PSYGHT #8 Agustus 2016

Page 1

VIII | AGUSTUS 2016 |

photo cover by: portrait FPUAJ



SALAM Redaksi.

K

elompok Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) hampir selalu menuai kontroversi, bahkan di Amerika yang kini sudah resmi menerima pernikahan sejenis. Sejak Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan untuk menerima pernikahan sejenis secara sah pertengahan 2015 lalu, Indonesia pun seakan tidak mau kalah untuk “meramaikan� momentum tersebut. Pemberitaan mengenai kaum LGBT seperti memenuhi segala macam media telekomunikasi, mulai dari yang mengaitkan dengan hukum agama, menyatakan LGBT sebagai penyakit menular, hingga LGBT sebagai gerakan politik. Rupanya kelompok LGBT yang sudah mulai bisa diterima oleh negara maju seperti Amerika Serikat, Belanda, Perancis, dan Inggris masih perlu bekerja keras untuk meraih hak-haknya di Indonesia. Berbicara tentang kelompok LGBT tentu sangat erat kaitannya dengan gender. Gender merupakan sikap, perasaan, serta perilaku yang diasosiasikan dengan jenis kelamin tertentu (American Psychological Association, 2011). Gender dibentuk oleh budaya dan norma dalam masyarakat, sementara jenis kelamin bersifat terberi atau bawaan lahir. Umumnya kita mengenal dua jenis gender yaitu perempuan dan laki-laki, meskipun saat ini gender sudah dilihat sebagai suatu kontinum. Terlepas dari isu LGBT yang sedang marak diperdebatkan, masalah kesetaraan gender sendiri sudah lama menjadi perhatian di Indonesia. Siapa yang tidak tahu R.A. Kartini sebagai tokoh emansipasi wanita Indonesia? Saat ini, wanita tidak lagi terbatas pada pekerjaan rumah dan mengurus anak. Banyak wanita Indonesia yang kini bekerja di perkantoran serta memiliki pendidikan tinggi. Namun, apakah titik ekuilibrium tersebut sudah benar-benar tercapai? Apakah perempuan sudah sepenuhnya memiliki persamaan hak dengan lakilaki, atau gerakan “feminisme� di Indonesia justru dinilai terlalu berlebihan? Bagaimana keadaan kesetaraan gender di Indonesia pada tahun 2016? Membahas kesetaraan gender di edisi 8 merupakan tantangan tersendiri untuk tim redaksi PSYGHT. PSYGHT bekerjasama dengan berbagai pihak eksternal untuk dapat membahas isu kesetaraan gender dari perspektif yang berbeda, seperti Perempuan Mahardhika dan Jakarta Feminist Discussion Group. Semoga kali ini PSYGHT dapat memberikan informasi serta perspektif baru, ya! Salam, Angela Stevina






Tag Rubrik

INI DIGANTI MENJADI

JUDUL ARTIKEL “Ini adalah bagian catcher, semacam subjudul, nanti diganti semua katakatanya. Tidak selalu ada. Jika ada, silahkan diganti dengan yang ditulis anak konten.�

Artikel: Nama Penulis | Layout: Nama Kita | Foto: Nama Photographer

B

agian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak 8 8 PSPSGHT GHT| Edisi | Edisike-6 ke-6

konten. Selamat melayout! Good luck teman-teman!Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Good luck teman-teman! Bagian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini di-


isi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Good luck teman-teman! Bagian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Good luck teman-teman! Bagian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Good luck teman-teman! Bagian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Good luck teman-teman!

Tag Rubrik

Bagian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Good luck teman-teman! Bagian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Good luck teman-teman! Bagian ini diisi dengan tulisantulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Bagian ini diisi dengan tulisan-tulisan artikel copas dari hasil ketikan word anak konten. Selamat melayout! Good luck teman-teman! Yak ini adalah paragraf terakhir dari artikel ini. Jangan lupa dikasi kotak di akhir.

EdisiEdisi ke-6ke-6 | PS | GHT PS GHT9 9


Isu Utama

EQUAL PARTNER DALAM POLA HUBUNGAN SETARA ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI Artikel: M. Triwarmiyati DW | Layout: Jessica Utomo

Emma Watson, Duta Besar Khusus PBB untuk urusan perempuan kampanye “HeForShe” gerakan menyatukan laki-laki dan perempuan untuk kesetaraan gender. Sasaran kampanye memobilisasi 1 miliar laki-laki dan remaja laki-laki selama 12 bulan. Hasil riset Emma menemukan bahwa feminisme telah menjadi kata yang tidak populer. Perjuangan atas hak-hak perempuan terlalu sering diidentikan dengan pembenci laki-laki. Emma bicara tentang kesetaraan“Jika laki-laki tidak harus agresif agar dapat diterima, perempuan tidak akan merasa terdorong untuk tunduk. Jika laki-laki tidak harus mengontrol, perempuan tidak perlu dikontrol.” Fenomena gerakan kesetaran gender di media sosial yang saat ini sedang marak misalnya hashtag aktivis telah membantu memobilisasi perhatian publik 10 PS GHT | Edisi ke-6

pada hak-hak perempuan, media sosial ini meningkatkan visibilitas isu yang kurang dilaporkan di media mainstream. Misalnya pada tahun 2013,


Isu Utama Kampanye #BringBackOurGirls mencapai lebih dari 1 juta tweet, membantu untuk meningkatkan kesadaran nasional dan internasional guna membantu menyelamatkan siswi yang diculik di Nigeria. Media sosial telah membantu korban perempuan untuk berbagi pengalaman korban kekerasan dengan korban lainnya, menciptakan ruang untuk pertukaran pengetahuan dan informasi tentang hakhak mereka, proses hukum dan pelayanan kesejahteraan. Pada tahun 2010, salah satu media sosial HarassMap diluncurkan di Mesir sebagai alat pemetaan online untuk memungkinkan korban anonim melaporkan kasus pelecehan seksual secara langsung dari ponsel mereka. Hal ini dapat dijelaskan oleh Blumer bahwa kesetaraan dan kondisi yang tidak setara hanya dapat terdefinisikan dalam sebuah interaksi. Artinya pertimbangan sebagai setara atau tidak setara didefinisikan oleh orangorang sebagaimana mereka menghubungkan dirinya satu sama lain. Kekerasan dalam hubungan laki-laki dan perempuan sebagai pola sosialisasi perempuan yang selama ini membuat perempuan cenderung menyerahkan kekua-

