Aktual edisi 11

Page 1

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

1


2

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013


TATAP REDAKSI

AKTUAL Komisaris utama Yudi Latif KOMISARIS Febrianto Pemimpin Umum/ PEMIMPIN REDAKSI GRUP M Danial Nafis DIREKTUR PEMBERITAAN Heriyono Redaktur pelaksana Faizal Rizki Arief, Epung Saepudin Redaktur SENIOR Dhia Prekasha Yoedha, Satrio Arismunandar, Hendrajit, Eko Maryadi Sidang Redaksi M Danial Nafis, Heriyono, Faizal Rizki, Epung Saepudin Dhia Prekasha Yoedha, Hendrajit, Satrio Arismunandar, Eko Maryadi REDAKTUR Ari Purwanto, Nebby Mahbubirrahman ASISTEN REDAKTUR Ismed Eka Kusuma, Nurlail, Zaenal Arifin REDAKTUR FOTO Tino Oktaviano Fotografer Oke Dwi Atmaja Reporter Adi Adrian, Arbie Marwan, Arnold Sirait, Khozin Mubarok, Nebby Mahbubirrahman, Novrizal Sikumbang, Purnomo, Rafkha, Vicky Anggriawan, Wahyu Romadhony Desain Grafis Shofrul Hadi Koresponden Fitra Ismu (Meksiko), Aceng Mukarram (Pontianak), Albertus Vincentius (Kupang), Damai Oktafianus Mendrofa (Medan), Muhammad Dasuki (Semarang), Muchammad Nasrul Hamzah (Malang), Arie Nugraha (Bandung), Bobby Andalan (Denpasar), Busri Toha (Sumenep), Fajar Sodiq (Solo), Imam Muhlas (Bojonegoro), Sigit Pamungkas (Semarang), M. Hasbi Arienta (Bogor) SEKRETARIS PERUSAHAAN Eva Rina Thamrin DIREKTUR KOMERSIAL Sontry Napitupulu Legal Corporation Muhammad Amry SIRKULASI Samsul Arifin Kabag. IT Firman Subhi Staf Admin Aulia Kumala Putri Alamat Redaksi PT Caprof Media Negeri Cawang Kencana Building 1st Floor Suite 101 Jl. Mayjen Sutoyo Kav. 22 Cawang DKI Jakarta 13630 Indonesia No Telp : (021) 8005520 Fax : (021) 80886466 Email : majalah@aktual.co iklan@aktual.co

Redaksi menerima kiriman surat pembaca, artikel dan foto yang dilampiri fotokopi kartu identitas dan nomor telepon anda melalui email majalah@aktual.co. Redaksi berhak mengedit setiap artikel yang masuk.

Negeri Para Begundal

M

ayoritas kalangan ‘pemrotes’ di republik ini menilai, negeri telah diisi begundal politik. Begundal bisa diartikan sebagai kaki tangan penjahat. Sejatinya, menyitir pernyataan Bung Hatta, “Bagi kami, Indonesia menyatakan suatu tujuan politik karena dia melambangkan dan mencita-citakan suatu Tanah Air pada masa depan untuk mewujudkannya, setiap orang Indonesia akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.” Namun hal itu kini menjadi ironi. Banyak politisi di negeri ini yang kerap berbuat sesuka hati dan melupakan amanah yang mereka emban. Para politisi itu seakan tidak mempedulikan mayoritas anak bangsa ini yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Begundal-begundal politisi itu untuk memperkuat dominasi kekuasaannya lantas membentuk semacam kartel. Menjelang memasuki masa pemilu, polah begundalbegundal politik dan kartelnya semakin menjadi. Mereka dengan sesuka hati mengeruk/mengkorupsi segala hal yang bisa dikorupsi. Jika benar mayoritas politisi negeri ini merupakan segerombolan para begundal, mungkin para begundal itu telah melupakan akar sejarah bangsa ini, yakni Pancasila. Jika para para politisi itu menghayati dan memahami benar makna dari Pancasila, niscaya mereka tidak akan menjadi begundal. Para pendiri republik ini telah memberikan ‘kitab suci’ pegangan bagi rakyat Indonesia bernama Pancasila. Namun, ‘kitab suci’ itu kini diingkari oleh mayoritas politikus negeri ini. Bagaimana tidak ingin dibilang diingkari, para politisi negeri ini mayoritas lupa akan sila yang ada di Pancasila yakni; ketuhanan yang maha esa, kemanusian

yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ambil contoh, jika pemimpin di negeri ini meyakini sila ketuhanan yang maha esa, niscaya para pemimpin negeri ini akan selalu mengingat Tuhan dalam setiap gerak dan langkah mereka dan tidak akan mungkin melakukan tindakan korup. Ingat Tuhan adalah faktor utama dalam kehidupan manusia. Sebab, tanpa mengenal Tuhan, manusia akan menghalalkan segara cara untuk mencapai segala hawa nafsu mereka. Manusia tanpa mengenal Tuhan laksana iblis yang diusir Tuhan dari surga. Kemudian, kita juga bisa melihat bahwa rata-rata politisi kita bersikap tidak adil dan bertingkah tidak beradab. Hal ini menyebabkan persatuan di negeri ini kerap terkoyak dan tidak terjadi keadilan bagi seluruh anak negeri. Sistem di negeri ini tidak lagi dipimpin atas dasar musyawarah mufakat. Namun dipimpin atas azas ketamakan dan keserakahan. Padahal, mengambil omongan Bung Karno, “….di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.” Jangan mengaku mencintai Indonesia jika kita atau para politisi negeri ini lupa akan adanya Pancasila. Lalu, jangan mengaku mencintai Pancasila jika kita atau politisi lupa akan agama (Tuhan). Padahal, berketuhanan adalah hakikat dasar dari hidupnya sebuah manusia. Tanpa berketuhanan, manusia adalah sahabat dari iblis, muara dari timbulnya para begundal. Heriyono

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

3


DAFTAR ISI

AKTUAL EDISI 11 | 3 - 17 Oktober 2013

HUKUM

14

HUKUM

18

Kisah Century Masih Panjang

Bau Tak Sedap di Kapal Joko Tole

LAPORAN UTAMA

22

kartel parpol

Pendanaan partai politik menjadi bermasalah ketika partai memasukkan dana illegal yang diperoleh lewat korupsi, suap, dan sebagainya. Yang lebih parah, partai-partai di DPR telah bergeser jadi kartel untuk mengamankan kepentingan bersama, yaitu meraup dana dari berbagai BUMN dan proyek-proyek negara.

EKONOMI

44

Daulat Pertanian untuk KTT APEC Bali 2013

Pendanaan Ilegal oleh Kartel Partai 22 Membelek Kocek Parpol 24 Membenahi Pengaturan Keuangan Parpol 28 Hegemoni Penguasa 32 Uang Segalanya 34 Demokrat dan Sumbangan Jumbo 38 Parpol dan SDA 42 4

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Tatap Redaksi Daftar Isi Surat Pembaca Kaki Hari Kilas Nasional Lensa Aktual Kilas Daerah Oase

3 4 6 7 8 10 84 86


POLITIK

52

ENERGI

74

Jokowi-Ahok dan ‘Orang Kerja’

GURITA BISNIS bAKRIE 48

Titanic di Sungai Musi

Sisi Lain ‘Madame’ Putri 66

INTERNASIONAL

80

EKONOMI POLITIK NARKOBA

OTOMOTIF

83

Jokowi Mengalah di Mobil Murah

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

5


SURAT PEMBACA

Busway Trans Jakarta,

Mengecewakan

H

ari Minggu 7 September 2013 selesai makan di suatu restoran cepat saji di PGC (Pusat Grosir Cililitan), saya diantar untuk naik busway ke arah Matraman. Saya masuk ke terminal busway di ujung lorong kantin kantin kuliner PGC. Di loket saya beli karcis seharga Rp3.500. Sambil menunjukan karcis, sebelum masuk akses sekat berpalang putar ke ruang tunggu

pemberangkatan., saya sempat bertanya, “Kalau mau naik busway ke Matraman, saya harus menunggu di mana ya?”. Petugas portal spntan menjawab, “O Ibu salah. Bukan di sini. Kalau yang ke Matraman itu Ibu harus naik di halte di depan PGC. Ibu naik tangga (penyeberangan saja) di depan sana saja,” Lalu petugas itu menunjuk ke arah timur. Kami pun bergegas menyusuri balik lorong ke arah pintu luar timur PGC, untuk naik tangga ke shelter busway. Tetapi setiba di shelter, kami tak boleh masuk oleh Petugas Portal yang memeriksa karcis. Katanya, karcis yang saya beli di dalam terminal tadi, tak bisa digunakan di situ, karena berbeda nomer seri. Kami terkejut, lalu protes, mengapa tak diberitahu oleh petugas BusWay yang di terminal tadi. Lagi pula bukankah Trans Jakarta yang

memegang monopoli busway. Masak karcisnya dibeda-bedakan? Setelah bertengkar agak lama, petugas portal di halte luar PGC akhirnya bersedia untuk mengantar kami ke Loket Terminal, untuk menukarkan karcis tadi. Yang jadi masalah adalah, bukan sekedar petugas portal di dalam yang kurang informatif. Tapi kealpaan manajemen PT Trans Jakarta, yang 1. Tidak menempelkan Stiker di Terminal PGC, yang berisikan pemberitahuan, Hanya untuk ke arah Tanjung Priok dan Grogol Pluit di dinding strategis supaya mudah dibaca calon penumpang. 2. Tidak memberlakukan sistem tiket yang sama, antara yang dibeli di terminal dengan yangh dijual di halte. Mohon perhatian, karena kalau ini terjadi pada orang tua yang berasal dari Jakarta, kasihan mereka harus bolak balik naik turun tangga, karena sikap tidak peduli Pt Trans Jakarta. Hj.Nelwati Jalan Penegak Rt04/ RW01 Palmeriam, Matraman, Jakarta Timur

Soal Lurah Susan, Sikap Mendagri Suburkan Intoleransi P

Bonar Tigor Naipospos Wakil Ketua SETARA Institute 6

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

AKTUAL/ istimewa

ernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi (25/9) yang meminta Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mempertimbangkan pemindahan Lurah Lenteng Agung, Susan Jasmin Zulkifli sebaiknya diabaikan. Karena, keputusan Pemerintah DKI Jakarta adalah legal dan konstitusional, termasuk dalam menempatkan Lurah Susan juga memenuhi prinsip good governance. Saran Mendagri justru menyingkap posisi politik Gamawan Fauzi dalam mengelola berbagai ketegangan sosial atas dasar agama dan etnis. Sikap Gamawan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi dan cenderung menuruti kehendak politik penyeragaman atas nama agama dan mayoritas. Langkah dan sikap Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta menjadi preseden konstruktif dalam mengelola negara sesuai kebhinekaan. Sekali saja Jokowi-Ahok tunduk pada kehendak politik penyeragaman begitu, maka tuntutan serupa akan menular ke berbagai wilayah NKRI. Jakarta barometer toleransi dan miniatur kebhinekaan Indonesia. Keliru menyikapi aspirasi intoleran sebagaimana kasus Lurah Susan akan berpotensi memecah kohesi sosial Indonesia.


Kaki Hari

Yudi Latief

Chairman AKTUAL Network

Sosiodemokrasi: Refleksi, Gagasan dan Tindakan Bung Karno

C

AKTUAL/ istimewa (soekarno-Fritz Adler)

ita-cita demokrasi Indonesia tidak hanya memperjuangkan emansipasi dan partisipasi di bidang politik namun juga emansipasi dan partisipasi di bidang ekonomi. Sila ke empat (Kerakyatan) dan sila ke lima (Keadilan) dari Pancasila merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945, hasil rumusan orisinal Panitia 9, ke dua sila tersebut dihubungkan dengan kata sambung (“serta”), “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmahkebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Soekarno menyebut keterkaitan ke dua sila tersebut sebagai rangkaian dari prinsip “sosio-demokrasi”. Istilah terakhir ini dia pinjam dari seorang teoretikus Marxis Austria, Fritz Adler,* yang mendefinisikan “sosio-demokrasi” sebagai “politiek ekonomische democratie” (demokrasi politik-ekonomi). Ungkapan Adler yang sering dikutip Bung Karno adalah bahwa, “Demokrasi yang kita kejar janganlah hanya demokrasi politik saja, tetapi kita harus mengejar pula demokrasi ekonomi.” Para pendiri Republik Indonesia secara sadar menganut pendirian bahwa revolusi kebangkitan bangsa Indonesia, sebagai bekas bangsa terjajah dan sebagai bangsa yang telah hidup dalam alam feodalisme ratusan tahun lamanya, haruslah berwajah dua: revolusi politik (nasional) dan revolusi sosial. Revolusi politik (nasional) adalah untuk mengenyahkan kolonialisme dan imperialisme serta untuk mencapai satu Negara Republik Indonesia. Revolusi sosial adalah untuk mengoreksi struktur sosial-ekonomi yang ada dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur. Cita-cita keadilan dan kemakmuran sebagai tujuan akhir dari revolusi Indonesia hendak diwujudkan dengan jalan mensinergikan demokrasi politik dengan demokrasi-ekonomi melalui pengembangan dan pengintegrasian pranata-kebijakan ekonomi dan pranata-kebijakan sosial yang berorientasi kerakyatan, keadilan dan kesejahteraan. Tulisan ini hendak menguraikan konsepsi Soekarno tentang “Sosiodemokrasi” berikut kontekstualisasinya dalam sejarah sosial bangsa Indonesia.

* Fritz Adler adalah

seorang teoritisi Marxis yang berhaluan “Internationale dua setengah”. Dalam pergerakan kaum buruh Eropa, mula-mula muncul pemikiran-gerakan ‘Internasionale I’ yang digagas oleh Marx, Engels dan pemimpinpemimpin tua lainnya. Seiring dengan surutnya pengaruh Internationale I, kaum buruh Eropa mengembangkan ‘Internationale II’. Setelah Uni Soviet berdiri, didirikan ‘Internasionale III’, yang haluannya terkenal sebagai haluan Bolsjevik atau komunis. Kaum ‘Internasionale dua setengah’ berdiri di antara haluan Internasionale II dan Internasionale III, yang berusaha memperjuangkan sosialisme lewat jalur parlemen.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

7


Kilas Nasional

Rachmawati Adukan Hanung ke Polisi

IGJ: Kondisi Ekonomi Nasional Terus Memburuk

Per Tahun, Setiap Anggota DPR Bisa Kantungi rp

2,5 miliar

I R

achmawati Soekarno Putri, anak pertama Bung Karno, melaporkan sutradara film Hanung Bramantyo ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya, Senin (23/9). Hanung dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik. Kuasa hukum Rachmawati, Ramdan Alamsyah, mengatakan, laporan dibuat berdasarkan komentar Hanung yang dimuat di beberapa media terkait film Soekarno: Indonesia Merdeka. Saat itu, Hanung menyebutkan, kisruh yang dimunculkan pada film Soekarno sengaja dibuat-buat untuk mencari popularitas. / Rafkha

Kemendag Klarifikasi soal Iklan Gita Wirjawan

K

ementerian Perdagangan (Kemendag) mengklarifikasi soal iklan yang dibintangi Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Menurut Kapus Humas Kemendag Arlinda Imbang Jaya, penunjukkan Gita karena sosok tersebut dinilai tokoh populer dan kesehariannya menggunakan produk buatan dalam negeri. “Hasil forum grup diskusi dan evaluasi materi kampanye

8

ndonesia Global Justice (IGJ) mencatat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, 2008-2013, kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk. Ini ditandai dengan masalah defisit ekonomi yang terus terjadi. “Paling parah tahun ini,� ujar Direktur Eksekutif Indonesia Global Justice (IGJ) M Riza Damanik, di Jakarta, Senin (23/9). Riza menuding, meski ekonomi memburuk, pemerintah tak membuat langkah taktis untuk memperbaiki situasi yang sudah sulit. Akibat tak ada perbaikan ekonomi, daya beli masyarakat tetap lemah. Anehnya, bukan meningkatkan daya beli, pemerintah malah terus membuka pasar dalam negeri seluas-luasnya. / Arbie Marwan

sebelumnya menunjukkan bahwa iklan/publikasi akan lebih efektif jika menggunakan sosok tokoh yang cukup dikenal masyarakat, dan kesehariannya menggunakan produk buatan dalam negeri. Kami merasa sosok Mendag sangat memenuhi kriteria tersebut,� kata dia, Senin (23/9). Arlinda menambahkan, kegiatan publikasi Kemendag telah dilakukan sejak lama dan merupakan kegiatan rutin kementerian. Rencana kegiatan publikasi untuk tahun ini pun telah disusun jauh sebelum Mendag memutuskan untuk turut berpartisipasi dalam konvensi capres Partai Demokrat. / Arnold Sirait

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

S

etiap anggota DPR setiap tahun bisa mengantungi uang sekitar Rp 2,51 miliar hingga Rp 2,534 miliar. Jika ditotal selama lima tahun masa jabatan, satu anggota DPR bisa meraup sekitar Rp 12,55 miliar hingga Rp 12,67 miliar. Data yang didapat Aktual menunjukkan, pemasukan bagi setiap anggota DPR berasal dari dana reses, di luar reses, dan gaji pokok ditambah tunjangan komunikasi, kesehatan, kunjungan kerja spesifik, dan lain sebagainya. Rinciannya, dalam satu tahun, di mana ada empat kali masa reses, setiap anggota DPR bisa menerima lebih dari Rp 1,118 miliar. Lalu ada dana di luar reses hingga mencapai Rp 696 juta per tahun. Itu belum ditambah dengan gaji dan tunjangan yang besarannya berkisar Rp 58 juta hingga Rp 60 juta per bulan atau Rp 696 juta hingga Rp 720 juta. Berarti, setiap anggota DPR dalam satu tahun bisa mengantungi Rp 2,51 miliar hingga Rp 2,534 miliar. Maka, komponen dana yang mesti disiapkan negara bagi 560 anggota DPR selama lima tahun mencapai lebih dari Rp 7 triliun. / Adi Adrian


LIPI Produksi Ponsel Anti Sadap

M

enteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta mengaku menggunakan smartphone atau telepon pintar merek BandrOS antisadap buatan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

PKB Desak Pramono Edhie Tinggalkan Kantor Setgab

P

artai Kebangkitan Bangsa (PKB) meminta peserta konvensi capres Partai Demokrat Pramono Edhie Wibowo untuk angkat kaki dari kantor Sekretariat Gabungan (Setgab) partai pendukung pemerintah. Pasalnya, dia tidak mendapatkan persetujuan dari Setgab untuk menggunakan rumah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat itu untuk kantor media center Pramono. Penegasan ini dikatakan oleh politisi PKB Abdul Malik Haramain. “Pramono cari tempat lain saja, masak satu rumah satu kantor

