IX | MARET 2017 |
It is not the bruises on the body that hurt. It is the wounds of the heart and the scars on the mind. Aisha Mirza
4
Apa Kata Mereka?
Stockholm Syndrome
6 8
1 0
Kekerasan Pada Kaum Homoseksual Hotline Kekerasan
1 4
Walk With One Vision
1 6
Daftar Isi
Kekerasan: Intisari
1 8 20
Terbebas Stress a la Komunitas Welcome Dignity in Mental Health: Psychological and Mental Health First Aid for All
Akhir Sebuah Elegi Ulasan
26
Life Hacks
3 1
24
Salam Redaksi Halo! Senang rasanya dapat kembali menyapa para pembaca melalui edisi baru PSYGHT kali ini. Kami segenap tim redaksi PSYGHT mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, khususnya kepada Ibu Dr. Angela Oktavia Suryani, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Bapak Hoshael Waluyo Erlan, M.Psi., Psikolog selaku Staf Khusus Bidang Kemahasiswaan, dan juga segenap pengurus Komunitas Mahasiswa Psikologi (KOMPSI) karena telah memberikan dukungan yang cukup besar atas kinerja kami selama ini. Pada edisi ke-9 ini, tema yang diangkat adalah kekerasan. Kami mengangkat tema ini karena pada kenyataannya kekerasan begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari dan juga memiliki keterkaitan dalam dunia psikologi tentunya. Salah satu permasalahan yang terjadi pada sebagian besar perkotaan dan bahkan pedesaan adalah kekerasan. Setiap masyarakat di dalamnya memiliki kemungkinan untuk melakukan tindak kekerasan atau bahkan menjadi korban dari kekerasan tersebut. Hal ini rupanya juga sejalan dengan keadaan perekonomian yang semakin sulit, sehingga tak jarang kekerasan diambil menjadi jalan pintas bagi sebagian kelompok maupun individu. Dampak dari kekerasan itu sendiri bukan hanya sebatas fisik saja, namun juga dapat berdampak pada aspek psikologis. Mungkin secara disadari atau tidak, salah satu di antara kalian ada yang pernah menjadi korban, pelaku, atau bahkan saksi dari aksi kekerasan yang menyebabkan tekanan psikologis. Sebagai masyarakat umum, khususnya mahasiswa psikologi sudah sewajarnya dapat membantu mereka yang mengalami masalah psikologis baik yang diakibatkan oleh kekerasan maupun faktor lainnya. Oleh karena itu, di tahun 2016 WHO mengangkat tema “Psychological First Aid� dalam memperingati hari kesehatan mental sedunia. Sebagai bentuk partisipasi, Fakultas Psikologi UNIKA Atma Jaya menyelenggarakan beberapa acara yang terkait dengan psychological first aid dan tim redaksi PSYGHT berkesempatan untuk meliput serta mengulas acara-acara tersebut dalam rubrik Review Acara edisi kali ini. Terkait dengan aksi kekerasan yang menyebabkan tekanan psikologis, edisi ini juga memaparkan fakta tentang Stockholm Syndrome dalam rubrik Fakta Seru. Bukan hanya itu, masih banyak rubrik yang tak kalah seru dan menarik lainnya, lho.. Tim redaksi berharap edisi kali ini bisa dinikmati dan memberikan manfaat bagi para pembaca. Segala bentuk kritik dan saran yang ingin disampaikan akan kami terima agar dapat terus menyajikan konten-konten yang menarik dan informatif. Selamat membaca!
Abidati Salam hangat,
Fakta Seru
KEKERASAN: Oleh: Cindi H. Editor: Abidati J. Layout: Dessy http://magdeleine.co/photo-by-ryan-mcgilchrist-n-493/
K
ekerasan bukan istilah yang asing di telinga kita. Istilah itu sering disebut-sebut pada berita kriminal dan merujuk akan segala sesuatu yang bersifat negatif. Nyatanya, hampir semua tindakan kekerasan bersifat destruktif dan jauh dari kata ‘rasional’. Penyalahgunaan kekuasaan dan kontrol seseorang pada sesama, biasanya mengantarkan mereka pada tindakan kekerasan. Dapat kita tekankan bahwa tujuan seseorang melakukan kekerasan bukanlah suatu standar untuk menentukan ada atau tidaknya kekerasan. Definisi kekerasan tidak didasarkan pada intensi pelaku, melainkan pada apakah hal tersebut membahayakan korban dan bagaimana kekerasan tersebut berdampak padanya. Kekerasan juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang terjadi apabila realisasi jasmani dan mental aktual manusia berada di bawah realisasi potensial-
4 PS GHT | Edisi ke-9
nya (Galtung, 1969). Kekerasan terjadi saat realisasi potensial (kematian anak karena diabaikan orangtua) lebih tinggi daripada realisasi aktual (anak sehat dan mendapat kasih sayang). Sehingga, dapat dikatakan faktor pemicu kekerasan terjadi saat suatu hal dapat dihindari (orangtua memberikan anak kasih sayang dan kebutuhan pokok), namun tidak dilakukan. Memasuki usia dewasa, kita mulai mengalami beberapa masalah baru. Hal tersebut didukung oleh perubahan perspektif, proses mencari jati diri, cita-cita, hingga teknologi. Bermula dari faktor-faktor tersebut, kadang kita tidak menyadari bahwa kita berpotensi menjadi salah satu korban kekerasan atau malah pelakunya. Faktor-faktor tersebut dapat mengarahkan kita pada salah satu jenis kekerasan yakni kekerasan psikologis. Kekerasan psikologis dapat terjadi ketika seseorang mengontrol informasi yang ter-
Tag Fakta Rubrik Seru
“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.� – Mahatma Gandhi
sedia untuk orang lain. Akibatnya pelaku dapat memanipulasi realitas (apa yang dapat diterima dan apa yang tidak diterima) yang dimiliki oleh korban. Selain itu, pelaku sering memanipulasi korban secara emosional agar korban mematuhi keinginan pelaku. Cara yang ditempuh bisa bermacam-macam. Lewat teknologi contohnya, pelaku dapat memberikan komentar bersifat negatif yang membuat kepercayaan diri (self-esteem) korban rendah. Pada akhirnya, korban menganggap komentar orang lain tersebut sebagai bagian dari dirinya. Selain terjadi langsung kepada diri korban, kekerasan psikologis juga dapat terjadi saat korban dipaksa untuk melihat orang lain disiksa secara verbal, emosional, fisik, atau seksual. Tujuan dari cara tersebut adalah untuk menyebabkan rasa sakit emosional kepada korban dan membuat korban patuh, serta tidak mela-
http://magdeleine.co/photo-nicole-kohler-n-564/
wan kepada pelaku. Sama seperti kekerasan verbal, kekerasan psikologis sulit dideteksi karena kita terbiasa dengan kekerasan tersebut dan tidak menyadari bahwa kita menjadi korban atau pelaku. Tanda-tanda awal kekerasan psikologis sering kita lewatkan. Mirisnya, hal tersebut dapat mengakibatkan sequela (efek psikologis yang datang setelahnya) yang serius pada korban. Daftar Pustaka Galtung, J. (1969). Violence, Peace, and Peace Research.Journal of Peace Research, 6(63). https://www.mentalhelp.net/articles/ types-of-abuse/ http://www.scie.org.uk/publications/ elearning/adultsafeguarding/resource/2_ study_area_3_0.html
Edisi ke-9 | PS GHT 5
Apa Kata mereka “
Apa Kat
Kekerasan sedang marak terjadi di sekitar kita, mulai dari yang verbal hingga non-verbal, fisik hingga psikis, maupun terhadap sesama manusia hingga hewan. Gimana sih tanggapan para mahasiswa Unika Atma Jaya mengenai hal ini?
tentang
“
Corry FE 2015
“Sangat memprihatinkan kalau melihat kekerasan yang terjadi di sekitar kita, terutama kekerasan terhadap perempuan dan anak. Perempuan dianggap lemah sehingga orang semena-mena melakukan kekerasan. Sedangkan anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang seharusnya memperoleh hak akan kasih sayang, bukannya kekerasan. Parahnya, gue pernah melihat anak kecil yang udah dipaksa bekerja dan nyetor ke preman. Hal seperti ini seharusnya bisa dihindari dengan menegakkan hukum yang ada agar masyarakat, khususnya perempuan dan anak, mendapatkan perlindungan dan para pelaku kekerasan dapat ditindak tegas. STOP KEKERASAN!”
FP 2014 “Gue rasa, melakukan kekerasan untuk menyelesaikan masalah itu sama sekali tidak baik, apalagi sampai mencelakakan dan menjatuhkan orang lain. Gak cuma sesama manusia, gue juga sering menjumpai kekerasan terhadap hewan yang sebenarnya dilakukan buat lelucon dan sering dipamerkan di media sosial. Menurut gue itu nggak lucu dan seharusnya sebagai sesama makhluk hidup kita saling menjaga.”
