23 minute read

Property Mind Games 04 | 7 Fact 39 | Property Record 40 | The Project

THE AGATHIS GOLF RESIDENCE

Tahun 2020 PT Summarecon Agung Tbk. bersama Honda Imora Group mengembangkan proyek bertajuk Summarecon Bogor di atas lahan seluas 500 hektar. Investasinya sebesar Rp20 triliun. Lokasinya berada di kawasan yang sudah “jadi”, yaitu Sukaraja dengan akses Gerbang Tol Bogor Selatan Tol Jagorawi. Proyek ini diapit dua lapangan golf 63 holes dengan luas sekitar 210 hektar dan sudah berdiri cottage serta hotel bintang lima Royal Tulip Golf Resort Hunung Geulis.

Advertisement

Sebagai awal pengembangan, Summarecon merilis 600 unit rumah yang mencakup tiga cluster yakni The Mahogany residence, The Agathis Golf Residence dan The Mahogany Island. Paling premium adalah The Agathis Golf Residence yang dikembangkan 198 unit dengan patokan harga Rp2,9 miliar hingga Rp5 miliar. Bahkan, tujuh unit di The Agathis dengan harga Rp5 miliar akan dipasarkan dengan sistem lelang.

Rumah-rumah di The Agathis dirancang oleh arsitek kawakan, Denny Gondo dari Studio Air Putih. Fasad rumah didesain bergaya colonial modern yang tetap mengedepankan unsur alam melalui pepohonan dan tanaman perdu. Spesifikasi bangunan diklaim premium oleh developernya. Sejumlah diantaranya lantai menggunakan homogeneous tile 80x80, pintu utama mengandalkan material kayu solid, serta atap dari concrete tiles. Pada area sanitari developer membenamkan perabot dari Toto dan shower fixture dari Grohe. Rumah dirancang dengan banyak bukaan sehingga mengoptimalkan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah. Seluruh rumah didesain tiga lantai dilengkapi area basement. Tersedia fasilitas penunjang di dalam kawasan cluster, yaitu clubhouse yang dilengkapi dengan kolam renang, ruang multifungsi, serta pemandangan langsung ke lapangan golf yang berseberangan dengan area clubhouse.

Respon konsumen terhadap tiga cluster di tahap pertama diklaim cukup baik. Proyek Summarecon Bogor meraih penjualan yang sangat baik, terjual 550 unit senilai Rp1,5 triliun hanya dalam waktu dua hari. Direktur PT Summarecon Agung Tbk. Sharif Benjamin mengatakan, respon pasar yang baik tersebut tidak terlepas dari adaptasi dan penguatan berbagai strategi yang dilakukan untuk tetap bisa diterima dan diserap pasar. Selain itu, komitmen perusahaan, manajemen yang solid, brand yang kuat menjadi hal lain yang diperhitungkan oleh konsumen dengan kiprah Summarecon di bisnis properti yang sudah cukup lama. “Saat pandemi kami memang mengalami penurunan terlebih pada April 2020. Tapi setelah itu terjadi tren kenaikan bahkan bulan September kenaikannya sangat tinggi. Inilah yang membuat kami menjadi lebih optimis pada tahun ini,” pungkasnya. ● [Andrian Saputri]

Merlion pertama kali dirancang sebagai lambang Singapore Tourist Promotion Board (STPB) di tahun 1964. Menurut Sejarah Melayu, lambang Singa diberikan oleh Sang Nila Utama, pangeran Melayu dari Palembang pada awal abad ke 14. Ketika Sang Nila Utama berlayar di laut, terjadi badai dan angin kencang yang mengakibatkan perahunya terdampar di sebuah pulau dimana Sang Nila Utama melihat seekor binatang yang menyerupai singa. Oleh karena itu, pulau tersebut dinamakan Singapura (berarti “kota singa”). Merlion dirancang oleh Mr. Fraser Brunner, anggota panitia suvenir dan kurator di Van Kleef Aquarium, kepala singanya melambangkan singa yang terlihat oleh Pangeran Sang Nila Utama.

PATUNG MERLION 1 4 Ekor ikan sang Merlion melambangkan kota kuno Temasek (berarti “laut” dalam bahasa Jawa). 2 5 Berukuran tinggi 8,6 meter dan berbobot 70 ton, patung Merlion ini dibangun dari campuran semen. Seniman yang membuatnya adalah almarhum 6 Mr. Lim Nang Seng. Patung Merlion kedua yang lebih kecil, berukuran tinggi dua meter dan berbobot tiga ton, juga dibangun oleh Mr. Lim. Bagian badannya terbuat dari campuran semen, kulitnya dari pelat porselen dan matanya dari cangkir teh kecil berwarna merah. 3 7 Perdana Menteri Singapura pada waktu itu, Mr. Lee Kuan Yew, meresmikan upacara pemasangan Merlion ini pada tanggal 15 September 1972.

