MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN TANTANGAN INKLUSI DUA ARAH
berfokus pada kesadaran pada eksistensi kelompok yang beragam pada suatu wilayah. Meski terdiri dari beragam kelompok yang dipengaruhi oleh kondisi struktural dan lingkungan, namun dalam tatanan rekognisi terhadap perbedaan, kelompok yang berbeda tersebut memiliki kewajiban untuk tidak hanya menyadari eksistensi kelompok lainnya, tetapi juga kewajiban untuk menjamin yurisdiksi yang adil bagi setiap kelompok (Young, 2000). Kondisi struktural dan lingkungan yang terus menerus menimpa wilayah tersebut mendatangkan konsekuensi bagi kelompok masyarakat yang ada untuk membentuk suatu struktur independen dimana semua kelompok dapat hidup bersama dalam suatu sistem relasi yang mendatangkan kewajiban bagi semua anggotanya untuk terlibat secara aktif.
MLKI sebagai Ruang Praktik Inklusi Penerapan konsep inklusivitas dalam tubuh MLKI dapat dipetakan dalam dua tahap dengan melakukan pemetaan yang kondisi dalam internal MLKI, dan pemetaan solusi yang dapat dimunculkan sebagai respon kondisi tersebut. Peta pertama merupakan pemetaan kondisi dalam internal MLKI menjadi krusial untuk melihat realitas yang ada dalam tubuh MLKI, terutama untuk memetakan representasi dari berbagai kelompok yang ada dalam internal MLKI. Selain itu, pemetaan tersebut menjadi hal penting untuk melihat pola partisipasi yang telah dilakukan oleh MLKI baik partisipasi dalam tataran privat, sipil, dan politik. Kelompok yang berada dalam naungan MLKI memiliki berbagai keberagaman yang keseluruhannya harus direpresentasikan oleh MLKI. Sebagai institusi yang inklusif, MLKI harus dapat menjadi representasi semua kelompok yang ada di dalamnya. Setidaknya ada tiga kelompok yang berbeda yang harus direpresentasikan oleh Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia, yakni: penghayat “murni”, penghayat “beragama”,
67