BAB 7. EPILOG: KESIMPULAN
S
epanjang sejarah advokasi pluralisme agama di Indonesia, advokasi terhadap penghayat kepercayaan di antara tonggak penting yang mengubah status
kewarganegaraan dan relasi sosial. Penghayat kepercayaan yang sejak tahun 70-an tidak memperoleh pengakuan negara, kini pemerintah wajib mengakui dan melayani hak dasar berupa akomodasi identitas keagamaan/kepercayaan di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Kewajiban ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan para penghayat kepercayaan dari beberapa daerah yang selama ini mengaku korban diskriminasi UU no 13 tahun 2013, revisi UU no. 12 tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan. Pasal 61 dan 64 UU tersebut menyatakan bahwa pengisian kolom agama pada KTP dan KK hanya terdiri dari 6 agama dunia yang diakui. Berdasarkan putusan tersebut, pemerintah patuh. Pemerintah di berbagai daerah sudah mulai melayani hak kewarganegaraan penghayat kepercayaan.