MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN TANTANGAN INKLUSI DUA ARAH
kepercayaan yang diberikan ruang untuk mengekspresikan apa yang mereka yakini tanpa ada diskriminasi dari manapun. Keyakinan mereka ini lah yang menentukan sikap mereka terhadap kebijakan yang tertuang dalam Putusan MK No 97/PUU-XIV/2016 dan Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri Nomor 471.14/10666/DUKCAPIL. Identitas dapat dibagi menjadi dua bentuk yakni identitas secara primordial dan identitas yang terbentuk karena adanya kontruski dari luar. Identitas secara primordial diyakini secara luas hanya dipandang berdasarkan kategori sosial, lokal, nasional, agama, dan secara kebahasaan (Laitin, 1998). Di lain sisi, identitas merupakan suatu bentuk konstruksi dari luar individu maupun kelompok dimana ia terkait. Berbagai faktor yang mempengaruhi terbentuknya identitas menjadikan narasi identitas tentang seseorang maupun kelompok menjadi begitu dinamis.
B. Kebijakan yang Mempengaruhi Identitas Dalam konteks Indonesia, pembedaan identitas secara etnis terlihat dari kebijakan Belanda dalam pengaplikasian Undang-Undang Kolonial (Regerings Reglement) tahun 1854 yang memisahkan penduduk Indonesia berdasarkan ras. Dalam klasifikasi Belanda, ada tiga ras yang mendiami Indonesia dan memiliki tingkatan status sosial berbeda. Tingkat sosial pertama ditempati oleh orang-orang kulit putih Eropa (Europeanen). Di tingkat kedua ditempati oleh orang-orang (peranakan). Cina, Arab, India, dan non-Eropa lainnya yang dimasukkan dalam kategori (Vreemde Oosterlingen). Dan yang terakhir adalah pengelompokan terhadap masyarakat lokal dan lebih dikenal dengan sebutan inlander (Tauchid, 2009). Klasifikasi identitas di Indonesia terus mengalami perkembangan hingga pada masa Orde Baru ditetapkan peraturan yang membedakan penduduk
32