tannya dalam pergaulan, bahkan hal itu seringkali tanpa disadari. Konsep kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Sementara pengertian kesetaraan gender dapat mengacu pada akses dan kesempatan yang sama dalam semua bidang kehidupan untuk laki-laki dan perempuan. Mengapa mahasiswa dan remaja relevan memahami persoalan kesetaraan gender? Mahasiswa/remaja dihadapkan pada tugas memilih pasangan hidupnya yang dianggap cocok. Berbagai kriteria yang biasa digunakan di masyarakat antara lain: penampilan fisik, kepribadian, pendidikan, kekayaan, kelas sosial, identitas etnis atau ras. Pemilihan pasangan memerlukan proses saling mengenal dalam masa pacaran. Ada kalanya dalam pacaran mengalami berbagai masalah antara lain kurang memiliki pengalaman/pengetaEdisi ke-6 | PS GHT 11


Isu Utama huan dalam menentukan pasangan atau malahan mengalami kekerasan dalam berpacaran. Tulisan ini menawarkan pola relasi equal partner yang mengacu pada pola menjalin hubungan setara dalam relasi perempuan dan laki-laki yang sehat. Equal Partner dikenal sebagai salah satu jenis pola relasi suami istri oleh Scanzoni dan Scanzoni. Pola relasi equal partner ditandai dengan relasi antara suami istri setara dalam pembagian peran dan pengambilan keputusan. Karakteristik lainnya adalah status suami dan istri memiliki kedudukan yang sama, yaitu sama-sama memiliki kontribusi ekonomi dan tugas serta tangung jawab yang sama dalam keluarga. Status suami dan istri memiliki kedudukan yang sama berarti suami tidak bisa memaksakan superioritasnya dan tidak ada perasaan saling terancam oleh pasangannya. Peran suami istri saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Istri mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan suami dalam hal pengembangan diri dan tugas rumah tangga. Pengambilan keputusan bersifat egaliter dan 12 PS GHT | Edisi ke-6

dilakukan dengan saling mempertimbangkan kebutuhan dan kepuasan masing-masing pasangan. Pembagian peran antara suami istri pada dasarnya memiliki tangung jawab dan peran yang sama dalam hal mencari nafkah dan pekerjaan rumah tangga. Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan khusus, mereka membagi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing. Misalnya istri lebih mampu memasak maka memasak menjadi tangung jawab istri, sedangkan bila terjadi kerusakan dengan peralatan rumah tangga maka dapat menjadi tangung jawab suami sesuai kesepatan bersama. Pengambilan keputusan dilakukan secara bersama antara suami istri. Beberapa keputusan bisa jadi lebih banyak diinisiasi oleh istri karena kapasitas istri dalam hal kesehatan, disiplin, rekreasi dan kebersihan. Keputusan dalam pendidikan anak didiskusikan bersama, misalnya saat mempertimbangkan pendidikan agama sebagai hal utama yang diperhatikan pada pendidikan


Isu Utama dasar meskipun biaya yang dikeluarkan lebih mahal dan lokasi lebih jauh. Rekreasi umumnya lebih banyak diputuskan oleh istri karena suami lebih senang di rumah, sementara istri lebih banyak memiliki pengetahuan tempat-tempat rekreasi. Pola relasi equal partner perlu dimulai sejak masa pacaran, yaitu masa penjajakan dan proses mengenal lebih dalam agar kelak dapat membangun pasangan rumah tangga yang setara dan sehat. Pacaran tidak saja terkait dengan daya tarik dan kehangatan hubungan, namun hendaknya mulai dipikirkan mengenai pola relasi seperti apa yang akan dibangun saat menjalani perkawinan nantinya.

PROFIL PENULIS Nama: M. Triwarmiyati Dwi Windyaningsih (Sosiolog) Pendidikan: S1 FISIP UGM, S1 Fak. Sastra UI, S2 Sosiologi- Fisip UI Pengalaman Kerja: Staf Peneliti di PKPM Atma Jaya, Kepala Perpustakaan PKPM, Dosen Fak. Psikologi mengajar Penulisan Ilmiah, Pendekatan Sosial Budaya, Psikologi Perempuan, Multikulturalisme, Analisis Perubahan Sosial. Aktivis di gerakan perempuan saat ini menjadi Ketua Yayasan Mitra Imadei. Karya: Menulis bersama dalam buku editor Nani Nurrachman “Psikologi Perempuan: Pendekatan Konstektual Indonesia�. Jakarta: Penerbit Unika Atmajaya, 2011.

Edisi ke-6 | PS GHT 13






Konten : Cindy Handayani A | Layout : Hashella

ulasan acara

18

JAKARTA BIEN BIE NDUR KEN

“MAJU KENA, MU

P

ada tanggal 8 Januari lalu, Tim Psyght berkesempatan untuk menghadiri program utama berupa exhibition dari event tahunan Jakarta Biennale di Gudang Sarinah. Jakarta Biennale sendiri memiliki tiga program yang diadakan di lokasi berbeda, antara lain program utama, program publik, dan program pendukung. Tahun ini Jakarta Biennale mengusung tema “Maju Kena, Mundur Kena : Bertindak Sekarang”. Tema tersebut bertujuan me-review situasi hidup masyarakat Indonesia saat ini. Tentunya review yang disajikan tidak terpengaruh oleh nostalgia masa lalu dan harapan akan masa depan. Penyajiannya dibungkus nyata dan apa adanya dengan tiga subtema yakni air, sejarah, dan gender. Keberadaan tiga subtema tersebut bertambah apik dengan karya-karya tidak biasa dari para seniman dalam dan luar negeri. Seperti karya Yongseok Jeon yang berjudul “Oranglaut in Rattan”, ia menampilkan foto seorang laki-laki mengenakan sebuah pakaian dan aksesori yang terbuat dari rotan di pantai Canggu, Bali. Hal tersebut

PS GHT | Edisi ke-6

direfleksikan sebagai fleksibilitas masyarakat Bali akan perubahan. Selain itu, terdapat pula potret kekerasan yang mengakar kuat dalam perjalanan masyarakat Indonesia yang disajikan lewat karya Arahmaiani. Instalasi tumpukkan pakaian yang tersebar pada setiap sudut ruang pameran terkonsentrasi dalam satu tempat menceritakan secara tersirat berbagai wujud kekerasan yang bisa kita alami sehari-hari. Namun, hal yang paling menggugah perhatian adalah segala karya bebas dengan subtema gender. Dalam pameran ini, semua sudut pandang tentang gender diungkapkan dengan metode yang bervariasi. Ada yang merefleksikannya dengan unsur lain seperti air dan ada pula yang membuatnya berdiri sendiri. Umumnya, isu gender yang ditonjolkan disini adalah feminisme dan LGBT. Hal tersebut tidak dapat kita pisahkan, bukan karena isu tersebut sedang happening, melainkan kesetaraan gender (feminisme dan LGBT) masih memprihatinkan. Oleh karena itu, para seniman berusaha untuk menjadi penyambung lidah mereka. Dalam isu feminis, terdapat karya Yee I-Lann yang secara terang-terangan


ulasan acara

NNALE 2015 ““ ENNALE NA : BERTINDAK SEKARANG” mengkritik eksistensi perempuan lewat karyanya yang berjudul “Pontianak, Chapter One : I’ve Got Sunshine On a Cloudy Day”. Karyanya berupa video tujuh perempuan muda yang sedang berbincang tentang kehidupan dan tuntutan atas peran yang diemban. Hal yang spesial dan berbeda dari karya ini adalah selama berbincang wajah ketujuh perempuan tadi tertutup oleh rambut mereka sebagai representasi dari kuntilanak. Hal tersebut menggambarkan bagaimana perempuan dituntut untuk melaksanakan segala tuntutan sosial, agama, dan norma-norma lainnya. Apabila gagal, perempuan akan dihujat karena melanggar kodrat yang ada, sama seperti masyarakat Malaysia dan Kalimantan menggambarkan hantu kuntilanak yang dianggap gagal melaksanakan fungsi reproduksinya. Masih dalam media video, terdapat pula karya Ariani Darmawan yang memberikan tugas kepada penikmatnya untuk kembali menerka tema dan makna yang diangkat dalam “Silenced”. Kepingan adegan dalam video berdurasi enam menit tersebut menunjukkan seorang gadis yang tiba-tiba menghilang saat

sedang membaca buku. Dengan latar belakang suara deru ombak, ditambah dengan alunan musik yang bertempo semakin cepat saat gadis itu menghilang, sang seniman bertanya, apakah gadis itu dihilangkan karena ia perempuan? Bermata sipit? Atau ada sebab lain? Terakhir, dalam isu LGBT. Penikmat seni disuguhkan dengan kumpulan foto tanpa batas dari para pasangan di dalam bilik khusus bertanda 18+. Mulai dari kaum muda, dewasa, sampai tua, semua terekam ke dalam delapan belas foto tersebut. Setting tempatnya pun bervariasi ; kolam renang, kamar, bak mandi, tempat kerja, bahkan danau. Selain itu, teknik pemotretannya ada yang dibuat candid dan ada yang tidak. Atmosfer di dalam bilik tersebut sangatlah intim, penggambaran kasih sayang yang tak terbatas kerap ditunjukkan dengan seni fotografi yang alami. Tema Jakarta Biennale tahun ini memberikan gambaran kepada kita bagaimana keadaan Indonesia saat ini. Selain itu, kita juga diajak untuk merefleksikan diri, apakah dari semua isu dan karya yang disajikan ada yang kita lewatkan?

Edisi ke-6 | PS GHT

19


Ulasan Komunitas

jakarta Feminist discussion group

Artikel: Radhika B & Winda | Layout: Irena M

20 PS GHT | Edisi ke-6

K

esetaraan Gender bukanlah isu yang dapat disepelekan. Untuk itu, banyak komunitas yang mendukung agar kesetaraan gender bisa terwujud, salah satunya Jakarta Feminist Discussion Group (JFDG). JFDG adalah sebuah komunitas diskusi mengenai feminisme. PSYGHT berkesempatan bertemu dengan salah satu founder dari komunitas ini, Kate Walton. Saat kami bertemu Kate, ia terlihat penuh senyum dan energi. Dapat terlihat dengan jelas bahwa ia adalah seorang wanita yang percaya diri dan keramahannya membuat perbincangan kami sangat menyenangkan. Kate bercerita bahwa ia adalah seorang wanita berkebangsaan Australia yang telah tinggal di Indonesia selama 4 tahun. Awalnya, ia bersama dengan satu temannya yang juga berasal dari Australia mendirikan komunitas ini karena pelecehan seksual yang sering dialami terutama di jalan. Pelecehan seksual tersebut berupa catcalling yaitu siulan atau pendapat-pendapat bersifat seksual yang diutarakan kepada seorang wanita yang sedang berjalan. Catcalling yang dialami Kate beragam, mulai dari siulan sampai meminta nomor telepon. Dari pengalaman tersebut, Kate mengajak temannya dan dua wanita Indonesia lainnya untuk memulai suatu komunitas yang dapat memfasilitasi wanita Indonesia yang pernah mengalami kejadian serupa untuk menyuarakan pendapatnya dengan aman dan nyaman. Jakarta Feminist Discussion Group berdiri pada tahun 2015 dan beranggotakan sekitar 200 orang, sebagian besar perempuan dengan rentang usia 20 hingga 30 tahun yang memiliki minat dalam feminisme. Meskipun demikian, komunitas ini sebenarnya terbuka bagi wanita dan pria segala umur. Diskusi yang dilakukan oleh anggota JFDG biasanya