Penginapan Eksotik Di5

Saat liburan tempat penginapan menjadi buruan utama para pelancong, mulai dari yang sederhana sampai mewah. Hotel yang eksostis dan mewah tentu memberi kesan tak terlupakan. Berikut lima hotel yang perlu Anda ketahui.

Rosewood Hotel dan Resort, London Fairmont Hotel, Alberta, Canada

Rosewood Hotel dan Resort, London, menawarkan liburan dengan kemewahan villa ala Eropa klasik. Rosewood Hotel memiliki 262 kamar, 44 Suite room dan lengkap dengan fasilitas hotel yang mewah. Awalnya hotel bintang lima ini bernama Chancery Court Hotel. Setelah berganti kepemilikan di tahun 2013 berganti nama menjadi Rosewood Hotel. Arsitektur bangunan gaya kerajaan Inggris sampai saat ini masih dijaga keasliannya seperti awal dibangun tahun 1979. Fairmont Hotel, Alberta, Canada berdiri di atas Gunung Rocky yang terletak di kawasan Taman Nasional Banff. Hotel yang dibangun tahun 1888 oleh Bruce Price menyajikan keindahan alam Alberta yang dikelilingi oleh hutan pinus dan terdapat air terjun Bow di bawah hotel Fairmont berada. Di musim panas, pengunjung dapat mengikuti tur keliling Taman Nasional Banff termasuk menaiki kano, menunggang kuda, memancing, bermain arung jeram, dan menaiki sepeda gunung. Di musim salju, pengujung bisa bermain ski menyusuri lereng gunung dan snowboarding.

Dunia

Belmond Hotel Guidecca, Venesia Taj Hotel Dan Resort, Mumbai

Belmond Hotel berada di sebuah pulau bernama Pulau Guidecca, Venesia, Italy. Letaknya yang di pulau membuat perjalanan menuju hotel ini menjadi istimewa. Perushaan Belmond selaku pengelola hotel, menyediakan transportasi mewah, seperti kereta mewah dan kapal pesiar untuk pengunjung yang ingin ke Belmond Hotel. Mata pengunjung bakal dimanjakan oleh arsitektur bangunan yang antik dari Belmond Hotel. Fasilitas lengkap dengan kolam renang air asin. Pengunjung juga dijanjikan pemandangan langsung ke Venesia Lagoon dan istana Doge’s. Taj Hotel dan Resort, Mumbai, India merupakan hotel terbesar di India yang masuk dalam jajaran Leading Hotel of The World. Taj Hotel dan Resort menawarkan liburan dengan nuansa kerajaan India. Bangunan bergaya kastil India berwarna putih gading dan ornamen yang kental dengan kerajaan India menghadirkan pengalaman berbeda saat berada di sana. Bangunan hotel ini masih menjadi bagian dari istana Umaid Bhawan, di Jodhpur, Mumbai, membuat pengunjung bermimpi menjadi raja dan ratu India selama menginap di hotel.

Amanjiwo Borobudur Resort, Jawa Tengah, Indonesia, adalah resort mewah yang letaknya di Bukit Menoreh, Magelang. Amanjiwo yang berarti “tentram jiwa” diambil dari Bahasa Jawa menawarkan liburan yang tentram bernuansa candi Borobudur. Bangunan hotel terbuat dari batu paras Jogja, dengan bentuk atap menyerupai bentuk candi Borobudur. Walaupun bentuk bangunan kental dengan tempo dulu, fasilitas di dalamnya menawarkan kemewahan dan modern. Seperti fasilitas 15 suite rooms dengan kolam renang pribadi di masing-masing kamar. [Harini

SUMMARECON BOGOR KONSUMEN MEMBLUDAK DI TENGAH PANDEMI

Sebanyak 555 unit rumah di Summarecon Bogor terjual habis hanya dalam dua hari. Calon peminat membludak hingga lebih dari 1.500 orang. Fenomena Ini membuktikan bahwa meski di tengah pandemi, masyarakat justru membutuhkan hunian yang berada di dalam kawasan yang nyaman dan sehat.