6 PS GHT | Edisi ke-9
K
Kelvin
Apa Kata Mereka
ta Mereka
KEKERASAN ? Artikel: Winda | Editor: Imelda A. | Layout: Jessica Utomo
FT 2014 “Gue rasa, melakukan kekerasan untuk menyelesaikan masalah itu sama sekali tidak baik, apalagi sampai mencelakakan dan menjatuhkan orang lain. Gak cuma sesama manusia, gue juga sering menjumpai kekerasan terhadap hewan yang sebenarnya dilakukan buat lelucon dan sering dipamerkan di media sosial. Menurut gue itu nggak lucu dan seharusnya sebagai sesama makhluk hidup kita saling menjaga.�
Devy FP 2015
Ricky
“Menurut gue, kekerasan itu gak seharusnya dilakukan oleh dan kepada siapapun karena merampas hak hidup orang lain. Tetapi sayangnya, kasus kekerasan banyak terjadi dan sangat mengkhawatirkan. Setiap melihat berita di media, selalu aja ada berita tentang kekerasan dan yang menjadi sorotan biasanya perempuan dan anak-anak. Gue heran di mana letak hati nurani si pelaku sampai tega melakukan kekerasan. Mungkin perlu ada kampanye anti-kekerasan dan program pemulihan korban kekerasan untuk mengurangi kasus yang terjadi.�
Edisi ke-9 | PS GHT 7
Fakta Seru When You’re On The Bad Guy’s Side
Artikel: Natasha Violin | Editor: Carolina Leonard | Layout: Jessica Utomo
Jika berpikir secara logika, setiap korban kejahatan pastilah membenci orang yang telah merugikan dirinya. Namun, bagaimana jika yang terjadi justru sebaliknya? Terdapat suatu fenomena menarik yang tidak banyak diketahui orang. Fenomena itu bernama Stockholm Syndrome, yakni suatu keadaan ketika korban tahanan (hostage) menumbuhkan ikatan emosional dan berempati terhadap penahannya (captor). Cukup janggal, bukan? Istilah Stockholm Syndrome ini mulai digunakan sejak kasus perampokan bank di Stockholm, Swedia pada tahun 1973 silam. Empat wanita menjadi korban sandera di dalam brankas besi
8 PS GHT | Edisi ke-9
bank bersama dua perampok. Enam hari setelah korban berhasil dibebaskan, mereka justru berpihak kepada sang perampok dan menganggap polisi adalah musuh mereka. Bahkan, salah satu korban membina hubungan baik dengan perampok. Nils Bejerot, psikiater yang menangani korban perampokan itu yang akhirnya membuat istilah “Stockholm Syndrome.� Lalu bagaimana sih seseorang bisa mengembangkan Stockholm Syndrome? Korban tahanan yang terkurung merasa dirinya dalam bahaya dan akan mati. Korban merasa yakin bahwa nyawanya bergantung kepada sang penahan. Selain itu, korban juga merasa tak
Fakta Seru punya celah untuk kabur dalam situasi tersebut. Akan tetapi, korban melihat secercah kebaikan dari penahan walaupun korban berada dalam kondisi tertekan, takut, dan cemas. Penahan masih membiarkan korban hidup, memberi makan, bahkan bertukar cerita dengan korban. Melihat hal itu, korban merasa sang penahan tidak sejahat yang mereka kira hingga akhirnya korban memilih untuk mendukung pelaku kejahatan agar terlepas dari perasaan buruk yang menyelimuti korban. Uniknya, Stockhom Syndrome tidak terdaftar dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V), yaitu buku klasifikasi gangguan mental yang digunakan oleh para psikiater maupun psikolog. Itu berarti, Stockholm Syndrome bukanlah suatu gangguan mental. Banyak ahli sepakat bahwa Stockholm Syndrome hanyalah kumpulan dari gejala-gejala yang mengacu kepada gangguan stress pascatrauma (Post-traumatic Stress Disorder) yang kompleks. Opini lain mengatakan bahwa Stockholm Syndrome adalah perwujdan dari fenomena “Misplaced Attachment.� Meski Stockholm Syndrome sebetulnya jarang terjadi dalam kasus penculikan (hanya terjadi
pada 96 dari 1200 kasus), tak ada salahnya bagi kita untuk mengantisipasi Stockholm Syndrome. Karena rupanya, Stockholm Syndrome juga mampu menjelaskan perilaku istri dan anak korban kekerasan dalam rumah tangga, anggota kelompok teroris, dan kaum intelijen yang mengabdi kepada kelompok aliran menyimpang. Agar terhindar, korban harus ingat bahwa sebaik apapun si penahan kelihatannya, mereka tetap orang yang telah melakukan kejahatan kepadanya. Korban juga dianjurkan untuk tidak pernah mempercayai penahan atau penculik yang manipulatif dan berusaha memberi jarak emosional. Terakhir, korban harus terus memikirkan cara untuk melarikan diri dari situasi tersebut, alias tidak boleh pasrah dengan keadaan.
Sumber:http://medical-dict i o n a r y. t h e f r e e d i c t i o n a r y. com/Stockholm+syndrome http://www.bbc.com/ news/magazine-22447726 http://crime.about.com/od/ victims/a/stockholmsyn.htm https://skeptoid.com/episodes/4493
Edisi ke-9 | PS GHT 9
Isu Utama
KEKERASAN PADA
KAUM HOMOSEKSUAL Di antara sekian banyak bentuk kekerasan, salah satunya adalah kekerasan yang ditujukan kepada mereka yang berorientasi homoseksual. Pada Juni 2016 yang lalu dunia dikejutkan oleh sebuah berita penembakan massal pada pengunjung bar klab malam Pulse di Orlando, negara bagian Miami, Amerika Serikat. Sebanyak 50 orang terbunuh dan 53 orang terluka akibat peristiwa tersebut. Meskipun ada beberapa dugaan mengenai kepribadian sang penembak tersebut (ada yang mengatakan dirinya bipolar, ada yang mengatakan dia pengguna steroid, ada juga yang mengatakan dia mempunyai riwayat sebagai suami yang sering melakukan kekerasan pada mantan istrinya), namun yang tidak bisa dilepaskan adalah kenyataan bahwa klab malam tersebut adalah klab dikhususkan bagi pengunjung lakilaki gay. Konon kabarnya si penembak merasa amat terganggu ketika melihat dua orang laki-laki berciuman di
10 PS GHT | Edisi ke-9
Artikel: Danny I. Yatim | Layout: Jessica Utomo klab malam tersebut. Pertanyaan yang muncul di benak adalah apakah sedemikian mengganggunya kaum gay ini sehingga mereka harus dibunuh? Apa yang menyebabkan terjadinya kebencian terhadap laki-laki gay sehingga mereka harus dimusnahkan? Peristiwa kekerasan yang ditujukan kepada kaum homoseksual ini bukan hal yang baru di Amerika Serikat. Banyak kasus yang tidak terlaporkan, sampai kemudian muncul kasus terbunuhnya Matthew Wayne Shepard, seorang mahasiswa Universitas Wyoming berumur 21 tahun yang berorientasi gay pada tahun 1998. Matthew dianiaya oleh dua orang yang baru beberapa hari dikenalnya, dan kemudian dipukul, disiksa dan dibiarkan tergeletak di jalan raya dalam keadaan luka parah. Matthew kemudian dirawat di rumah sakit dan meninggal 6 hari kemudian. Ketika pelaku kejahatan ditangkap dan diadili, terkuaklah motivasi pembunuhan itu tidak lain daripada kebencian terhadap perilaku laki-laki homoseksual. Kasus ini kemudian menjadi isu nasional di Amerika Serikat dan diskusi berlanjut terus hingga satu tahun kemudian (2009) disahkanlah sebuah undang-undang pencegahan kejahatan yang disebabkan kebencian, yang diistilahkan sebagai hate crime. Nama lengkap undang-undang tersebut adalah Matthew Shepard and James Byrd Jr. Hate Crimes Prevention Act. (Byrd adalah nama seorang korban lainnya). Men-
Isu Utama gapa sampai harus muncul undangundang tersebut? Di Amerika Serikat tindakan kekerasan akibat kebencian terhadap kelompok atau jenis individu yang berbeda merupakan hal yang sudah sering terjadi. Keberbedaan yang dimaksudkan di sini bukan hanya soal orientasi seksual, tetapi juga ras, etnisitas, asal negara (country of origin), gender, agama, dan disabilitas. Mereka yang merasa dirinya “mayoritas� atau “normal� sangat tidak suka dengan keberbedaan ini dan salah satu jalan keluar yang diambil mereka adalah dengan tindak kekerasan. Bagi Amerika Serikat, sebagai negara yang menganut asas penghargaaan kepada setiap individu, hate crime tentu bukan hal yang elok, sehingga peristiwa kematian Shepard telah memicu diskusi masyarakat secara nasional hingga disahkannya undang-undang pencegahan hate crime tersebut. Apa sebenarnya yang menyebabkan terjadinya hate crime ini? Menurut Gregory Herek, guru besar psikologi dari University of California at Da-
