusaha menjadi baik dari hari ke hari. Siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia termasuk celaka; yang hari ini sama dengan kemarin, termasuk merugi; yang hari ini lebih baik dari kemarin, termasuk beruntung. Akhir kata, tulisan ini mengajak kepada para pembaca, khususnya kepada pelajar Indonesia di Jepang untuk berusaha sebaik mungkin memanfaatkan momenmomen yang ada dalam putaran waktu kehidupan ini dan menjadikannya sebuah aktivitas konsistensi (walaupun sedikit), sehingga kelak akan menjadikan kita

Penulis: Elmo Juanara Shizuoka University Kajian dan Aksi Strategis PPIJ


wisata

formulasi E2

E2 = Efficient and Effective

Menerapkan 2 Konsep Formulasi E Untuk Berwisata di Jepang

Tempat duduk bus siang, Willer Express

E siensi dan efektivitas, dua kata yang merupakan inti dari teknik industri*. Bagi sebagian orang, membaca judul formulasi saja sudah membuat pusing, tetapi artikel ini ditulis bukan untuk membahas formulasi teknik atau matematika, melainkan membahas tentang penerapan loso e siensi dan efektivitas (E2) dalam kehidupan sehari hari, khususnya e siensi biaya ketika berwisata.

Punya rencana untuk bertamasya setelah outbreak Covid-19 berakhir, tetapi masih bingung kira-kira moda transportasi apa yang paling murah? Pada artikel ini akan dibahas cara agar kita bisa melakukan travelling hemat di Jepang, atau lebih tepatnya menurut KBBI, 'bertamasya'. Artikel ini merupakan pengalaman pribadi penulis dengan sedikit menambahkan formulasi E2, supaya kita dapat memikirkan cara menikmati jalan-jalan, tetapi tetap hemat.

Teman-teman yang tinggal di Jepang pasti sadar betapa mahalnya biaya transportasi di Jepang. Sebagai contoh, dari Stasiun Ibaraki-shi ke Stasiun Osaka yang jaraknya kira-kira 15 kilometer membutuhkan biaya ¥220, sehingga untuk pulang pergi membutuhkan biaya ¥440. Jika dikonversi ke kurs rupiah (kurs ¥1 = Rp 130), maka biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp57.200. Cukup berbeda jauh jika dibandingkan dengan harga di Indonesia. Harga tiket KRL di Jakarta pada 25 km pertama adalah Rp3.500. Ini artinya, harga transportasi kereta di Jepang 16 kali lipat dari harga transportasi di Indonesia. Harga yang cukup fantastis, yang dengan selembar uang GoBan kita dapat membeli tiga hingga empat porsi ayam geprek.


wisata

formulasi E2

Teman-teman yang tinggal di Jepang pasti sadar betapa mahalnya biaya transportasi di Jepang.

Jadi, bagaimana caranya supaya dapat berjalan-jalan hemat di Jepang, khususnya untuk mahasiswa yang tinggal di Jepang? Selain Seishun Juhachi Kippu (青春18きっぷ), terdapat pilihan lain, yaitu dengan menggunakan Japan Bus Pass dan Japan Bus Line (JBL) Pass. Perbedaan antara Japan Bus Pass dan JBL Pass, yaitu operator bus. Bus JBL Pass memiliki lebih banyak operator dan tempat duduk yang lebih bervariasi. Adapun persamaannya adalah keduanya dapat digunakan untuk naik highway bus antar kota antar provinsi (AKAP) di Jepang. Keistimewaan dari tiket Japan Bus Pass dan Japan Bus Line (JBL) Pass, adalah tidak perlu dipakai berturut-turut. Jika sudah sampai di suatu kota, kita dapat turun dari bus, main dan istirahat terlebih dahulu, kemudian melanjutkan perjalanan. Tiket bus dapat dipakai untuk mengunjungi beberapa lokasi yang termasuk dalam rute perjalanan bus dalam jangka waktu satu hari. Kabin dari Bus Dream Sleeper

Penulis akan membagikan pengalaman menikmati JBL pass. Beberapa pertimbangan menggunakan JBL pass antara lain, (1) Variasi tempat duduk, (2) Bus JBL bisa dipakai juga dengan rute yang sama dengan Japan Bus Pass, (3) Harganya tidak terlalu berbeda, (4) First Class Bus dengan fasilitas yang sangat spesial (Dream Sleeper). Bus Dream Sleeper ini hanya melayani rute Tokyo–Hiroshima via Fukuyama (rute pulang pergi). Bus ini spesial karena didesain seperti first-class kabin di pesawat. Penulis mencoba bus ini dan hasilnya adalah (1) Bus ini hanya untuk bus malam saja, (2) Perjalanan Tokyo-Hiroshima itu bisa memakan waktu 12 jam, sehingga dapat digunakan untuk tidur panjang, (3) Meskipun kursi dapat diatur reclining seat, tetapi tetap tidak bisa rebahan total karena konsep zero gravity, serta mempertimbangkan aspek keselamatan jika bus terlibat kecelakaan, (4) Tersedia fasilitas seperti hotel: baju tidur, sendal, air minum, sikat gigi, dan toilet di dalam bus.

Bus Dream Sleeper

Perbedaan harga yang fantastis dalam melakukan perjalanan, membuat penulis terus-menerus berpikir cara untuk jalan-jalan di Jepang dengan harga yang murah. Untuk turis, pada umumnya akan membeli JR Pass jika menggunakan shinkansen. Sayangnya, para mahasiswa di Jepang tidak dapat membeli JR Pass tersebut. Hal tersebut karena terdapat prosedur pemeriksaan paspor dan tercetak jelas bahwa visa para pelajar di Jepang adalah mahasiswa, bukan turis.


wisata

Ruangan Penumpang di Bus Dream Sleeper

formulasi E2

Kemudian, sesuai dengan topik di awal, apa hubungannya dengan efektivitas dan e siensi? Jadi, semua fasilitas Japan Bus Pass dan Japan Bus Line (JBL) Pass bisa didapatkan dengan membayar mulai dari ¥11.000, berlaku selama tiga hari di hari kerja, sedangkan tiket Dream Sleeper dengan rute Hiroshima-Tokyo adalah ¥20.000. Jadi, secara harga, tiket sudah dipenuhi secara e sien. Bagaimana dengan efektivitasnya ? Bisa dibilang, bus lebih lama sampai jika dibandingkan dengan shinkansen. Hanya saja, dengan harga tiket shinkansen sekali jalan yang lebih mahal daripada JBL pass, menggunakan bus pass ini layak menjadi perhitungan. Rutenya pun banyak, yaitu seluruh Jepang, tetapi kita perlu pintar memilih dalam mengintegrasikan antar kota. Sebagai penutup, masih banyak tiket seperti bus pass yang bisa digunakan di Jepang, tetapi kita harus pandai memilih dan menggunakan, contohnya adalah Osaka Amazing Pass yang memiliki program spesial untuk mahasiswa jika kita menggunakan shinkansen. Oleh karena itu, cobalah periksa agen travel Jepang (日本旅行). Ada flex-ticket, yakni dalam batas waktu tujuh hari, kita dapat menggunakan shinkansen Nozomi yang non reserved -seat, serta mendapat diskon harga tiket dan mendapat bonus, seperti voucher makan atau voucher main, tergantung daerah.

* Pernyataan Prof. Senator Nur Bahagia, seorang Guru Besar Teknik ITB dalam suatu pertemuan mata kuliah Falsafah Teknik dan Manajemen Industri di Institut Teknologi Bandung tahun 2010. Referensi : Bahagia, S. N. (2007). Pengantar Teknik Industri. Bahagia, S. N. (2010). Falsafah Teknik dan Manajemen Industri

Penulis: Christian Ricky Ritsumeikan University

Bus Siang, Willer Express

Akhir kata, artikel ini ditulis dengan harapan untuk berbagi pengalaman dalam menghemat biaya tamasya. Jika ada waktu panjang di Jepang dan ada kesempatan, nikmatilah Jepang. Kita bisa menggunakan berbagai macam tiket pass untuk mengunjungi berbagai kota di Jepang, mengikuti festival ataupun berlibur. Jangan lupa untuk melihat perbedaan antarkota, belajar budaya, dan menerapkan hal-hal yang baik untuk diri kita sendiri agar dapat kita gunakan untuk membangun negeri kita, Indonesia.













PPI Jepang 2019-2020

Organigram dan Daftar Anggota

INTI Ketua Umum: Elza Firdiani Sofia Wakil Ketua Umum: Reinaldo D. Gunawan Sekretaris Jenderal: Johannes Nicolaus W. Sekretariat Humas: Nadia Sekar Al Aqsha Anggota: Devy Putri Maharani Rumalesin Irma Justika Sasmita Vincentius Wilson Bendahara: Fujianti Casmad Direktur Radio PPI Jepang: Aprilia Nur Fitrianti BIRO RISET DAN AKADEMIK Kepala Biro: Fauzan Alfi Agirachman

Divisi Kajian dan Aksi Strategis

Kadiv: Widyastuti Kusuma Wardhani Anggota: Achmad Gazali Sitti Nurahmadhani Salam Carlos Baptista Elmo Juanara

Divisi Kecerdasan Finansial

Kadiv: David Chen Anggota: Amelinda Mayaparamastri

Divisi Data dan Survey

Kadiv: Muhammad Fakhrur Rozi Anggota: Cendi Diar Permata Dana

BIRO SOSIAL BUDAYA Kepala Biro: Adwitiyo Pramudito Purnomo Divisi Kebudayaan Kadiv: Crystal Eileen Anggota: Maulida Purwanti Ameera Azmi Anarha Kirana Nasywadara Divisi Bakti Sosial dan Informasi Beasiswa Kadiv: Muhammad Alfiyandy Hariansyah Anggota: Laila Diana Khulyati Wingki Mey Hendra Dwi Harya Yudistira Abdullah Alfarisi BIRO KESEJAHTERAAN MAHASISWA

Kepala Biro: Theodorus Alvin Divisi Kemitraan dan Dana Usaha Kadiv: Christian Ricky Anggota: Galuh Yustisia Nugroho Annisa Salsabila Rahma Divisi Kesehatan Mental Kadiv: Hilmanda Anggota: Prasetia Utama Putra Kresensia Chilia Ika Bulan Ratu Bintang Assyifa Arweys

BIRO KOMUNIKASI DAN INFORMASI

Kepala Biro: Alifia Masitha Dewi

Divisi Manajemen Website dan Media Sosial Kadiv: Vivi Angkasa Anggota: Nadira Anamika Utari Daffa Bagus Sidik Waskito Hadi Daffa Alfayedh Tah Andrew Ryan Divisi Desain Kreatif Kadiv: Cendikia Luthfita Anggota: Putri Shadeeqa Purnajaya Muhammad Akhdan Fadhilah Pramesti Istiandari Divisi Redaktur Kadiv: Ardhiani Kurnia Hidayanti Anggota: Ni Luh Bayu Purwa Eka Payani


Majalah INTERAKSI  PPI Jepang

Spring Edition

2020


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.