Pada Oktober 2020, PT Summarecon Agung Tbk, salah satu pengembang yang berani meluncurkan proyek berskala kota di tengah tertekannya berbagai lini bisnis akibat pandemi Covid-19. Bahkan sektor properti pun terkontraksi cukup dalam. Proyek kota mandiri seluas 500 hektar, Summarecon Bogor diluncurkan di tengah berbagai pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat yang diberlakukan oleh pemerintah. Namun luar biasanya, antusias masyarakat begitu tinggi menyambut hadirnya kawasan hunian tersebut.

Hal ini menggambarkan bahwa rumah sebagai salah satu kebutuhan utama tetap menjadi prioritas masyarakat. Sejalan dengan itu, survei dari Rumah.com bertajuk Consumer Sentiment Study di paruh kedua tahun 2020 lalu juga mencatat bahwa ada 34% responden yang tetap mencari hunian sendiri. Hasil riset tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 25% responden berminat akan merenovasi atau menggunakan kembali area tertentu di rumah mereka. Hasil riset ini menurut Paulus Totok Lusida, Ketua Umum DPP REI, menunjukkan bahwa industri properti tetap diminati masyarakat meski dalam kondisi pandemi. “Di tengah kondisi sektor properti yang sedang terpuruk karena wabah corona, ternyata antusiasme masyarakat untuk memiliki rumah masih tinggi terutama untuk rumah kelas menengah dan kelas rumah subsidi, baik di ibukota maupun di daerah. Memang apabila dibandingkan dengan sebelum pandemi tentunya masih jauh, tetapi memasuki Q3 ini ada harapan membaik,” ungkapnya.

Senada, CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan, masyarakat yang membeli rumah di tengah pandemi adalah mereka yang benar-benar membutuhkan, terutama rumah dengan harga di bawah Rp1,5 miliar. Meski demikian, sambungnya, rumah dengan harga di atas itu juga memiliki pasar yang potensial, namun dengan jumlah yang lebih terbatas.

“Intinya, mereka akan mencari rumah yang berada dalam kawasan yang memiliki fasilitas lengkap atau kawasan yang nyaman dan memiliki potensi ke depannya yang sangat baik. Dan tentunya, hunian yang bisa mengakomodir kebutuhan mereka saat ini dan ke depannya,” terang Ali.

Keunggulan Summarecon Bogor

Summarecon Bogor dikembangkan dengan konsep New City, New Environment, dan New Life. Kawasan hunian ini menawarkan kualitas hidup dengan suasana baru bagi para penghuni. Summarecon Bogor menyajikan pemandangan yang indah, udara yang lebih sehat dan segar.

Direktur PT Summarecon Agung Tbk, Sharif Benyamin mengatakan, konsumen pembeli properti di Summarecon Bogor akan mendapatkan hunian dengan suasana pegunungan yang akan terintegrasi dengan berbagai fasilitas sebuah kota seperti tempat usaha, komersial, pendidikan, kesehatan, dan hiburan yang memungkinkan penghuni dapat melakukan beragam aktivitas di dalamnya.

Berbagai keunggulan Summarecon Bogor yang menjadi daya tarik bagi masyarakat adalah sebagai berikut:

Pertama, lokasi yang sangat strategis, yang bersisian langsung dengan Kota Bogor dan memiliki akses tol langsung, yaitu Gerbang Tol Bogor Selatan di KM 42,5 di ruas Tol Jagorawi. Summarecon Bogor dan Kota Bogor dihubungkan melalui Jalan Parung Banteng dan Jalan Kolonel Ahmad Syam (Jalan R3), Kota Bogor.

“Pekerjaan awal yang kami lakukan adalah membangun dan menyelesaikan bukaan tol di KM 42,5. Berkat kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak, kami bersyukur pada awal April 2021 pintu Tol Bogor Selatan telah resmi beroperasi. Akses ini sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar,” ujar Benyamin.

Kedua, Summarecon Bogor memiliki luas 500 hektar, luas yang ideal untuk pengembangan sebuah kota mandiri.

Ketiga, ketinggian kawasan hunian ini yakni 300-500 meter dari permukaan laut, sehingga pastinya akan menyajikan udara yang lebih bersih dan sejuk.

Keempat, saleable yang hanya 38 persen dimana pada umumnya saleable di dataran rendah sekitar 60 persen. Dengan keunggulan ini penghuni di Summarecon Bogor dapat menikmati lingkungan dan udara yang lebih sehat.

Kelima, kawasan ini memiliki pemandangan alam yang sangat indah dengan 4 gunung, yakni Gunung Salak, Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Gunung Pancar.

Keenam, diapit oleh dua lapangan golf 63 holes dengan luas kurang lebih 210 hektar, sehingga menambah area terbuka hijau plus pemandangan lapangan golf yang indah.

Ketujuh, melibatkan arsitektur ternama, yakni SWA dari Amerika Serikat, Townland, Thomas Elliott - PAI, Denny Gondo dari Studio Air Putih, Hadiprana dan lain-lain, sehingga menyajikan desain bangunan dan lanskap juga kualitas terbaik sesuai dengan kebutuhan penghuni masa kini dan masa depan.

Kedelapan, PT Summarecon Agung Tbk, yakni perusahaan properti yang telah berpengalaman selama 45 tahun dalam membangun khususnya dalam mengembangkan kota mandiri. Kota-kota mandiri yang dibangun oleh Summarecon semuanya berkembang menjadi kota yang dinamis.

Tingginya Antusias Calon Konsumen

Di tengah situasi pandemi dengan beberapa pembatasan, Summarecon Bogor berani meluncurkan 3 (tiga) cluster sekaligus dengan jumlah 555 unit. Sebuah kejutan yang tidak disangka-sangka, calon pembeli produk-produk hunian tersebut justru membludak. Lebih dari 1.500 calon pembeli mengikuti undian untuk dapat membeli produk hunian dari Summarecon Bogor.

“Acara launching kami gelar pada 17-18 Oktober 2020 secara online dan offline dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Ini sebuah kesuksesan yang luar biasa besar karena peminatnya 2,5 kali lebih, dan 555 unit produk yang dipasarkan langsung habis terjual. Bahkan ada 7 (tujuh) unit hunian The Agathis Golf Residence yang berada di sisi lapangan golf kami lelang, dan para pemenang lelang bersedia menambah Rp800 juta hingga Rp950 juta per unit dari harga pricelist,” ungkap Benyamin.

Untuk diketahui, tiga cluster perdana yang dirilis saat itu, yakni The Mahogany Residence, hunian rancangan arsitek Hadiprana yang mengusung konsep Modern Tropis. Kemudian The Mahogany Island yakni kaveling bangun mandiri yang dipasarkan dengan luasan 200 - 300 meter persegi.

Berikutnya adalah The Agathis Golf Residence yakni hunian dengan view lapangan golf rancangan arsitek Denny Gondo yang terinspirasi dari bangunan bersejarah saat era kolonial di Kota Bogor. Hunian ini terletak persis di sisi lapangan golf dengan view Gunung Salak.

Tiga cluster perdana tersebut dipasarkan dengan harga mulai dari Rp1,3 miliar hingga Rp6 miliar. Untuk nomor urut pemilihan unit dilakukan dengan sistem pengundian nomor yang dilakukan sehari sebelumnya yang dilakukan bersama-sama dengan para sales agent. “Secara umum, ketiga cluster tersebut mendapatkan minat yang sama dari para konsumen,” lanjutnya.

Benyamin menyebutkan bahwa konsumen Summarecon Bogor berasal dari berbagai wilayah, terutama dari Kota Bogor, dan kemudian dari Jadetabek (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Ada juga yang berasal

dari kota-kota lainnya di Pulau Jawa, Sumatera, dan lainnya. Bahkan, beberapa pembeli adalah WNI yang tinggal di luar negeri. “Summarecon Bogor diminati oleh warga dari berbagai wilayah karena mempunyai keunikan alam di sekitarnya,” ujarnya menambahkan.

Dalam situasi normal, hunian biasanya hanya sebagai tempat untuk beristirahat atau tidur, karena sejak pagi hingga larut malam penghuni melakukan aktivitas di luar rumah. Namun tidak demikian dalam situasi pandemi, yang hampir 24 jam penghuni berada di dalam rumah, seperti belajar dari rumah, bekerja dari rumah, kursus dari rumah, hingga beribadah dari rumah. Sebagian dari masyarakat sepertinya terus melakukan kebiasaan ini pada masa New Normal. Oleh karena itu, rumah menjadi sangat penting, mulai dari layout hunian, lingkungan yang asri, dan fasilitas di dalam kawasan.

Summarecon Bogor hadir di saat yang sangat tepat karena menawarkan produk hunian dengan layout yang nyaman, lingkungan yang sehat, serta fasilitas kota mandiri, yang sedang menjadi hunian impian bagi masyarakat saat ini. Beragam keunggulan yang ada di Summarecon Bogor tersebutlah yang menjadi daya tarik utama bagi banyak calon konsumen yang ingin memiliki hunian di kawasan tersebut. Bahkan menyatakan minat membeli tanpa menanyakan harga properti ataupun cara bayarnya. “Ini sangat dahsyat. Ini adalah sebuah fenomena. Ini seperti ‘botol ketemu tutupnya’. Apa yang mereka cari atau yang mereka impikan, dan ada semua di Summarecon Bogor,” kata Benyamin.

Menurut Benyamin, nama besar Summarecon pula yang membuat konsumen langsung percaya bahwa Summarecon Bogor akan berkembang menjadi sebuah kota mandiri dengan keunikan alam di sekitarnya.

Banyak calon pembeli yang kecewa lantaran tidak berhasil mendapatkan unit di Summarecon Bogor. “Ini adalah sebuah fenomena yang belum tentu bisa terulang lagi, apalagi terjadi di tengah kondisi pandemi covid-19. Sebuah berkat yang kami terima,” tegas Benyamin.

Menyesuaikan Kebutuhan Konsumen

Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini dan kedepannya konsumen lebih peka ketika memilih sebuah hunian. Fungsi hunian tersebut kini tidak lagi sekadar sebagai tempat beristirahat namun juga menjadi pusat aktivitas lainnya. Dan Summarecon Bogor pun telah mempertimbangkan hal tersebut. Selain berada dalam kawasan yang lebih sehat dan sejuk, desain hunian juga telah disesuaikan dengan kebutuhan konsumen masa kini.

Hunian sehat yang tentunya memperhatikan berbagai aspek, baik dari segi sirkulasi udara maupun pencahayaan, termasuk juga fungsi dari setiap ruangannya. Salah satu terobosan terbaru yang telah dilakukan oleh Summarecon Bogor adalah ruang service diletakkan di area depan. Dengan demikian, setiap orang yang akan masuk ke dalam rumah, terlebih dahulu harus melewati ruang service sekaligus untuk membersihkan badan atau mensterilkan diri.

Produk Baru

Sebagaimana tagline Summarecon Bogor yakni New City, New Environment, dan New Life, maka pengembang pun berkomitmen untuk terus menghadirkan hunian hunian berkualitas dalam kawasan tersebut. Produk-produk baru selanjutnya juga tengah dipersiapkan. Direncanakan akan ada dua cluster terbaru yang akan diluncurkan, yakni The Pinewood Residence dan The Rosewood Golf Residence.

Cluster The Pinewood Residence merupakan hunian yang berlokasi di dataran tinggi dengan pemandangan alam yang indah dan hadir dengan desain Modern Tropical.

Sedangkan cluster The Rosewood Golf Residence merupakan hunian yang lokasinya berada di sebelah lapangan golf, menyajikan pemandangan lapangan golf dan gunung yang menakjubkan dan menyatukan penghuni dengan alam.

Khusus di cluster The Rosewood Golf Residence tersedia kaveling bangun mandiri dalam berbagai ukuran luas yang lokasinya sebagian bersisian langsung dengan lapangan golf.

Kedua cluster terbaru dari Summarecon Bogor tersebut direncanakan launching pada semester kedua tahun ini. ● [Adv]

AREBI USULKAN KERINGANAN PPH dan BPHTB AKAN DONGKRAK INDUSTRI BROKER PROPERTI

Sektor properti di Indonesia sejatinya mulai tumbuh positif sejak akhir tahun 2020 dan berlanjut di awal 2021. Kegiatan vaksinasi massal yang terus digencarkan pemerintah ditambah sederet stimulus sektor properti juga telah diluncurkan, termasuk melalui perbankan. Sebut saja diantaranya adalah kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps ke 3,50%.

Kebijakan tersebut juga turut didukung dengan pelonggaran berbagai jenis kredit, termasuk pembebasan uang muka atau DP 0 persen untuk pembelian properti. Sementara Relaksasi rasio Loan to Value/Finance to Value (LTV/FTV) kini dapat dimaksimalkan hingga 100% untuk berbagai jenis properti, baik itu rumah tapak, apartemen, maupun rumah toko/rumah kantor.

Tidak hanya itu, pada awal Maret 2021 lalu, pemerintah juga telah memberikan insentif pada sektor properti dengan menanggung seluruh atau 100% Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar dan menanggung setengah atau 50% PPN untuk harga jual rumah lebih dari Rp2 miliar sampai dengan Rp5 miliar.

Dua kebijakan besar ini tentu sangat berdampak pada penjualan properti di Tanah Air, meski dibatasi hanya untuk produk ready stock dan dengan periode hanya dalam waktu 6 bulan, yang berakhir pada 31 Agustus 2021. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sejatinya telah mengungkapkan kemungkinan memperpanjang pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah untuk industri properti.

Asosiasi pengembang melalui DPP Realestat Indonesia (REI), menyambut baik rencana pemerintah tersebut. Sekretaris Jenderal DPP REI, Amran Nukman mengungkapkan, REI juga telah memberikan usulan kepada pemerintah terkait perpanjangan insentif PPN tersebut. Menurut Amran, ada beberapa pendekatan yang sudah dilakukan oleh REI kepada para stakeholder, khususnya pemerintah. Beberapa di antaranya yang sudah terbukti, seperti pembebasan PPN yang saat ini masih berlangsung hingga akhir Agustus 2021.

“REI mengajukan agar PPN ditanggung pemerintah tidak berakhir hanya sampai akhir Agustus, namun bisa sampai akhir tahun. Hasilnya, bisa kita lihat di beberapa media, bahwa ada kemungkinan untuk diperpanjang,” ungkap Amran beberapa waktu lalu.

Bahkan, lanjutnya, melalui usulan tersebut juga diperluas, tidak hanya untuk rumah ready stock saja, namun juga untuk untuk rumah-rumah inden, yang penting transaksinya dilakukan pada masa insentif. “Pak Menko Perekonomian sudah bicara di media, bahwa salah satu di antara dua pengajuan oleh REI, yaitu perpanjangan PPN ditanggung pemerintah, kemungkinan bisa disetujui. Namun, kami juga berharap agar usulan kedua, terkait rumah inden juga disetujui,” katanya.

Lantas, bagaimana dampaknya terhadap industri broker properti? Apakah kebijakan tersebut juga turut mendongkrak transaksi para broker, terutama di tengah masa pandemi saat ini? Apalagi gelombang kedua Covid-19 kembali melanda Indonesia yang bahkan diperkirakan akan menekan laju properti hingga 50%.

Melihat dua kebijakan besar di atas, tentu punya dampak, namun lebih kepada penjualan rumah baru atau primary. Di sisi lain, mayoritas transaksi para broker properti saat ini adalah pada properti secondary. “Untuk primary sudah free PPN, maka harusnya juga dikasih keringanan Pajak Penghasilan (PPH) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk transaksi properti secondary. Ini akan mendongkrak penjualan properti di Indonesia khususnya secondary,” ujar Lukas Bong, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (DPP AREBI). Harapan yang sama juga diungkapkan oleh Clement Francis, Ketua DPD AREBI DKI Jakarta dan Rudy Sutanto, Ketua DPD AREBI Jawa Timur. ● [Pius Klobor]

Lukas Bong, Ketua Umum DPP AREBI

Pandemi covid-19 gelombang kedua kembali melanda Indonesia bagaimana dampaknya terhadap sektor properti?

Sebenarnya kita sudah melihat ada tanda-tanda positif di sejak awal tahun ini, dimana kegiatan vaksinasi nasional juga terus berjalan dan sudah cukup banyak yang divaksin. Harapan kita tentunya perekonomian dan sektor properti bisa kembali pulih segera. Namun gelombang kedua covid-19 dan akhirnya masuk juga ke Indonesia dan kembali meledak. Ini tentunya berdampak kepada perekonomian nasional dan juga sektor properti. Sehingga pertumbuhan properti di kuartal kedua ini melambat. Developer yang tidak banyak melakukan aktivitas launching, dan pastinya adalah para investor akan kembali mengambil posisi wait and see.

Pemerintah telah mengeluarkan beberapa stimulus properti, bagaimana dampaknya?

Selain stimulus tentunya juga pada kegiatan vaksinasi nasional. Stimulus dari pemerintah yang memberikan banyak kelonggaran, seperti free PPN, suku bunga bank rendah, juga beberapa keringanan di sektor pajak, tentunya sangat membantu pertumbuhan properti kita.

Kebijakan pemerintah lebih pada produk primary, bagaimana dengan secondary?

Selain free PPN, yang paling penting juga adalah PPH untuk setiap jual beli properti. Tetapi terlebih dahulu saya bicara soal BPHTB yang dikenakan 5%. BPHTB memang lebih kepada pemerintah daerah (pemda), tetapi itu harusnya juga bisa mempertimbangkan agar bisa dikurangi atau di masa-masa tertentu mungkin bisa dinolkan, atau paling tidak disubsidi separuhnya.

Kedua, setiap kali melakukan transaksi properti terutama properti second, si penjual dikenakan PPH 2,5%. Mungkin saya akan lebih banyak singgung soal properti secondary, seperti di negara-negara maju atau seperti di Singapura, Malaysia dan Australia, dimana PPH mereka itu progresif. Jadi kalau di negara-negara maju, untuk merangsang para investor agar ikut membeli properti secondary, maka PPH-nya itu diambil dari margin keuntungan atau profit.

Sebagai contoh misalnya tahun lalu ada seorang membeli properti seharga Rp1 miliar, sekarang dia jual Rp1,5 miliar. Jadi yang dikenakan pajak adalah dari selisih keuntungannya saja. Kalau kita di sinikan 2,5% dari harga Rp1,5 miliar atau dari harga jual. Di negara luar 2,5% dari marginnya. Kalau marginnya Rp500 juta maka dihitung dari Rp500 juta keuntungannya tersebut.

Efeknya apa. Jadi kalau kondisi orang tersebut pada tahun lalu beli dengan harga Rp1 miliar kemudian sekarang dia jual Rp1 miliar, berarti PPH dia 0, dia tidak perlu bayar. Karena dia tidak ada keuntungan. Secara logika, padahal kalau uangnya itu dia depositokan, maka paling tidak dia sudah mendapat keuntungan dari bunga deposito.

Hal ini akan merangsang uang-uang yang masih nganggur di bank untuk digunakan di properti. Kalau properti semakin laku, maka semakin banyak terjadi pembangunan. Jika makin banyak pembangunan, maka banyak menyerap tenaga kerja. Jadi banyak industri-industri ikutan atau yang terkait dengan properti juga akan hidup, termasuk tukang tukangnya, pabrik semen, atau lainnya.

Kebijakan pemerintah jangan hanya pada produk primary. Rumah seken juga banyak terjadi transaksi jual beli. Nah di situkan ada unsur PPH dan BPHTB. Penjualnya dikenakan PPH 2,5%, dan pembelinya dikenakan BPHTB 5%. Jadi harapan kami adalah 2,5% tersebut diambil dari margin atau profit. Ini pastinya akan sangat menarik bagi para investor atau pemilik uang tadi. Mereka akan merasa lebih nyaman dan menguntungkan ketika berbisnis properti. Ini akan sangat mendongkrak penjualan properti di tanah air terutama secondary. Dan tidak hanya secondary, sebab jika secondary-nya bisa berjalan maka otomatis primary akan terus di-supply di market.

Terkait hal ini, apakah AREBI sudah memberikan usulan ke pemerintah?

Sejauh ini memang kita baru campaign-kan sebatas di teman-teman developer, broker, dan kedepannya berencana audiensi atau bersurat kepada pemerintah melalui Menteri Keuangan terkait dengan PPH. Sementara BPHTB memang lebih ke pemda masing-masing. Jadi PPH dan BPHTB memang menjadi sorotan kami, karena kedua hal ini sangat berdampak kepada transaksi dari para broker properti di Indonesia.

Ibaratnya kondisi begini bisa digambarkan properti sedang kena covid sehingga harus diberikan vitamin yang lengkap, jangan hanya separuh saja. Misalnya kalau sudah kasih free PPN, maka harusnya juga dikasih keringanan PPH dan BPHTB untuk transaksi properti secondary. Ini juga akan mendongkrak penjualan properti di Indonesia.

Selama pandemi ini apakah ada perubahan segmen pasar yang digarap oleh para broker properti?

Sebenarnya tidak ada. Kalau kita melihat dahulu sebelum pandemi, para broker bisa bermain di pasar primer maupun sekunder. Bahkan sebenarnya lebih gencar di primary, karena saat itu banyak sekali developer yang melakukan launching. Tetapi di saat pandemi seperti sekarang ini para developer lebih selektif, tidak banyak yang launching sehingga produk baru agak terbatas. Maka untuk menyiasati agar kantornya tetap survive, para broker banyak yang bermain di secondary. Selain juga karena lebih aman juga sangat mudah karena banyak pemilik yang mau menjual propertinya. Broker sebagai mediator mereka harus mempertemukan antara para pembeli dan penjual dengan harga yang diinginkan bersama. ●

Clement Francis, Ketua DPD AREBI DKI Jakarta

BERHARAP INSENTIF PROPERTY SECONDARY SETIDAKNYA TARIF PPH DAN BPHTB DITURUNKAN

Kami dari broker cukup optimis kondisi properti di DKI Jakarta akan naik penjualannya, karena dengan adanya beberapa program juga kebijakan dari pemerintah. Investor juga mulai berani berinvestasi dikarenakan bunga deposito yang semakin turun. Oleh karena itu, saya memperkirakan bahwa penjualan properti di tahun 2021 ini akan lebih baik dibandingkan dengan 2020 lalu yang memang lebih slow. Apalagi kegiatan vaksinasi Covid-19 juga terus dilakukan sehingga semakin pula meningkatkan kepercayaan konsumen dan investor.

Selama pandemi ini, properti-properti yang masih diminati pasar di wilayah Jakarta cukup beragam. Seperti untuk lokasi di Jakarta Utara, yang diminati berada di kisaran harga Rp1,5-3 miliar. Sementara di Jakarta Selatan rata-rata berkisar antara Rp5 -10 miliar, dan di Jakarta Timur memiliki segmen yang lebih rendah pada rentang harga antara Rp500 juta hingga Rp1,5 miliar.

Stimulus pemerintah, seperti free PPN 10% menjadi salah satu faktor yang mendorong penjualan, khususnya primary property. Kebijakan ini memang sangat bagus untuk properti yang sudah ready. Apalagi diperpanjang, setelah periode ini berakhir di akhir Agustus 2021. Namun, lebih bagus lagi jika kebijakan free PPN tersebut juga bisa diterapkan untuk property inden. Namun lebih dari itu, kami juga berharap agar pemerintah bisa memberikan insentif untuk property secondary dalam hal ini terkait dengan pajak PPH dan BPHTB.

Dalam dalam upaya meningkatkan penjualan, kami dari DPD AREBI DKI Jakarta akan membantu setiap member untuk mem-boost penjualan mereka dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat untuk membeli properti lewat member AREBI DKI yang sudah memiliki SIU-P4 (Surat Izin Usaha Perusahaan Perantara Perdagangan Properti). Kami juga akan memberikan informasi kepada masyarakat dan konsumen yang mau menjual properti dengan keputusan Permendag No 51 Tahun 2017, Bab 1, Pasal 12, yaitu komisi agen untuk jual 2-5% dari nilai transaksi dan untuk sewa 5-8% nilai transaksi. ● Rudy Sutanto, Ketua DPD AREBI Jawa Timur

Kebijakan free PPN sangat membantu developer yang saat ini mempunyai unit ready stock, dan yang mulai start bangun bulan Maret untuk dapat serah terima Agustus. Juga bagi broker sangat terbantu untuk strategi penjualan, yaitu potongan harga beli konsumen tanpa mengurangi profit developer. Dan yang pasti, konsumen, baik end user maupun investor menyambut antusias kebijakan ini.

Para broker AREBI pun sangat antusias menginfokan serta mentransaksikan properti primary saat ini. Penjualan primary oleh broker AREBI Jatim memang meningkat sejak adanya relaksasi PPN tersebut. Tetapi di sepanjang 2020 lalu, penjualan kami didominasi oleh secondary market. Primary tetap ada meski melambat. Dan secara umum, target para broker memang tidak tercapai, hampir semua mengalami penurunan unit transaksi maupun total nilainya. Memang ada satu dua kantor yang melampaui target, dengan kondisi nilai transaksi secondary besar sekali, seperti transaksi gedung, perkantoran, hotel atau pabrik.

Properti yang marketable tetap landed house, karena memang dibutuhkan terutama kaum milenial yang bergerak di bidangbidang yang tidak terkena dampak covid, seperti design grafis, IT programmer, jasa content creator dan lainnya. Mereka memilih rumah yang desain denahnya multifunction serta memperhatikan fasilitas internet. Rata-rata range harganya di bawah Rp1 miliar. Rata-rata properti tersebut berada di Surabaya Barat, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto untuk landed house. Sedangkan untuk gudang di Gresik dan Sidoarjo.

Namun yang juga peting, kami mengharapkan agar ada kebijakan free PPH final maupun BPHTB. Andai Kebijakan ini bisa disetujui pemerintah, maka sangat membantu penjualan properti secondary. Namun jika belum bisa free, ya disesuaikan PPH dengan tarif 1% dan untuk BPHTB menjadi 2%, mengingat pemerintah juga butuh pemasukan. Perlu diketahui bahwa ketika industri properti berjalan, maka banyak terjadi penjualan dan transaksi yang pastinya menggerakkan perekonomian, termasuk sebanyak 250 industri di bawa industri properti. ●

This article is from: