Editor Andreas yanuar Randy Gunawan Desain Cover Randy Gunawan grafis Bayu Abimanyu Oliver Victor RAndy Gunawan Teks Farren Wiliardy R. Yudha Randy Gunawan Dosen Pembimbing Andreas Yanuar Fernisia Richtia Raymond Gandayuwana Ari Widio STANLEY WANGSADIHARJA Universitas Pelita Harapan Jl. M.H. Thamrin Boulevard Tangerang, 15811 Banten
NGITAR INTARAN DAFTAR ISI
Kata Pengantar : Mengapa Rumah Intaran?
1
Apa itu Rumah Intaran?
3
I Gede Kresna
5
Lokasi, Site Plan, Potongan, dan Perspektif
7
Visual Notes Atmosfer
17
Visual Notes Workshop
37
Penutup
63
Foto Anggota
65
2
KATA PENGANTAR :
Mengapa Rumah Intaran? Salah satu tujuan dari mata kuliah Studio Dasar Desain 2 adalah memahami bagaimana atmosfer pada sebuah ruang terbentuk. Untuk itu, pada bulan Maret 2017 kami melakukan perjalanan studi ke Bali dengan tujuan menangkap beberapa jenis atmosfer ruang, mulai dari yang otentik sampai yang kontemporer. Untuk mewakili atmosfer Bali yang aktivitasnya masih otentik kami memilih Rumah Intaran. Rumah Intaran menjadi otentik bukan karena dihuni oleh para sesepuh atau karena ia merupakan tempat bersejarah. Ia menjadi otentik justru oleh semangat generasi muda dalam menelusuri kembali kebijaksanaan lokal Bali dan menerapkannya pada kehidupan saat ini. Mereka perlu menelusuri kembali kebijaksanaan lokal karena saat ini beberapa masyarakat Bali mulai kehilangan alasan-alasan di balik berbagai ritual dan artefak yang mereka miliki. Penelusuran berbagai alasan tersebut akan membuat kita tidak terasing dari medernitas dan tetap berakar pada pencapaian kebudayaan berabad-abad sebelumnya. Otentisitas Rumah Intaran bukan didahului oleh benda-benda fisik namun didahului oleh semesta pikiran para pengelolanya. Semesta pikir para penelusur budaya Bali inilah yang menjadi alasan, mengapa kami memilih Rumah Intaran.
Mahasiswa membuat sendiri kue-kue tradisional sebagai sarapan mereka, membantu menyiapkan babi untuk hidangan siang, membuat agar-agar dan cincau untuk hidangan penutup, menginjak-injak tanah untuk dijadikan material bangunan, merakit rumah sederhana dengan waktu kurang dari 1 jam dan beberapa kegiatan aktivitas dengan tata cara Bali. Secara bergantian, mahasiswa lainnya merekaman video, membuat catatan bergambar tentang semua proses aktivitas, membuat sketsa perspektif, menggambar ulang rencana tapak, denah, tampak dan potongan bangunan, hingga menyalin tekstur-tekstur yang ada di sana. Tidak ada mahasiswa yang diam, mereka semua mengitari Rumah Intaran dengan antusias dan berusaha mengenalnya sebagai teman baru. Seluruh proses tersebut kami tuangkan dalam buku “Ngitar Intaran�. Sebagai mahasiswa tingkat pertama, pengenalan terhadap berbagai semesta berpikir sangatlah penting. Mahasiswa menjadi sadar, bahwa arsitektur adalah pengejewantahan dari semesta pikir manusia dalam kesehariannya. Perubahan semesta berpikir akan merubah arsitekturnya. Hal ini penting kita ingat agar ber-arsitektur tak terjebak pada kebendaanya saja, tapi juga pada kualitas kehidupan yang dinaunginya. Dengan kunjungan studi dan buku ini, tim dosen berharap bahwa mahasiswa dapat terus mempelajari hunbungan berbagai kualitas arsitektur dan kehidupan yang menciptakannya.
Tugas utama mahasiswa di Rumah Intaran adalah merekam bagaimana bentuk-ruang lengkap dengan suhu, tekstur, cahaya, suara, aroma dan aktivitas di sana Andreas Yanuar membentuk sebuah atmosfer yang khas.