Ulasan Komunitas seputar peran yang dimiliki oleh wanita dalam masyarakat, kesehatan ibu dan kesehatan reproduksi wanita. Saat kami bertanya mengenai perkembangan feminisme di Indonesia, Kate terlihat optimis. “Feminisme di Indonesia sudah cukup baik, tetapi masih kurang. Orang-orang masih takut untuk mengidentifikasi dirinya sebagai seorang “feminis.” Di mata masyarakat, feminisme masih terlihat sebagai sebuah gerakan yang bersifat radikal dan berasal dari negara Barat, padahal jika dilihat sejarahnya, gerakan feminisme telah berwujud dari abad sebelumnya.” ujar Kate yang telah menghabiskan waktunya mengerjakan proyek-proyek feminisme di Sulawesi tenggara, Jakarta dan Papua. Meskipun memerlukan kemajuan, menurut Kate peran wanita di Indonesia sudah lebih baik dibanding di beberapa negara lainnya. “Wanita Indonesia itu kuat. Mereka menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga tetapi juga memiliki kehidupan di luar rumah, seperti pekerjaan atau jualan yang dilakukan sehari-harinya.” ujarnya sambil tersenyum. Perlu adanya kesadaran bahwa wanita harus memiliki pilihan dalam menjalankan perannya di masyarakat. Jika mereka ingin menjadi ibu rumah tangga maka tidak apa-apa, tetapi jika mereka ingin mencapai karir di luar rumah maka mereka harus didukung dan diperbolehkan untuk memilih. Dalam hal ini, laki-laki diharapkan menjalankan perannya sebagai silent supporter yang mendukung keputusan perempuan yang ingin lepas dari peran stereotipenya agar memperoleh hak- haknya sebagai perempuan. Dalam menegakkan kesetaraan gender, tentu banyak hal yang dihadapi Kate, seperti mereka yang memiliki prasangka negatif terhadap wanita atau yang dapat disebut sebagai misogynist. Menurutnya,

para misogynist berpandangan seperti itu karena mereka belum mengenal perempuan yang kuat atau karena informasi yang tidak tepat mengenai perempuan. Kate sendiri berkata bahwa ia tidak punya waktu untuk para misogynist ini, mereka sudah sulit diubah karena informasi yang salah tersebut. Hambatan lainnya adalah stereotipe wanita dalam masyarakat, yang juga menjadi alasan mengapa misogynist berprasangka negatif terhadap wanita. “Stereotipe dan peran gender di Indonesia masih kuat, namun kita bisa mengubah dan melepaskan stereotipe itu dengan mencoba membahasnya secara terbuka”, ujar Kate. Sebagai founder JFDG, Kate mengaku merasa senang dapat mendapatkan kesempatan untuk melakukan hal-hal positif bagi perempuan. Kate berharap dengan adanya komunitas ini, isu kesetaraan gender dapat lebih diperhatikan sehingga tersedia lebih banyak pilihan dan kesempatan bagi laki-laki maupun perempuan. Kate berharap agar lebih banyak orang Indonesia yang bergabung dan lebih terbuka membahas masalah ini, lebih memahami hak dan peran gender karena menurutnya, untuk memulai suatu tindakan kita perlu membahasnya secara terbuka lebih dahulu. Itulah sekilas mengenai Jakarta Feminist Discussion Group. Bagaimana temanteman? Apakah kalian tertarik untuk bergabung? Untuk kalian yang tertarik bergabung dengan komunitas ini, caranya mudah lho! Cukup bergabung lewat media sosial facebook. Selamat mencoba ya.

Edisi ke-6 | PS GHT 21




24 PS GHT | Edisi ke-6


fakta seru

gender as a continuum? Artikel: Carolina Leonard| Layout: Irena M | Ilustrasi: Paul Windle

“Pink untuk laki-laki dan biru untuk perempuan”.

A

da yang aneh dengan kalimat di atas? Ini adalah salah satu contoh dari gender stereotypes yang kita tahu. Tentunya, masih banyak lagi contoh yang dapat kita sebutkan. Stereotipe seperti contoh di atas menekankan bahwa gender terpisah dan terbagi menjadi dua, yaitu maskulin (memiliki atribut yang terkait dengan laki-laki) dan feminin (memiliki atribut yang terkait dengan perempuan). Namun, sebelum membahas lebih dalam mengenai apa itu gender continuum, ada baiknya kita tahu terlebih dahulu istilah-istilah yang seringkali digunakan saat membahas seks dan gender. Seks adalah konsep biologis untuk mengidentifikasi seseorang sebagai laki-laki atau perempuan (male or female), perbedaan ini dilihat dari segi fisiknya. Gender merupakan suatu konsep sosial-kultural yang menentukan apakah seseorang laki-laki atau perempuan (man or woman). WHO mendeskripsikan gender sebagai “konstruk sosial yang bervariasi antar budaya, dari waktu ke waktu”. Gender identity adalah persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, apakah ia melihat dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Sementara itu, gender expression merupakan cara seseorang mempresentasikan diri kepada lingkungan di luar dirinya. Cara mengekspresikan ini dibentuk secara sosial, tetapi sepenuhnya ditentukan oleh keinginan seseorang untuk terlihat sebagai laki-laki

atau perempuan. Oleh karena itu, gender expression tidak selalu sama dengan gender identity. Lalu apa hubungan istilah-istilah ini dengan gender as a continuum? Gender spectrum atau gender continuum tidak melihat manusia ‘terkotak’ hanya ke dua bagian, yaitu laki-laki atau perempuan. Sesuai istilahnya, gender dilihat sebagai sesuatu yang memiliki spektrum dan bersifat kontinu. Pandangan baru ini merepresentasikan bahwa setiap manusia memiliki gender identification tersendiri yang unik, penting, dan selalu berubah sepanjang kehidupannya. Menurut penelitian, tidak ada orang yang benar-benar 100% maskulin atau 100% feminin. Setiap orang mengidentifikasikan sendiri sejauh mana posisinya pada ‘garis’ (spektrum/konitnu) gender tersebut. Keberagaman gender ini merupakan bagian normal dari pengalaman manusia, lintas budaya maupun sejarah. Sayangnya, seks dan gender (juga gender identity dan gender expression) seringkali dijadikan satu kesatuan. Gender stereotype akan selalu sulit dibongkar karena manusia menyukai pola. Adanya pola yang secara cepat memasukkan orang asing ke dalam kategori (seperti laki-laki atau perempuan) membuat manusia lebih mudah dalam mempersepsikan dunia di sekelilingnya. Nah, lewat istilah-istilah baru (dan membingungkan) dan konsep mengenai gender continuum ini, semoga kalian bisa lebih menghargai satu sama lain dan memahami bahwa gender manusia dapat selalu berubah!

Edisi ke-6 | PS GHT 25


cerpen

A

ku memandang sepupuku yang terlihat cantik jelita seperti bidadari, dengan pakaian tradisional India yaitu sari berwarna merah yang dikenakannya dan juga perhiasannya yang begitu gemerlap sehingga saya yang sedang berdiri berjinjit di tengahtengah keramaian dapat melihat kilapannya. Di antara keramaian, saya mendengar Bibi bersentak kepadaku, “Aisha, lihatlah sepupumu Rita. Ia adalah seorang pengantin yang sangaat cantik dan nanti, ia akan menjadi ibu rumah tangga yang baik,” Aku melihat wajahnya yang penuh senyuman lalu berkata, “Tetapi Bi, apakah hanya itulah yang ia akan pernah menjadi? Seorang ibu rumah tangga yang baik?” “Kamu ini, emangnya mau apa lagi?” ujarnya dengan nada bingung. Aku menunduk dan berkata dalam hati, “Lebih dari itu.” **** Tiga belas tahun telah berlalu setelah peristiwa hari itu. Aku mengingat betapa bingungnya dan ketidakpuasan yang berlalu di benakku yang hanya berumur delapan tahun. Sekarang aku melihat foto keluarga di pernikahan sepupuku tersebut dan mencoba untuk berpikir keras-keras. Apakah benar ada hal yang lebih penting dibanding menikah dan menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik? Sepupuku sekarang terlihat puas dan bahagia dengan ketiga anaknya yang penuh kenakalan. Waktunya habis mengurus anak-anaknya sedangkan suaminya sibuk bekerja di kantor. Sepertinya semuanya baik bagi mereka. Lalu kenapa aku bingung? Di tengah percakapanku dengan diriku sendiri, ibu masuk ke dalam kamar dan berkata dengan senyum yang gugup, “Ayo nak, mereka sudah menunggu di bawah.” Aku mengangguk dan melihat bayangan di kaca untuk yang terakhir kalinya. Aku mengenakan pakaian tradisional India yaitu sebuah salwaar kameez yang berarti sebuah baju panjang selutut dengan motif tradisional, leggings karena bahkan

26 PS GHT | Edisi ke-6

baju “tradisional” pun telah berevolusi dan juga sebuah kerudung yang Aku letakkan di bahu. Kemudian Aku keluar kamar untuk menemui tamu yang telah menunggu di bawah. “ H e l l o aunty, hello uncle. Apa kabar?” Aku mendekati orang tua lelaki itu untuk menyampaikan salam. Biasa lah, hanya basa-basi. Kalau di komunitas India, apalagi India yang di Jakarta, entah kenapa orang yang lebih tua pasti disebut “aunty” atau “uncle” meskipun sebenarnya mereka bukan benar-benar bibi atau paman sedarah kita. Ya sama dengan memanggil orang yang lebih tua om dan tante. “Hai.” Aku melambaikan tangan, lelaki itu adalah orang yang dipilih untuk menjadi suamiku. Kata keluargaku orang tuanya baik, anaknya juga pasti baik, “ga macem-macem”. Tapi aku tidak terlalu peduli apabila ia lelaki yang baik atau tidak. Aku baru saja 21 tahun! Masa sudah harus memikirkan jodoh. Memang orang tua aku tidak pernah memaksa dan aku telah bilang kepada mereka bahwa aku tidak ingin menikah sampai aku berumur 27 tahun. At least. Aku ingin lulus kuliah, kerja dan membangun karir, lulus S2, masih banyak deh yang ingin aku lakuin. Tapi agar tidak terlihat tidak sopan dan hanya untuk menghormati keluarga lelaki itu, saya setuju untuk bertemu dengannya bersama keluarganya. Ibuku menawarkan teh susu hangat khas India yang bernama chai dan makanan ringan tradisional kepada tamu tersebut. Sembari meminum teh dan memakan snacks, Ibuku mulai berkata,”Aisha


cerpen pandai memasak loh. Apalagi kalau bikin kue, wuih enak. Sebentar lagi juga udah lulus S1nya, jurusan psikologi. Jadi kalau uda lulus mah dapat kerjanya yang bagus juga pasti.” Aku melihat Ibu dan mencoba untuk memberinya sinyal untuk tidak mempromosikan aku. Lagian emangnya aku barang, oh bisa masak bisa kerja pula. Tetapi malah ayah lelaki itu tidak ingin kalah dan berkata, “Putra kita juga sebentar lagi lulus, uda tinggal serahin skripsi. Bahkan sudah diterima sama 3 perusahaan, dia tinggal milih.” Lalu ibunya menambahkan, “Perusahaan besar lagi ya. Jadi ga perlu khawatir, dia pasti bisa menyediakan lah ya.” Menyediakan? Maksudnya aku ga bisa nyediain untuk diri sendiri gitu jadi perlu suami yang mapan untuk “sediain” buatku? Oh please. Ayahnya menambah, “Lagian, kalau .. udah capek kerja sama orang lain, tinggal bilang saya aja. Tuh toko tekstil perlu ada yang jaga juga kan.” Ucapnya sambil tertawa. Setelah mereka pulang, aku memastikan lagi dengan orangtuaku. “Mama, Papa, aku ga mau nikah dulu.“ “Tapi Aisha, lelaki itu terlihat baik. Pintar, sopan, bisa bekerja pula. Apa salahnya jika kamu setuju? Orangtuanya juga menyetujui.” Ibuku berkata. Aku meletakkan tanganku dibahunya dan berkata, “Ma, aku ga mau pikirin tentang nikah juga. Aku mau fokus ke kuliah and kerja dulu. Okay?” Orangtuaku adalah orang tradisional, tetapi untungnya mereka juga pengertian. Ibuku menangguk dan aku masuk ke kamar. Sebelum tidur, aku menelpon teman baikku Jess. “Ya ampunnn emang sekarang itu tahun berapa sihh. Masih aja ada