vis, kebanyakan pelaku hate crime ini merasa bahwa dunia saat ini terancam, dan ancaman ini menjadi motivasi mereka melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok yang berbeda. Mengapa kelompok berbeda menjadi ancaman bagi dunia? Ada yang menganalisis bahwa hate crime biasanya terjadi akibat tiga hal. Pertama, pelaku hate crime itu memang tidak mengenal (ignorant) kelompok yang berbeda itu. Dengan kata lain, tidak dikenal, tidak disayang. Kedua, pelaku merasa perlu dan harus mengolok-olok serta mengecilkan kelompok yang berbeda tersebut agar bisa menaikkan self-esteem mereka yang sebenarnya cukup rendah. Ketiga, pelaku pernah punya pengalaman menjadi korban kekerasan, sehingga kekerasan dianggap sebagai sebuah tindakan untuk mendapatkan keadilan. Khusus mengenai orientasi seksual, ancaman yang dipersepsikan pelaku itu sama dengan ancaman terhadap patriarki. Patriarki adalah paham yang menganggap bahwa penguasa dunia adalah kaum pria, dengan segala atribut tradisionalnya, yaitu kuat, dominan, dan senang melakukan ekspansi. Kaum homoseksual tidak memenuhi kriteria tersebut, sehingga harus didominasi seperti halnya laki-laki harus berkuasa terhadap perempuan. Dalam skala yang lebih personal, sering muncul kasus remaja yang mempunyai tendensi homoseksual mulai dibuli oleh teman-teman di seko-
Edisi ke-9 | PS GHT 11
Isu Utama lah atau oleh keluarganya sendiri. Di Amerika Serikat sendiri, pemegang kuasa juga bisa diatribusikan pada “lakilaki kulit putih heteroseksual� sehingga ketika ada pihak lain yang muncul di permukaan, maka kekuasaan tersebut mulai terusik. Misalnya saja, ketika tahun 1960an muncul gerakan feminisme di AS dan Eropa, kaum laki-laki tradisional merasa kedudukannya bisa tergeser oleh kaum perempuan. Begitu juga ketika kaum kulit hitam semakin tinggi pendidikannya dan mendapat kesempatan kerja yang lebih banyak, kaum mayoritas merasa terancam. Ketika imigran memasuki AS (dan juga saat ini di Eropa) dan
terhadap mereka justru meningkat. Kaum minoritas (menurut anggapan mereka) tidak perlu kelihatan, lebih baik tersembunyi, dan bila muncul sudah selayaknya diperlakukan dengan tidak hormat, karena mereka mengancam kemapanan dunia. Harian New York Times pada tanggal 16 Juni 2016 (beberapa hari sesudah peristiwa Orlando) bahkan menunjukkan bahwa di antara berbagai kelompok minoritas yang ada, di Amerika Serikat, kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) adalah yang tertinggi menjadi korban hate crime, diikuti Yahudi, Muslim, kulit hitam, keturunan Asia. Ini berbeda dengan dua puluh tahun sebelumnya. Ironis-
diterima sebagai warganegara biasa, sebagian kaum mayoritas mulai tidak suka. Pada tahun 2008 Universitas Texas mencatat adalah 888 organisasi berorientasi hate crime di AS, sebuah angka yang cukup mencemaskan untuk sebuah negara demokratis yang besar. Sebuah contoh bagaimana homoseksualitas mulai dilihat sebagai ancaman baru adalah ketika tahun 2015 perkawinan antar sesama jenis dilegalkan, hate crime terhadap kaum gay dan lesbian justru semakin bertambah. Begitu pula dengan semakin banyak muncul transgender (waria) di ranah publik, maka kekerasan
nya, semakin toleran sebuah masyarakat, maka semakin bermunculan orang-orang tidak toleran yang menjadi pelaku hate crimes. Bagaimana dengan Indonesia? Seperti halnya bidang-bidang lain, catatan sejarah dan statistik seringkali kurang terekam sehingga sulit dilakukan sebuah analisis. Namun tindak kekerasan terhadap LGBT bukannya tidak ada. Pada dekade 2000an dan 2010an, secara politis beberapa kegiatan yang temanya ada kaitan dengan orientasi seksual sering dihentikan oleh kelompokkelompok intoleran yang mengatasna-
12 PS GHT | Edisi ke-9
Isu Utama makan agama. Beberapa contoh kasus, misalnya, adalah peristiwa penyerangan acara penyuluhan HIV yang melibatkan komunitas LGBT di Kaliurang (2000), pemilihan Miss Waria di Sarinah, Jakarta (2003), seminar waria di Depok (2010), konperensi internasional bertema LGBT di Surabaya (2010), festival film di pusat kebudayaan asing di Jakarta (2010), diskusi buku penulis Kanada Irsyad Manji di Teater Salihara, Jakarta (2012), dan penutupan pesantren yang dikhususkan bagi waria di Yogyakarta (2016). Walaupun tidak sampai terjadi pembunuhan pada persitiwa-peristiwa tersebut, namun beberapa orang sempat menjadi korban kekerasan karena pemukulan. Dalam sejarah Indonesia juga sempat tercatat pengejaran dan pembantaian terhadap kaum bissu di Sulawesi Selatan. Kaum bissu adalah pendeta dalam agama asli etnis Bugis yang merupakan transgender sebagai penjelmaan spiritual laki dan perempuan. Oleh sebuah gerakan pemurnian agama pada awal 1960an, para bissu ini dikejar dan dibantai hingga akhirnya mereka bersembunyi dan dianggap telah punah (walau pun kenyataannya mereka tetap ada hingga saat ini). Lalu bagaimana dengan tindak kekerasan secara personal di Indonesia? Apakah juga ada? Seperti di katakan di atas, tidak banyak rekaman peristiwa atau catatan laporan mengenai fenomena kekerasan terhadap LGBT di Indonesia. Beberapa penelitian skripsi di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya mencatat adalah perlakuan kekerasan yang dialami laki-laki gay dan perempuan lesbian dalam keluarganya sendiri, ketika mereka menginjak usia remaja. Arus Pelangi, sebuah organisasi yang bergerak dalam perjuangan hak asasi LGBT, membuat sebuah studi yang mencatat kasus-kasus kekerasan (termasuk pembunuhan) yang dialami orang mereka yang berorientasi seksual berbeda dalam mayoritas. Kartini Network pada 2007 juga pernah memaparkan beberapa kasus kekerasan dalam keluarga yang dialami perempuan lesbian ketika menginjak masa remaja. Apa akibatnya psikologis tindak kekerasan ini bagi para LGBT? Ada beberapa akibat psikologis yang tidak mengenakkan. Sebenarnya akibat ini bukan hanya dirasakan LGBT saja, tetapi juga oleh semua korban kekerasan akibat kebencian, yaitu merasa tidak berdaya, merasa kehilangan rasa percaya pada orang lain (trust), merasa selalu hidup dalam ancaman, dan selalu merasa terpaksa mengubah gaya hidupnya karena dianggap tidak sesuai dengan mayoritas. Tentu penguatan secara psikologis sangatlah dibutuhkan mereka. Sayangnya belum banyak biro konseling psikologis di Indonesia saat ini yang mengkhususkan diri pada korban kekerasan karena orientasi seksual. Jangankan orientasi seksual, biro konseling psikologis untuk korban kekerasan (semuanya) masih sedikit sekali. Mungkin ada di antara pembaca yang tertarik untuk mendalami masalah ini di kemudian hari?
Edisi ke-9 | PS GHT 13
Hotline
Hotline Kekerasan Oleh: Winda Editor: Carolina Leonard Layout: Dessy
“Saya adalah korban kekerasan, tetapi bingung harus mengadu kemana‌.â€? Mungkin kalimat tersebut muncul ketika seseorang menjadi korban kekerasan. Oleh karena itu, kami memuat beberapa lembaga yang bisa dihubungi untuk dijadikan tempat mengadu. Mengadu atau mengajukan laporan mengenai kekerasan, caranya gampang banget kok. Kalian cukup hubungi nomor telepon yang ada atau datang langsung ke lembaga-lembaga berikut ini:
14 PS GHT | Edisi ke-6
Hotline Yayasan PULIH
Pelayanan: Layanan psikologis bagi korban kekerasan Alamat: Jl. Teluk Peleng 63A, Komplek AL-Rawa Bambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan Nomor telepon: 0812 8348 1128 (SMS/WA) E-counseling: pulihcounseling@gmail.com
Kalyanamitra
Pelayanan: Kekerasan terhadap wanita Alamat: Jl. Kaca Jendela II no.9, Kalibata, Jakarta Nomor telepon: (021) 7902112 Email: kalyana@nusa.or.id Hubungi: Ibu Sekar (Senin- Jumat 09.00-16.00)
Mitra Perempuan
Pelayanan: Kekerasan terhadap wanita Alamat: Jalan Tebet Barat Dalam IV B no.23, Jakarta Selatan (Senin- Sabtu 08.00-17.00) Nomor telepon: (021) 837 90010 Website: www.perempuan.or.id
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Pelayanan: Kekerasan terhadap anak Alamat: Jl. Teuku Umar no. 10, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat Nomor telepon: 021-31901556 Email/website: pengaduan@kpai.go.id / www.kpai.go.id KPAI juga menyediakan aplikasi Pandawa Care yang melayani pengaduan serta konseling tentang kekerasan terhadap anak. Aplikasi ini bisa diunduh di Play Store dan App Store.
Komnas Perlindungan Anak
Pelayanan: Kekerasan terhadap anak Alamat: Jl. TB Simatupang no. 33, Jakarta, Indonesia (Senin- Jumat 10.00-16.00) Nomor telepon: (021) 8779 1818 Email: pengaduan@komnaspa.or.id
Ada juga hotline pengaduan yang dimiliki oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang bisa dihubungi di nomor 082125751234. Nomor ini dapat dihubungi 24 jam oleh siapa saja yang ingin melaporkan kasus kekerasan atau penganiayaan terhadap perempuan dan anak.
Jangan pernah takut untuk mengadu karena kerahasiaan kalian sangat dijaga. Jika ada kejadian kekerasan, teman-teman harus segera lapor ya! Pengaduan itu perlu untuk mengurangi tingkat kekerasan yang terjadi serta untuk mengungkap kasus-kasus kekerasan. Selain itu, pengaduan juga dibutuhkan bagi para korban sendiri yang mungkin mengalami trauma setelah mendapat kekerasan. Sumber: www.pulih.org dan http://www/oocites.org/idaparida/hotlines/Hotline.html
Edisi ke-6 | PS GHT 15
Review Acara
Walk W One
Artikel: Carolina Leonard |Editor: Abidati Julia Murti | Layout: Jessica Utomo Seberapa kenal kalian dengan jajaran rektorat serta rencana dan kebijakan Unika Atma Jaya kedepannya? Tak kenal maka tak sayang, yuk mengenal lebih dekat pimpinan Unika Atma Jaya‌.
Pimpinan Unika Atma Jaya Rektor: Dr. Agustinus Prasetyantoko. Wakil Rektor I : Dr. phil. Juliana Murniati, M.Si Wakil Rektor II: Ir. Linda Wijayanti, M.Sc Wakil Rektor III : Dr. Kristianto P.H, S.H., M.H Wakil Rektor IV : Elisabeth Rukmini, S.Si, M.Sc., Ph.D
Mei 2016 lalu, Unit Kegiatan Mahasiswa Forum Disuksi Ilmiah Mahasiswa (UKM Fodim) bekerjasama dengan
Dr. Agustinus Prasetyantoko
Biro Kemahasiswaan Alumni dan Pembimbingan Karir (BKAK) untuk menyelenggarakan acara diskusi bersama pimpinan Unika Atma Jaya. Diskusi ini mengangkat tema “Walk With One Vision� yang mengajak seluruh keluarga Unika Atma Jaya untuk berjalan pada satu tujuan yang sama. Salah satu program kerja dari jajaran rektorat pada September 2016 ini adalah adanya perubahan IT, yaitu Campus Solution. Bekerjasama dengan pihak BCA untuk pembaharuan foto kartu flazz sebagai kartu mahasiswa. Akan ada uji coba untuk absensi mahasiswa di beberapa fakultas, apabila berjalan lancar, maka akan disosialisasikan untuk seluruh universitas. Kartu ini juga dapat digunakan untuk pembayaran di kantin. Terlebihnya lagi, akan ada perbedaan harga parkir, dan juga kemudahan peminjaman buku di perpustakaan dengan menggunakan kartu flazz tersebut. Salah satu yang dibahas dalam diskusi ini adalah tiga kampus Unika Atma Jaya: Kampus Semanggi (Centre for
Dr. Phil. Juliana Murniati, M.Si
Nation Development), Kampus Pluit (Centre for Health Development), dan Kampus BSD (Centre for Human Develop-
16 PS GHT | Edisi ke-9
With e Vision
Review Acara tasi, oleh karena itu, diberikan batas studi maksimal 7 tahun untuk S1, 4 tahun untuk S2, dan 7 tahun untuk S3. Pada sesi tanya jawab, juga diangkat sebuah isu mengenai ketidaknyamanan gedung Bangunan Kuliah Sementara (BKS). Para jajaran rektorat memahami ketidaknyamanan tersebut, maka dari itu pembangunan di Kampus BSD akan lebih dipercepat sehingga gedung BKS juga cepat selesai pengunaannya. Bahkan, mahasiswa diperbolehkan untuk menyaksikan perobohan gedung BKS, saat tiba waktunya.
ment). Kampus Semanggi lebih difokuskan
Semua keluhan dan pertanyaan meru-
pada program S2 dan S3, pelatihan, kursus,
pakan bentuk kepedulian mahasiswa. Mari
dan konsultasi. Sedangkan Kampus BSD, akan
kita gunakan jalur yang ada dari fakultas
difokuskan pada program S1. Secara lebih
masing-masing untuk menuangkan kelu-
rinci, pada bulan April 2017 yang akan pindah
han maupun aspirasi guna membangun
terlebih dahulu adalah Fakultas Teknobiologi
Unika Atma Jaya yang lebih baik. Akhir
dan Fakultas Teknik. Hal ini dikarenakan ked-
kata, para pimpinan Unika Atma Jaya mem-
ua fakultas ini membutuhkan laboratorium
berikan pesan bahwa ada baiknya kita seb-
dan alat-alat yang besar dan banyak. Tentu-
agai satu keluarga besar Unika Atma Jaya
nya, proses pemindahan S1 ke Kampus BSD
mencoba membangun keterbukaan dan
akan dilakukan secara bertahap.
komunikasi. Rektorat akan selalu berusaha
Mengenai Semester Padat (SP), dijelaskan
untuk merespon isu-isu yang ada.
bahwa SP tahun 2017 akan ditiadakan. Seperti yang telah kita ketahui, SP diadakan bagi mahasiswa untuk mengulang mata kuliah yang tidak lulus. Rencana rektorat kedepannya adalah mengevaluasi matakuliah yang tingkat tidak lulus mahasiswanya tinggi. Hal ini dilakukan untuk mencegah tingkat tidak lulus yang tinggi lagi kedepannya. Terdapat juga wacana mengenai tenggat waktu kuliah S1, yaitu 7 tahun. Tanggapan jajaran rektorat adalah durasi studi mempengaruhi akredi-
Edisi ke-9 | PS GHT 17
Review Acara
Terbebas dari Stress
a la
Komunitas W
Pada hari Senin, 10 Oktober 2016 lalu, Komunitas WELCOME dari Fakultas Psikologi Atma Jaya mengadakan acara Break Free: Turn Your Stress Into Strength dalam rangka memperingati World Mental Health Day. Tema tersebut diambil setelah Komunitas WELCOME menyebarkan kuesioner kepada mahasiswa Unika Atma Jaya tentang keluhan psikologis yang sering mereka rasakan selama berkuliah dan ternyata yang paling banyak dirasakan oleh para mahasiswaadalah stres. Oleh karena itu, Komunitas WELCOME mengambil tema tersebut dengan tujuan membantu para mahasiswa dalam usaha
18 PS GHT | Edisi ke-9
mengurangi tingkat stres yang mereka rasakan. Acara ini mengundang Ibu Viera Adella, M. Psi. Atau yang akrab disapa dengan Mbak Della yang merupakan dosen di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya dan Andre Adianto dari komunitas Get Happy sebagai narasumber. Komunitas Get Happy merupakan komunitas yang beranggotakan para volunteer yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan mental. Peserta yang berjumlah sekitar 150 orang ini nampak memenuhi Aula D Unika Atma Jaya, tempat berlangsungnya acara. Para peserta dengan antusias mengikuti rangkaian acara yang dipandu oleh Christabel Davina sebagai MC dan Maria Angelina Hapan sebagai moderator. Sebelum acara dimulai, para peserta diarahkan untuk melakukan registrasi dan berfoto di photobooth yang telah disediakan. Acara kemudian dimulai pada pukul 09.00 dengan sambutan-sambutan dari pelaksana. Acara yang dikemas dalam bentuk talk show ini membahas tentang stress
Review Acara Artikel: Alaina & Winda | Layout: Jessica Utomo
Welcome yang biasa dialami mahasiswa serta cara pengelolaannya. Melalui talk show ini, banyak pengetahuan baru yang diberikan peserta. Kebanyakan orang hanya melihat stress beserta dampak negatif yang dimilikinya, padahal nyatanya stress juga memiliki dampak positif, yaitu untuk meningkatkan konsentrasi, kinerja serta memacu gerak. Para peserta diajak memahami reaksi stres mereka, apakah stress tersebut menimbulkan reaksi pada tubuh (sakit kepala, iritasi kulit), pikiran (cemas, mimpi buruk,negativity), emosi (ketakutan, kehilangan percaya diri) atau perilakunya (pola tidur dan pola makan). Setelah memahami reaksi stress, para peserta juga diajarkan cara coping stress tersebut. Ada pengelolaan stress yang berfokus pada masalahnya dan ada juga yang berfokus pada penyelesaian berdasarkan reaksi emosionalnya. Sebagai mahasiswa yang sumber stressnya tidak jauh dari tugas kuliah dan hubungan dengan orang lain, maka narasumber menyarankan untuk berpikir positif, memanfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin dengan menjalankan hobi atau mempelajari hal baru, serta dengan olahraga, relaksasi dan istirahat. Komunitas Get Happy punya cara lain yang menyenangkan untuk mengatasi stress yaitu dengan art
therapy. Orang-orang diajak berkumpul bersama, sharing dan melakukan kegiatan bersama. Tentunya, kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan seni seperti bermusik, doodling, dan mewarnai. Acara ditutup dengan pemberian hadiah bagi peserta yang memposting foto mereka yang dilakukan di photobooth acara WMHD dengan hashtag #WorldMentalHealthDay16 dan jumlah likes terbanyak. Kemudian, dilanjutkan dengan pemberian sertifikat dan suvenir kepada para narasumber dan foto bersama. Perayaan World Mental Health Day tahun ini diadakan bukan hanya untuk meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap kesehatan mental, tetapi juga agar bisa membantu orang-orang di sekitar lingkungan FPUAJ untuk bisa mengenali masalah kesehatan mental apa yang mereka alami serta untuk bisa mengurangi dampak negatif dari masalah kesehatan jiwa tersebut.
Edisi ke-9 | PS GHT 19
Review Acara
Pekan Proyeksi Jiwa -2
Dignity in Mental Health: Psychologic Diskusi interaktif yang berlangsung sore itu membahas film “King’s Speech” dari sudut pandang psikologi. Film ini merupakan 1 dari 14 film yang diputar untuk memeringati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, yang jatuh pada tanggal 10 Oktober. Pada bulan Oktober 2015, Program Studi Magister Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya mengadakan sebuah festival film kesehatan jiwa yang berlangsung selama lima hari. Festival film ini adalah “Pekan Proyeksi Jiwa,” atau PPJ. Tahun 2016 merupakan tahun ke-2 dilaksanakannya PPJ, tema yang diangkat kali ini adalah Dignity in Mental Health: Psychological and Mental Health First Aid for All. Sehubungan dengan temanya, PPJ bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan jiwa dan sekaligus mengupayakan pertolongan pertama pada mereka dengan masalah kejiwaan dengan cara yang bermartabat. Tim PSYGHT! diundang untuk menghadiri acara ini yang berlangsung dari tanggal 11-15 Oktober 2016. Pada hari pertama, acara ini dibuka oleh Dra. Eunike Sri Tyas Suci, PhD. sebagai ketua panitia dengan ucapan selamat datang dan sebuah tribut pada aktor Robin Williams yang meninggal karena beliau memutuskan untuk bunuh diri akibat masalah kejiwaan yang dialaminya. Setelah itu, diadakan sebuah
20 PS GHT | Edisi ke-9
diskusi publik serial dengan tema ”Memelihara Martabat dalam Kesehatan Jiwa: Aspek Psikokultural Pertolongan Pertama dalam Kesehatan Jiwa.” Diskusi tersebut mengundang tiga narasumber, yaitu Dr. Eka Viora, SpKJ (Ketua Umum PP PDSKJI), Nurul Eka Hidayati, MSi (dari Konsorsium Pekerja Sosial Indonesia) dan Prof. Irwanto, PhD. (dari Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya). Ketiga narasumber tersebut membagikan pengalaman dan pendapatnya dalam diskusi ini yang ditemani oleh Anastasia Satriyo, MPsi, Psikolog sebagai moderator diskusi. Dalam diskusi yang berlangsung selama kurang lebih 60 menit itu, para narasumber membahas beberapa topik menarik seperti upaya untuk melakukan advokasi kesehatan jiwa di Indonesia, cara melakukan psychological first aid antar profesi dan terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia. Untuk memberikan peserta sebuah gambaran mengenai gangguan jiwa, Prof. Irwanto, PhD menekankan bahwa siapa saja bisa mengalami gangguan jiwa, tetapi ada titik untuk kembali bagi mereka dan kita harus percaya bahwa kita bisa memberikan bantuan pada mereka. Beliau juga menekankan bahwa penting adanya kolaborasi antar profesi untuk melakukan perubahan dalam kualitas bantuan kesehatan jiwa yang ada di Indonesia. Dalam diskusi tersebut, sempat dibahas mengenai kualitas pertolongan yang diberikan kepada mereka dengan gangguan jiwa di Indonesia, khususnya kualitas pertolongan yang seringkali melanggar HAM dimana kaum
Review Acara
cal and Mental Health First Aid for All Artikel: Carolina Leonard dan Radhika Bhagchandani | Layout: Jessica Utomo
minoritas dan mereka dengan gangguan jiwa diperlakukan dengan cara yang tidak bermartabat. Menurut Dr. Eka Viora, SpKJ, hal ini terjadi karena adanya stigma bagi mereka dengan gangguan jiwa, kurangnya akses untuk mendapatkan pertolongan, pelayanan kesehatan jiwa yang tidak memadai dan kurangnya edukasi mengenai kesehatan jiwa itu sendiri. Oleh sebab itu, acara-acara seperti Pekan Proyeksi Jiwa ini sangat penting untuk diadakan untuk menambah kesadaran bagi masyarakat dan juga sebagai upaya untuk menghilangkan stigma yang ada di masyarakat mengenai mereka dengan gangguan jiwa. Setelah diskusi pertama sebagai pembuka, acara ini diteruskan dengan pemutaran film pertama, yaitu Bird Dancer (2010). Secara keseluruhan, ada 14 film yang diputar oleh PPJ. Setengah dari film itu menitikberatkan juga pada konteks kesehatan jiwa di Indonesia. Salah satu film yang menarik adalah film Perempuan Punya Cerita (2007). Film ini membahas mengenai peran perempuan dalam kehidupan sosial di Indonesia. Tamu pada diskusi film ini adalah Dr. Nani Nurrachman, Psikolog. Terdapat dua hal utama yang ditekankan pada diskusi ini. Pertama, permasalahan yang dihadapi perempuan Indonesia saat ini h a r u s
dimulai dengan kesadaran akan perbedaan gender itu sendiri. Kesadaran perempuan akan ketubuhannya inilah yang selanjutnya mengubah cara pandang hidup seorang perempuan, khususnya terkait makna hidupnya. Hal kedua terkait sosiokultural di Indonesia yang kental dengan sistem patriarki. Perempuan di Indonesia harus lebih berani dan memiliki awareness untuk memilih keputusannya sendiri. Hal ini dikarenakan keputusan perempuan dapat berdampak ke berbagai pihak, termasuk dirinya sendiri. Diskusi film ini merupakan salah satu contoh diskusi pada PPJ, tentunya telah terjadi diskusi-diskusi lain yang tidak kalah menariknya. Penutupan festival film ini, diakhiri dengan adanya talkshow bertemakan “Memelihara Martabat dalam Kesehatan Jiwa: Kesehatan Keluarga yang Bermartabat.� Tamu yang diundang dalam diskusi kali ini adalah Dr.dr.Fidiansjah. Sp.KJ.MPH (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan), Prof. Dr. Irmawati, Psikolog (Dekan F.Psikologi USU), dan Dra. Retno Dewanti Purba, MPsiT, Psikolog (Sekjen Jaringan Rehabilitasi Psikososial Indonesia/JRPI). Diskusi ini memberikan sebuah benang merah dari PPJ-2, yaitu psychological first aid merupakan suatu langkah untuk menerjemahkan gejala-gejala kejiwaan ke dalam bahasa yang lebih sederhana, sehingga mudah dipahami oleh orang-orang dalam keluarga. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan pertama dalam interaksi seorang individu. Maka dari itu, diharapkan psychological and mental health first aid dapat berkembang dari keluarga inti ke lingkup yang lebih luas, hingga selanjutnya dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia.
Edisi ke-9 | PS GHT 21
Icip-Icip
Bong KOPITOWN
Sehari Menjadi Narapidana Paling Bahagia Sedunia Oleh: Alaina & Natasha | Editor: Abidati | Layout: Dessy
22 PS GHT | Edisi ke-6
S
ebagian dari kita pasti penasaran gimana kerasnya kehidupan di penjara. Apakah benar narapidana tidak bisa menikmati hidup? Apalagi mendapat makanan yang enak? Well, gak perlu repot-repot menjadi narapidana dulu untuk mengetahuinya karena teman-teman bisa cukup datang ke Bong Kopitown! Restoran yang memiliki konsep ala-ala penjara ini punya motto “The Happiest Prisoner On Earth�. Itu berarti, teman-teman akan merasakan jadi narapidana yang paling bahagia sedunia. Bahkan untuk merasakan suasana penjara sungguhan, para pelayan mengenakan seragam garis-garis hitam-putih ala sipir penjara. Bong Kopitown sendiri merupakan restoran dengan banyak cabang, tidak hanya ada di Jakarta, tapi juga di Yogyakarta. Redaksi PSYGHT kali ini berkesempatan untuk mengunjungi Bong Kopitown di cabang Citywalk Sudirman. Bagi kalian yang bosan menunggu kelas sore, bisa sesekali makan siang di sini karena lokasinya yang sangat dekat, berkisar 10 menit dari Kampus Semanggi Atma Jaya. Tapi, jika ingin nongkrong yang lama, lebih baik menghindari jam makan siang karena pada saat itu restoran ini akan dipadati oleh pengunjung. Bong Kopitown juga menyediakan stop kontak dan Wi-Fi jadi cocok untuk temanteman yang ingin makan sambil mengerjakan tugas. Dari luar restoran, dapat dilihat deretan sel penjara di sisi kiri dan meja-meja yang letaknya di luar sel. Suasana Bong Kopitown memang dibuat semirip mungkin dengan suasana penjara dengan lampu yang agak remang-remang. Pengunjung pun bisa memilih untuk duduk di bagian dalam atau luar sel. Agak disayangkan sebenarnya karena hanya ada tiga meja di dalam sel, sementara sisanya hanya meja-meja biasa. Namun, jangan kecewa dulu karena nuansa penjara masih bisa dirasakan meski harus makan di luar sel tahanan. Untuk penyajian makanannya bisa dibilang sangat unik karena alat makannya diletakkan di sebuah wadah yang terbuat dari stainless steel ala peralatan makan penjara. Makanan apa sih yang bisa kalian cicip di restoran ini? Bong Kopitown menyediakan masakan khas Peranakan dengan kisaran harga dari delapan ribu rupiah sampai tujuh puluh ribu rupiah. Redaksi PSYGHT berkesempatan untuk mencicipi Bong Fried Rice (33k), Chicken Char Kway Teow (33k), Curry Prata (21k), Ubi Goreng Bumbu Tabur (21k), dan Teh Tarik Large (19k). Rasa makanannya pun cukup oke dan harga yang ditawarkan sepadan karena porsi yang cukup untuk mengenyangkan perut. Secara keseluruhan, makanan yang disajikan juga beragam sehingga membuat teman-teman tergoda untuk mencicipi banyak makanan. Jadi, tunggu apa lagi teman-teman. Ingin merasakan makan di penjara tetapi diperlakukan seperti raja? Be The Happiest Prisoner On Earth.
Icip-Icip
Food Price Ambience Service Hygiene Edisi ke-6 | PS GHT 23
Cerpen
Akhir Sebuah Elegi Oleh: Abidati J. Murti Editor: Carolina Leonard Layout: Dessy
Foto: https://pixabay.com/en/dead-nettle-nettle-family-nature-719562/
S
eperti malam-malam biasanya, ia berjalan menyusuri jalan sepi menuju kompleks perumahannya. Ia nyaris tak dapat mendengar suara apapun selain derap langkah sepatu hak tinggi yang ia kenakan. Sesampainya ia di depan pagar rumahnya, sayup-sayup ia mendengar suara tangisan Ibunya yang diikuti dengan bentakkan Ayah tirinya. Tanpa menghiraukan pertengkaran itu, ia langsung berjalan masuk menuju kamar tidur dan merebahkan tubuhnya yang masih berbalut setelan pakaian kerja. Tak lama kemudian, terdengar bunyi ketukan pintu. Gaya adalah bocah perempuan mungil yang berusia 6 tahun. Meskipun hidup di dalam keluarga yang tidak sempurna, ia tetap seorang anak yang ceria. Namun, seperti ada yang salah pada dirinya, kini ia berdiri gemetar di ambang pintu sembari menangis tanpa bersuara. Keduanya saling menatap dengan ragu, mereka terhening dalam benaknya masing-masing. “Mbak Juni‌ tadi aku mau bantuin Ibu, tapi Ayah gak sengaja pukul aku,â€? Gaya akhirnya memecahkan kecang-
24 PS GHT | Edisi ke-6
gungan itu. Gadis kecil itu selalu mengidolakan saudara seibunya, Juni, yang tak pernah sekalipun menghiraukan keberadaannya. Meskipun selalu acuh terhadap Gaya, Juni tak pernah melihat tubuh mungil anak itu gemetar seperti ini. Ia tahu betul, tidak mudah bagi seorang gadis kecil berusia 6 tahun untuk hidup di keluarga seperti ini. Walau Ayah dan Ibunya terlalu sibuk untuk bertengkar setiap hari dan kakak perempuannya tak pernah menghiraukan keberadaannya, ia tetap riang. Tetapi, di balik semua itu, sekarang Juni dapat melihat segelintir rasa takut pada bola mata adiknya. Cairan berwarna merah mengalir dari pangkal rambut pada kening hingga ke pipinya, tanpa berkata apapun, Juni mengambil kotak P3K dan mengobati luka di kepala Gaya. Pukul 2 malam Juni masih terjaga. Berbeda dari hari-hari sebelumnya, malam ini Gaya tertidur di sebelahnya. Wajah gadis kecil itu terlihat damai sekali, pemandangan ini adalah satu-satunya ketenangan yang dapat Juni temukan di rumah. Selama
Cerpen ini, Juni tidak pernah menghiraukan adiknya sama sekali. Semenjak Ibunya menikahi Ayah tirinya dan mengandung Gaya, kondisi keluarga tidak harmonis. Ayah tirinya sudah mulai menunjukkan perilaku kasar semenjak Gaya dalam kandungan, dan kondisi ini memburuk di hari-hari berikutnya. Juni tidak membenci Gaya, ia membenci Ayah tirinya yang kasar dan juga Ibunya sendiri yang senantiasa menerima perlakuan kasar tersebut. Karena belum juga ada indikasi mengantuk, Juni memutuskan untuk tetap terjaga hingga pagi hari. Untuk itu, ia pergi ke dapur dan menyeduh kopi. Dari kejauhan, ia melihat punggung ibunya yang gemetar seperti sedang menangis tanpa bersuara. Ini bukan kali pertamanya melihat sang Ibu menangis seperti ini, hanya saja selama ini Juni tidak pernah angkat bicara. Namun, karena sudah tak tertahankan lagi, kali ini Juni menghampiri Ibunya. Dari kedekatan, ia dapat melihat lebam pada sudut bibir Ibunya, bukan hanya itu, tak jarang terdapat lebam kebiruan pada lengan dan juga betisnya, Juni ingin sekali memeluk Ibunya saat itu namun ia tidak bisa, ia tidak terbiasa dengan perlakuan seperti itu. Seketika mata mereka bertemu, setelah sekian lama, akhirnya Juni bisa langsung menatap mata Ibunya. Sesaat kemudian Ibunya memeluk dengan erat sembari berkata “Gak apa-apa, Jun,” Juni tidak membalas pelukan Ibunya. Ibunya mengendurkan pelukannya dan kedua tangannya menangkup wajah Juni “Gak apa-apa kalau kamu mau pergi,” kalimat itu pada akhirnya membuat Juni menangis. “Bu, kita pergi aja, Ibu gak usah bergantung sama Om Arif, aku masih sanggup untuk biayain Ibu dan Gaya,” Kata Juni sesugukkan. Mendengarnya, perempuan paruh baya itu tersenyum. Ini adalah kalimat terpanjang yang Juni ucapkan kepadanya semenjak beberapa tahun ini. “Juni... kalau Ibu mau, Ibu pasti sudah tidak ada di sini, Jun. Ini keputusan Ibu, sama seperti kamu yang selama ini memilih untuk tinggal, padahal kamu bisa saja pergi untuk hidup sendiri, masa depan Ibu ya seperti ini, tapi kamu masih punya perjalanan
yang panjang, dan kamu selalu punya pilihan, Jun “Ibu tau, dan Ibu yakin sebenarnya kamu juga tau bahwa Om Arif orang baik, hanya saja dia mencintai keluarganya dengan cara yang salah, dan menjadi tanggung jawab Ibu untuk memperbaiki itu.” Pada akhirnya mereka kembali berpelukkan dan Juni sadar betapa ia merindukan Ibunya.
•
Dengan mengenakan pita berwarna biru cerah di rambut hitamnya, Gaya berlari dengan riang menghampiri mobil kakaknya dan duduk di kursi penumpang. Seragam putihnya terdapat bercak merah muda, melihat hal itu membuat Juni khawatir. “Ini kenapa seragamnya?” meskipun sikapnya masih dingin, Gaya bisa menangkap nada kekhawatiran Juni. “Temenku tadi disiram minuman dingin sama kakak kelas, Mbak, aku bantuin temenku, eh malah aku yang ikutan disiram,” jawab Gaya dengan hati-hati. “Haduh, ngapain si kamu ikut-ikutan segala!” balas Juni dengan sedikit lantang. “Aku gak tega, Mbak, kasihan temenku itu terus-terusan dibully tanpa sebab.” Kini setelah satu tahun memutuskan untuk hidup berdua dengan Gaya, Juni mulai mengenal sifat adiknya itu. Gaya yang sejak kecil hidup di keluarga yang penuh kekerasan ternyata justru menumbuhkan rasa empati dalam dirinya. Gaya justru tumbuh sebagai pribadi yang tidak suka dengan kekerasan dan selalu berusaha membela mereka yang menjadi korban, meski hal itu tak jarang justru membuat dirinya sendiri terluka. Tumbuh di lingkungan yang penuh dengan kekerasan tidak mesti membuat diri kita untuk menjadi korban ataupun pelaku. Pilihan itu selalu ada, baik itu pergi, berjuang, atau tetap tinggal. Seperti Juni yang memilih untuk pergi, Gaya yang memilih untuk berjuang, dan Ibu mereka yang memilih untuk tetap tinggal.n
Edisi ke-6 | PS GHT 25
Ulasan Film
ENOUGH
Artikel: Alaina Fitri Adinda | Editor: Imelda A. | Layout: Jessica Utomo Hidup Slim (Lopez) awalnya terkesan sangat sempurna. Ia yang mulanya hanya pelayan restoran kemudian menikahi seorang pria kaya bernama Mitch (Campbell), serta memiliki rumah besar dan seorang anak perempuan. Namun, kebahagiaan Slim tidak berlangsung lama ketika ia mengetahui perselingkuhan Mitch serta sisi lain dari suaminya itu. Mitch yang ternyata memiliki sejarah physical abuse jadi seringkali melakukan kekerasan padanya. Slim berusaha untuk meninggalkan suaminya dengan bantuan teman-temannya. Namun, Mitch yang mengetahui rencana Slim berusaha untuk mencegahnya dengan kekerasan. Untungnya, Slim berhasil lolos dan pergi dari rumah dengan membawa anak mereka, Gracie. Akan tetapi, perjuangan Slim untuk terbebas dari kekerasan rumah tangga belum berakhir. Mitch tetap berusaha memburunya dengan menyewa agen FBI palsu, sehingga Slim dan anaknya harus berpindah-pindah rumah dan mengganti identitas agar lolos dari Mitch. Slim kemudian menyadari bahwa ia tidak dapat membiarkan anaknya tumbuh dalam ketakutan. Ia pun menyusun rencana untuk membuat suaminya berhenti melakukan kekerasan. Film ini secara jelas menggambarkan bagaimana kekerasan rumah tangga
26 PS GHT | Edisi ke-9
bisa terjadi. Tokoh Slim yang diperankan oleh Jennifer Lopez termasuk menarik, karena ia yang tadinya tidak berdaya berubah menjadi wanita yang mampu bangkit melawan kekerasan demi dirinya dan orangorang yang disayanginya. Tidak seperti korban kekerasan pada umumnya, ia tidak terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkotika atau alkohol untuk meringankan beban psikologis. Malahan, ia secara proaktif mencari bantuan dari sekitarnya untuk mengatasi trauma dan kecemasan yang ia alami akibat kekerasan. Film ini diadaptasi dari novel karya Anna Quindlen yang berjudul “Black and Blue�. Novel ini mendapatkan ulasan baik dan sempat masuk ke dalam Oprah Book Selection pada tahun 1998. Sayangnya, film adaptasi ini mendapatkan ulasan negatif karena sang sutradara dianggap tidak bisa “menangkap� inti dari tema besar cerita ini, yaitu kekerasan rumah tangga. Hal ini menyebabkan beberapa kritikus film beranggapan ada aspek-aspek dari cerita yang kurang masuk akal. Walaupun mendapatkan ulasan kurang baik, akting para aktor dan aktris di dalam film ini patut diacungi jempol. Film ini membangkitkan empati kita terhadap korban kekerasan rumah tangga. Penonton juga bisa menyaksikan dan belajar bahwa korban kekerasan dapat terbebas dari relasi tidak sehat asalkan memiliki keinginan untuk mencari bantuan serta terbuka pada orang lain tentang permasalahan yang terjadi dalam hubungan mereka.
Cast: Jennifer Lopez, Billy Campbell, Juliette Lewis Director: Michael Apted Genre: Action, drama, suspense, thriller Duration: 115 menit
Ulasan Musik Sebelum mengeluarkan debut albumnya, duo band asal Inggris ini telah terlebih dulu meluncurkan satu lagu setiap bulan selama setahun lewat SoundCloud. Secara garis besar, internet telah mengubah cara kerja industri musik.
Oh My, It’s Oh Wonder! Artikel: Carolina Leonard | Editor: Abidati Julia Murti | Layout: Jessica Utomo
Anthony West dan Josephine Vander Gutch tidak pernah menyangka lagu-lagu yang telah mereka keluarkan setiap bulan tersebut akan didengar oleh jutaan orang. Kesuksesan tersebut lalu berlanjut pada pembuatan album pertama mereka “Oh Wonder” dan sold-out tours di London, Paris, Amsterdam, Los Angeles, dan New York. Tentu hal tersebut adalah sebuah kejutan bagi Oh Wonder yang merekam lagu-lagu mereka di rumah sebagai sebuah proyek sampingan saja. Dalam suatu wawancara, Josephine mengatakan bahwa “Apabila (musiknya) bagus, orang akan mencari dan mendengarkannya. Hampir tidak membutuhkan biaya apapun untuk membuat musik zaman sekarang.” Lagu-lagu Oh Wonder dapat dikategorikan dalam genre indie-electro pop. Vokal mereka dinyanyikan secara bersamaan dan diiringi dengan irama mellow dan slow-grooving. Dari Technicolor Beat hingga Without You, lagu-lagu mereka mengambarkan suasana flowing dibantu irama techno. Maka, jangan heran apabila
lagu-lagu pada album ini terdengar “menyatu” antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, ada juga beberapa lagu yang berada di garis keberagaman mereka, seperti Heart Hope dan Shark. Salah satu hal yang menonjol dari duo band ini adalah hubungan Anthony dan Josephine yang terlihat saling membangun dan melengkapi satu sama lain, kekompakan mereka terbukti dari lagulagu yang mereka hasilkan. Selain itu, mereka selalu menekankan bahwa mereka adalah song writers first, and then singers after. Hal ini tentu membuat kita lebih mengapresiasi lirik lagu-lagu mereka yang seolah menangkap perasaan para pendengarnya. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki Oh Wonder, satu hal yang dapat menjadi pelajaran bagi para calon musisi khususnya di Indonesia, bahwa pada zaman sekarang, dengan media dan komponen yang tepat (dan mungkin segelintir keberuntungan) bukanlah hal yang tidak mungkin untuk menjadi The Next Big Thing dalam industri musik.
Edisi ke-6 | PS GHT 27
Ulasan Buku Artikel: Carol Baadilla | Editor: Imelda A. | Layout: Jessica Utomo Novel “Sybil� merupakan salah satu buku laris yang ditulis oleh Flora Rheta Schreiber, seorang jurnalis dari Amerika Serikat. Dalam buku yang menggunakan judul dari nama tokoh Sybil Isabel Dorsett ini, Schreiber mendokumentasikan hidup seorang perempuan berumur 37 tahun yang memiliki Multiple Personality Disorder. Kehidupan Sybil dipaparkan dan dianalisis dalam buku setebal 500 halaman yang terbagi ke dalam 4 bagian. Setiap bagian berisi prosedur terapi dengan teknik psikoanalisa yang dilakukan oleh Dr. Cornelia B. Wilbur. Teknik tersebut memunculkan pribadipribadi berbeda dari dalam diri Sybil, serta rahasia masa lalu yang menghantui dan menjadi akar permasalahan dalam hidupnya. Sepanjang hidupnya, Sybil selalu berusaha mengerti mengapa ia kerap melakukan hal-hal aneh yang tidak disadarinya. Dengan bantuan sesi terapi rutin bersama Dr. Wilbur, terungkap bahwa Sybil memiliki 16 kepribadian berbeda yang memiliki karakter, keinginan, kecemasan, dan ketakutan masing-masing. Analisis lebih lanjut kemudian menjelaskan bahwa disosiasi yang dialami Sybil ini berakar dari kekerasan fisik dan seksual yang dilakukan oleh Henrietta Dorsett, ibunya sendiri.
28 PS GHT | Edisi ke-9
Setiap pribadi di dalam diri Sybil ternyata merupakan cerminan dari sosoksosok di masa kecilnya; ayah yang acuh tak acuh terhadap ibunya, kematian nenek Dorsett yang membekas di ingatannya, kakeknya yang agresif, hingga dokter yang merawatnya ketika ia sakit. Sybil kecil yang baru berusia 3,5 tahun pun tanpa sadar menciptakan berbagai pribadi berlainan sebagai bentuk pertahanan terhadap trauma yang ia alami. R a s a ingin tahu pembaca akan dibangkitkan sampai lembar terakhir oleh alur novel yang penuh lika-liku ini. Satu demi satu rahasia pun akan tersingkap seiring dengan berjalannya cerita. Kesan berbeda dalam novel ini dipicu oleh suasana cerita yang misterius dan menegangkan. Selain itu, penggunaan istilah ilmiah di dalamnya pun disertai bahasa sehari-hari yang membantu pemahaman pembaca. Dengan ilustrasi dan gambar oleh Sybil sendiri, validitas informasi yang diceritakan semakin kuat. Dapatkah Sybil mencapai kesembuhan yang diharapkannya? Bacalah kisahnya dalam Novel “Sybil�!
Ulasan Aplikasi
Mobile Apps
Cepat Tanggap Menghadapi Kekerasan Artikel: Cindy H.| Editor: Imelda A. | Layout: Jessica Utomo Kekerasan bukanlah suatu masalah mudah. Banyak hal yang harus dipersiapkan dalam melindungi diri kita dari kekerasan. Namun, tidak semua kekerasan dapat diprediksi, sehingga pada akhirnya para korban terpaksa menerima kekerasan yang dialaminya. Tentunya hal ini membuat pemerintah, NGO, hingga mahasiswa prihatin. Mereka berusaha menemukan solusi agar para korban dapat lebih tanggap. Mengingat teknologi yang berkembang pesat dan akses gadget yang mudah, mereka akhirnya berbondongbondong menyajikan mobile apps sebagai jalan keluarnya. Dengan adanya mobile apps, para korban dan kerabat mempunyai akses untuk melapor dan melakukan konsultasi secara real-time. Jumlah aplikasi yang terus bertambah tentunya didukung dengan berbagai pembaharuan yang mengoptimalkan peran mobile apps. Nah, berikut beberapa mobile apps buatan anak bangsa yang “oke punya� (psst... dua di antaranya dibuat oleh mahasiswa lho).
Perlindungan Anak Online - KPAI Aplikasi yang merupakan kerjasama antara Pandawa Care dan KPAI ini berperan sebagai media pembelajaran, sarana perlindungan, dan wadah informasi terkait perlindungan anak. Para orangtua dan kerabat dapat memperoleh lebih dari satu fasilitas dalam sekali unduh. Aplikasi canggih ini juga memiliki satu fitur penting yang ditunggu-tunggu, yakni panic button. Keluarga, kerabat, atau anak dapat menekan tombol ini saat sedang dalam bahaya. Setelah itu, SMS permintaan tolong akan langsung terkirim ke ponsel lima orang terdekat, lengkap dengan posisi terakhir pengguna dan link yang langsung terhubung ke GPS. Aplikasi ini juga memiliki fitur Pandawa Help yang bertujuan untuk meminta bantuan langsung kepada pihak yang berwajib. Lengkap, bukan? Aplikasi ini sudah dapat kalian unduh di PlayStore!
Edisi ke-9 | PS GHT 29
Ulasan Aplikasi
Riliv - Mahasiswa UNAIR
Ada kalanya saat kita memiliki masalah atau kekesalan, kita pasti membutuhkan orang lain untuk bercerita. Alasannya, karena bercerita dapat membuat lega atau mengurangi beban. Nah, aplikasi “Riliv” cocok untuk kalian yang memiliki berbagai uneg-uneg, tapi tidak mau rahasianya bocor atau bingung harus curhat dengan siapa. Untuk memungkinkan komunikasi dua arah, “Riliv” menyajikan dua jenis reliever atau pakar, yakni regular dan expert reliever. Regular reliever adalah relawan yang merupakan para mahasiswa jurusan psikologi. Regular reliever dapat “Ini sebagai adalah bagian catcher , semacam bertugas pendengar cerita. Adapun expert reliever adalah para subjudul, nanti semua kata- “Riliv” supsikolog atau therapist yangdiganti dapat memberi jasa profesional. dah katanya. hadir di PlayStore dan tentunya Tidak selalu dapat ada.kalian Jikaunduh ada,dengan gratis.
silahkan diganti dengan yang ditulis anak konten.”
No Violance - Mahasiswa UGM (Coming Soon) “No Violence” merupakan jawaban dari kaum perempuan untuk memudahkan pelaporan tindakan kekerasan yang dialami. Aplikasi ini berbentuk diary yang dilengkapi dengan sejumlah kuesioner. No Violence dirancang untuk mengetahui seberapa besar kasus yang dialami korban melalui diary yang ditulis. Cara kerjanya, apabila persentase kasus melebihi 20 persen dari total kejadian yang dialami, maka secara otomatis aplikasi ini akan memunculkan pop-up konfirmasi pelaporan kekerasan pada LSM di daerah setempat. Selanjutnya, pelapor (pihak LSM) dapat menyatakan pilihan ‘Laporkan’ atau ‘Tidak Laporkan’ terhadap kasus yang ada. Aplikasi ini tentunya sangat membantu korban kekerasan dalam menyuarakan kejadian yang dialaminya. Sayangnya, kita masih harus bersabar menunggu sampai aplikasi ini tersedia di PlayStore.
Help - Kedubes AS
(Coming Soon)
Kedubes AS juga ikut membantu kaum perempuan menghadapi kekerasan yang dialaminya melalui aplikasi Help. Aplikasi memungkinkan perempuan mendapatkan bantuan dalam keadaan darurat. Selain itu, Help juga dapat menyajikan informasi mengenai langkah-langkah yang harus diambil dalam menyikapi kekerasan. Lagilagi, fitur dan konten di dalamnya masih harus dikembangkan, sehingga aplikasi ini belum tersedia di PlayStore. Kita tunggu segera, ya!
30 PS GHT | Edisi ke-9
Edisi ke-9 | PS GHT 30
Life Hacks
Artikel: Carol Baadilla Editor: Carolina Leonard Layout: Jessica Utomo
Pertanyaan penting yang kadang luput dari pikiran kita ketika melakukan aktivitas keseharian adalah: Bagaimana menjaga keselamatan diri kita? Salah satu hal yang dikhawatirkan seseorang adalah kesejahteraan diri, baik secara fisik maupun emosional. Lingkungan sosial kita di rumah, sekolah, maupun tempat kerja menuntut kita untuk lebih berhati-hati terhadap bahaya yang bisa datang dari mana saja, kapan saja, dan siapa saja. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu kamu menangani bahaya fisik di lingkungan sekitar.
1
Memprediksi kekerasan. Tidak mustahil untuk menyadari faktor pendorong kekerasan sebelum hal itu terjadi, bahkan beberapa indikasi dapat memprediksi kejadian tersebut. Indikasi yang pertama adalah pengalaman kekerasan, seseorang yang pernah melakukan kekerasan memiliki kemungkinan untuk melakukannya lagi sehingga jangan ragu untuk menanyakan hal ini pada teman atau keluarga dari orang tersebut. Indikasi kedua adalah perasaan yang melibatkan ketakutan, rasa malu, marah, dan ketidakuasaan sering diasosiasikan dengan perilaku agresif. Maka, hindarilah membuat orang lain merasakan hal-hal tersebut, dan tingkatkan perilaku suportif yang dapat memberi pilihan nonviolent. Indikasi ketiga adalah faktor fisik seperti kelelahan, kurang tidur, penggunaan obat-obatan dan alkohol, rasa lapar, disabilitas, maupun sakit kronis. Indikasi terakhir adalah faktor situasional seperti pengalaman kekerasan waktu kecil.
2
Melihat tanda-tanda apabila indikasi di atas tidak dapat diketahui secara langsung. Gesture tubuh dan ekspresi
Sumber : http://www.practicenotes.org
Menghindari & Menangani
Kekerasan di Sekitar Anda wajah dapat membantu untuk mengantisipasi kekerasan.
3
Mengurangi ketegangan. Kadang situasi menuju kekerasan tidak dapat dihindari, dan jika kamu terjebak di dalam situasi tersebut maka hal yang dapat dilakukan adalah tetap tenang, menangani hal tersebut dengan kepala dingin akan lebih baik bagi kamu maupun lawan bicara. Tunjukkan sifat empati daripada menyuruh lawan bicara untuk “tetap tenang,� sehingga dapat membangun komunikasi dua arah. Posisikan diri kamu di samping lawan bicara, dengan tetap mempertahankan personal space, sebaiknya tidak terjadi kontak fisik. Usahakan kamu tidak berdiri di antara lawan bicara dengan pintu. Bahkan, setelah lawan bicara sudah terlihat tenang kembali, berikan 30-40 menit untuk menurunkan kemarahan fisiologis. Apabila situasi bertambah parah, maka secepatnya hubungi bantuan.
4
Digunakan bila kekerasan terjadi, perasaan marah dan dorongan untuk melakukan kekerasan kadang tidak dapat dikontrol. Hal yang harus diingat ketika serangan terjadi adalah untuk melindungi diri kamu, untuk itu pilihan pertama adalah keluar dari ruangan dan lari dari situasi tersebut. Jika kamu terjebak dan tidak dapat menemukan jalan keluar, maka hubungi bantuan. Bahaya fisik sangat penting untuk diperhatikan, tidak hanya untuk kesejahteraan hidup, tetapi juga bagi orang terdekat. Tips-tips di atas tidak hanya membantu korban tapi juga dapat membantu pelaku Untuk itu, perlu diingat: cara terbaik untuk mencegah kekerasan adalah antisipasi terhadap kekerasan itu sendiri.
Edisi ke-9 | PS GHT 31