5 minute read

Utamakan Rasio Keseimbangan SMP

BOGOR–Bogor Berlari yang digencarkan Wali Kota Bogor, Bima Arya untuk semua program di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bogor, tentunya juga diminta

Dewan Pendidikan (Wandik) dilakukan Kepala Dinas

Pendidikan (Disdik) baru.

Kepada Radar Bogor, Ketua

Wandik, Deddy Karyadi berharap, Bogor Berlari juga dilakukan Disdik dengan kepemimpinan baru, yaitu

Sujatmiko Baliatro. Khususnya dalam menyeimbangkan rasio sekolah negeri pertama (SMP) dengan jumlah lulusan sekolah dasar (SD).

“Masalah ini sebenarnya masalah klasik, tapi yang belum bisa dituntaskan sampai saat ini,” kata dia, kemarin. Sebab, kata dia, hingga saat ini, jumlah SMP Negeri masih belum bisa menampung banyaknya lulusan SD Negeri

PRESENTASI: Salah satu kelompok pelajar SMA Plus YPHB saat melakukan presentasi hasil program YRC di sekolahnya, Sabtu (25/2).

YRC Cetak Pelajar Unggul

BOGOR–Sebanyak 223 siswa kelas II SMA Plus YPHB Kota

Bogor mengikuti Youth Research

Camp (YRC) di kawasan Dieng, Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Program tersebut digagas oleh salah satu perusahaan konsultan jasa berbasis sosial

Ekowisata Kreatif Indonesia (Ekotifa) yang bergerak di bidang wisata.

Dalam program kerja sama

Ekotifa dengan SMA Plus YPHB

Kota Bogor tersebut, para siswa yang terbagi ke dalam 44 kelompok itu melakukan riset di kawasan Dieng. Dari jumlah yang telah dikurasi ada sebanyak 8 kelompok, kini mereka tengah diuji oleh para penguji dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta akademisi di Aula YPHB pada

Sabtu (25/2) siang.

Co-Founder ekotifa, Afro Indayana mengatakan, YRC adalah sebuah program edukasi berbasis wisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung program SDG’S 4 yaitu berkaitan dengan Pendidikan Berkualitas.

"Program ini diselenggarkan melalui hasil kerjasama Ekotifa dan SMA YPHB Bogor untuk menerapkan konsep learning by research and traveling dan pendidikan berbasis project (Project based learning)," ujar Afro. Afro yang juga penggagas program Bike Heritage ini menuturkan, program YRC ini juga untuk dapat diimplementasikan dari beberapa kurikulum. Diantaranya, kurikulum abad21 mengenai 4C (critical thinking, Creativity, Communication, Collaboration), kurikulum HOTS (High Order Thinking Skills) yang terdiri dari Analyzing, Evaluating, creating dan Pendidikan berkarakter serta literasi.

"Program ini bertujuan untuk memicu dan memacu peserta agar dapat memiliki aktifitas kontruktif ketika liburan, dengan aktifitas riset di suatu kawasan, dengan luaran Project Research berbasis solusi aplikatif," ungkapnya.

Masih dikatakan Afro, peserta YRC tersebut didampingi oleh tutor dari berbagai latar belakang pendidikan perguruan tinggi dengan profil luar biasa.

Kali ini, Ekotifa berhasil memicu dan memacu peserta YRC 2023 memiliki luaran yang solutif dan aplikatif yang terdiri dari 26 project riset IPA dan 18 project riset IPS.

"Yang kemudian akan ditentukan 4 project terbaik dari IPA dan IPS, yang nantinya akan diuji oleh Sukma Surya Kusumah, Peneliti Ahli Utama, Bidang kepakaran Komposit lignoselulosa dan Bio-adhesive, Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk BRIN dan juga Anggun Pesona, Dosen Manajemen dan Kewirausahaan PPM School of Management, Co-Founder Yayasan Terminal Hujan dan Expert Associate di Platform Usaha Sosial," ujarnya.

Setelah pengujian oleh para ahli tersebut, diharapkan peserta telah memiliki karakter riset yang solutif dan aplikatif sehingga dapat berkontribusi nyata untuk sekitarnya.

Dilokasi yang sama, Kepala

SMA Plus YPHB Kota Bogor, Joko Pitoyo mengatakan, YRC merupakan program unggulan yang sudah menjadi rutinitas

SMA Plus YPHB Kota Bogor dengan menggandeng Ekotifa.

"Program ini sesuai dengan visi SMA Plus YPHB menghadapi era global, anak-anak harus berpikir kritis untuk menemukan sesuatu yang bisa diinovasi untuk kebutuhan masyarakat sekitar Bogor," katanya.

Joko mengutarakan, proyek riset ini tentunya harus ada tindak lanjutnya, sehingga inovasi dari para siswa ini dapat memberikan kontribusi untuk kepentingan masyarakat.

"Tindak lanjut produknya harus kita diciptakan produk untuk kepentingan masyarakat Bogor atau tempat risetnya di Dieng," harapnya. Sementara, peneliti BRIN, Sukma Surya Kusumah, mengapresiasi atas diselenggarakannya YRC. Menurutnya, program ini dapat mentrigger pelajar SMA dari sejak dini sudah diterapkan rasa keingintahuan dan hal tersebut modal untuk menjadi peneliti yang handal.

"Jadi mulai dari berpikir logis, kritis dan pentingnya penelitian untuk menyelesaikan masalah yang ada di lapangan sudah terpikirkan sejak dini. Jadi tidak ada kata terlambat, mudahmudahan Indonesia di tahun 2045 bisa memperoleh generasi emas dengan program seperti ini," ucap Sukma. (ran)

Dorong Bahasa Indonesia Mendunia

BOGOR–Dukung Kemen- terian Pendidikan dan

Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam menyebarkan Bahasa

Indonesia hingga tingkat internasional, Badan Bahasa

Kemendikbudristek melalui pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) kembali mengadakan pengajar di berbagai universitas, baik di luar negeri maupun di KBRI.

Dosen Universitas Pakuan (Unpak) sekaligus pengajar BIPA di Bern, Swiss, Hilda Septriani mengatakan, kelas bahasa

Indonesia ditawarkan di universitas sebagai mata kuliah pilihan, yang dapat dipelajari oleh mahasiswa di sana.

Seperti di Lomonosov

Moscow State University, University of Vienna, University of Konstanz, University of Zurich, dan lain-lain.

“Upaya diplomasi lunak ini dilakukan, untuk mendukung strategi penginternasionalan bahasa Indonesia di kancah dunia,” kata dia.

Oleh karena itu, lanjut Hilda, diperlukan strategi untuk membuat kelas lebih interaktif dan komunikatif, sehingga tidak membosankan. Salah satu caranya, adalah pengajar BIPA harus memanfaatkan berbagai media pembelajaran digital, guna mendukung keefektifan pembelajaran BIPA secara daring.

“Saya menggunakan berbagai media digital interaktif untuk menunjang kelas yang saya ampu di KBRI Bern, Swiss ini, seperti Wordwall, LearningApps, Padlet, Mentimeter, Quizziz, dan lain-lain. Faktor utama yang mendasari tentu saja, agar pemelajar tidak merasa bosan dan jenuh karena hanya menatap layar komputer selama lebih kurang 90 menit di setiap pertemuannya,” ujar Hilda.

Lebih jauh lagi, lanjut dia, mengajarkan bahasa Indonesia untuk orang asing tentu berbeda dengan mengajar bahasa Indonesia untuk orang Indonesia. Latar belakang pengetahuan, sosial, dan budaya yang berbeda turut memengaruhi aktivitas pembelajaran di kelas.

“Hal ini juga dapat disiasati dengan penggunaan beragam media pembelajaran digital untuk menunjang ketersampaian materi yang diajarkan, di Kota Bogor. Hal ini tentu menjadi kemelut yang berkepanjangan. Mengingat, masih banyak warga kurang mampu yang akhirnya tidak bisa menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta. “Jadi terobosan-terobosan baru mengenai solusi masalah ini bisa dilakukan Kadisdik yang baru,” beber Deddy. Lamanya pembangunan sekolah satu atap juga dikeluhkan

Deddy. Sebab, pembangunan yang memakan waktu tiga tahun ini dirasa bisa dipersingkat dengan cara memanfaatkan bangunan yang sudah ada. “Misalnya dengan merger SD yang muridnya sudah dikit, nah sekolah lamanya bisa dipakai untuk SMP baru, jadi gak perlu bangun dari awal, tinggal revitalisasi, itu lebih cepat dan murah,” tegas dia. Sehingga, Deddy berharap,

Disdik lebih kreatif untuk mencari solusi yang cepat dan tepat, mengatasi masalah-masalah pendidikan di Kota Bogor. “Itu baru satu hal, sedangkan masalah pendidikan di Kota Bogor sangat banyak. Seperti sarana prasarana, sekolah rusak, mutu pendidikan dan lainnya. Semoga Bogor Berlari ini benarbenar terlihat nyata di dunia pendidikan di Kota Bogor,” tandas Deddy. (ran)

BOGOR–SMAIT Ummul

Quro menggelar Expo

Program Penelitian Ilmiah (Propil) pada Senin (27/2).

Puluhan produk inovasi dipamerkan dalam ajang tersebut.

Ketua Panitia, Sri Mulyani menjelaskan, expo tersebut merupakan bagian dari rangkaian program Propil, yang sudah dimulai sejak

September 2022 lalu.

Program tersebut menjadi salah satu kompetensi, yang mesti dilalui oleh siswa dalam pembelajaran yang terintegrasi, dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia.

"Kegiatannya dimulai dari workshop karya tulis ilmiah, metode penelitian karya tulis ilmiah, dan materi lainnya. Hasil dari penelitian yang dilakukan itulah yang dipamerkan dalam Expo hari ini," ujar dia.

Dari 175 siswa yang terlibat, terdapat 62 produk inovasi yang dihasilkan. Produkproduk itu terbagi menjadi dua kelompok. Yakni bidang pengetahuan alam dan teknologi, serta ilmu sosial humaniora.

Di antaranya ialah pupuk dari bahan alam, kertas dari kulit kuaci, kertas kulit kacang, bioetanol, pengaruh organisasi ke nilai akademik. Para peserta tampak sangat antusias mengikuti Expo tersebut. Dengan semangat, mereka menawarkan produk buatannya kepada para tamu. "Jumlah peserta tahun ini lebih banyak dibanding tahun sebelumnya. Karena memang antusias warga untuk.menyekolahkan anaknya di sini semakin tinggi," tutur Sri.

Dia mengatakan, program tersebut digelar dengan tujuan menyiapkan para siswa, agar memiliki kecakapan abad 21. Di antaranya, kemampuan berpikir kritis, pandai berkolaborasi, serta rasa tanggung jawab. Dia berharap lewat program tersebut, para siswa memiliki kepekaan pada lingkungan, mudah menemukan ide sebagai solusi dari permasalahan, dan terampil bekerja sama dalam tim. "Kami juga ingin jiwa kreatif terus muncul dalam diri anak-anak, dan melalui penelitian ilmiah literasi mereka diharapkan bisa terus bertambah," tutup Sri. (fat/c) pun ketika mengajarkan budaya,” bebernya. Sementara itu, salah satu peserta di BIPA KBRI Bern, Swiss, Ornella Wolff menyebut senang, bisa mengetahui bicara bahasa Indonesia dengan benar, dan juga belajar di kelas budaya seperti menari dan memasak makanan Indnesia bersama-sama.

“Walaupun kelasnya online, tetapi karena guru di kelas sering pakai Wordwall, LearningApps, Padlet untuk belajar, itu membuat saya semakin cepat paham,” ujar Ornella. (*/ran)

This article is from: