MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN TANTANGAN INKLUSI DUA ARAH
penghayat personal juga memiliki kebebasan untuk bisa mempelajari tidak hanya dari satu paguyuban tertentu, tetapi dapat mengkombinasikan ajaran dari berbagai sumber yang sesuai dengan keyakinannya. Merespon diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/ PUU-XIV/2016 yang ditindaklanjuti oleh Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri Nomor 471.14/10666/DUKCAPIL, penghayat personal turut merasakan dampak baik dalam hal rekognisi. Pengakuan negara terhadap penghayat kepercayaan dianggap sebagai langkah awal dalam mereduksi stigma negatif yang ada di masyarakat sejak dahulu. Sebagai kelompok yang menjadi objek dari dua kebijakan tersebut, penghayat personal berharap dengan penerapan dua kebijakan tersebut dapat menjamin kebebasan beribadah bagi semua kalangan penghayat. Selain itu, negara juga diharap dapat menghormati dan melindungi setiap pengahayat kepercayaan. Bentuk perlindungan terhadap penghayat harus diwujudkan dalam akses terhadap hak-hak untuk beribadah, pencatatan sipil, hingga pendidikan (“Kotak-kotak Agama”, 2020).
C. Antara “proyek identitas” dan Gagasan Inklusi: Menakar agenda MLKI
Sebagai bentuk respon dari Putusan MK No 97/PUU-XIV/2016 dan Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri nomor 471.14/10666/DUKCAPIL, MLKI DIY merumuskan rencana strategi untuk mengatasi adanya perpecahan di internal MLKI dan juga sebagai langkah strategis dalam pelaksanaan kehidupan bernegara yang demokratis. Dalam Focus Group Discussion, MLKI DIY sepakat untuk mencanangkan program Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia sebagai “Rumah Bersama”.
59