arranged marriage. Ga jaman tau!” “Emang lelakinya gimana? Kalo dia ganteng mah nggak apa-apa lah!” ujarnya sambil tertawa. Aku membuka akun Facebook yang dimilikinya dan mengirim salah satu foto lelaki itu. “Ya Tuhan Aisha! Kalau aku jadi kamu sih aku iyain aja. Kapan lagi bisa dapet yang seganteng dia?” Aku mendesah dan menutup wajahku dengan bantal. Sungguh sulit untuk menemukan seseorang yang mengerti pandanganku. **** Sinar matahari yang sungguh terang membuatku membuka mata. Aku melihat sekelilingku dan menyadari bahwa sebelahku kosong. Bantal dan selimut kusut berada di sampingku. “Pasti dia telah bangun.” Pikirku sendiri. Tiba-tiba terdengar suara sepatu yang sedang berlari mendekati kamar. “Mama! Mama!” Aku tersenyum dan melihat putriku masuk ke dalam kamar. “Ada apa sayang?” “Papa bilang Mama harus bangun. Kita harus siap-siap untuk pergi ke pernikahan Ka Maya. Ayo ayo bangun!” ujarnya dengan seru. “Kamu ini, senang sekali ingin ke acara pernikahannya ya?” Kemudian anakku bertanya, “Ma? Kapan aku harus nikah?” Aku terkejut dengan pertanyaannya. Kemudian aku ingat akan usianya. Ia baru saja delapan tahun, usia yang sama sepertiku disaat aku pertama kali bingung soal pernikahan. Aku mengangkat putriku dan mendudukannya di atas kasur. Aku melihat wajahnya yang penuh kepolosan dan menatap matanya yang penuh rasa ingin tahu. Lalu aku berkata, “Kapanpun kamu mau, anakku. Tidak ada umur yang menjadi sebuah patokan dimana kamu harus menikah. Menikahlah saat kamu telah belajar dan bekerja. Menikahlah saat kamu telah menjadi seseorang yang mandiri dan bertanggung jawab. Menikahlah saat kamu merasa siap.” Ia terdiam dan menatap wajahku. “Kalau Mama kapan menikah?” Aku hanya tersenyum dan memeluknya eraterat.

Edisi ke-6 | PS GHT 27


Ulasan Acara

FEMINIS

MERANGKAI

DI PASAR SANTA

Artikel: Cindy Handayani A | Layout: Jessica Utomo

P

ada tanggal 10 Januari lalu, telah diadakan acara bulanan toko buku Post yakni “Menulis di Pasar”. Post sendiri adalah toko buku yang khusus menyediakan buku dan jurnal baru atau bekas dari penerbit independen, juga hasil perburuan trio maestro pendiri Post di luar negeri. Tiga maestro itu tidak lain dan tidak bukan adalah Maesy Angelina, Teddy Kusuma, dan Steve Ellis. Selain difungsikan sebagai toko buku, Post juga biasa digunakan untuk acara workshop, diskusi buku, bahkan gallery. Workshop “Menulis di Pasar” diadakan dua kali dalam sebulan yang dikemas dengan tema yang berbeda. Workshop feminis yang dipilih pada Minggu pagi itu, dibawakan dengan apik oleh Ayunda Nurvitasari dan Syarafina Vidyadhana. Keduanya merupakan tokoh yang aktif sebagai reporter Magdalene. co dan editor jurnal Murmur. Sebelumnya pihak Post telah mengirimkan bacaan referensi fiksi maupun non-fiksi kepada para peserta. Nah, sebagai ancang-ancang, Kak Syarafina menceritakan makna dan ciri penulisan dari feminisme sebagai dasar dan arah tulisan nantinya. Menurut Kak Syarafina, “Feminisme bukanlah mem-

28 PS GHT | Edisi ke-6

benci atau mengkerdilkan laki-laki ; bukan juga sebuah produk/isu barat ; dan bukan selalu dari, oleh, dan untuk perempuan, bisa juga untuk LGBT dan kesetaraan unsur-unsur bumi”. Lebih jauh lagi, ia juga menyebutkan tiga aliran feminisme yakni liberal feminism (menyangkut hak-hak defacto), radical feminism (menyangkut masalah seksual), dan post-structural (menggarisbawahi perbedaan laki-laki dan perempuan). Nah, post-structural sering disebut juga sebagai anti-feminis karena dianggap malah membedakan laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, giliran Kak Ayunda yang menjelaskan lebih detail tentang struktur penulisan feminis. Menurutnya, untuk menulis tipe fiksi diperlukan imajinasi yang kuat untuk dapat merepresentasikan alur cerita yang diinginkan. Sedangkan, untuk nonfiksi perlu diperhatikan jenis-jenis tulisan dan minus penulisannya. Berikut uraian singkat mengenai tipe non-fiksi.


Ulasan Acara 1. Argumentative Essay Argumentative essay adalah tulisan yang menjelaskan pro dan kontra topik yang dibahas. Ciri-ciri : Tajam dan persuasif at) kalim Spesifik (Fokus pada masalah konkret) r a t u ar-m Adil (Jujur) emut an M ( g l n Dapat dipahami oni mpu as (-) Bi ular Reas mbil kesi c a r i t C pa lu ce Terla

2. Personal Narrative Personal narrative adalah tulisan yang kita buat berdasarkan pengalaman nyata kita sendiri. Ciri-ciri : Menunjukkan empati ks) Menggunakan sudut pandang orang pertama konte r a u Berdasarkan kejadian nyata rsis di dil ng na lur menja u r Reflektif e d n (a ujuan (-) Ce rsharing ensi/t s e Ove n anga Kehil

3. Thematic Review Thematic review adalah tulisan yang dibuat untuk mereview buku, jurnal, dan film. if) Ciri-ciri : Menggunakan perspektif bjekt u S ( a Menggunakan poin evaluasi seler ng si arkan a elabora menyera s a d r y g (-)Be ng adan enderun Kura minem(c t) a o Ad H g/pembu n a r a peng Terakhir, para peserta diberikan kesempatan untuk menulis kerangka maupun bentuk jadi cerpen bertema feminis. Atmosfer Post yang kian siang itu pun kami manfaatkan untuk terus berimajinasi atau sekedar mengingat pengalaman singkat yang berkenan di hati kami. Sepinya Pasar Santa semakin membawa kami ke dunia feminis yang kian menit melekat di hati. Banyak sekali ilmu dan pelajaran yang didapat dalam acara “Menulis di Pasar�, keramahan para peserta bahkan pemilik Post juga menjadi kehangatan dan kebetahan kami disana. Feminis bukanlah melulu tentang perempuan, feminis juga selalu ada untuk mereka yang dilumpuhkan. CERPEN FEMINIS REFERENSI POST : 1. Klub Solidaritas Suami Hilang oleh Intan Paramaditha 2. Edelweiss Melayat ke Ciputat oleh Yusi Avianto Pareanom 3. Pelayanan Kesehatan Reproduktif Harus Dijangkau Anak Muda oleh Haryani Diannisa 4. The Bride in Her Head oleh Lena Dunham

Edisi ke-6 | PS GHT 29


Data Diri

Nama: Mutiara Ika Pratiwi, SIP TTL: Kudus, 25 April 1987 Alamat: Jl. Kedondong I No. 39 Rawamangun - Jakarta Timur, 13220 Email: mutiara.ikapratiwi@ gmail.com No. Kontak: +6285647735174 Hobi: Menyanyi Pendidikan Ilmu Hubungan Interterakhir: nasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, tahun kelulusan 2010, dengan predikat Cumlaude. Aktivitas •Menjabat sebagai Organisasi: Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika periode 2013-2015 •Koordinator Acara Cirebon untuk konvoi 20 kota di Jawa: Jakarta - Surabaya OBOR Marsinah (Koalisi bersama politik kerakayatan) pada 1 s/d 10 Mei 2004. •Kepala Sekolah Pekan Orientasi Pendidikan Politik Kerakyatan (Pondok) Mahasiswa II pada 11 s.d 25 Agustus 2014 di Batang, bekerja sama dengan Omah Tani - Batang •Menjadi Penanggung jawab program Konferensi Perempuan Pekerja bersama Federasi Buruh Lintas Pabrik dan Radio Komunitas Marsinah FM, pada 21 Desember 2014 •Aktif dalam membangun Relawan KawanKU (Relawan Jakarta Melawan Kekerasan

30 PS GHT | Edisi ke-6

Komite Nasional Perempuan Mahardika

{Mutiara Ika Pratiwi}

sosok


sosok

Kebanyakan dari seorang wanita merasa tidak pede dan merasa harus berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkan atau sesuai dengan standar yang diberikan oleh masyarakat dalam menilai seorang wanita. Namun, terlepas dari semua itu wanita memiliki kesetaraan yang sama dengan manusia lainnya, mereka berhak untuk mengutarakan pendapatnya, mengeluarkan suaranya, dan mengambil keputusan bagi sesuatu yang mereka yakini. Halo ka, kita dengar kalau kakak bergabung dalam komunitas Perempuan Mahardika. Sebenarnya, apa sih ka komunitas Perempuan Mahardhika ini ? Perempuan Mahardhika adalah organisasi internasional yang memiliki beberapa cabang di daerah-daerah, dan yang di Jakarta ini adalah komite nasional Perempuan Mahardhika. Komite nasional Perempuan Mahardhika memiliki struktur-struktur, yang pertama adalah sekertaris nasional yaitu, saya dan mmebawahi departement-departement. Ada departement politik dan kampanye, departemen keuangan, perorganisasian, dan departemen pendidikan dengan program utamanya yakni sekolah feminis. Perempuan Mahardhika sendiri memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

Sudah berapa lama kakak bergabung bersama Perempuan Mahardhika? Perempuan Mahardhika ini sudah dibentuk dari tahun 2003, saya bergabung sejak saya kuliah yakni pada tahun 2006. Pada awalnya, Perempuan Mahardhika ini masih dikenal dengan nama Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika, kami berawal dari forum diskusi perempuan yang datang dari berbagai universitas dan berkumpul di Ibukota. Saya berasal dari Jogjakarta dan forum diskusi yang saya bangun bernama SUPERSTAR atau Suara Perempuan untuk Kesetaraan, ada juga forum diskusi yang lain seperti Wafer atau Wadah Perempuan, dan KKP atau Kupu - Kupu Pemberontak. Ka, boleh dong sedikit ceritain nih mengenai tugas atau pekerjaan kakak dalam Perempuan Mahardhika dan apa sih peran kakak dalam komunitas ini? Posisi saya dalam Perempuan Mahardhika adalah sebagai Seketaris Nasional, saya bertugas untuk memastikan program - program strategis dalam aspek pembangunan kesadaran feminisme, peningkatan konsolidasi perempuan, dan manajemen keorganisasian serta rekruitmen selama 2 tahun ke depan. Lalu kakak sendiri mengapa memilih untuk berkecimpung atau bergabung dalam komunitas ini serta turut memperjuangkan kesetaraan gender? Apa sih motivasinya ka? Setelah lama aktif dalam mengikuti pergerakan, saya merasa harus menjiwai sendiri.

Konten : Monika Oktaviani | Layout : Dessy

setara dan demokratis tanpa adanya diskriminasi gender, orientasi seksual, ras/suku, warna kulit, bahkan kemampuan fisik. Berdasarkan garis perjuangan dengan dasar analisa feminisme dan gender, Perempuan Mahardhika ini berusaha untuk mengubah sistem yang tidak adil di dalam masyarakat melalui perjuangan dalam hal kesetaraan gender.

Edisi ke-6 | PS GHT 31


sosok Saya adalah seorang perempuan, saya pernah mengalami diskriminasi melalui pengalaman - pengalaman pribadi serta melihat banyak persoalan terkait perempuan baik di Indonesia maupun di dunia yang dikesampingkan. Bergabung bersama Perempuan Mahardhika ini menciptakan rasa solidaritas dan kesadaran bahwa kami tidak harus berjuang sendiri untuk mengubah situasi tersebut. Dulu saya tidak diperbolehkan untuk kuliah di luar kota, karena jarang bagi perempuan untuk melakukan hal tersebut juga ditambah dengan masalah biaya. Persoalannya simple, saya melihat kota besar sebagai tantangan, terutama Jogja karena adanya stigma terkait perempuan dan negosiasi mengenai hal ini juga besar. Saat pertama kuliah saya sempat merasa sendiri karena jauh dengan keluarga, dengan orang - orang baru, dengan pengalaman baru, saya kemudian merasa butuh sandaran, saya sempat mengalami kekerasan dalam hubungan saya karena adanya ketergantungan. Hal ini memicu keputusan untuk mengeluarkan diri dari hal tersebut, kebetulan saat itu saya diperkenalkan dengan kelompok perempuan seperti KKP dan kemudian ikut terlibat dalam kegiatan - kegiatannya dan dari situ saya menemukan jawaban dari permasalahan saya. Karena belajar dari hal feminisme, memupuklah kepercayaan diri . Saya tidak seharusnya merasa takut untuk mengatakan “tidak!�. Isu apa nih yang menjadi perhatian utama kakak dalam kaitannya dengan memperjuangkan kesetaraan gender? Apa yang membuat kakak tertarik memilih isu tersebut dan apa saja upaya serta kontribusi yang telah kakak lakukan melalui komunitas ini sebagai solusi untuk menangani isu tersebut? Isu yang menjadi perhatian utama baik untuk saya maupun Perempuan Mahardhika selama dua tahun terakir ini adalah mengenai kekerasan seksual. Bukan hanya memaparkan

32 PS GHT | Edisi ke-6

fakta-fakta yang ada mengenai kekerasan seksual tetapi juga membangun gerekan bersama Perempuan Mahardhika. Di tahun 2013 komunitas ini sendiri menginisiasi adanya konferensi perempuan Jakarta melawan tindakan kekerasan seksual. Isu ini sendiri juga menjadi perhatian utama buat diri saya dikarenakan pengalaman peribadi yang saya alami, waktu itu ketika saya pulang malam sedang hujan dan berteduh tiba-tiba ada orang yang tidak saya kenal memeluk saya dari belakang, hal itu kan termasuk pelecehan seksual, dan sampai saat ini saya selalu merasa tidak amat ketika ada orang yang berjalan dibelakang saya bukan hanya ketika malam hari. Kekerasan seksual disini bukan hanya berupa kekerasan yang memukul atau menyakiti secara fisik melainkan melalui ancaman yang membuat para perempuan merasa dirinya terintimidasi. sebagai salah satu contoh masih ada loh buruh-buruh perempuan yang harus memberikan bukti bahwa mereka sedang datang bulan hanya untuk mengajukan cuti karena sedang datang bulan, dan kalau mau dilihat dari kehidupan perkuliahan masih banyak juga perempuan-perempuan yang berpacaran sudah memberikan keperawanan mereka kepada pacarnya yang dijadikan kunci supaya perempuan menuruti semua keinginan dan perintah pacarnya, sehingga sebagai perempuan kita akan merasa terindimidasi. Bukan cuma sekedar untuk menuruti omongan sang pacar tapi setelah putus itu juga bisa jadi boomerang karena dapat menjadi bahan pembicaraan yang datang nya dari mantan pacar kita sendiri. Selain pengalaman dari yang saya lihat, saya juga pernah mengalami kekerasan dalam berpacaran itu sendiri, tapi karena saya jauh dari rumah dan merasa tidak punya siapa-siapa walaupun dikasarin ya saya tetap bertahan karena merasa hanya punya dia saja disini yang menemani saya. Upaya personal yang saya lakukan secara bersonal sebenrnya banyak aspek untuk


sosok melawan kekerasan namun salah satunya kita harus menanamkan pada diri kita bahwa kita tidak perlu takut dan kita bisa melawan serta menanamkan bahwa bukan tubuh kita yang salah walaupun hal-hal tersebut sudah menjadi kampanye dibanyak organisasi dan itu perlu diinternalisasi bahwa kita harus meyakini diri kita sendiri akan hal tersebut. Apa saja yang menjadi suka dan duka kakak selama bergabung dalam komunitas ini? Tantang apa yang kakak hadapi dan bagaimana cara kakak mengatasi duka atau tantangan tersebut? Dukanya atau tantangannya mungkin ketika kuliah karena banyak yang menghiraukan atau karena merasa terabaikan sama temen-temen sendiri, misalkan temen punya relasi yang buruk tapi karena temen kita sendiri tidak memperhatikan itu buat dirinya sendiri jadi merasa terabaikan waktu mau membantu. Selain itu setelah lulus kuliah tantangan besarnya adalah karena untuk memilih jalan hidup di organisasi sosial/ organisasi non pemerintah jadi belum tentu akan punya pendapatan tetap dan ini jadi tantang ke keluarga untuk menjelaskan. Kalau sukanya jadi kesulitan dan duka tersebut tercover ketika bertemu dengan teman-teman perempuan dalam komunitas itu sendiri. Manfaat apa saja sih yang kakak rasakan selama mengikuti komunitas ini dalam pergerakan kesetaraan gender? Apakah manfaat tersebut yang ikut tersalurkan bagi orang disekitar kakak mungkin mulai dari keluarga, temen, rekan keja, dsb? Manfaat yang saya dapat salah satunya adalah membentuk pribadi sebagai seorang pejuang, dimana kita tidak boleh cepat menyerah dengan situasi yang ada dan dalam tantangan itu karakter kita dapat dibentuk. Untuk orang lain sendiri, kita harus berupaya untuk mengadvokasi, contohnya sekarang kita sedang

memperjuangkan hak - hak maternitas wanita di tempat kerja, khususnya bagi para buruh wanita yang sedang hamil atau menyusui yang dilanggar haknya. Kami membantu dengan cara mensosialisasikan informasi, kalau dalam keluarga sendiri saya mencoba untuk membuka diskusi - diskusi kecil. Selama mengikuti komunitas ini, apakah ada perubahan atau dampak yang telah kakak berikan pada orang di sekitar kakak? Perubahan atau dampak yang terasa itu dulu sering gak pede dan segala sesuatu yang berhubungan diri kita sebagai perempuan sering di tentukan orang lain atau yang diinginkan oleh masyarakat, jadi sebagai perempuan terkadang kita harus berperilaku sebagaimana yang diinginkan oleh masyarakat. Namun, setelah bergabung dengan komunitas ini perubahan yang dirasakan adalah saya mulai lebih pede dalam mengambil keputusan yang aku percayai, jadi sekarang saya bisa berani mengelurkan pikiran dan berpendapat serta menjalani apapun yang saya yakinin itu. Kesan dan pesan anda selama berada dalam organisasi ini? Bagi teman - teman perempuan terkhususnya adalah kamu harus percaya dengan diri sendiri, kamu memiliki pemikiran yang sama dengan orang lain, juga jangan pernah merasa ragu atau bersalah apabila kamu belum melakukan sesuatu yang kamu yakinin. Salah satu hal yang membuat pikiran - pikiran kita berharga adalah apabila kita membaginya dengan orang lain. salah satu cara untuk meningkatkan awareness akan masalah kesetaraan gender ini adalah bahwa kita harus membuka sensitivitas kita mulai dari hal - hal kecil, seperti perbedaan kebutuhan antar lelaki dan perempuan, dan dalam perkuliahan bagaimana perempuan lebih tidak berani untuk mengeluarkan pendapatnya. Jadi kita harus mulai dari hal - hal mendasar seperti ini.

Edisi ke-6 | PS GHT 33



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.