4
Apa itu Rumah Intaran? Rumah Intaran yang terletak di Desa Buleleng, Bali Utara adalah sebuah ruang berkreasi sekaligus tempat tinggal seorang arsitek bernama I Gede Kresna dan keluarganya. Area Rumah Intaran terdiri dari bangunan-bangunan kayu dengan fungsinya masing-masing seperti kantor, dapur, rumah untuk tamu, dan juga pekarangan. Dengan penggunaan material kayu besi, bambu, dan sejenisnya, kumpulan bangunan tersebut sesuai dengan suasana kebun di sekitarnya. Suasana alami semakin terasa dengan tersebarnya karya anyaman, maket kayu, dan patung yang terbuat dari batu tanah liat. Bangunan pertama yang dijumpai setelah memasuki area Rumah Intaran digunakan sebagai gudang penyimpanan teracota dan batang-batang kayu. Setelah itu terdapat kantor dengan maket kayu yang tersebar di dalamnya. Maket-maket tersebut berguna sebagai alat komunikasi antara Gede Kresna dan para tukang yang akan membangunnya guna meminimalisir kesalahan pada saat membangun.
Di belakang kantor tersebut terdapat pekarangan serba guna tempat para peserta workshop berkegiatan. Pekarangan ini dikitari oleh dapur dan rumah . Dapur di area tersebut dipenuhi dengan alat-alat masak tradisional seperti piring anyaman, nampan, dan lain-lain. Tepat di depan dapur ini terdapat sebuah panggung yang menjadi lesehan untuk berkumpul. Di antara kedua bangunan tersebut, terdapat beberapa meja dan kursi makan yang memanjang dan melingkar, membuat tempat ini digunakan sebagai tempat berkumpul. Di samping lokasi berkumpul tersebut terdapat tempat penyimpanan kayu dan bambu dan bangunan beratap yang juga digunakan sebagai lesehan. Jika masuk ke bagian yang lebih dalam lagi dengan menaiki tangga kecil, terdapat beberapa rumah untuk mahasiswa magang dan toilet yang mengitari area memanggang babi. Dengan area yang cukup luas, Rumah Intaran dapat menampung sekitar 80 peserta lokakarya dengan berbagai kegiatan yang berbeda di setiap sudutnya.
5
6
I Gede Kresna I Gede Kresna memiliki kepiawaian dalam arsitektur tradisional Bali dan pertukangan lokal. Beliau sendiri menjuluki dirinya sebagai arsitek desa. Menurut lulusan Arsitektur UI ini, kesederhanaan dalam gaya hidup adalah sesuatu yang berharga. Keindahan dari sebuah karya arsitektur tidak memerlukan material yang mahal ataupun yang impor. Kreativitas dalam penggunaan bahan-bahan setempat sudah mencukupi kebutuhan dengan efektif. Kehidupan di desa memerlukan sebuah keterampilan yang dapat membantu kehidupan sekitar. Jika tidak punya apa pun, orang tersebut tidak akan bisa hidup bermasyarakat dengan daerahnya. Oleh karena
itu, keterampilan dalam pembuatan suatu prakarya banyak dimiliki oleh penduduk setempat. Pria kelahiran Bali, 15 Agustus 1974 ini sudah mengetahui bahwa adanya talenta-talenta tersembunyi di daerah lokal terhadap seni pertukangan. Dengan pengetahuan luas terhadap kultur Bali dan pertukangan, beliau berkarya dengan membuat bangunan lestari yang dapat menyatu dengan alam sekitar, baik melalui materialnya dan juga filosofinya. Beliau juga berharap untuk dapat melestarikan budaya Indonesia dengan membangun kreasi arsitektur yang membantu rakyat sekitar.
7
8
9
10
11
12
13
14
15
17
18
ATMOSfEr Elemen Dasar atau yang disebut “Basic Elements� terdiri dari titik, garis, bidang dan volume. Titik merupakan awal dan akhir dari suatu garis, titik digunakan untuk menentukan posisi dalam ruang dan menjadi titik pusat dalam ruangan. Garis adalah suatu titik yang diperpanjang pada suatu garis yang tidak memiliki lebar dan tinggi, garis terbagi menjadi 4 yaitu Garis vertikal, Garis Horizontal, Garis Diagonal dan Garis Lengkung. Bidang merupakan suatu garis yang diteruskan kearah yang berbeda dari garis asalnya, yang fungsinya memberi arah suasana, pengontrol dan penutup efektif. Volume adalah gabungan dari bidang-bidang yang membentuk suatu ruang.
cahaya, suhu, dan suara. Tekstur adalah gambaran mengenai permukaan dari suatu benda yang menimbulkan kesankesan tertentu seperti licin, kasar, halus. Bau dapat menjadi penanda dari fungsi sebuah ruang, contoh: bau makanan berarti menggambarkan ruang dapur atau tempat makan. Intensitas cahaya juga dapat menjadi penntu kualitas kegiatan pada suatu ruang, contoh : jika cahaya sangat terang bisa digambarkan tempat belajar. Suhu berhubungan langsung dengan tingkat kenyamanan tubuh manusia pada suatu tempat dan elemen suara dapat digunakan untuk mendeteksi ruangan melalu, misalnya suara bor dan palu mengambarkan bengkel.
Yang kedua adalah Elemen pelengkap atau “modifying elements� yaitu tekstur, bau,
Bab ini akan menjelaskan bagaimana atmosfer Rumah Intaran terbentu
19
20
23
24
27
31
32
35
36
45
39
40
43
44
47
48
51
52
55
56
59
60
64
PENUTUP Dari perjalanan kami di Rumah Intaran, kami menyadari bahwa mempertahankan penggunaan budaya dan material lokal sangat penting. Kami banyak belajar dari Pak Gede Kresna yang mau berpegang teguh pada filosofinya. Dengan sudah sangat cepatnya perkembangan teknologi, sudah hampir terlupakan kayanya kepiawaian lokal untuk ketukangan material alami. Penyebaran materi oleh Gede Kresna mengenai mengapa beliau memilih untuk menggunakan material alami memberikan kami pandangan yang berbeda terhadap ketukangan.
Kami juga belajar banyak dari pengalaman merekam apa yang kami pelajari menggunakan berbagai macam media yang ada seperti video, foto, dan gambar. Khususnya oleh karena dosen-dosen pembimbing kami yang mengajarkan seberapa petingnya dokumentasi di ilmu arsitektur. Bagaimana bekerja sama sebagai satu angkatan untuk membuat buku adalah pelajaran yang baru dan menyenangkan. Semoga dengan pembuatan buku ini kami semua di angkatan ini menjadikannya sebagai portofolio yang dapat dibanggakan di masa depan.
65
KELOMPOK 1
Albert Lionggo Anastasia Karin
Benedicta Christella
Benson Felix
Dennise Mentari
Anisya Ayu
Bayu Abimanyu
Ephraim Jeshanah
Bernadine
Chelsya Setiawan
Felicia Halim
Edbert Fernando
Christopher Raynard
Clarice Alverina
Davidson Suwongto
KELOMPOK 5
Samuel Timothy
Saraska Lango Sebastian Brian Shanis Suhardi
Sharene
Sherlyn Chirstiane
Tommy
Vanessa Ardelia
Vanessa Sulimas
Victor Wong
Vianka Stela Wijaya
Violetta
Yevelyn Andrea Yosua Susanto
Enggelina Anugerah Wati
Eric Farrell Gerard Farren Evanee Anathapindika Wiliady
Gabriella Geraldine
KELOMPOK 2 Chintya O J
Eileen
Gian Daniel
Glenn S. H.
66
KELOMPOK 3
Gracia Hani
Jacklyn Caroline
Jennifer Gabri- Justin Gerald ella
Laura Tansil
Leovaldo
Maria Stephanie S.
Maudrey
Jacky Pan
Jason Hari
Kiki
Laras M
Louis Ardian
Marcella Jessica
Meissy Clarissa
Nathaniel Geordy
Randy Gunawan
Michelle Laurent
Michiella Stevanie T.
Naudaffal Widi Nicky Anthony Virgoza
Rio Dylan
Risma
KELOMPOK 4
Natasha Laurence
Oliver Victor
Ron Mahayunan
R. Yudha
ANGGOTA MAHASISWA ARSITEKTUR UPH 2016