“HP ini buatan Pusat Penelitian Informatika LIPI dengan spesifikasi antisadap, tapi saya tak pernah yang jahat-jahat. Saya tak mengatakan antisadap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Gusti Muhammad Hatta, Rabu (26/9). Menristek mengakui sudah memakai telepon genggam produk dalam negeri itu sejak peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional pada Agustus lalu. Smartphone BandrOS anti sadap baru digunakan beberapa menteri, rencananya produksi massal dimulai pada 2014. Nama BandrOS diambil dari salah satu nama panganan khas daerah Jawa Barat khususnya Bandung berbahan kelapa, tapi singkatan dari Bandung Raya Operating System (BandrOS). / Epung Saepudin

ditempati dua institusi, Setgab dan Pramono,” ujarnya, Kamis (26/9). Menurut anggota Komisi III DPR tersebut harusnya Setgab mengambil sikap atas tindakan Pramono. “Tidak mungkin digabung, karena visinya beda, akan menganggu. Kalau Pramono mau maksa di situ, Setgab harus bersikap,” tegasnya. Seperti diberitakan sebelumnya Pramono mengambil alih kantor Setgab. Rumah milik Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Farid ini digunakan Pramono sebagai media center. Padahal Setgab belum bubar. Sementara, Pramono Edhie Wibowo tak mempermasalahan apakah penggunaan kantor Setgab menyalahi etika politik atau tidak, karena Setgab masih berkantor di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat yang merupakan rumah Menteri Perumahan Rakyat Djan Farid. Adik ipar Presiden SBY ini juga menambahkan bahwa dirinya sudah meminta izin kepada seluruh anggota Setgab untuk menempati sebagian dari markas Setgab tersebut. “Sudah diberitahu, bahkan Golkar juga sudah izinkan,” ujarnya. / Wahyu Romadhony / Adi Adrian

KPK Siap Tambah Alat Sadap

K

omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana untuk menambah alat sadapnya. Hal ini karena komisi anti korupsi itu kalah bersaing dengan Badan Intelejen Strategis (BAIS) milik TNI. “Mudahmudahan kalau diberikan anggaran oleh DPR, Insya Allah akan kami lakukan,” kata Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, Rabu (25/9). Untuk diketahui, DPR telah menyetujui pembelian alat sadap untuk BAIS seharga Rp 70 miliar. Abraham berharap, dengan pembelian alat sadap oleh BAIS itu, lembaga yang dipimpinnya dan BAIS TNI bisa saling bekerja sama untuk memerangi kejahatan. “Terutama kejahatan korupsi, karena itu memerlukan kerja sama yang luas dengan lembaga-lembaga negara yang ada. Polisi, Kejaksaan, BAIS, BIN dan lain-lain,” harapnya. / Zaenal Arifin

Wamenkeu Optimistis Target Investasi Tercapai

W

akil Menteri Keuangan Mahendra Siregar optimistis target investasi 2013 sebesar Rp 390 triliun bisa tercapai, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan. Sementara, realisasi investasi menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga semester-I 2013 tercatat mencapai Rp 192,8 triliun. / Epung Saepudin

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

9


LENSA AKTUAL

IIMS 2013 dan Polemik Mobil Murah Suasana pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2013 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (19/9/2013). Pameran ini menjadi cukup krusial lantaran wapres memanfaatkan momentum itu untuk bersikap soal polemik kebijakan mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC). Kemunculan mobil murah menjadi polemik, dan terbukti pemerintah tidak kompak. Foto: Aktual/Tino Oktaviano

10

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013


3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

11


LENSA AKTUAL

Ruhut Sitompul menampar mukanya Calon Ketua Komisi III Fraksi Ruhut “Poltak� Sitompul menampar pipi kanan dan kirinya. Itu dilakukan saat menyampaikan klarifikasi dan menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR soal penunjukan dirinya sebagai calon Ketua Komisi, pada Rapat Internal Komisi III, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (24/9/2013). Ruhut Sitompul yang ditunjuk Fraksi Partai Demokrat untuk menggantikan Gede Pasek Suardika sebagai Ketua Komisi III batal dilantik karena mendapat penentangan dari sebagian anggota Komisi III DPR. Foto: Aktual/Tino Oktaviano

12

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013


3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

13


kasus BANK CENTURY

Kisah Century Masih Panjang Kubu Robert Tantular curigai ada dana sebesar Rp 3,2 triliun dari Rp 6,7 trilun hasil bail out Bank Century yang diselewengkan. Kecurigan itu muncul menyusul dana Rp 3,2 triliun tersebut langsung ditempatkan di BI dalam bentuk sertifikat. Oleh: Novrizal Sikumbang, Arbie Marwan

K

asus bail out dana talangan Bank Century (kini Bank Mutiara, red) belum berakhir. Babak demi babak episode kenapa kasus tersebut terjadi terus bergulir. Bahkan, Robert Tantular, mantan direktur utama Bank Century, mengungkapkan bahwa bank miliknya sengaja dibuat kolaps (bangkrut) oleh sejumlah pihak tertentu yang sengaja mencari

14

keuntungan. Robert melalui kuasa hukumnya, Andi F Simangunsong, Selasa (24/9), menjelaskan, ada lima alasan kewajaran dugaan dugaan Bank Century sengaja dikolapskan oleh ‘tangan tak terlihat’ (invisible hand). Pertama, sebenarnya Bank Century ‘hanya’ butuh dana Rp 1 triliun, namun malah diberikan hingga Rp 6,7 triliun. Hal ini

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

bermula pada September 2008, saat terjadinya penurunan likuiditas Bank Century akibat imbas krisis global. Kemudian, pada 29 Oktober 2008, pihak manajemen lama Bank Century, Hermanus Hasan Muslim (Dirut) dan jajarannya, mengajukan permohonan fasilitas repo aset (fasilitas penjaminan dengan berbasis jaminan aset) senilai plafon Rp 1 triliun. “Hal tersebut tidak mendapat respons dari Bank Indonesia (BI),” kata Andi. Kedua, terkait proses pengumuman kalah kliring yang tidak bijaksana. “Bank Century diumumkan kalah kliring pada 13 November 2013. Fakta kebutuhan Rp 1 triliun ini apabila dibandingkan dengan fakta bahwa akhirnya pemerintah menggelontorkan total Rp 6,7 triliun jadi menimbulkan misteri,” kata Andi. Ketiga, terkait rencana Sinar Mas Grup mengambilalih Bank Century yang dikandaskan oleh pemerintah

antara (robert tantular)

HUKUM


tino oktaviano/ aktual

demi bail out Rp 6,7 triliun. “PascaBank Century dinyatakan kalah kliring pada 13 November 2008, pada 15 November 2008 Robert Tantular menjalin komunikasi dengan Indra Wijaya, pemilik Sinar Mas Group membahas kemungkinan adanya niat Sinar Mas Grup untuk mengambil alih Bank Century,” jelas Andi. Kemudian, imbuh Andi, pada 16 November 2008, sekitar pukul 10.00 WIB, Robert Tantular dan Rafat Ali Rizfi bertemu dengan Indra Wijaya membahas rencana pengambilalihan Bank Century oleh Sinar Mas Group. “Di hari yang sama sekitar pukul 14.00 WIB, terjadi penandatanganan dokumen Letter of Intent (LOI) antara pihak pemegang saham Bank Century (First Gulf Asia Holding/ FGAH diwalili Rafat dan PT Century Mega Investindo/CMI diwakili Robert Tantular) dengan pihak Sinar Mas (dihadiri oleh Indra Wijaya dan Hidajat), dengan disaksikan dua komisaris dan dua direksi Bank Century,” ujar dia. LoI ini kemudian dibawa ke BI pada hari yang sama untuk kemudian keesokan harinya diumumkan ke publik melalui media. BI ternyata (setidaknya pada awalnya) menyambut baik rencana tersebut. Faktanya, pada 17 November 2008 media dalam dan luar negeri ramai memberitakan rencana akuisisi

Bank Century oleh Sinar Mas. Dalam pembahasan dimaksud bahkan sudah disebut bahwa Sinar Mas akan mengambil alih 70% saham Bank Century. Proses due diligence pun sudah mulai dilakukan. “Namun, secara tiba-tiba, saat Sinar Mas sedang dalam proses mengambilalih 70% Bank Century, pada 21 November 2008, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengumumkan Bank Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan selanjutnya penggelontoran dana Rp 6,7 triliun mulai berlangsung,” ungkap Andi. Padahal, lanjut Andi, seandainya pemerintah memberikan kesempatan kepada Sinar Mas untuk mengambil alih Bank Century sebanyak 70% saham, maka Rp 6,7 triliun tidak perlu digelontorkan pemerintah. Alasan keempat, pemerintah sebenarnya tidak perlu mengeluarkan seluruhnya Rp 6,7 triliun, seandainya menghormati hak pemegang saham lama untuk ikut menyetor penambahan modal. Pasalnya, sekalipun sudah diputuskan bahwa Bank Century akan diambilalih oleh pemerintah via LPS, tetap saja ada hak dari pemegang saham lama, termasuk PT CMI dan FGAH, untuk tetap ikut menyetorkan penambahan modal di Bank Century. Ini diakui oleh pihak Bank Indonesia dengan cara pada 21

November 2008 menyodorkan Surat Kesediaan Ikut Rekapitalisasi Bank Century ke Robert. Sebenarnya, saat itu Robert selaku dirut PT CMI telah menyatakan kesediaannya untuk ikut rekapitalisasi Bank Century, tapi ternyata tidak diijinkan untuk ditindaklanjuti, karena Robert ternyata tidak lagi diundang dalam pertemuan-pertemuan LPS selanjutnya yang membahas teknis rekapitalisasi dimaksud. “Seandainya saja pemerintah melaksanakan komitmennya untuk memberikan hak kepada Robert dan Rafat serta pemegang saham Bank Century lainnya untuk ikut rekapitalisasi, dipastikan pemerintah tidak sendirian menanggung biaya penyelamatan Bank Century tersebut,” kata Andi. Dia menambahkan, jika ternyata benar dibutuhkan Rp 6,7 triliun— walau sebenarnya manajemen lama Bank Century hanya memerlukan Rp 1 triliun—,itu ditanggung bersama oleh pemegang saham lama dan pemerintah, tidak pemerintah sendirian, dan akibatnya tidak banyak menggunakan uang negara. Alasan kelima, seandainya benar Bank Century membutuhkan Rp 6,7 triliun, kenapa sebagian besar dana tersebut, yaitu setidaknya Rp 2,2 triliun, didiamkan di BI dalam bentuk penempatan di BI dan Surat Utang Negara (SUN). Sementara, Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengaku tidak mengetahui apa alasan pemberian dana bail out sebesar Rp 6,7 triliun buat Bank Century. Ia hanya diperintahkan Dewan Gubernur BI untuk membuat hasil analisa sistemik BI. Menurut Halim, hasil analisa itu kemudian disampaikan dalam rapat Dewan Gubernur BI dan KSSK. Dalam rapat itu, kemudian diketahui ada penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Namun ketika ditanya, apakah dirinya juga sepakat dengan keputusan rapat tersebut, Halim berdalih penentu kebijakan rapat adalah Dewan Gubernur. “Kalau

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

15


HUKUM

kasus BANK CENTURY

gagal, iya, dia (Bank Century) gagal karena sudah mengalami kesulitan likuiditas. Kalau berdampak sistemik, ya setidak-setidaknya sesuai analisis pada waktu itu dapat mempengaruhi atau menularkan pada bank-bank lain,” jelas Halim.

Di satu sisi, kubu Robert Tantular juga mencurigai ada dana sebesar Rp 3,2 triliun dari Rp 6,7 trilun hasil bail out Bank Century yang diselewengkan. Kecurigan itu muncul menyusul dana Rp 3,2 triliun tersebut langsung ditempatkan di BI dalam bentuk sertifikat. “Kami minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri itu. Betul tidak ada dananya Rp3,2 triliun. Atau janganjangan catatannya ada, dananya digunakan oleh pihak-pihak lain,” ujar Andi. Dia pun menaruh curiga bahwa mungkin saja dana itu bersifat fiktif. “Apakah betul dananya ada, ataukah itu hanyalah pencatatan palsu saja.” Robert Tantular juga mendesak KPK segera memeriksa mantan Gubernur BI yang kini Wakil Presiden Boediono. Hal itu dilakukan untuk mencari titik terang penggelontoran dana bail out Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun tersebut. Kuat dugaan turunnya kebijakan bail out tersebut dari Boediono selaku Gubernur BI. “Harus dipertanyakan kepada pihak-pihak yang hadir di dalam rapat KSSK pada 23 November 2008, harap didalami rapat itu. Karena melibatkan banyak pihak. Ada melibatkan BI, Bappepam LK, ada melibatkan juga dari KSSK sendiri,” ujar Andi. Menurut Andy, pemeriksaan tersebut harus didalami oleh KPK, karena pasca manajemen Bank Century berakhir, langsung diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dan KPK dapat melakukan penelusuran aliran kepada siapa saja dana bail out tersebut singgah. Sebelumnya, hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga mengungkapkan telah terjadi penyalahgunaan dana bail out 16

sebesar Rp 3,2 triliun. Dirjen Pajak Fuad Rahmany usai diperiksa KPK, Selasa (17/9), mengatakan bahwa yang rapat dan mengambil keputusan soal Bank Century adalah KSSK. Dia menjelaskan, pada saat rapat penetapan Bank Century pada 24 November 2008, juga dihadiri Boediono saat masih menjabat sebagai Gubernur BI. “Iya semua, BI, Kementerian Keuangan, dari LPS,” kata dia. Ditanya apa kebijakan yang dikeluarkan Boediono ketika itu, Fuad menjawab, “Ya aku tidak bisa memberikan penjelasan. Pokoknya panjang sekali. Aku hanya mendengar rekamannya saja ketika diputar kembali. Itu saja.” Kasus Bank Century bermula dari pengajuan permohonan fasilitas repo (repurchase agreement) aset oleh Bank Century kepada BI sebesar Rp 1 triliun. Pengajuan repo aset itu dilakukan untuk meningkatkan likuiditas Bank Century. Repo adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua pihak yang diikuti dengan perjanjian pembelian kembali di kemudian hari dengan harga yang telah disepakati. Surat permohonan repo aset itu kemudian ditindaklanjuti BI untuk diproses lebih lanjut oleh Zainal Abidin dari Direktorat Pengawasan Bank. Zainal lalu berkirim surat ke Boediono pada 30 Oktober 2008.

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Surat itu berisi kesimpulan yang dibuat Zainal atas permohonan Bank Century. Namun, BI merespons pemberian fasilitas itu dengan menggulirkan wacana pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP). Padahal, Zainal mengatakan Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh fasilitas itu. Ketidaklayakan Bank Century menerima FPJP disebabkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) bank tersebut di bawah 8%, batas minimum yang ditetapkan BI. Boediono diduga memberikan arahan agar menggunakan berbagai cara supaya Bank Century mendapat FPJP. Pada 14 November 2008, BI kemudian mengeluarkan aturan baru untuk persyaratan FPJP dari CAR minimal 8% menjadi CAR positif. Aturan ini diduga untuk mengarah ke Bank Century. Setelah dilakukan perubahan itu, pada tanggal yang sama, Boediono mengeluarkan surat kuasa. Surat kuasa ini kemudian yang diterima oleh Timwas Century saat ini. Atas dasar kuasa itu, pihak BI dan Bank Century menghadap notaris Buntario Tigris. Berdasarkan audit investigasi BPK, proses ini diduga sarat rekayasa seolah-olah permohonan yang diajukan Bank Century adalah FPJP. Pada malam harinya, dana FPJP untuk Bank Century pun cair sebesar Rp 502,72 miliar untuk tahap pertama dan tahap berikutnya Rp 689 miliar.

tino oktaviano/ aktual

***


3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

17


HUKUM

kasus SKK MIGAS

Bau Tak Sedap di Kapal Joko Tole Kapal Joko Tole akan mendukung proyek Terang Sirasun Batur, dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKS) Kangean Energy Indonesia Ltd. Oleh: Arbie Marwan, Novrizal Sikumbang, Wahyu Romadhony

hanya sekitar Rp150 miliar”. Sekadar diketahui, di dekat lokasi ternyata ada Pulau Pagerungan. Disana ada lokasi terminal PT Kangean Energy dimana infrastruktur pipa sudah dibangun disana. Jadi mengapa harus sewa kapal? Harga sewa juga diduga mengalami peningkatan beberapa kali. Semula, masa umur sewa lima tahun dinaikkan menjadi 14 tahun, harga kapal disewa senilai USD 400 juta, lalu meningkat menjadi USD 870 juta,

18

Director Sembawang PK Ong, juga CEO BW Offshore Carl Arnet. Kala itu, Priyono menyebut, kapal FPU Joko Tole berkapasitas kompresi gas sebesar 340 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd), dan fasilitas penampung minyak sebesar 200 ribu barel. Pekerjaan pembangunan peralatan produksi yang berada di kapal tersebut dikerjakan di Batam, sementara penempatannya di atas kapal baru dilakukan di Sembawang. Sumber Aktual mengatakan, berdasar hasil studi yang diperolehnya, “Sewa kapal tidak mesti dilakukan karena bisa membangun pipa yang investasinya lebih murah,

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

dan terakhir menjadi USD 1,2 miliar. “Ada mark up lebih dari USD 700 juta! Semua komponen itu masuk ke dalam cost recovery coba bandingkan dengan kasus Bank Century Century yang hanya Rp 6,7 triliun, ujungnya semua beban ditanggung negara,” tegas sumber. Uchok Sky Khadafi, koordinaror investigasi dan advokasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) meminta penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan Agung menindaklanjuti dugaan penyelewengan tersebut. “Ini harus ditindaklanjuti oleh aparat hukum. Itu

aktual/ istimewa

A

roma ‘bau tak sedap’ terus menghembus di tubuh SKK Migas. Belum selesai soal dugaan soal mark up puluhan miliar sewa gedung dan furnitur di Wisma Mulia, muncul temuan baru. kala SKK Migas masih bernama BP Migas dan dikepalai oleh Raden Priyono. ‘Aroma tak sedap’ itu diduga terkait penyewaan kapal Floating Production Unit (FPU) BW Joko Tole yang dilakukan Kangean Energy Indonesia Ltd, anak usaha PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), unit usaha Grup Bakrie. Peran BP Migas di sini adalah sebagai institusi negara yang ‘menyetujui’ adanya sewa kapal tersebut. Perseroan menyewa kapal senilai USD 870 juta selama 14 tahun dari BW Offshore, perusahaan yang berbasis di Norwegia. Biaya sewa tersebut sudah termasuk biaya operasinya (operating cost). Peresmian dilakukan di Galangan Kapal Sembawang, Singapura, 17 Maret 2012. Informasi yang diperoleh, pembuatan kapal itu hanya menghabiskan dana sebesar USD 100 juta. Kapal Joko Tole akan mendukung proyek Terang Sirasun Batur, dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKS) Kangean Energy Indonesia Ltd. Lapangan Terang Sirasun Batur terletak di perairan timur Madura. Dari Kapal Joko Tole, gas dialirkan ke konsumen melalui East Java Gas Pipe Line. Saat peresmian kapal, hadir Priyono, Presiden dan General Manager Kangean Energy Indonesia Ltd Junichi Matsumoto, Managing


bukan anggaran kecil, itu besar sekali,” ujar dia kepada Aktual, Kamis (26/9). Menurut Uchok, jika dugaan penyelewangan itu terjadi dan terbukti secara hukum di pengadilan, tentunya akan memastikan bahwa BP Migas yang saat ini menjadi SKK Migas merupakan sarang perampok uang negara. “BP Migas adalah lembaga negara yang bikin rakyat jadi miskin,” tegasnya. Dia menambahkan, selama ini sejumlah elite pejabat BP migas dan SKK Migas bergelimang hidup mewah dengan fasilitas yang diberikan dari lembaga, ditambah dengan indikasi-indikasi korupsinya. Sementara, Boyamin Saiman dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai, dugaan penyelewaangan sewa kapal FPU BW Joko Tole yang dilakukan Kangean Energy Indonesia merupakan bentuk kejahatan pasar modal. Selain itu, dugaan tersebut sebagai bentuk penyimpangan dalam sistem usaha pembengkakan biaya operasional perusahaan terbuka yang nantinya akan merugikan pemegang saham di Bursa Efek Indonesia. Hal ini kemudian akan menjadi beban yang merugikan perusahaan dan berpotensi menimbulkan pailit/bangkrut. “Jika nanti ditemukan ada unsur permainan, misalnya uang yang dibayarkan terjadi cashback dan mark up, Bapepam LK harus segera men-suspend saham perusahaan tersebut, sekaligus memproses sebagai perbuatan pidana ke pengadilan,” kata Boyamin. Hal ini perlu dilakukan karena berpotensi merugikan perekonomian negara. Karena jika dana sewa itu sepenuhnya dibebankan biaya operasional yang merupakan bagian dari cost recovery migas dan dimintakan ganti kepada Negara, maka dapat dikenakan pasal korupsi yang ujung-ujungnya juga akan menyeret pejabat SKK Migas. *** Di konfirmasi terpisah, Raden Priyono, mantan kepala BP Migas, menyatakan, proyek sewa kapal Joko Tole dilakukan akibat kebutuhan

yang mendesak. Dia beralibi, jika tidak segera teralisasi ketika itu, maka akan menghambat produksi migas dalam negeri. “Itu kita ambil karena konsekuensi produksi minyak akan mundur delapan bulan. Jadi, jika hasil minyak terlambat maka konsekuensinya akan lebih besar yang ditanggung,” ujar dia kepada Aktual, Jakarta, Kamis (26/9) Terkait besarnya nilai sewa kapal tersebut, Priyono mengaku tidak tahu menahu berapa angka pastinya. Karena saat itu yang penting produksi minyak harus diselamatkan. Dia menambahkan, sewa kapal Joko Tole tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek. Alasannya, tidak ada perusahaan yang bersedia menyewakan kapalnya di bawah 14 tahun. “Harus 14 tahun. Karena jika hanya lima tahun maka tidak ada perusahaan ikut tender,” jelas dia. Selain itu, imbuh Priyono, ketika itu dirinya tidak mempunyai pilihan lain selain menyewa kapal Joko Tole. “Kalau harus buat kapal makan waktu tiga tahun,” kata dia. Priyono juga mengaku tidak mau terlalu memusingkan dugaan proses tender sewa kapal Joko Tole. Yang dipikirkannya ketika akan menyewa kapal Joko Tole adalah untuk menyelamatkan produksi minyak agar tidak turun. Ia pun menegaskan mekanisme pelaksanaaan tendernya terbuka. “Produksi minyak tidak boleh mundur. Masalahnya kan produksi kapal kita terbatas kemampuan kita, jadi kita harus bertender ke asing. Kita tidak tahu di sana ada kartel atau tidak. Tapi prosesnya kan tender, proses terbuka telah dilaksanakan,” jelas dia. Dia juga menyebutkan saat itu kondisi sangat mendesak, dan harus segera mengambil keputusan, dan mana yang menguntungkan keputusan itu yang diambil. “Ya pada waktu itu banyak pertimbangan kriteria dan banyak masalah yang harus diputuskan. Dalam keadaan tidak enak mana yang paling menguntungkan,” tegas dia. Komaidi Notonegoro dari ReforMiner Institute berpendapat,

KPK wajib mengusut dugaan penyelewangan sewa kapal FPU BW Joko Tole. Ini karena sudah menjadi tugas KPK untuk memberantas tindak korupsi. “Kalau memang ada dugaan seperti itu KPK bisa masuk. Bahkan itu wajib diusut,” katanya. Dia mengatakan, keputusan untuk menyewa kapal ataupun membangun pipa memang pilihan pemerintah. Itu pun hanyalah sebuah pilihan bisnis. Namun, jika memang ada dugaan penyelewangan, itu wewenang KPK. Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana pun meminta penegak hukum untuk membongkar kasus penyelewangan tersebut. “Kalau benar ada seperti itu ya harus dibongkar saja. Jangan dibiarkan, harus diselesaikan secara hukum,” ujarnya. Di satu sisi, KPK mengaku baru mengetahui adanya informasi terkait dugaan penyelewangan penyewaan kapal Joko Tole. “Saya belum tahu itu, baru dengar ini,” kata dia, Kamis (26/9). Terpisah, juru bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pengecekan terlebih dahulu kebagian pengaduan masyarakat, untuk memastikan ada tidak laporan terkait dugaan penyelewangan tersebut. Pasalnya, laporan tersebut sebagai langkah awal KPK melakukan penelusuran. “Dari mana berangkatnya semua tergantung pelaporan,” kata dia. Karyono Wibowo dari Indonesian Public Institute berpendapat, KPK bisa memanggil pihak-pihak yang terkait untuk mengklarifikasi dugaan penyelewangan tersebut. “Biaya sewa kapal sebesar USD 1,2 miliar selama 14 tahun dari BW Offshore mahal. Padahal, menurut hasil studi yang ada, sewa kapal tidak mesti dilakukan karena bisa membangun pipa yang investasinya lebih murah, hanya sekitar Rp150 miliar dan bisa digunakan dalam jangka panjang. BP Migas dahulu semestinya bisa menempuh cara yang lebih efisien,” tegasnya. Hal senada juga diutarakan Direktur Pusat Studi Sosial Politik Indonesia Ubedilah Badrun. Dia menilai kasus ini menambah jumlah fakta yang miris di negeri ini.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

19


HUKUM

mark up bumn

KETIKA BPK Menduga BUMN Melakukan Mark Up BPK melakukan pemeriksaan untuk memilah komponen biaya mana saja yang berhubungan langsung dengan biaya subsidi, dan mana biaya-biaya yang tidak berhubungan tapi tetap diklaim. Oleh: Arbie Marwan, Epung Saepudin

S

ebanyak 10 BUMN penyalur subsidi diduga melakukan praktik penggelembungan (mark up) klaim subsidi tahun anggaran 2009-2012 hingga mencapai Rp 15,45 triliun. Dugaan itu diungkapkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo di Jakarta, Minggu (22/9). Hadi mengungkapkan, BUMN penyalur subsidi melebihkan klaim subsidinya dengan cara memasukkan unsur-unsur biaya yang sebenarnya tidak terkait dengan biaya subsidi ke dalam biaya subsidi yang diklaim ke pemerintah. “Kelebihan klaim subsidi dari 10 BUMN penyalur subsidi itulah yang kemudian dikoreksi oleh para auditor kami. Jumlah itu belum termasuk pengembalian dan setoran dari kelebihan klaim subsidi pada 2013,” ungkap dia. Menurut Hadi, setiap tahun BPK bekerja memastikan berapa tepatnya jumlah subsidi yang harus dibayarkan pemerintah kepada BUMN yang ditunjuk untuk menyalurkan subsidi atau melaksanakan kewajiban layanan publik (PSO/public service obligation). Jenis subsidi itu antara lain subsidi listrik, subsidi bahan bakar minyak, subsidi pupuk, dan subsidi pangan.

20

BPK melakukan pemeriksaan untuk memilah komponen biaya mana saja yang berhubungan langsung dengan biaya subsidi, dan mana biaya-biaya yang tidak berhubungan tapi tetap diklaim. Adapun sejumlah BUMN yang ditunjuk menyalurkan subsidi antara lain, PT PLN, PT Pertamina, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda, Perum Bulog, PT Kereta Api Indonesia, dan PT Pelayaran Nasional Indonesia. “Ada BUMN yang coba-coba main klaim ke pemerintah, padahal biaya yang diklaimnya itu sama sekali tidak berhubungan dengan PSO. Ini yang kami koreksi agar pemerintah tidak harus membayar biaya yang bukan kewajibannya,” kata Hadi. Sementara, pihak PLN membantah sengaja menaikkan atau mark up besaran subsidi 2012 hingga Rp6,7 triliun sesuai temuan BPK. Juru Bicara PLN Bambang Dwiyanto, Kamis (26/9), di Jakarta, mengatakan, temuan BPK itu terjadi akibat perbedaan menerjemahkan perhitungan subsidi sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 111/ PMK.02/2007. Perbedaan itulah

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013


yang menyebabkan ada koreksi perhitungan subsidi listrik BPK hingga Rp6,7 triliun. “Tidak ada niat PLN mark up nilai subsidi listrik,” ujarnya. Perbedaan perhitungan antara PLN dan BPK antara lain denda yang diterima PLN dari mitra karena keterlambatan jasa atau pekerjaan diberlakukan sebagai pengurang biaya pokok penyediaan (BPP). Lalu, penerimaan klaim asuransi PLN diperlakukan sebagai pengurang BPP dan beban keuangan yang berasal dari pajak penghasilan atas bunga global bond diperlakukan sebagai biaya-biaya yang tidak diperkenankan (non allowable cost). Selanjutnya, pendapatan lainlain dari pemanfaatan aset PLN diperlakukan sebagai pengurang BPP dan koreksi volume penjualan yang terkait dengan penerapan Kwh Rekening Minimum dan listrik prabayar (LPB) sehingga menurunkan BPP. “Kami mencatat dan mengakui nilai subsidi listrik sesuai dengan hasil audit BPK dan akan digunakan pemerintah menentukan besaran subsidi listrik,” kata Bambang. Bambang menambahkan, klaim subsidi listrik tahun berjalan diajukan setiap bulan dan triwulan kepada Kementerian Keuangan sesuai PMK No.111/PMK.02/2007 dengan formula tertentu. Tagihan subsidi bulanan dan triwulanan itu akan dibayar setelah diverifikasi Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Sebagai bahan audit BPK, PLN menyiapkan perhitungan subsidi listrik berdasarkan laporan keuangan pada tahun yang sama. Perhitungan subsidi listrik itu tidak langsung ditagihkan ke pemerintah, namun menunggu hasil audit BPK. Bambang menjelaskan, dasar perhitungan subsidi listrik antara lain nilai dan volume penjualan hanya memperhitungkan penjualan ke pelanggan yang menerapkan tarif TDL dan tidak memperhitungkan penjualan PT PLN Batam dan PT PLN Tarakan.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

21


LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL

Pendanaan Ilegal oleh Kartel Partai

Oleh: Satrio Arismunandar

D

emokrasi itu butuh uang. Suka atau tak suka, harus diakui bahwa demokrasi dengan berbagai perangkatnya, seperti aktivitas partai-partai politik, itu tidak mungkin gratis. Pendanaan partai politik kini menjadi isu penting karena banyak keuangan partai politik terkesan tidak transparan, bahkan dicurigai menggunakan dana ilegal yang berasal dari praktik korupsi, suap, dan sebagainya. Partai politik biasanya didanai oleh berbagai sumbangan. Pertama, dari anggota partai atau pendukung individual. Kedua, dari organisasi yang memiliki pandangan politik sama (misalnya, biaya afiliasi dari serikat buruh), atau organisasi yang mendapat keuntungan dari aktivitas partai (misalnya, sumbangan dari perusahaan). Ketiga, dari pembayar pajak, seperti hibah yang dinamakan bantuan negara, pemerintah, atau pendanaan publik. Menurut pakar politik Richard Katz dan Peter Mair, partai politik haruslah dipahami dalam hubungannya dengan masyarakat. Melihat dari pengalaman praktik demokrasi di Eropa Barat, ada tiga jenis partai politik yang khas: partai kader, partai massa, dan partai lintaskelompok. Pembagian ini dilihat 22

berdasarkan hubungan antara partai dengan basis sosialnya di masyarakat. Partai kader

memperoleh pendanaan terutama dari hubungan pribadi di tingkat elite. Partai massa mendanai aktivitasnya dengan iuran dari anggota. Sedangkan partai lintaskelompok memperluas basis sumber dayanya, dengan menarik

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

dukungan keuangan dari berbagai individu dan kelompok sosial. Katz dan Mair melihat, hubungan antara partai dan basis sosialnya semakin terkikis dari waktu ke waktu. Mereka juga mencatat munculnya partai jenis baru pada dekade 1990-an, yang disebut kartel partai. Berbeda dengan tiga jenis partai sebelumnya, yang lebih dekat dengan basis sosial di masyarakat, kartel partai justru lebih dekat dengan negara. *** Partai-partai politik pada dekade 1990-an dan sesudahnya bertransformasi, dan cenderung menjadi satu kelompok otonom yang melayani kepentingan sendiri. Pada gilirannya, kelangsungan hidup partai-partai itu secara kolektif lebih bergantung pada negara

aktual/ istimewa

Pendanaan partai politik menjadi bermasalah ketika partai memasukkan dana illegal yang diperoleh lewat korupsi, suap, dan sebagainya. Yang lebih parah, partai-partai di DPR telah bergeser jadi kartel untuk mengamankan kepentingan bersama, yaitu meraup dana dari berbagai BUMN dan proyekproyek negara.


atau pemerintah. Karena semua partai bergantung pada sumber dana yang sama, secara perlahan mereka berkembang menjadi satu kelompok dengan kepentingan sama. Yaitu, bagaimana mendapatkan dana dan menjaga sumber keuangan itu. Lebih lanjut, hubungan antarpartai sebagai satu kelompok pun semakin dekat, sementara kepentingan berbagai kelompok sosial yang ada di masyarakat justru semakin diabaikan.

aktual/ istimewa

***

ketimbang pada basis sosial yang mendukungnya. Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab transformasi tersebut. Seperti, menurunnya tingkat partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam aktivitas kepartaian, serta munculnya kelompok-kelompok sosial baru berbasis isu tunggal, yang lebih efektif dalam menjadi saluran politik dan kepentingan warga. Namun, yang menjadi penyebab utama terjadinya transformasi tersebut adalah makin kuatnya peran negara dalam menentukan nasib keuangan partai politik. Hubungan keuangan antara partai dan negara di Eropa Barat berawal pada 1960-an, ketika negara atau pemerintah mulai memberikan berbagai subsidi kepada partai politik. Awalnya, subsidi ini terbatas pada fraksi-fraksi di parlemen dan hanya dijalankan di sejumlah kecil negara. Namun akhirnya, model pendanaan partai politik ini diadopsi oleh sebagian besar negara Eropa, dan subsidi negara menjadi bagian terbesar penerimaan kas partai. Ketergantungan partai politik pada dana dari pemerintah kemudian mengubah watak utama partai politik. Partai semakin menjauhi masyarakat dan semakin dekat dengan negara

Bagaimana dengan partai-partai politik di Indonesia era reformasi? Menurut Kuskridho Ambardi, dosen FISIP UGM dalam disertasinya pada 2008 di Universitas Ohio, Amerika Serikat berjudul The Making of Indonesian Multiparty System: A Cartelized Party System and Its Origin, kasus di Indonesia tak bisa disamakan dengan di Eropa. Kuskridho beranggapan, fenomena kartelisasi partai di Indonesia itu sebaiknya tidak dilihat jawabannya di tataran partai, tetapi di tataran sistem. Pendanaan negara untuk partaipartai politik tidaklah lantas harus diartikan negatif. Yang menjadi masalah bukanlah subsidi dari negara itu sendiri, tetapi dana negara yang diperoleh secara ilegallah yang bermasalah. Dana dari negara/ pemerintah itu terdiri dari dua kategori, bujeter dan nonbujeter. Dana bujeter itu legal. Dana ini adalah subsidi negara untuk partai politik, mirip dengan yang umum dikenal sebagai pendanaan publik untuk partai. Sedangkan kategori kedua, dana nonbujeter, adalah campuran antara dana legal dan ilegal. Dana tersebut diperoleh dari beragam sumber dan ditempatkan di rekening bank kementerian atau sang menteri, rekening bank para direktur Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau rekening pejabat tinggi negara. Danadana ini dalam banyak hal sebetulnya bukan untuk mendanai partai politik, sehingga ketika dana itu masuk ke kantong partai politik dapat diangap

sebagai ilegal. Negara terlibat aktif dalam ekonomi dengan memiliki dan menjalankan banyak BUMN, dengan perputaran uang yang sangat besar. Di Indonesia kini ada sekitar 120 BUMN. Banyaknya jumlah BUMN memungkinkan partai-partai merancang satu mekanisme kartel guna mendistribusikan jabatan kepemimpinan di berbagai BUMN itu. Berbagai proyek yang didanai negara juga menjanjikan keuntungan material bagi partai-partai itu. *** Pembentukan koalisi luas di kabinet pemerintahan maupun di DPR sebenarnya adalah sarana untuk ‘kolusi dan koordinasi partai-partai menjadi kartel’ dalam mengumpulkan dan memobilisasi rente. Istilahnya, ‘bagi-bagi proyek’. Oleh karena itu, dalam menganalisis perilaku partai politik di Indonesia, ideologi dan program partai menjadi tidak relevan. Karena rente-rente ekonomi itu ilegal—maka sengaja atau tidak sengaja, semua partai terikat pada satu nasib politik dan ekonomi yang sama. Kelangsungan hidup mereka, dengan demikian, bergantung pada terpeliharanya kartel tersebut. Studi Kuskridho menunjukkan gambaran yang suram bagi prospek terwujudnya sistem kepartaian yang kompetitif di Indonesia. Karena, jika semua partai politik terlibat dalam kartel, maka sangat kecil kemungkinannya salah satu dari partai-partai itu memprakarsai atau menentang kartel tersebut. Persaingan antarpartai yang sehat seharusnya bisa menciptakan mekanisme check and balance, manakala terjadi penyalahgunaan atau korupsi uang negara. Celakanya, ketika semua partai kompak bersatu dalam kartel, mereka justru menghilangkan persaingan dan memustahilkan dilaksanakannya mekanisme check and balance itu. Singkatnya, jalan masih sangat panjang untuk menuju ke demokrasi yang substansial di Indonesia.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

23


LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL

Membelek Kocek Parpol UU No 2/2008 dan UU No 2/2011 terkesan gagal mengemban misi konstitusi, karena malah mencipta parpol di Indonesia menjadi tidak mandiri, dan bergantung pada elite partai yang bermodal besar.

K

omisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) melaporkan, sejak berdiri pada 2003 hingga akhir Desember 2010, lembaga anti rasuah tersebut telah menyidik 62 kasus korupsi dan menuntut 55 perkara di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). KPK juga telah menerima 34 putusan berkekuatan hukum tetap dan mengeksekusi 20 putusan. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pernah berkomentar, pihaknya prihatin akibat banyak kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi. Apalagi dari 155 kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi itu, 74 di 24

antaranya adalah gubernur. Bahkan dari 33 provinsi, tercatat sampai ada 17 gubernur yang terlibat korupsi dana APBD. Keprihatinan kian melesak, mengingat para kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun walikota merupakan tokoh yang diusung partai-partai politik dalam pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Tidak pelak khalayak ramai mengecam semua korupsi yang melibatkan politisi itu akibat kebobrokan mental elite dalam membangun partai masing-masing. Padahal sesuai amanat konstitusi,

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

tujuan berpartai semula mulia. Pasal 1 angka 1 UU No. 2/2008 jo UU No. 2/ 2011 menegaskan partai politik adalah, “Organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.�

aktual/ istimewa

Oleh: Dhia Prekasha Yoedha


Pamor parpol kini kian meredup, karena memang berkinerja buruk. Apalagi yang terjerat korupsi, bukan hanya kepala daerah, tapi juga para elite pimpinan parpol, petugas partai di seantero lembaga legislatif, yang notabene seharusnya menjadi wakil rakyat. Untuk itulah khalayak menuntut agar keuangan partai politik diperketat setransparan mungkin. Usul lama, agar parpol dibiayai negara pun kembali muncul. Khalayak masgul, akibat ‘kedaulatan anggota partai’ sebagai wujud kontrol internal yang bersifat bottom up guna mempertahankan misi visi ideologi masing-masing partai semakin sirna tergerus pragmatisme elite. Semua itu, terutama akibat sistem iuran wajib anggota tidak dilaksanakan secara benar dalam setiap partai. Sehingga setiap elite partai bisa beroleh dalih guna bersikap pragmatis seolah mencari

` dana pembiayaan partai, bagi anggota, padahal kepentingan busuk sekelompok elite yang diutamakan. Sikap ini terbukti dari berbagai ‘transaksi di bawah tangan’ para elite saat ‘menyewakan’ partai mereka sebagai kendaraan pengusung bagi siapa pun yang berambisi menjadi kepala daerah. Bahkan lebih gila, elite mengatur kader mereka di lembaga legislatif untuk bersekongkol dengan para eksekutif dan birokrat keparat guna patpat gulipat menyulap anggaran belanja negara maupun daerah. Alhasil praktik korupsi berjamaah pun kian semarak. UU No 2/2008 dan UU No 2/2011 terkesan gagal mengemban misi konstitusi, karena malah mencipta parpol di Indonesia menjadi tidak mandiri, dan bergantung pada elite partai yang bermodal besar. Mengapa hal itu terjadi? Sejumlah penelitian terhadap praktik pengaturan dan pengelolaan keuangan partai politik

dalam tata organisasi seharihari sebagaimana dimaksud UU No. 2/2008 dan UU No. 2/2011 membuktikan, banyak celah kelemahan. Hakekat pengaturan keuangan parpol justru bertujuan menyelamatkan parpol dari cengkeraman keserakahan para pemilik uang. Para pemodal yang terbiasa main di tikungan atau menunggu di muara itulah yang sekarang ini membajak kendali arah semua parpol. Sehingga partai yang sesungguhnya merupakan milik rakyat yang telah sukarela berkorban dengan menjadi anggotanya, tidak lagi leluasa memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Dana dan kuasa adalah dua sisi keping mata uang yang saling melengkapi dan menguatkan. Dana menjadi modal untuk merebut kekuasaan; kuasa menjadi alat penting untuk mengumpulkan dana.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

25


LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL Begitu seterusnya, sehingga tidak ada pemegang kekuasaan yang tak berhasrat mengumpulkan dana. Sebaliknya tidak ada pemilik dana yang bisa mengabaikan kekuasaan. Alhasil hubungan parpol dengan dana menjadi tak terpisahkan. Sebagai organisasi yang berwenang mengejar kekuasaan, parpol niscaya butuh dana untuk memenuhi wewenang itu. Sehingga begitu naik berkuasa, parpol pun akan terus mengakumulasi dana agar bisa bertahan. Dalam sistem politik demokratis, apalagi yang liberal multi partai seperti era reformasi ini, kebutuhan dana parpol semakin tak terhindarkan mengingat basis legitimasi kekuasaan adalah dukungan rakyat yang dicerminkan oleh hasil pemilu. Agar berhasil merebut suara rakyat, partai politik butuh dana kampanye dalam jumlah besar. Padahal, parpol tidak hanya butuh dana kampanye, bahkan juga dana operasional rutin untuk menggerakkan organisasi sepanjang waktu antar dua pemilu. Total dana jenis ini justru lebih besar, karena demi menjaga kepercayaan rakyat, parpol harus terus eksis melalui beragam kegiatan, seperti operasional kantor, pendidikan politik, kaderisasi, unjuk publik (public expose), maupun konsolidasi organisasi yang melibatkan kepengurusan tingkat pusat, daerah hingga pelosok desa. Semula dana politik, baik dana operasional maupun dana kampanye, didapat parpol dari iuran anggota masing-masing. Hubungan ideologis yang membuhul ketat antara anggota dengan parpol sebagai wujud alat perjuangan ideologis, membuat anggota sukarela memberi 26

sumbangan. Meski nilai sumbangan per anggota kecil, namun bagi parpol berbasis anggota luas tentu akan mendapat dana besar. Tapi, itu tempo dulu semasa berjuang melawan kolonialisme Hindia Belanda hingga era Demokrasi Terpimpin era Presiden Sukarno. Kini beda jauh. Sejak Orde Baru, Jenderal Soeharto sukses melancarkan politik deideologisasi dan depolitisasi yang menggerus basis kekuatan parpol demi menegakkan rejim pembangunan menindas (repressive developmental regime), hingga era Reformasi, kondisi sosiopolitik bangsa ini telah bergeser menjauh. Dulu parpol berbasis pada rakyat, karena ada jalinan historis ideologis yang membentuk kesadaran berpolitik berbangsa bernegara yang benar. Sejak era Orde Baru tidak ada lagi rakyat yang semula berkonotasi memiliki kesadaran historis politis ideologis dalam memperjuangkan aspirasi melalui parpol. Yang ada bukan rakyat lagi, tapi sekedar penduduk yang diternak oleh para elite untuk dipanen tiap lima tahun sekali dalam pemilu sebagai massa pemilih. Jalinan ideologis anggota dengan parpol meredup.

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Karakter parpol berbasis massa pun memudar. Semua beralih jadi relasi transaksional antara para peternak politik dengan massa pemilih piaraan yang cukup dibeli putus (tanpa kontrak politik sesuai kesamaan visi ideologis) dengan money politics, seperti serangan fajar, paket sembako dsb. Otomatis kebutuhan parpol akan dana tak pernah susut. malah sebaliknya terus melonjak. *** Perkembangan teknologi komunikasi massa mempersengit kompetisi merebut dukungan pemilih. Metode kampanye yang memanfaatkan media massa, seperti surat kabar, radio dan televisi, otomatis menelan biaya besar. Apalagi kelompok-kelompok kepentingan, terutama yang nonideologis, kini setiap saat juga leluasa merubah diri jadi parpol musiman, sehingga persaingan antarpartai semakin sengit. Upaya parpol merebut pengaruh politik mereka praktis membutuhkan dana operasional besar. Belum lagi untuk dana kampanye dalam pemilu. Perubahan karakter parpol


pun membuat pola iuran anggota sulit diharap lagi. Parpol mau tak mau berpaling kepada para penyumbang, baik perorangan, kelompok, maupun lembaga, badan usaha. Parpol menghadapi dilema, mempertahankan pengaruh dan suara rakyat niscaya butuh dana besar. Tapi memaksa diri intim dengan donatur besar, niscaya membuat parpol terjebak oleh vested interest donatur yang acap kali bertentangan dengan hajat hidup rakyat banyak.. Bagaimana pun parpol adalah institusi publik. Parpol bukan hanya hidup di tengah rakyat, tapi juga bergerak atas dukungan rakyat. Semua sepak terjang parpol selalu atas nama rakyat. Karena itu ketergantungan parpol pada para penyumbang perseorangan maupun badan usaha, bukan sekedar mengancam jati diri parpol sebagai institusi publik. Bahkan, bisa menjerumuskan parpol kepada kepentingan perseorangan, kelompok atau lembaga lain, yang

diatasnamakan sebagai kepentingan publik. Pada titik inilah, maka keuangan parpol perlu diatur agar sumbangan perseorangan, kelompok maupun lembaga lain, khususnya badan usaha, jangan sampai menjadikan parpol melupakan posisinya sebagai institusi publik, dan tetap bergerak demi kepentingan rakyat banyak. Parpol-parpol di Eropa Barat dan Amerika Utara sudah lama mengalami dilema besarnya pengaruh sumbangan dana. Sejak pengaruh ideologi memudar pada 1960-an dan model partai massa meredup, pengaruh sumbangan perorangan dan badan usaha makin nyata dalam kehidupan parpol. Karena itu berbagai peraturan diterapkan guna menjaga parpol tetap pada rel: berjuang demi rakyat. Telaah dari Ingrid van Biezen, Financing Political Parties and Elections Strasbourg: Council of Europe Publishing 2003, menemukan bahwa di Eropa Barat, sumbangan perorangan dan badan

usaha dibatasi, tapi subsidi negara diperbanyak. Sebaliknya di Amerika Utara sumbangan perorangan dan badan usaha tak dibatasi, tapi subsidi negara terbatas. Itu dari sisi pendapatan. Sedang dari sisi belanja, parpol di Eropa Barat cenderung dibatasi, sementara di Amerika Utara dibebaskan. Namun pembatasan sumbangan dan besaran belanja, menurut Magnus Ă–hman and Hani Zainulbhai (ed) dalam Political Finance Regulation:The Global Experience, Washington DC: International Foundation for Election System 2007, juga tak berarti banyak, jika parpol tidak transparan dalam mengelola dana politik. Karena itu di Eropa dan Amerika Utara parpol diwajibakan melaporkan pengelolaan keuangan mereka secara terbuka. Prinsip transparansi dan akuntabilitas ditegakkan. Laporan keuangan wajib memerinci pendapatan dan belanja. Bukan hanya harus diaudit akuntan publik, tapi juga wajib diumumkan pada khalayak.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

27


LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL

Membenahi Pengaturan Keuangan Parpol Keterbukaan parpol dalam hal keuangan merupakan informasi penting bagi warganegara untuk menilai dan memutuskan dukungannya terhadap parpol. Oleh: Dhia Prekasha Yoedha

M

otif utama penyusunan UU No 2/1999 memang demi menjamin kebebasan rakyat membentuk partai politik (parpol). Namun undang-undang ini juga mengarahkan parpol agar menjadi organisasi modern yang mampu mengemban semua fungsi utama parpol semaksimal mungkin. Mulai dari fungsi pendidikan politik, partisipasi politik, agregasi politik, rekrutmen politik dan kontrol politik. Undang-undang ini juga memposisikan parpol sebagai wahana perjuangan guna menjaga kedaulatan rakyat, mempertahankan integrasi nasional, mencapai keadilan dan kesejahteraan rakyat. Agar parpol tidak terjebak atau terkendali oleh kepentingan individu atau kelompok, maka sejak dini UU No 2/1999 juga telah menggariskan sejumlah batas-batas yang penting. Ihwal ini termaktub dalam Penjelasan UU No. 2/1999 yang menyatakan, “Negara harus menjamin bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk mempengaruhi kebijakan negara melalui parpol dan terwujudnya asas demokrasi yaitu satu orang satu suara.� Mengingat pembentukan parpol merupakan perwujudan kedaulatan rakyat, bukan perwujudan kekuatan ekonomi, maka perlu pembatasan sumber keuangan parpol untuk mencegah penyalahgunaan uang demi kepentingan politik (money politics). Keterbukaan parpol dalam hal keuangan merupakan 28

informasi penting bagi warganegara untuk menilai dan memutuskan dukungannya terhadap parpol tersebut. Itulah amanat rakyat yang melatarbelakangi kelahiran UU No 2/1999 sebagai produk utama reformasi politik yang melengserkan Rejim Orde Baru, dengan menetapkan dasar-dasar pengaturan keuangan parpol agar bisa mandiri dan tidak terperangkap jebakan para pemilik modal besar yang ingin membajak pemegang legitimasi rakyat ini. Pengaturan keuangan parpol sesungguhnya merupakan hal baru dalam undang-undang partai politik. Karena UU No 3/1975 tentang organisasi sosial politik, dalam hal ini PPP, Golkar dan PDI, semasa Orde Baru hanya sedikit saja menyinggung soal keuangan parpol. Padahal UU No 3/1975 ini sesungguhnya merupakan undangundang pertama tentang parpol. Tilik saja pembentukan parpol parpol yang kemudian mengikuti Pemilu 1955, sama sekali tidak dilandasi oleh undang-undang. Yang digunakan saat itu adalah undangundang lama yang mengakui adanya badan hukum perkumpulan. Menyangkut parpol, Presiden Soekarno kemudian mengeluarkan UU Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat syarat dan Penyederhanaan Kepartaian, UU Nomor 13 Prps Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan dan Pembubaran Partai-partai, dan

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Undang-undang Nomor 25 Prps Tahun 1960 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960. Sesuai dengan namanya, ketiga undang-undang tadi bukan untuk mendasari pembentukan parpol, tetapi malah untuk membubarkan parpol. Berkenaan dengan pengaturan keuangan parpol, Pasal 11 UU No 3/1975 hanya menyebutkan bahwa keuangan partai politik dan Golkar diperoleh dari iuran anggota, sumbangan tidak mengikat, usaha lain yang sah, dan bantuan negara/ pemerintah. Pengaturan lebih rinci tentang keuangan partai politik pada zaman Orde Baru memang tidak diperlukan, sebab sesungguhnya PPP, Golkar dan PDI bukan partai politik yang sesungguhnya. Ketiga partai tersebut tidak berkompetisi dalam pemilu yang bebas. Fakta sejarah itulah yang kemudian mengharuskan pembuat undang-undang politik pascaOrde Baru, membuat batas-batas tegas agar parpol terhindar dari penguasaan para pemilik uang. Terutama karena berbeda dengan era sebelumnya, parpol pasca-Orde Baru akan menghadapi kompetisi terbuka dan ketat semasa era reformasi dalam pemilu yang akan digelar tiap lima tahun, sehingga mengharuskan parpol mengumpulkan dana besar. Dana itu tak hanya untuk kegiatan kampanye menjelang dan selama pemilu, tapi juga untuk operasional kantor, konsolidasi


organisasi, kaderisasi dan unjuk publik. Sehingga terbuka peluang bagi pemilik uang untuk menyusup masuk dengan iming-iming dana mereka, yang pada waktunya bisa menghilangkan kemandirian parpol dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Sikap para pemilik uang itu mirip pengijon yang menawari pinjaman dengan jaminan tanaman petani yang masih hijau. Sehingga ketika saat panen tiba, petani hanya bisa gigit jari, akibat harus bayar utang. Itu sebabnya mengapa pembatasan sumbangan sumbangan ke partai politik perlu dilakukan. Tampak pada tabel UU No. 2/1999 sejumlah item yang membatasi besaran sumbangan kepada parpol. Mereka yang memberi maupun yang menerima sumbangan melampaui batas bisa mendapat sanksi pidana, demikian juga yang memaksa orang atau perusahaan

memberikan sumbangan, atau menggunakan nama orang atau perusahaan lain untuk memberikan sumbangan. Meski tidak membatasi belanja parpol, undang-undang ini tetap mewajibkan parpol membuat laporan keuangan tahunan disertai daftar penyumbang. UU No 2/1999 ini juga memposisikan Mahkamah Agung (MA) sebagai pengawas, yang berhak memberikan sanksi administratif. Sanksi administrasi berat dijatuhkan kepada parpol yang mendirikan badan usaha, atau menerima bantuan melampaui batas. MA juga bisa menangguhkan subsidi negara bila partai politik tak membuat laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh akuntan publik dan bisa diakses publik. *** Mekanisme keuangan parpol

sudah diatur sedemikian rupa. Tetapi bagaimana praktik di lapangan? Bagaimana kesungguhan parpol menaati ketentuan-ketentuan UU No 2/1999 tentang keuangan parpol? Bagaimana dengan kinerja MA dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap keuangan parpol? Tim Peneliti Transparency International Indonesia (TII) yang meneliti dokumen laporan keuangan parpol di MA pada Agustus 2003, menemukan bahwa sebagian besar dokumen laporan keuangan yang disampaikan parpol ke MA adalah laporan dana kampanye Pemilu 1999. Sedang tentang laporan keuangan tahunan partai politik, hanya lima parpol yang menyampaikan laporan keuangan parpol tahun 2000 dan hanya satu parpol yang menyampaikan laporan keuangan parpol tahun 2001. Baru setelah MA mengirimkan surat edaran agar parpol membuat

Tabel Pengaturan Keuangan Partai Politik dalam UU No.2/1999, INSTRUMEN/KOMPONEN Pendapatan: Iuran Anggota Sumbangan Usaha lain Subsidi Negara Belanja: Laporan Keuangan: Rekening Daftar Penyumbang Audit

PENGATURAN

KETERANGAN

Disebut, tidak diatur • Sumbangan perseorangan maks Rp 15 juta • Sumbangan perusahaan maks Rp 150 juta Disebutkan, tidak diatur Disebut, diatur, diatur lagi dalam PP Tidak disebut

Pasal 12 Pasal 14 Pasal 12 Pasal 12

Tidak disebut Disebut, tidak diatur Laporan Keuangan diaudit akuntan publik

Pasal 15 Pasal 15

Lembaga Pengawas

Laporan Keuangan disampaikan ke MA

Pasal 15

Akses Publik Sanksi:

Laporan Keuangan bisa diakses publik

Pasal 15

Administratif

• MA melarang partai ikut pemilu bila partai men- dirikan badan usaha dan menerima sumbangan melampui batas • MA menghentikan subsidi negara bila partai tidak membuat laporan keuangan yang diaudit akuntan publik dan bisa diakses publik.

Pasal 18

Pidana

• Pemberi sumbangan melampaui batas dipidana 30 hari atau denda Rp 100 juta. • Menyuruh orang lain memberi sumbangan dipidana 30 hari atu dendan Rp 100 juta. • Penerima sumbangan melampaui batas dipidana 30 hari atu denda Rp 100 juta. • Memaksa perseorangan/perusahaan memberikan sumbangan dipidana 30 hari atau denda Rp 100 juta.

Pasal 19

Diolah dari UU No.2 Tahun 1999

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

29


Laporan Keuangan Partai Politik Tahunan pada 19 Juni 2002, maka sampai akhir September 2002 terdapat 22 parpol yang menyampaikan laporan tahun 2001. Sementara itu Didik Supriyanto, mantan ketua Panitia Pengawas Pemilu, menilai UU No 32 Tahun 2004 lemah dan kurang rinci dalam mengatur praktik dan sanksi money politics. Padahal berdasarkan aktor dan wilayah operasinya, menurut jurnalis mantan aktivis mahasiswa ini, dalam setiap pemilukada bisa ditengarai paling sedikit ada empat kategori politik uang (money politics). Pertama, transaksi antara elite ekonomi (pemilik uang) dengan pasangan calon yang akan menjadi pengambil kebijakan/keputusan politik pasca-pilkada. Kedua, transaksi antara pasangan calon dengan parpol yang mempunyai hak untuk mencalonkan. Ketiga, transaksi antara pasangan calon dan tim kampanye dengan penyelenggara pilkada yang berwenang menghitung perolehan suara. Keempat, transaksi antara calon dan tim kampanye dengan massa pemilih (pembelian suara/political buying). Undang-undang sudah menentukan aturan penggalangan dana kampanye pilkada, baik yang berasal dari perorangan maupun perusahaan swasta. Pasal 83 Ayat (3) UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah hanya mengatur pembatasan sumbangan dana kampanye perseorangan maksimal Rp 50 juta dan perusahaan swasta maksimal Rp 350 juta. Pasangan calon dan tim kampanye dilarang pula untuk menerima dana dari pihak asing, penyumbang yang tak jelas identitasnya dan BUMN/BUMD. Ini berdasarkan Pasal 85 ayat (1) UU 32/2004. Contoh yang menarik adalah dalam kasus hubungan antara pasangan cagub-cawagub Fauzi Bowo–Prijanto dengan pengusaha Djan Faridz, yang kini menjadi Menteri Perumahan Rakyat. Hubungan kandidat gubernur DKI dalam pilkada 2007 dengan Djan 30

selaku pengusaha yang disebut banyak membantu kampanye itu, seturut Didik termasuk kategori pertama. Yaitu transaksi antara elite ekonomi dengan pasangan calon yang akan jadi pengambil kebijakan/ keputusan politik pasca-pilkada. Namun hubungan mereka berdua itu bisa ‘disamarkan’, karena ada banyak celah penembus rambu-rambu hukum. Fauzi Bowo sendiri mengakui kenal baik Djan Faridz. “Dia wakil saya di NU Jakarta,” kata ketua Pengurus Wilayah NU DKI Jakarta ini, kendati dia menolak mengomentari peran Djan Faridz yang saat itu disebut sebagai bohir di belakang kampanyenya. Apalagi dana kampanye dia juga sudah diaudit oleh KPUD dan dinyatakan lolos. Tidak ada nama Djan Faridz di situ. “Saya tidak akan berkomentar. Silakan saja bertanya pada KPUD,” kata Fauzi saat itu. Djan pengusaha keturunan Betawi–Pakistan ini disebut mendanai kampanye pasangan Fauzi Bowo–Prijanto dalam jumlah besar. Peran ini terlihat saat kantor perusahaannya— gedung Vatech (Voest Alpine Technology) di Jalan Talang 3 Pegangsaan, Jakarta Pusat selama kampanye ramai didatangi orang-orang partai hampir sepanjang 24 jam. Spanduk dukungan Fauzi Bowo–Prijanto bahkan dipasang di halaman

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

parkirnya. Padahal secara resmi Tim Sukses Fauzi Bowo dan Prijanto berkantor di Jalan Diponegoro 63 Jakarta Pusat sebagai Fauzi Bowo Centre (FBC). Kantor Jalan Talang ini kerap disebut kantor logistik. Urusan logistik itu mencakup atribut kampanye, kaos, spanduk, poster bahkan hingga tabloid Jakarta Untuk Semua (JUS). Satu tempat lagi, yakni kantor di Jalan Proklamasi 43 Jakarta Pusat, yang khusus dijadikan tempat para pimpinan partai anggota Koalisi Jakarta berkumpul. Adalah kantor yang diitempati PT Pola Dwipa, perusahaan milik Djan Faridz. Pola transaksi ekonomi pengusaha–pejabat, menurut Didik, saat itu bisa berlangsung ‘mulus’ karena parpol pengusung dan pasangan calon tak dikenai pembatasan sumbangan dana kampanye. Sehingga sumbangansumbangan dari pihak lain bisa disalurkan lewat kedua pihak. “Ketentuan pembatasan dana kampanye juga mudah diakali. Dengan mengatasnamakan sumbangan pada orang atau perusahaan lain maka perorangan atau perusahaan tetap bisa menyumbang melebihi batas maksimal,” jelas Didik, saat itu. Mengenai uang tanda jadi pencalonan, dana penggerakkan mesin partai, atau dana operasional kampanye yang disetor oleh para calon dan tim kampanye kepada partai atau gabungan partai yang mencalonkan, oleh para politisi acap disebut sebagai urusan internal dan bagian dari ongkos politik, bukan politik uang. UU Nomor 32/2004 sama s3kali tidak memuat ketentuan untuk menjerat transaksi tersebut. Pola hubungan segitiga pengusaha–parpol–pejabat publik begini yang akan bisa menghasilkan shadow government. Sehingga pemerintahan yang sebenarnya dikontrol oleh pengusaha. Terutama yang berperan memberi dana pencalonan. Dan itulah motif sebenarnya kenapa pengusaha mau terlibat politik.

aktual/ istimewa

LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL


3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

31


LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL

Hegemoni Penguasa

Skandal korupsi yang marak melibatkan politisi dan parpol ini tak pernah terbayangkan ketika reformasi politik digulirkan.

P

erkembangan kepartaian Indonesia sempat terputus, setelah DPR hasil Pemilu 1955 dibubarkan Presiden Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 akibat krisis konstitusional di parlemen berkenaan isu Piagam Jakarta. Namun orientasi ideologis parpol yang tumbuh dan berkembang sebelum kemerdekaan hingga zaman revolusi kemerdekaan dan Pemilu 1955 tetap berlanjut sampai akhir kepemimpinan Sukarno. Seperti yang ditempuh sesama parpol di Eropa Barat, sumber keuangan partai-partai Indonesia juga berasal dari iuran anggota. Yang berbeda ialah ketika parpol di Eropa Barat menghadapi dilema sumbangan dari perorangan dan badan usaha, parpol Indonesia tidak mengalaminya. Mengapa? Karena, kehidupan parpol semasa Sukarno, bukan kehidupan riil partai politik yang memerlukan dukungan pemilih melalui pemilu. Semasa Demokrasi Terpimpin, Sukarno tidak sempat menggelar pemilu. Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden Sukarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Sukarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956. Sebagai Pemimpin Besar 32

Revolusi, Sukarno membiarkan parpol saling bersaing, tapi dibatasi hanya berlangsung pada tataran elite. Sehingga sisa ke-10 parpol yang ada pun tak butuh banyak dana untuk aktivitas politik mereka. Situasi ini berlanjut hingga sepanjang Orde Baru. Jenderal Soeharto yang berkuasa 30 tahun setelah menggulingkan Sukarno lewat ‘Kudeta Merangkak’, memang tiap lima tahun sekali memang berhasil menggelar enam pemilu (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997). Soeharto mahfum rezim Orde Baru tetap butuh legitimasi, karena itu dibentuklah Golkar untuk meraih dukungan rakyat melalui Pemilu 1971 yang dikenal penuh dengan intimidasi dan kecurangan. Alhasil harapan akan kebangkitan parpol menjelang Pemilu 1971 pun meredup kembali. Bahkan pasca-Pemilu 1971, semua parpol dikerdilkan dan disingkirkan dari arena politik riil. Jumlah parpol dibatasi menjadi dua peserta pada Pemilu 1971, yaitu PPP (NU, Parmusi, Perti, PSSI) dan PDI (PNI, Parkindo, Partai Katolik, Murba, IPKI) sebagai peserta pemilu-pemilu berikutnya. Sedangkan Golkar saat itu ketika menjadi peserta pemilu tidak mau disebut sebagai parpol, tapi hanya sebatas golongan fungsional. Kelima pemilu Orde Baru berikutnya hanya seremoni politik. Hakekat kompetisi memperebutkan pemilih pun direduksi, karena tujuan

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

pemilu hanya memenangkan Golkar. Peranan PPP dan PDI sepanjang pemilu Orde Baru sebatas pelengkap atas Golkar sebagai ‘partai tunggal’. Meski parpol sudah lahir sejak masa penjajahan Belanda dan berkembang pesat pada dekade awal kemerdekaan menyusul dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Mohamad Hatta Nomor X pada Oktober 1945, sehingga parpol parpol yang sempat tiarap pada zaman Jepang, bangkit kembali. Namun hingga Pemilu 1955, belum memiliki undang-undang partai politik. UU jenis ini baru muncul awal Orde Baru, dengan UU No 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Undang-undang ini yang menjadi dasar kerja mekanisme parpol semasa Orde Baru yaitu PPP, Golkar dan PDI. Kendati hanya selintas, UU No 3/1975 dalam Pasal 11 ini telah menyinggung soal keuangan parpol yaitu, “Keuangan Partai Politik dan Golongan Karya diperoleh dari; iuran anggota, sumbangan yang tidak

tino oktaviano/ aktual

Oleh: Dhia Prekasha Yoedha


mengikat, usaha lain yang sah, dan bantuan dari negara/pemerintah.� *** Selengser Soeharto oleh gerakan reformasi, Indonesia mampu menyelenggarakan pemilu bebas, yakni tiga kali pemilu legislatif, dua kali pemilu presiden dan dua gelombang pilkada di semua provinsi dan kabupaten/kota. Dalam kurun 13 tahun parpol bebas bergerak untuk mengukuhkan eksistensi maupun merebut suara di pemilu. Namun kini semua parpol menghadapi situasi pelik. Kepercayaan publik atas lembaga publik ini terus turun akibat banyak elite berbagai parpol terbelit pelbagai kasus korupsi. Beragam kasus korupsi yang melibatkan politisi, baik dari lingkungan legislatif (DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/ kota) maupun eksekutif (menteri, gubernur, dan bupati/walikota), sesungguhnya bukan karena motif pribadi semata. Kebutuhan

parpol akan dana besar guna memenangkan pemilu telah mendorong politisi berlaku korup. Skandal pembangunan wisma atlet Hambalang yang melibatkan Bendahara Umum Partai Demokrat (PD) Nazaruddin beserta sejumlah elite PD, menunjukkan hal itu. Korupsi yang dilakukan Nazaruddin dkk bukan khas PD. Karena para politisi parpol lain, baik yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintahan SBY-Boediono, maupun di luar koalisi juga sama terlibat berburu dana guna membiayai kegiatan operasional parpolnya. Kehadiran bendahara dan wakil bendahara semua parpol sebagai anggota Badan Anggaran DPR, menjadi petunjuk bahwa upaya pengumpulan dana ilegal dari APBN itu sesungguhnya juga merupakan keputusan parpol yang memiliki kursi di DPR. Para politisi di DPR sedikitnya punya empat cara berburu dana. Pertama, membuat kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu. Kedua, menyusun rencana proyek dan anggarannya dalam APBN yang kelak akan dikerjakan pihak tertentu. Ketiga, menjadi calo tender proyek. Keempat, meminta imbalan atas pemilihan jabatan publik atau pimpinan BUMN. Modus berburu dana ilegal buat parpol juga terjadi di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/ kota. Fragmentasi politik yang tinggi di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota membuat kesulitan tersendiri bagi gubernur dan bupati/ walikota mengambil keputusan. Namun gubernur dan bupati/wali kota masih bisa menjalankan roda pemerintahan dengan menempuh politik transaksional, seperti membagi-bagi dana proyek dan dana sosial APBD untuk kalangan anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Meski kebijakan yang ditempuh itu bukan prorakyat. Kondisi ini yang melatari banyak kepala daerah dan anggota DPRD

terbelit kasus penggelapan dana APBD. Skandal korupsi yang marak melibatkan politisi dan parpol ini tak pernah terbayangkan ketika reformasi politik digulirkan. Saat kebebasan politik dibuka, rakyat bebas membentuk parpol sebagai sarana perjuangan, mengikuti pemilu untuk mendapatkan mandat rakyat. Sehingga parpol yang mendapat kursi di parlemen dapat membentuk pemerintahan, sekaligus mengawasi pemerintahan agar benar-benar bekerja untuk kesejahtaraan rakyat. Namun setelah pemilu legislatif digelar tiga kali, disusul dua kali pemilu presiden dan dua gelombang pilkada, kini parpol malah menjadi aktor utama penyebab maraknya korupsi berjamaah di negara ini. Kemungkinan buruk menerpa parpol itu tentu laik diperhitungkan para penggerak reformasi, karena bisa belajar dari pengalaman negara lain dan pengalaman bangsa sendiri saat membangun demokrasi pada dua dekade awal kemerdekaan. Itu sebab mengapa, menjelang pelaksanaan pemilu transisi, Pemilu 1999, yang disiapkan bukan hanya UU Pemilu, tetapi juga UU No. 2/1999 tentang Partai Politik. UU Parpol ini bukan hanya menjamin kebebasan rakyat membentuk partai politik, tapi juga memberi batasan-batasan agar parpol tetap dalam jalur politik nasional dan benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam rangka membangun parpol sebagai organisasi politik modern yang mandiri, terbuka dan kredibel, UU ini juga mengatur keuangan parpol. Untuk pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia, ada 5 UU parpol yang memasukkan isu keuangan. Namun penyelenggaraan Pemilu 1999 menunjukkan UU No 2/1999 dan UU No 3/1999 gagal mengontrol sepak terjang parpol merebut suara rakyat. Indikator parpol lapar dana besar mulai terlihat. Kampanye tak cukup lewat rapat umum dan pasang bendera, tapi harus ditopang kampanye media massa yang dipersiapkan para konsultan.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

33


LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL

aktual/ istimewa

uang segalanya 34

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013


Parpol menghadapi ancaman nyata, kemandirian sebagai pejuang kepentingan rakyat mungkin bisa ditundukkan oleh kepentingan pemilik uang. Oleh: Dhia Prekasha Yoedha

D

inamika politik pasca-Pemilu 1999, makin menunjukkan sosok parpol yang kontradiktif. Di satu sisi, perubahan UUD 1945 kian memperkuat posisi partai dalam sistem ketatanegaraan dan pembangunan politik demokratis ke depan. Di lain pihak tindak tanduk parpol sebagaimana ditelaah Valina Singka Subekti buku karyanya Menyusun Konstitusi Transisi: Pergulatan Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD 1945, Jakarta: Rajawali Pers, 2008, malah cenderung mengabaikan kepentingan rakyat banyak. Ini terlihat dari tarik menarik perdebatan selama merumuskan pasal-pasal perubahan UUD 1945 di dalam SUMPR. Pelembagaan pemilu sebagai sarana sah memperebutkan jabatan jabatan publik sebagaimana ditetapkan oleh UUD 1945 pascaperubahan, menjadikan peran parpol sebagai mesin peraih suara tidak terhindarkan. Dengan konsekuensi persaingan antar parpol kian sengit, sehingga parpol berlomba mencitrakan diri sebagai terhebat dengan cara-cara instan, seperti iklan di media massa, menggelar beragam kegiatan sosial, pertemuan di hotel mewah. Padahal kegiatan merayu rakyat tak cukup semasa kampanye, tapi harus sejak jauh hari sebelumnya. Semua tentu menuntut biaya besar. Padahal hampir mustahil mengharap anggota parpol mengumpulkan iuran guna menggerakkan roda organisasi. Sebaliknya peran penyumbang dana, baik perorangan dan badan hukum juga makin berperan utama. Sehingga pengaturan dana parpol harus diatur cermat agar parpol tak dikendalikan para pemilik uang yang bermotif transaksional memberi sumbangan

dengan kompensasi kebijakan, keputusan dan perlindungan politik. Itulah pertimbangan yang melatari pengaturan keuangan parpol dalam tiga undang-undang yaitu UU No. 31/2002, UU No. 2/2008, dan UU No. 2/2011. *** UU No 31/2002 yang berlaku sejak 27 Desember 2002 menjabarkan posisi dan fungsi parpol setelah Perubahan UUD 1945. UU ini diilhami fakta bahwa operasional parpol butuh dana besar sebagaimana menjelang Pemilu 1999. UU No 2/2008 yang berlaku mulai 4 Januari 2008 sebagai pengganti UU No 31/2002, menyempurnakan pengaturan parpol, namun belum memperbaiki pengaturan keuangan parpol. Begitu pula ketika UU No. 2/2008 ini diubah oleh UU No. 2/2011 yang berlaku sejak 15 Januari 2011, ternyata tidak ada ada perubahan subtantif atas pengaturan keuangan parpol, kecuali sebatas menaikkan besaran sumbangan badan usaha. Alhasil pengaturan keuangan parpol dalam ketiga UU tadi, tidak berarti banyak. Terbukti dalam lima tahun ini kian banyak kasus korupsi yang melibatkan politisi yang berdalih mencari dana guna kebutuhan parpol. Padahal UU telah memberi keleluasaan bagi parpol untuk menerima sumbangan. Ditinjau dari prinsip transparansi dan akuntabilitas, ketiga undang-undang tadi juga tidak memaksa parpol membuat laporan keuangan sesuai standar akuntasi yang benar. Apalagi laporan keuangan parpol selama ini juga sulit diakses publik. Sehingga parpol pun tampak kian elitis, bahkan personalitis akibat dikendalikan oleh orang-orang yang mampu memenuhi

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

35


kebutuhan dana operasional saja. Keelitan dan kepersonalan parpol terlihat dari semakin besar pengaruh para pengusaha di lingkungan elite parpol, dan kepemimpinan parpol juga kian tergantung pada kader parpol yang jadi pejabat publik eksekutif (presiden, menteri, gubernur dan bupati/wali kota). Sehingga bisa disimpulkan, terjadi kesenjangan antara pengaturan keuangan parpol di dalam undangundang, dengan praktik politik sehari-hari yang dilakukan oleh parpol. Terbukti pengaturan dana parpol dalam semua UU ternyata tak efektif mengatur keuangan parpol. Akibatnya, parpol cenderung mengabaikan kepentingan anggota dan mengkhianati kepentingan publik. *** UU No 2/2008 dan UU No 2/2011 yang menaikkan besaran jumlah sumbangan badan usaha, terbukti gagal mendorong parpol mengumpulkan dana lebih besar guna kebutuhan operasional. Sehingga elite parpol lebih suka berburu dana ilegal dengan memanfaatkan kedudukannya di lembaga legislatif maupun eksekutif. Kedua UU ini juga gagal mencegah pembajakan parpol oleh pemilik uang. Sehingga parpol mengabaikan kepentingan anggota dan kepentingan publik. Kecenderungan elite parpol berburu dana ilegal dan mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan, niscaya mempersulit kontrol publik. Jatuhnya Orde Baru pada Mei 1998, menyadarkan eksponen gerakan reformasi untuk lebih dulu mengamankan posisi parpol dan pemilu, agar trauma politik era Sukarno dan Soeharto tak terulang. Presiden Habibie yang menghadapi gerakan reformasi, tak punya pilihan kecuali memenuhi tuntutan rakyat untuk segera menggelar pemilu, dan membebaskan rakyat membentuk parpol. Untuk itu tidak cukup dengan keputusan MPR, tapi 36

harus dirumuskan lebih operasional melalui undang-undang. Inilah yang melatarbelakangi kelahiran UU No 2/1999 dan UU No 3/1999 sebagai dasar hukum pembentukan partai politik dan penyelenggaraan pemilu yang secara bersamaan diundangkan pada 1 Februari 1999. Sebagai produk hukum yang dipersiapkan secara singkat dalam suasana reformasi, UU No 2/1999 ini tak banyak membuat ketentuan administrasi yang menyulitkan pembentukan parpol. Karena eksistensi parpol akhirnya tetap ditentukan oleh ada tidaknya dukungan rakyat. Kemudahan pembentukan parpol ini ditandai oleh bejibun parpol baru yang dinyatakan memenuhi syarat mendapatkan badan hukum. Dari 148 yang mendaftarkan, hanya tujuh partai politik tidak memenuhi syarat. UU No 3/1999 disiapkan sebagai landasan hukum penyelenggaraan pemilu transisi, yang menandai berubahnya kepemimpinan lama yang tidak dilegitimasi rakyat, dengan pemimpin baru pilihan rakyat. UU yang mengubah sistem pemilu ini juga berusaha menjamin proses penyelenggaraan pemilu benar-benar jujur dan adil sehingga wakil-wakil rakyat hasil pemilu benar-benar sesuai pilihan rakyat. Pertama dengan mengalihkan penyelenggara pemilu LPU yang dikuasai Depdagri kepada KPU. Kedua, rakyat mempunyai akses untuk mengetahui proses pemungutan suara dan penghitungan

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

suara. Ketiga, lembaga penegak hukum pemilu ditingkatkan fungsinya. Keempat, lembaga pemantau dibebaskan untuk melakukan pemantauan proses penyelenggaraan pemilu. Hari ‘H’ Pemilu 1999 jatuh 7 Juli 1999 didahului dua hari tenang dan 45 hari masa kampanye. Namun sebelum masa kampanye, 48 parpol perserta pemilu sudah boleh bergiat menunjukkan eksistensi di depan rakyat. Indonesianis Donald Emmerson memprediksi kebebasan mendirikan parpol akan membangkitkan kembali politik aliran yang sudah 30 tahun diberangus Orde Baru. Penelitian Emmerson tentang Pemilu dan Kekerasan: Tantangan Tahun 19992000� dalam Indonesia Beyond Soeharto: Negara, Ekonomi, Masyarakat, Transisi, Donald Emmerson (ed), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan The Asia Foundation, 2001, hlm. 614-646 menemukan indikasi banyak parpol baru yang mengidentifikasi diri dengan parpol lama pra-Orde Baru, yang diperkuat dengan beralihnya elite tiga parpol Orde Baru ke parpol baru sesuai pertimbangan ideologis. Termasuk pula munculnya tokoh-tokoh baru nonparpol yang membentuk parpol baru dengan panji-panji ideologis parpol lama. Kendati diawali oleh pergerakan

aktual/ istimewa

LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL


massa di mana-mana, baik sebelum maupun selama kampanye, Pemilu 1999 berlangsung tertib, aman, damai dan demokratis. Terbukti dari 117.738.682 jumlah pemilih terbesar ketiga di dunia, justru tercatat ada 105.786.661 suara sah. Juga perkiraan pemilu ini akan membangkitkan politik aliran dan peta politik baru mirip Indonesia pada Pemilu 1955 malah tidak terjadi. Yang menarik sebagaimana tampak pada Tabel 3.1, dari 48 partai peserta pemilu, tiga partai lama yang telah beralih nama atau simbol, ternyata PDIP, Partai Golkar dan PPP, berhasil merebut suara dan kursi terbanyak. Partai baru yang diperkirakan akan meraih dukungan besar, seperti PKB dan PAN, ternyata hanya duduk di urutan keempat dan kelima. *** Hasil Pemilu 1999 menunjukkan ideologi bukan lagi faktor utama pembentuk dukungan pemilih

Perolehan Suara dan Kursi Pemilu 1999 No PARTAI POLITIK

Meredupnya pengaruh ideologi dalam kehidupan politik sesungguhnya gejala internasional yang telah muncul di negara-negara maju era 1960-an. Dalam konteks Indonesia, proses ini dipercepat oleh politik Orde Baru yang antiideologi. Terbukti banyak parpol baru berusaha membangkitkan lagi ideologi lama, malah gagal. Ideologi sudah ‘hilang’ di masyarakat sehingga untuk bisa bertahan hidup dan meraih dukungan luas, parpol harus menerima pluralisme, bersikap inklusif, nonsektarian dan nondiskriminatif. Sikap itu tak bisa cuma ditunjukkan dalam rumusan program dan rancangan kebijakan, tapi wajib dipertontonkan luas melalui berbagai media komunikasi massa: spanduk, baliho, koran, majalah, radio dan televisi. Parpol berorientasi catch-all praktis butuh sumberdaya banyak untuk konsolidasi, unjuk publik dan kampanye. Kebutuhan logistik itu melonjak berlipat karena dalam sistem politik terbuka persaingan antarpartai amaat ketat. Sementara akibat sistem politik demokratis sudah tertata dan % KURSI penguasaan jabatan-jabatan 33,12 politik ditentukan oleh perolehan 25,97 suara dalam pemilu, maka 12,55 parpol berkembang jadi mesin pemilu, yaitu mesin pendulang 11,04 suara. Alhasil parpol lagi lagi 7,36 butuh dana besar untuk menjaga 2,81 eksistensinya di mata publik. 1,52 Pemilu 1999 sebagai pemilu 0,87 transisi, di samping penanda nyata meredupnya pengaruh 1,08 ideologi dalam politik, juga 1,08 memunculkan karakter cacth0,22 all party dalam partai politik. 0,43 Kompetisi ketat dalam pemilu, mendorong partai jadi mesin 0,22 pendulang suara. Karakter 0,22 catch-all party di satu pihak dan 0,22 peran mesin pendulang suara 0,22 dalam pemilu, membuat parpol 0,22 semakin lapar dana besar. Di titik ini parpol menghadapi ancaman 0,22 nyata, bahwa kemandirian 0,22 sebagai pejuang kepentingan 0,22 rakyat mungkin bisa ditundukkan 0,22 oleh kepentingan pemilik uang.

kepada parpol. Memang PDIP yang mengidentifikasi diri sebagai partai nasionalis dan PPP yang mengidentifikasi sebagai parpol Islam mendapat dukungan luas. Namun sifat dukungan pemilih itu hanya emosional, karena rakyat marah pada Partai Golkar yang dominan selama Orde Baru. Sementara parpol baru yang mengidentifikasi dengan ideologi lama malah tak mendapat dukungan. Hasil itu juga menunjukkan tipologi partai politik elite dan partai politik massa yang dikenakan pada partai politik Pemilu 1955, sesuai kajian Riswandha Imawan di dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, 2004 yang bertajuk Partai Politik di Indonesia: Pergulatan Setengah Hati Mencari Jati Diri, kini tidak bisa diberlakukan lagi. Itu semua menunjukan bahwa fenomena, karakter catch-all party, mulai terjadi dalam politik Indonesia.

SUARA

% SUARA KURSI

1

PDIP

2

GOLKAR

3

PPP

11.329.905

10,71

58

4

PKB

13.336.982

12,61

51

5

PAN

7.528.956.7,12

7,21

34

6

PBB

2.049.7081,94

1,94

13

7

Partai Keadilan

1.436.565

1,36

7

8

PKP

1.065.686

1,01

4

9

PNU

679.179

0,64

5

10

PDKB

550.846

0,52

5

11

PBI

364.291

0,34

1

12

PDI

345.720

0,33

2

13

PP

655.052

0,62

1

14

PDR

427.854

0,40

1

15

PSII

375.920

0,63

1

16

PNI Front Marhaenis

365.176

0,35

1

17

PNI Massa Marhaen

345.629

0,33

1

18

IPKI

328.654

0,31

1

35.689.073

33,74

153

23.741.749

22,44

120

19

PKU

300.064

0,28

1

20

Masyumi

456.718

0,43

1

21

PKD

216.675

0,20

1

Sumber: www.kpu.go.id

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

37


LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL

Demokrat dan Deretan pengusaha juga ikut memberikan kontribusi pengumpulan dana saat pilpres 2009. Sebut saja Sandiaga Salahuddin Uno, Boy Thohir, dan Hartati Murdaya. Oleh: Wahyu Romadhony

38

J

elang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, Partai Demokrat menerima kabar duka. Tepatnya pada Senin, 8 Juni 2009, sekitar pukul 18.45 WIB, Bendahara Umum Partai Demokrat Zainal Abidin meninggal dunia di RS Husada, Jakarta. Ia meninggal akibat serangan jantung. Waktu itu Pilpres tinggal menunggu pemungutan suara pada 8 Juni. Kabar meninggalnya Zainal sontak mengagetkan publik. Sebab dua minggu sebelum meninggal dunia Zainal menjadi buah bibir

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

media massa. Pria kelahiran Pandeglang pada 13 Oktober 1954 itu diketahui sebagai salah satu penyumbang terbesar dalam tim pemenangan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Susilo Bambang Yudhoyono-Boedino. Lewat PT Shohibul Barokah (SB), Zainal diketahui menggelontorkan uang sebesar Rp 9,5 miliar lewat sejumlah anak usahanya, yakni PT Shohibul Barokah Rp 5 miliar, PT Anugerah Selat Karimun Rp 2,5 miliar, dan PT Shohibul Inspeksindo

aktual/ istimewa

Sumbangan Jumb


mbo Internasional (Sospek) Rp 2 miliar. Zainal kemudian didapuk sebagai bendahara umum dalam pemenangan tersebut. Kala itu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai sumbangan yang diberikan Zainal sebagai direktur utama PT SB tidak wajar. Pada 4 Juni 2009, Bawaslu hendak memanggilnya untuk mengklarifikasi asal dana tersebut. Pasangan SBY-Boediono ini diduga melanggar UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 96 UU tersebut menyebut,

dana kampanye yang berasal dari perseorangan tidak boleh melebihi Rp 1 miliar dan yang berasal dari kelompok perusahaan atau badan usaha nonpemerintah tidak boleh melebihi Rp 5 miliar. Zainal langsung naik pitam, ia merasa disudutkan. Zainal meminta agar anggota Bawaslu, Bambang Eka Cahya, yang diberitakan mengeluarkan pernyataan itu menyampaikan permohonan maaf melalui media. “Dia (Bambang Eka) dalam waktu 2 X 24 jam harus meminta maaf secara terbuka dimedia cetak. Jika tidak, kami akan melaporkan ke pihak kepolisian,� kata Zainal, kala itu. Niat itu sirna karena Zainal lebih dulu meninggal dunia. Bukan hanya sumbangan jumbo yang membuat nama Zainal naik daun saat itu. Sejumlah penggiat anti korupsi juga menyibukkan Zainal dengan tudingan adanya penerimaan dana asing untuk pemenangan SBYBoediono. Dari hasil penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW), PT Northstar Pacific Investasi diduga memiliki kaitan dengan perusahaan asing, Texas Pacific Group (TPG). Sedangkan PT Polykfilatex diduga merupakan perusahaan luar negeri yang memproduksi sepatu dan pakaian olahragamerek FILA asal Italia. Total penerimaan dana kampanye pasangan SBYBoediono saat itu mencapai Rp 232.770.456.232. Aktual mendapatkan salinan data lengkap sumbangan kampanye Partai Demokrat pada pilpers 2009. Data yang diperoleh dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan sejumlah a pihak yang ikut menambah pundi dana pemenangan pasangan SBY-Boediono. Dana terbesar dikumpulkan dari sumbangan perusahaan yang mencapai Rp 162,365 miliar. Selebihnya didapatkan dari sumbangan parpol,

perorangan dan pasangan capres-cawapres. Nama terpidana kasus korupsi proyek wisma Atlet Sea Games Muhammad Nazaruddin yang saat itu menjabat sebagai wakil bendahara umum tercatat memberikan sumbangan Rp 700 juta. Transaksi tersebut dilakukan pada 25 Juni 2009. Dalam kolom alamat, Nazaruddin mengisikan rumahnya yang di Apartemen Taman Rasuna Tower 9-8f RT 9/10, Setia Budi yang saat ini sudah disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masih dokumen yang sama, juga diketahui sumbangan yang diberikan oleh kakak Nazaruddin yakni M Nasir untuk kampanye pasangan SBYBoediono. Nasir yang saat ini dicekal oleh KPK mengirimkan sumbangan sebanyak sembilan tahap pada 26 Juni 2009. Besar uang yang dikirimkan Nasir bervariasi mulai dari Rp 3-10 juta. Setidaknya total dana yang diberikan Nasir sebesar Rp 66 juta. Dikolom alamat, Nasir mengisikan alamat rumahnya di Jl A Yani, GG Aridha No 1, Tanah Datar, Pekanbaru, sebagai alamat pengirim dana. Selain itu juga ada nama terpidana kasus suap Bupati Buol Arman Batalipu, yakni Hartati Murdaya. Lewat PT Hardaya Inti Plantation menyumbang dana kampanye sebesar Rp 1,65 miliar. Tidak hanya itu, Hartati yang saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Pembina Partai Demokrat juga menyumbang dana kampanye sebesar Rp 750 juta. Tersangka kasus korupsi proyek pembangunan pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Andi Alfian Malarangeng dan Anas Urbaningrum ikut memberikan bantuan sebagai kader partai. Andi memberikan dana sebesar Rp 25 juta. Anas sebesar Rp 50 juta. Sumbangan itu juga kerja Muhammad Nazaruddin yang kala itu menjabat

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

39


sebagai Wakil Bendahara Umum. Deretan pengusaha muda juga ikut memberikan kontribusi pengumpulan dana. Sebut saja Sandiaga Salahuddin Uno. Transaksi Sandiaga tercatat pada 30 Juni 2009. Dalam kolom keterangan disebutkan alamat Sandiaga di Jl Galuh 2 No 18 RT 3/1 Selong Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Bukan hanya itu, Sandiaga juga menyumbang kampanye pemenang Pemilu 2009 ini lewat sejumlah perusahaannya. PT Persada Capital Investama, salah satu perusahaan milik Sandiaga, diketahui menyumbang dana sebesar Rp 3,5 miliar. Transaksi tersebut tercatat pada 25 Juni 2009. Namun kepada Aktual, Sandiaga membantah bahwa Persada Capital merupakan perusahaannya. “Itu bukan perusahaan milik saya,” katanya di Jakarta, Senin (23/9). Sementara PT Saratoga Investama Sedaya menyumbang Rp 4,17 miliar. Bukan hanya sekali, Saratoga tercatat beberapa kali mengirimkan sumbangan dana kampanye. Setidaknya pada 25 Juni 2009 perusahaan ini mengirimkan dana sebesar Rp 400 juta sebanyak empat kali. Pada 26 Juni, PT Saratoga kembali mengirimkan uangan sebesar Rp 400 juta sebanyak empat kali. Kemudian 29 Juni 2009 kembali 40

mengirimkan Rp 400 juta dalam tiga kali transaksi atau senilai Rp 1,2 miliar. Sandiaga memang bukan pengurus DPP Partai Demokrat. Namun, namanya kerap dikaitkan dengan partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini. Bahkan, pada 2010, dalam Kongres Partai Demokrat yang digelar di Bandung, Sandiaga sempat masuk dalam bursa calon bendahara umum, sebelum akhirnya disingkirkan oleh Muhammad Nazaruddin. Sandiaga juga merupakan komisaris PT Duta Graha Indah Tbk (DGI), kontraktor yag memenangkan proyek pembangunan wisma atlet senilai Rp 200 miliar. Pada 8 Agustus 2012, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), pemegang saham DGI memutuskan mengganti nama perusahaan itu menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk. Sandiaga saat ini masih duduk sebagai salah satu komisaris di perusahaan itu. Kemudian ada pula nama bos PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi ‘Boy’ Thohir yang juga memberikan sumbangan jumbo. Setoran dana kampanye perseorangan yang dilakukan Boy Thohir tercatat sebesar Rp 1 miliar. Dalam transaksi pada 30 Juni 2009 tersebut tercantum alamat

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Jalan Gudang Peluru Blok E/139 RT 002/003 Kebon Baru, Jakarta Selatan. Namun, setoran besar dilakukan oleh Boy Thohir melalui perusahaanya, PT Trinugraha Thohir. Misalnya, pada tanggal yang sama menyetorkan dana kampenye sebesar Rp 2 miliar. Kemudian pada 26 Juni 2009, PT Padang Bara Sukses Makmur yang juga milik Thohir menyetorkan dana kampanye sebesar Rp 3 miliar. PT Wahana Artha Harsaka pada tanggal yang sama juga menyetor Rp 2 miliar. Kemudian perusahaan Boy Thohir lainnya yang menyumbang adalah, PT Wahana Mitra Abadi sebesar Rp 1,3 miliar pada 30 Juni, PT Wahana Makmur Sejati menyetorkan dana sebasar Rp1,8 miliar, PT Wahana Makmur Sejati menyetor dana sebesar Rp 4,8 miliar, dan PT Wahana Rekatekindo pada 17 Juni menyetor dana sebesar Rp 2 miliar. Total sumbangan Boy Thohir dan perusahaanya mencapai Rp 23,1 miliar. Almarhum Direktur Corporate Affairs dan Sekretaris Perusahaan PT Adaro Energy Tbk Andre J Mamuaya juga memberikan sumbangan sebesar Rp 1 miliar. Penggalangan dana Partai Demokrat sekilas memang tidak memiliki masalah yang serius.

stock/ aktual (hartati) - aktual/ istimewa

LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL


Namun jika ditilik dengan menggunakan Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bisa jadi akan bermasalah. Pasalnya siapapun pihak yang menerima dana dari korporasi maupun perorangan yang terkait dengan tindak pidana bisa diusut. Terlebih Muhammad Nazaruddin misalnya mengaku melakukan tindak pidana korupsi sejak 2006 dengan total hampir mencapai Rp 7 trilun.

aktual/ istimewa

*** Memasuki Pemilu 2014, Partai Demokrat kembali diterpa masalah. Tertangkapnya Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini pada 13 Agustus lalu sempat dikaitkan dengan pendanaan partai. Khususnya terkait persiapan konvensi capres yang digelar partai berlambang Mercy ini. Kaitan suap yang diterima Rudi dari PT Karnell Oil itu dengan

konvensi merebak di antara wartawan yang meliput di kantor KPK. Terlebih SKK Migas merupakan badan yang diawasi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Sekretaris Mejelis Tinggi Partai Demokrat ini pun langsung membantah. “Konvensi baru dimulai, tak mungkin penggalangan dananya dari kasus SKK,” ujarnya. Bantahan serupa juga disampaikan oleh Ketua Harian Partai Demokrat Syarifuddin Hasan. Tegas suami artis Ingrid Kansil ini menyebut dana konvensi Partai Demokrat dari sumber yang halal. “Demokrat insya Allah aman. Itu info tidak jelas,” katanya. Sumber Aktual di internal Partai Demokrat mengatakan, kasus suap PT Karnell Oil memang sangat menganggu pelaksanaan konvensi. Komite konvensi yang dipimpin oleh mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni tak kunjung mendapatkan dana sebesar Rp 50 miliar untuk pelaksanaan. Alhasil, Partai Demokrat meminjam kantor

Sugeng Saryadi sebagai kantor komite. “Memang sejak kasus SKK Migas dikaitkan dengan konvensi jadi banyak orang yang malas menyumbang. Kami kesulitan dana untuk konvensi,” ujar sumber. Pelaksanaan konvensi Partai Demokrat juga diperburuk dengan mundurnya bendahara umum partai, Handojo Slamet Mulyadi, yang mundur dengan alasan kesehatan. Namun ada juga yang mengatakan bos Tempo Scan Pacific ini mundur karena tidak kuat menerima desakan elite partai untuk mengumpulkan dana untuk konvensi. DPP Partai Demokrat lantas menunjuk Indrawati Sukardin sebagai bendahara umum baru. Kepada Aktual, Indrawati membantah adanya keterkaitan antara kasus SKK Migas dengan pendanaan partai. Ia menegaskan pendanaan Partai Demokrat diperoleh dari sumbangan kader partai. Utamanya dari 148 anggota DPR RI hasil pemilu 2009. “Itu isu yang tidak benar,” tegasnya.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

41


LAPORAN UTAMA KARTEL PARPOL

Sejumlah fungsionaris partai dari tingkat kepengurusan pusat hingga daerah diduga terlibat dalam politik ‘penjarahan sumber daya alam’ yang merugikan rakyat Indonesia. Oleh: Heriyono

K

asus suap yang menimpa Rudi Rubiandini, eks kepala SKK Migas, seakan membuka sebuah kotak pandora terjadinya kolusi antara pengusaha dengan birokrat. Bola panas terus menggelinding pascakejadian tersebut. Bahkan, ada yang menduga bahwa Rudi dijadikan ‘mesin ATM ‘ oleh partai politik (parpol) tertentu. Wakil Ketua DPD RI La Ode

42

Ida, dalam sebuah kesempatan mengatakan, setelah bubarnya BP Migas dan berganti nama menjadi SKK Migas, maka ‘dominasi penguasaan’ sektor minyak dan gas bumi (migas) yang selama dimanfaat pihak asing beralih ke parpol. Alasan La Ode bisa masuk akal. Sebab, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 9/2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Minyak dan Gas Bumi, jabatan kepala SKK Migas, sesuai pasal 8, diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul menteri ESDM, setelah mendapat pertimbangan dari Komisi Pengawas. Menteri ESDM, sesuai pasal 10, juga berhak mengangkat dan memberhentikan jabatan penting lainnya di SKK Migas, seperti wakil kepala, sekretaris, pengawas internal, dan deputi atas usul kepala SKK Migas. Sementara sesuai pasal 3 regulasi tersebut, menteri ESDM juga merangkap sebagai ketua Komisi Pengawas SKK Migas. Sejumlah pasal di Perpres No 9/2013 itu sangat mencerminkan begitu kuatnya peran menteri

tino oktaviano/ antual

Parpol dan SDA


tino oktaviano/ antual

ESDM di tubuh SKK Migas. Secara substansi, hal itu akan mempermudah akses pihak lain yang ingin ‘memanfaatkan’ SKK Migas sesuai kepentingan pribadi atau kelompok berkuasa. Apalagi, ‘jatah’ menteri ESDM secara kasat mata terlihat menjadi bagian dari jatah parpol. Itu baru dari sektor migas, belum dari sektor mineral dan batubara (minerba). Hendrik Sinaga, koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), medio Januari lalu pernah mengatakan, setidaknya ada tujuh partai politik yang diduga terlibat dalam politik penjarahan sumber daya tambang dan migas. Menurut dia, sejumlah fungsionaris partai dari tingkat kepengurusan pusat hingga daerah diduga terlibat dalam politik ‘penjarahan sumber daya alam’ yang merugikan rakyat Indonesia. “Masih sebatas dugaan jika setidaknya ada tujuh parpol yang terlibat. Biasanya itu dilakukan dalam konteks menjelang pilkada di daerah. Sumber daya alam (SDA) menjadi sumber jarahan untuk mendanai biaya-biaya politik di negara ini, kader dan pemimpin partai langsung bermain,” Hendrik. Hendrik mengungkapkan, ketujuh parpol yang terlibat itu terdiri atas pihak Sekretariat Gabungan (Setgab), oposisi, dan partai pendatang baru.

Dia menambahkan, pihak perusahaan juga terlibat langsung dengan modus berlindung di balik izin yang diperoleh dari ‘lobi’ para oknum parpol yang ada di legislatif atau eksekutif. “Ketujuh parpol itu adalah Golkar, Demokrat, NasDem, Gerindra, PKS, PAN, dan PDI-P. Sementara tiga parpol lainnya yaitu PPP, PKB dan Hanura keterlibatannya belum mendetail,” ungkap dia. Hendrik mencontohkan, misalnya keterlibatan Golkar terlihat dari peran Aburizal Bakrie sebagai ketua umum partai berlambang pohon beringin yang ‘menguasai’ sejumlah aset sumber daya alam melalui bendera Grup Bakrie. Berdasarkan data Aktual, Grup Bakrie saat ini memiliki sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor SDA, sebut saja PT Bakrie and Brothers Tbk, PT Bumi Resources Tbk—melalui unit usaha PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin—yang bergerak di tambang batubara, PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (agribisnis), PT Energi Mega Persada (migas), Lapindo Brantas Inc (migas), dan PT Bakrie Metal Industries (baja). Sementara keterlibatan Demokrat dan Gerindra, lanjut Hendrik, terlihat dari kasus izin tumpang tindih di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Kasus ini berbuntut dengan

digugatnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga ketua Dewan Pembina Demokrat, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Pemerintah Indonesia ke arbitrase Internasional Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat. Kasus itu bermula ketika perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc, gagal merebut lahan tambang batubara seluas 10 ribu hektare lebih di Kutai Timur dari tangan PT Kaltim Nusantara Coal (KNC) milik Prabowo Subianto Djojohadikusumo, ketua Dewan Pembina Gerindra, setelah kalah di pengadilan. Catatan Aktual juga menunjukkan, seperti dikutip dari situs partaigerindra.or.id, Prabowo Subianto saat ini masih menjabat sebagai presiden dan CEO PT Nusantara Energy, perusahaan yang bergerak di sektor migas, pertambangan, pertanian, kehutanan, dan kertas (pulp). Prabowo juga menjabat sebagai komisaris utama PT Tidar Kerinci Agung, perusahaan produksi minyak kelapa sawit. Partai NasDem terlibat karena sang ketua umum, Surya Paloh, masuk ke dalam manajemen Intrepid Mines Limited, perusahaan tambang asal Australia, yang mengeksplorasi tambang emas di Banyuwangi, Jawa Timur. Surya Paloh juga diketahui sebagai pemilik PT Surya Energi Raya, perusahaan yang memiliki ‘saham minoritas’ di Blok Cepu melalui kongsi dengan PT Asri Dharma Sejahtera, BUMD milik Pemkab Bojonegoro. “Kalau PKS terlibat dalam pemilihan komisaris PT Newmont Nusa Tenggara, dengan menempatkan kadernya, Zulkieflimansyah, sebagai komisaris di perusahaan itu. Sedangkan PAN karena peran ketua umumnya, Hatta Rajasa, yang telah malang melintang di bisnis migas sebelum menjadi menteri koordinator perekonomian. Keterlibatan PDI-P melalui perizinan tambang yang diloloskan kepala daerah,” jelas Hendrik.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

43


EKONOMI

Daulat Pertanian untuk KTT APEC Bali 2013

Oleh: Hendrajit

44

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

K

onferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic Cooperation(APEC) sejatinya merupakan forum kerja sama ekonomi regional yang bisa dimainkan Indonesia untuk meningkatkan posisi tawarnya di fora Internasional. Apalagi pada KTT Bali Oktober 2013 mendatang Indonesia selain tuan rumah sekaligus akan jadi ketua menggantikan Rusia. Sayangnya, daulat pertanian dan ketahanan pangan sama sekali tidak dimasukkan dalam salah satu isu prioritas pada KTT APEC. Januari lalu, Menteri Pertanian Suswono menggulirkan satu pernyataan yang sungguh aneh, mengingat dirinya adalah perumus kebijakan strategis sektor pertanian di jajaran kabinet pemerintahan SBY. “Saya ingin mengingatkan kita semua tentang peranan petani kecil di banyak negara Asia seperti Indonesia yang hanya memiliki lahan kurang dari 0,3 hektare. Itu sebabnya, adanya forum

tino oktaviano/ aktual

Konklusi? Konklusi ialah, bahwa imperialisme modern yang mengaut-aut di padang perekonomian Indonesia itu ialah terutama sekali imperialisme pertanian, atau lebih tegas: landbouw industriel imperialisme. Konklusi ialah, bahwa bagi perjuangan kita adalah sangat sekali pentingnya kita antara lain-lain mengadakan sarekat-sarekat tani‌ (Bung Karno, Mencapai Indonesia Merdeka, 1933).


aktual/ istimewa

seperti PPFS (Policy Partnership on Food Security) adalah cara yang penting untuk melindungi mereka dari dampak negatif globalisasi, khususnya untuk menciptakan rantai nilai pasok pangan yang berkelanjutan, yang nantinya juga menguntungkan petani kecil,” kata Suswono, Jumat (25/1). Tak disangsikan lagi Menteri Pertanian Suswono berbicara soal swasembada pangan. Satu prestasi gemilang yang sebenarnya pernah dicapai oleh pemerintahan Presiden Soeharto pada era Orde Baru. Karena menurut Suswono, swasembada pangan bagi Indonesia merupakan pilihan yang amat masuk akal mengingat penduduknya yang sangat besar hampir 250 juta, sehingga berada di urutan keempat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Bukan itu saja. Suswono juga merasa perlu mengingatkan bahwa ada satu ciri khas petani di sebagian negara-negara anggota APEC seperti Indonesia yaitu sempitnya penguasaan lahan dan petani gurem yang jumlahnya sangat besar. “Petani skala kecil/gurem ini tidak boleh ditinggalkan dalam menyusun ketahanan pangan global,” ujar Suswono. Selanjutnya Suswono

mengingatkan, “Tidak ada negara yang dengan sengaja membiarkan mereka tertinggal dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, upaya untuk mencapai ketahanan pangan tidak boleh meninggalkan aktor utama ini, yakni petani.” Sebuah sikap yang benar dan tepat, namun sayangnya Suswono di sini berbicara seakan sebagai pakar pertanian yang berada di luar lingkar inti pemerintahan SBY. Bisa dipastikan pasti ada sesuatu yang tidak beres terkait penyusunan agenda-agenda strategis KTT APEC 2013 di Bali Oktober mendatang. Mari kita telisik kembali beberapa isu prioritas yang dirumuskan dalam forum pertemuan para pejabat senior APEC 2013 di Surabaya 7-9 April lalu. Sektor daulat pertanian dan ketahanan pangan sama sekali tidak masuk dalam enam isu prioritas. Sebagaimana secara eksplisit disampaikan oleh Yuri O Thamrin, ketua Sidang Pejabat Senior APEC 2013 yang juga menjabat direktur jenderal Asia-Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri, telah mencanangkan enam isu prioritas. Pertama, pembangunan dan investasi infrastruktur. Kedua, program pemberdayaan perempuan dalam perekonomian. Ketiga, peningkatan

daya saing UKM (Usaha Kecil dan Menengah). Keempat, perluasan akses kesehatan. Kelima, promosi kerja sama pendidikan lintas Negara. Keenam, rencana kerangka konektivitas di Asia Pasifik yang akan memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat Asia Pasifik untuk berpergian dan melangsungkan perdagangan. Masuk akal kalau Suswono gusar. Sektor pertanian secara terangbenderang telah dianak-tirikan. Menilai hasil forum pertemuan para pejabat senior APEC 2013 tersebut, M Arief Pranoto, Research Associate Global Future Institute (GFI), berpandangan bahwa terkesan agenda-agenda strategis tersebut tidak ditempatkan dalam kerangka strategi kebijakan luar negeri dan sudut pandang geopolitik untuk memberdayakan posisi tawar Indonesia dalam menghadapi kepentingan-kepentingan strategis korporasi-korporasi global asing, terutama Amerika dan Uni Eropa. Sehingga dikhawatirkan Indonesia justru akan masuk dalam perangkap skema dan strategi kebijakan kapitalisme global di Washington dan Uni Eropa yang tergabung dalam G-7. Namun demikian, haruskah kita heran melihat tren yang berkembang menjelang KTT APEC 2013 tersebut? Menyimak kondisi objektif sektor pertanian Indonesia maupun hasil penetapan enam isu prioritas KTT APEC Oktober mendatang, rasarasanya kegusaran Menteri Pertanian Suswono memang sungguh beralasan. *** Indonesia saat ini bisa dikatakan mengalami kerapuhan kedaulatan di sektor pertanian. Ada sejumlah alasan soal kerapuhan tersebut. Pertama, saat ini Indonesia yang merupakan negara agraris dan menjadi lumbung hortikultura (sayur, buah-buahan dan bunga), namun anehnya malah mengalami kelangkaan. Masalah kelangkaan dan tingginya harga produk-produk hortikultura sesungguhnya tidak

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

45


perlu terjadi di Indonesia. Sebagai negara yang memiliki dua musim sebenarnya potensi Indonesia sebagai penghasil produk-produk unggulan hortikultura boleh dikatakan tidak memiliki pesaing sama sekali. Artinya, potensi Indonesia sungguh besar, yaitu memiliki kekayaan sumber daya komoditas pertanian yang tinggi serta ketersediaan lahan pertanian yang lebih luas. Variasi topografi dan model demografi untuk menghasilkan produk yang bervariasi juga terbuka luas. Kedua, dengan merujuk pada pendapat Sabiq Carebesth, pemerhati masalah ekonomi politik pangan Jurnal Sosial Agraria Agricola; Dalam sebuah sistem, kegiatan kerja bertani tidak lagi semata-mata dilihat sebagai sebuah kebudayaan bercocok tanam, melainkan bisnis. Bisnis lalu menyangkut politik berupa lobi-lobi, patgulipat, kongkalikong, aturan pun diselenggarakan. Siapa yang berhak memproduksi, mengedarkan, dan siapa yang masuk dalam ‘perencanaan’ sebagai sasaran pengguna sekaligus disebut korban. Pengedarnya adalah pebisnis, yaitu mereka yang punya naluri, tenaga dan modal untuk menjadikan benih sebagai sumber keuntungan. Keuntungan itu lalu diakumulasi. Akumulasi keuntungan itu lalu terkonsentrasi hanya di tangan segelintir para pebisnis yang menciptakan sistem monopoli. Monopoli lalu menjadikan sistem perbenihan dan pertanian khususnya membangun oligopoli. Lantas siapa target sasaran bisnisnya yang kemudian jadi korban? Yang jadi korban adalah para petani kecil yang pada dasarnya masuk golongan ekonomi lemah dan kecil. Merekalah ‘target’ dari eksploitasi sistematis pemiskinan yang akan berlangsung pelan-pelan melalui politik ketergantungan. Mula-mula benih, lama-lama pestisidanya, lalu yang paling parah adalah sistem bercocok tanamnya, lalu corak bermasyarakatnya. 46

Maka, monopoli tak terhindarkan, kartel menerapkan paham stelsel. Kartel domestik pada industri benih di dalam negeri telah diduga dilakukan World Economic Forum Partnership on Indonesian Sustainable Agriculture (WEFPISA) yang beranggotakan perusahaan-perusahaan multinasional yang telah lama mengincar pasar benih dan pangan di Indonesia. *** Sampai di sini, semoga mulai jelas gambaran imperialisme pertanian dan pangan, yang sepertinya dengan tidak dimasukkannya agenda daulat pertanian dan ketahanan pangan pada KTT APEC 2013, membuktikan bahwa forum APEC telah jadi ajang untuk melayani kepentingan ekonomibisnis perusahaan-perusahaan multinasional di bidang agroekonomi dan agro-bisnis. Betapa tidak. Kartel internasional dan nasional pada sektor pangan diduga sudah mengendalikan harga, stok, dan pasokan komoditas pangan utama di dalam negeri. Di pasar internasional, setidaknya terdapat 12 perusahaan multinasional yang diduga terlibat kartel serealia, agrokimia, dan bibit tanaman

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

pangan. Di dalam negeri ada 11 perusahaan dan enam pengusaha yang ditengarai menjalankan kartel kedelai, pakan unggas, dan gula. Masih mau lebih jelas dan rinci lagi? Baiklah. Menurut keterangan Komite Ekonomi Nasional (KEN) misalnya, menyebutkan di pasar internasional terdapat empat pedagang besar yang disebut ‘ABCD’, yaitu Acher Daniels Midland (ADM), Bunge, Cargill, dan Louis Dreyfus. Mereka menguasai sekitar 90% pangsa perdagangan serealia (bijibijian) dunia. Struktur pasar komoditas pangan juga memiliki kecenderungan oligopolistik. Dalam industri agrokimia global juga terdapat enam perusahaan multinasional, yaitu Dupont, Monsanto, Syngenta, Dow, Bayer, dan BASF yang menguasai 75% pangsa pasar global. Dalam industri bibit terdapat empat perusahaan multinasional, yakni Monsanto, Dupont, Syngenta, dan Limagrain, dengan penguasaan 50% perdagangan bibit global. Pada sektor pangan, kartel juga terjadi pada industri pangan dan impor. Indikasinya, satu per satu perusahaan makanan domestik diakuisisi perusahaan asing. Misalnya, Aqua diakuisisi Danone (Prancis), ABC diakuisisi Unilever (Inggris), dan Kecap Bango dikuasai

tino oktaviano/ aktual (aksi WTO) - stock/ aktual

EKONOMI


tino oktaviano/ aktual

Heinz (Amerika). Sementara itu, tren misalnya pada impor daging mayoritas rupanya dari Australia, bawang putih dari Tiongkok, dan bawang merah dari Filipina. Belum lagi apa yang disampaikan oleh pengamat ekonomi pertanian UGM, Moch Maksum Machfoedz, dimana sembilan komoditas pangan nasional hampir semuanya impor. Disebutkan bahwa komoditas gandum dan terigu masih impor 100%, bawang putih 90%, susu 70%, daging sapi 36%, bibit ayam ras 100%, kedelai 65%, gula 40%, jagung 10%, dan garam 70%. Sementara informasi yang disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan, mengatakan bahwa produksi dan distribusi sayuran seperti tomat, cabai, seledri dan bawang di kawasan Garut dan Lembang juga telah dikuasai oleh Indofood Frito Lay, Heinz ABC, dan Del Monte. Sedangkan produksi dan distribusi kacang-kacangan, jagung, dan serelia di kawasan Bandung Timur, Subang, dan Purwakarta dikuasai oleh Cargill dan Charoen Pokphand. Bidang saprotan, juga tidak lepas dari dominasi perusahaan asing dengan beroperasinya Ciba Geigy dari Jepang, BASF dan Bayer dari Jerman, serta Novartis dari Amerika Serikat yang menguasai jalur distribusi pestisida. Hal serupa juga terjadi di bidang pembenihan dengan kehadiran Monsanto yang mengembangkan bibit jagung dan kedelai, serta beberapa perusahaan Jepang untuk bibit sayuran. Inikah yang bikin frustrasi seorang pejabat sekelas menteri pertanian seperti Suswono? Entahlah. Namun yang jelas, merajalelanya kartel pangan asing di negeri ini telah berakibat hilangnya kedaulatan petani dalam mengelola sumber pangan nasional. Sehingga target swasembada pangan berkala pada 2014 akan jadi isapan jempol belaka. Tak pelak, Indonesia terperangkap dalam liberalisasi perdagangan yang mengakibatkan Indonesia dibanjiri produk pangan dan manufaktur impor.

AS Tekan RI Cabut Pembatasan Impor Holtikultura Pemerintah Indonesia sudah seharusnya menyadari adanya sisi rawan dari kedaulatan kita di sektor pertanian dan sektor pangan. Oleh: Hendrajit

S

atu lagi, kisah yang cukup mengenaskan betapa kita kehilangan daulat pertanian di hadapan kepentingan perusahaanperusahaan multnasional asing, terutama Amerika Serikat. Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia akhirnya mengalah menyikapi laporan Pemerintah Amerika Serikat (AS) ke Badan Perdagangan Dunia (WTO), atas peraturan impor hortikultura dengan melakukan pelarangan dan pembatasan buah dan sayuran. Karenanya, pemerintah akan melakukan revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 60/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). AS pun gencar memprotes aturan tersebut. Bahkan Indonesia diadukan ke WTO. Setelah melakukan pertemuan antara perwakilan AS dan Indonesia di Jenewa beberapa waktu lalu, akhirnya pemerintah Indonesia berencana merevisi aturan tersebut. Pemerintah mengeluarkan aturan Permentan 60/2012 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendang) Nomor 60/2012 terkait pengaturan importasi 20 komoditas hortikultura. Aturan tersebut dikeluarkan karena dianggap produksi dalam

negeri masih mencukupi, sehingga pemerintah melarang 13 komoditas hortikultura masuk ke Indonesia dalam jangka waktu tertentu, diantaranya durian, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, kentang, kubis, wortel, cabe, krisan, anggrek dan heliconia. Sementara tujuh komoditas hotrikultura yang dibatasi jumlah impornya di antaranya bawang yang terdiri atas bawang bombay, bawang merah dan bawang putih. Kemudian jeruk yang terdiri atas jeruk siam, jeruk mandarin, lemon, dan grapefruit atau pamelo, anggur, apel dan lengkeng. Dari 300 komoditas, hanya 90 sampai 92 komoditas yang diperdagangkan. Dari jumlah itu 20 komoditas yang diatur dalam Permentan Nomor 60/2012. Dari 20 komoditas tersebut, sebanyak tujuh komoditas hortikultura yang dibatasi jumlah kuota impornya. Dari gambaran tersebut di atas, pemerintah Indonesia sudah seharusnya menyadari adanya sisi rawan dari kedaulatan kita di sektor pertanian dan sektor pangan, akibat kuatnya pengaruh dan tekanan korporasi-korporasi asing dalam pembuatan kebijakan strategis di sektor pertanian dan pangan. Sedemikian rupa sehingga seorang pejabat pemerintahan sekelas menteri pertanian seperti Suswono merasa harus berseru dan berteriak dari luar lingkar inti pemerintahan Presiden SBY agar daulat pertanian dan ketahanan pangan diperjuangkan Indonesia dalam forum KTT APEC 2013.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

47


EKONOMI

Gurita Bisnis Bakrie Sudah seperti tradisi, grup ini selalu mengalami jatuh bangun dalam mengelola sejumlah perusahaannya. Dan, hal itu seperti telah menjadi hal biasa Oleh: Heriyono

D

i republik ini, siapa tak kenal Aburizal Bakrie? Ya, pria kelahiran 15 November 1946 ini merupakan salah satu figur orang penting di negeri ini. Menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar sejak 9 November 2009, dia sebelumnya pernah menjabat menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya, pria yang akrab disapa Ical ini juga pernah menjabat menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama. Ical adalah anak sulung dari keluarga Achmad Bakrie yang berasal dari Lampung dan Roosniah Nasution asal Langkat Sumatera Utara. Ayah Ical, Achmad Bakrie, dikenal juga sebagai salah seorang pengusaha perintis asli pribumi. Achmad Bakrie memulai usaha pada 1940, di era pendudukan Belanda, setahun setelah menuntaskan sekolah dagang Handelsinstituut Schoevers, dengan membuka CV Bakrie & Brothers di Telukbetung, Lampung. Perusahaannya berdagang karet, lada dan kopi. Di zaman pendudukan Jepang, perusahaannya sempat berganti nama menjadi Jasumi Shokai. Dalam perkembangannya, Bakrie & Brothers juga merambah industri pabrik pipa baja dan pabrik kawat. Di akhir 1950-an, Achmad mendirikan pabrik pengolahan karet mentah. Balik ke sosok Ical, setamat kuliah di Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung pada 1973, Ical memilih fokus mengembangkan perusahaan keluarga. Dia memimpin kelompok usaha Bakrie dalam kurun 19922004. Pada 2011, Ical sempat masuk 48

peringkat ke-30 sebagai orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes. Saat itu, total kekayaan Ical diprediksi mencapai USD 890 juta. Dibanding 2010, peringkat Ical turun drastis. Pada 2010, ayah dari Anindya Novyan Bakrie, Anindhita Anestya Bakrie, dan Anindra Ardiansyah Bakrie ini masuk peringkat ke-10 orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan mencapai USD 2,1 miliar. Tahun lalu, Ical terdepak dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia versi Forbes. Ical tidak terjaring karena harta yang dimilikinya tak masuk ketentuan Forbes. Majalah itu mematok batas bawah nilai kekayaan seseorang untuk bisa masuk ke dalam daftar minimal berada pada level USD 730 juta. Di bawah kendali Ical, Bakrie & Brothers resmi masuk ke bursa efek pada 28 Agustus 1989 dan menjadi PT Bakrie & Brothers Tbk dengan kode emiten BNBR. Saat ini, BNBR membawahi tujuh perusahaan besar di Indonesia, yakni PT Bumi Resources Tbk (batubara), PT Bakrie Sumatera Plantations

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Tbk (agribisnis), PT Energi Mega Persada Tbk (migas), PT Bakrie Telecom Tbk (telekomunikasi), PT Bakrieland Development Tbk (properti), PT Bakrie Metal Industries (industri baja), dan PT Bakrie Indo Infrastructure (infrastruktur). Bumi Resources saat ini bisa dikatakan salah satu produsen batubara terbesar di Indonesia. Perseroan resmi masuk ke bursa efek pada 1990. Sebelumnya pada 13 Agustus 1998, perseroan mengubah bisnis intinya dari semula bergerak di sektor hotel dan pariwisata menjadi di bidang minyak, gas alam, dan pertambangan. Situs resmi Bakrie & Brothers mencatat, Bumi Resources pada 2000 mengakuisisi Gallo Oil (Jersey) Ltd, kemudian dilanjutkan mengakuisisi PT Arutmin (2001) dan PT Kaltim Prima Coal (2003). Pada 2000, PT Bumi Modern Tbk resmi berganti nama menjadi PT Bumi Resources Tbk. Pada 2008, Bumi Resources kembali mengakuisisi perusahaan asal Australia, Herald Resources Ltd, perusahaan tambang memegang konsesi di wilayah Dairi, Sumatera


aktual/ istimewa

Utara. Kemudian, PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Sejarah perusahaan ini dimulai pada 2011, saat masih bernama NV Hollandsch Amerikaanse Plantage Maatschapij. Pada 1986, PT Bakrie & Brothers mengakuisisi perusahaan ini diganti namanya menjadi Uniroyal Sumatra Plantations. Pada Maret 1990, perseroan terdaftar di bursa efek, dan dua tahun kemudian, yakni pada 1992, berganti nama menjadi PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. Perseroan tercatat memiliki 90.643 hektare (ha) lahan kelapa sawit dan 18.827 ha perkebunan karet. Lalu, PT Energi Mega Persada Tbk (EMP). Tercatat di bursa efek pada Juni 2004, EMP secara tidak langsung mengakuisisi 100% proyek Kangenan PSC. Dua tahun kemudian,

yakni Januari 2006, EMP kembali mengakuisisi PT Tunas Harapan Perkasa yang memiliki lima proyek migas. Pada Mei 2007, EMP melepas 50% sahamnya di Kangean PSC kepada Japex dan Mitsubishi. Juni 2007, EMP membentuk aliansi strategis untuk mengeksplorasi proyek gas dengan nama Suci KSO bersama PT Indelberg Indonesia Perkasa dan PT Pertamina. Pada April 2008, EMP mengakuisisi Tonga PSC. Saat ini, EMP beroperasi di Malacca Strait PSC, Kangean PSC, Bentu dan Korinci PSC, Gebang PSC, Tonga JOB PSC, Tabulako CBM PSC, Sangatta II CBM PSC, Gelam TAC, dan Samberah TAC. Selanjutnya, PT Bakrie Telecom Tbk (BTel). Perusahaan ini adalah penyedia jaringan telekomunikasi tetap nirkabel melalui layanan FWA Limited Mobility, melalui produk seperti Esia, Wifone, EsialTel, dan Wimode. Perseroan didirikan pada 1993 dengan nama PT Radio Telepon Indonesia (Ratelindo). BTel menjadi perusahaan publik pada 2006. Di properti, membawa bendera PT Bakrieland Development Tbk, perseroan kini eksis di bisnis pengembangan kawasan terpadu. Perseroan resmi tercatat di bursa efek pada 1997. Pada 2004, perseroan mengakuisisi 73,48% saham PT Bakrie Swasakti Utama.

Bakrieland terkenal sebagai pelopor pengembangan superblok terbesar di Jakarta, yaitu Rasuna Epicentrum Kuningan. Ada pula PT Bakrie Metal Industries (BMI) yang didirikan pada 2008, sebagai perusahaan induk dari Bakrie & Brothers yang khusus mengelola semua produk berbasis logam, dan konstruksi berat. Produk BMI telah dipakai disejumlah perusahaan besar, seperti PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Pertamina, PT PGN (Persero) Tbk, Caltex, Gulf Resources, Amtrade International, dan ConocoPhilliips. Terakhir ada PT Bakrie Indo Infrastructure (BIIN) yang didirikan pada 2008. Perusahaan ini sepenuhnya dimiliki Bakrie & Brothers. Perseroan bergerak di sektor proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol, pembangkit listrik, migas, dan telekomunikasi. Grup Bakrie juga memiliki PT Bumi Resources Minerals Tbk yang secara mayoritas dimiliki oleh PT Bumi Resources Tbk. Perseroan memiliki sejumlah saham di PT Newmont Nusa Tenggara (24%), PT Dairi Prima Mineral–Herald Resources (80%), PT Gorontalo Minerals (80%), PT Citra Palu Minerals (96,97%), Mauritania Projects (99%), Konblo Bumi Inc (94,1%), dan Bumi Resources Japan Co Ltd (100%). Grup ini juga memiliki sejumlah saham di perusahaan lainnya, seperti PT Berau Coal Energy Tbk, PT Darma Henwa Tbk, dan PT Visi Media Asia Tbk. Ada yang cukup unik di bisnis Grup Bakrie, grup ini bukan hanya sekali-dua kali mengalami kegagalan (bangkrut). Namun, grup ini juga selalu sukses membuat bisnisnya bangkit kembali. Di keluarga besar Ical, ada tradisi makan bersama seluruh anggota keluarga di satu meja. Sebuah tradisi sederhana. Ada wasiat yang ditinggalkan Achmad Bakrie sebelum meninggal pada 1988, yakni, “Setiap rupiah yang dihasilkan oleh Bakrie harus dapat bermanfaat bagi banyak orang (Indonesia).�

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

49


EKONOMI

HARY TANOESOEDIBJO

Raja Media di Parpol Karier Hary Tanoe di Partai NasDem hanya bertahan kurang dari dua tahun, sejak resmi bergabung pada 2011. Tak perlu waktu lama bagi Hary Tanoe untuk menemukan ‘kapal baru’ parpolnya. Hary Tanoe resmi bergabung dengan Wiranto di Partai Hanura pada Februari 2013. Oleh: Heriyono

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

a yanak ng pe dimru ersaha ge a r n

ak

pe

ru

sa

ha

an

ya n

g

di

le p

as

pendapat dan pandangan mengenai struktur Universitas kepengurusan partai PT MNC Sky Vision Bunda Mulia M Tbk (Indovision dan dengan Surya Paloh. edi a be Top TV) rba Tak perlu waktu lama sis pel PT Nusantara Vision ang bagi Hary Tanoe untuk gan (OkeVision) menemukan ‘kapal baru’ parpolnya. Pada si nika PT Infokom omausi 17 Februari 2013, Hary k e l te m Elektrindo ktur nfor stur logi i Tanoe resmi bergabung PT Telesindo Media infrnatekno da Utama dengan Wiranto di Partai PT Sena Telenusa Hanura. Dia langsung Utama menduduki posisi ketua PT Flash Mobile Dewan Pertimbangan, lalu ketua Bapilu, dan Ada empat anak perusahaan PT Global didapuk sebagai calon Mediacom Tbk yaitu : wakil presiden dari Partai PT Telekomindo Selular Raya Hanura berpasangan (Telesera) PT Bimagraha PT Metro Selular Nusantara dengan Wiranto. Telekomindo (yang (Metrosel) juga anak perusahaan Suami dari Liliana PT Komunikasi Selular Indonesia Indosat) Tanaja ini merupakan (Komselindo) PT Menara Jakarta lulusan Bachelor of Commerce (Honours) dari Carleton University, Ottawa, Kanada (1988), serta Master of Business Administration dari Ottawa University, Ottawa, Kanada (1989). Hary Tanoe merupakan kelahiran Surabaya, 26 September 1965. Hary Tanoe pada 1989 mendirikan PT Bhakti Investama Tbk—perusahaan bisnis manajemen investasi yang membeli kepemilikan berbagai perusahaan,

Pendidikan

50

Rumah produksi PT MNC Pictures SinemArt MD Entertainment E-Motion Entertainment Layar Production (2009)

an

K

olaborasi antara pengusaha dengan partai politik (parpol) sepertinya tak bisa dihindari. Parpol seakan mendapat ‘darah segar’ ketika sejumlah pengusaha berbondong-bondong masuk ke dalam lingkaran parpol. Bagi pengusaha, tak usah ‘berkeringat’ untuk menduduki jabatan strategis di sebuah parpol. Cukup dengan modal hepeng, si pengusaha bisa langsung nangkring di jajaran elite parpol. Ambil contoh sosok Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo atau yang lebih dikenal dengan nama Hary Tanoesoedibjo alias Hary Tanoe. Awal Hary Tanoe ‘berkenalan’ dengan parpol ketika dia secara resmi pada 9 Oktober 2011 resmi bergabung di Partai Nasional Demokrat (NasDem) besutan Surya Paloh. Tak lama berselang, pada November 2011, saat Rapat Pimpinan Nasional Partai NasDem pertama digelar, Hary langsung didapuk menduduki posisi ketua Dewan Pakar dan juga wakil ketua Majelis Nasional. Namun, karier Hary Tanoe di Partai NasDem hanya bertahan kurang dari dua tahun. Pada 21 Januari 2013, Hary Tanoe mengundurkan diri dari Partai NasDem karena adanya perbedaan

Agensi periklanan PT Cross Media Internasional PT Mediate Indonesia PT Multi Advertensi Xambani PT Citra Komunikasi Manaje Gagasan Semesta PT St Situs online Nus PT Okezone Indonesia Okezone.com SINDOnews.com


saran Bhakti Investama dan Viacom Indonesia, Bimantara menghimpun semua stasiun yang didirikan dalam kurun 1987-1991 dalam satu Media cetak Radio kelompok bernama Media Nusantara PT Media Nusantara Informasi PT MNC Networks (Global Citra (MNC). Pada 2002, Bimantara (Koran Sindo) Radio, V Radio) PT MNI Global (Genie, Mom & Citra setelah diakuisisi Bhakti PT Radio Trijaya Shakti Kiddie, Realita) (Sindo Trijaya FM) Investama berganti nama menjadi PT Hikmat Makna Aksara (Sindo PT Radio Prapanca Buana Suara PT Global Mediacom Tbk pada tahun Weekly) PT Radio Mancasuara PT MNI Entertainment (HighEnd, 2007. PT Radio Swara Caraka Ria HighEnd Teen, Just For Kids PT Radio Efkindo Situs wikipedia mencatat, Magazine) PT Radio Citra Borneo Madani MNC merupakan perusahaan Musik emen artis PT Radio Suara Banjar Lazuardi yang mendirikan stasiun televisi Perusahaan rekaman tar Media PT Radio Cakra Awigra Impact Music Record santara PT Radio Suara Monalisa Rajawali Citra Televisi Indonesia (Radio Dangdut Indonesia) (RCTI) pada 6 November 1988. Televisi PT Radio Mediawisata Sariasih RCTI merupakan stasiun televisi PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) swasta pertama di Indonesia. MNC PT Global Informasi Bermutu sempat juga menghimpun MTV (Global TV) Lain - Lain Asia dan Nickelodeon Indonesia. PT Cipta Televisi Pendidikan Media Nusantara Citra B.V. Indonesia (MNCTV) Pada tahun yang sama, MNC juga MNC International Middle PT Sun Televisi Network East Limited mulai merintis berdirinya PT Sindo (SINDOtv) MNC International Limited Citra Media (sekarang bernama PT Linktone Indonesia n Surya Citra Media), dan mendirikan MNC Pictures FZ LLC a ar Radio Trijaya FM (sekarang nyi e P bernama Sindo Trijaya FM) dan Surya Citra Televisi (SCTV). Media Pada 2002, perusahaan berbasis PT Global PT MNC KapitalIndonesia Tbk konten ini mendirikan PT Global Mediacom Tbk (dahulu PT Bhakti Capital Indonesia Tbk) dan PT Media Nusantara Citra Tbk PT MNC Finance (dahulu PT Bhakti Finance) Informasi Bermutu PT MNC Sky Vision Tbk PT MNC Securities (dahulu PT Bhakti Securities) iklan (Global TV). Satu tahun PT Infokom Elektrindo PT MNC Asset Management (dahulu PT Bhakti kemudian, perusahaan Asset Management) PT MNC Life Assurance (dahulu PT UOB Life-Sun ini mengambilalih TPI Assurance) (sekarang bernama MNC PT MNC Asuransi Indonesia (dahulu PT TV). Jamindo General Insurance) MNC Bank Ekspansi bisnis terus dilakukan MNC. Pada 2005, perseroan mendirikan Radio bk aT Dangdut TPI (sekarang bernama m Global Transport sta Radio Dangdut Indonesia), Global nve Services I i t Radio (sebelumnya bernama k PT Indonesia Air a Bh Transport Tbk Radio ARH) dan Women Radio T P (sekarang bernama V Radio), dan mencetak harian Seputar Indonesia (sekarang dikenal sebagai Koran membenahinya, dan kemudian Sindo), mengakuisisi majalah Trust menjualnya kembali. Selain sebagai (sekarang diganti menjadi Sindo pemegang saham, dia juga sekaligus Weekly), tabloid Genie, Realita, menjabat sebagai presiden eksekutif Mom and Kiddie, serta membuat Po di perusahaan tersebut. situs berita Okezone.com. ho n Bisn is Awal kejayaan Hary Tanoe Sejak 2006, perusahaan ini dimulai pasca-tumbangnya Orde tercatat sebagai perusahaan yang Baru. Pada 2000, Bhakti Investama paling banyak di Bursa Efek mengambilalih sebagian saham PT Indonesia. Pada 2011, majalah Ha Bimantara Citra Tbk, perusahaan Forbes merilis daftar orang terkaya ry Tan milik Bambang Trihatmojo dan di Indonesia, dan Hary menduduki oe Indra Rukmana, yang didirikan pada peringkat ke-22 dengan total nilai 1981. Sebelumnya pada 1997, atas kekayaan sebesar USD 1,19 miliar.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

51


POLITIK JOKOWI - AHOK

Jokowi-Ahok dan ‘Orang Kerja’ Duo ‘Orang Kerja’ ini jauh lebih penting artinya dari sekadar isu kepemimpinan DKI Jakarta atau capres 2014. Oleh: Zaenal Arifin, Ismed Eka Sering kalimat ini terlontar. “Saya ini orang kerja,” kata Gubernur Joko Widodo (Jokowi). Dan, “Saya orang kerja,” kata Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mungkin, kalimat itu juga sering terucap ketika masih mereka masih sebagai pejabat di Solo dan Bangka Belitung. Entah dari mana kalimat ‘Orang Kerja’ muncul. Tapi yang jelas, kaum pebisnis Tionghoa di Indonesia sering menggunakan kalimat itu. Mereka memilih kata itu untuk menekankan bahwa fokus kerjanya adalah berdagang dan mencari keuntungan. Mereka tidak ingin mencampuri urusan lain yang tidak ada hubungannya dengan apa yang dilakukannya. “Kita ini orang kerja ya. Harus kerja keras, agar pembeli percaya,” kata seorang pedagang sembako keturunan Tionghoa di sebuah pasar tradisional. Rupanya, Jokowi dan Ahok merasa nyaman dengan memakai kalimat ‘Orang Kerja’ ini ketika menjual programnya di tengah gelombang ketidakpercayaan terhadap aparatur pemerintah yang cenderung korup dan minus kepercayaan rakyat. Dengan ‘Orang Kerja’ pula, secara tidak sadar mereka sudah mengidentifikasikan dan memposisikan diri secara tegas bahwa mereka berbeda dengan pejabat dan petinggi DKI sebelumnya. Setidaknya, kata itu adalah bentuk simbolisasi nilai kerja keras, fokus, jujur dan bisa 52

dipercaya yang sudah lama hilang di birokrasi pemerintahan. Dan memang benar, gaya ‘Orang Kerja’ Jokowi-Ahok mulai mengubah cara pandang kebanyakan. Gambaran yang masih memandang pejabat birokrasi adalah raja kecil yang waktunya habis di ruangan tertutup, waktunya penuh dengan agenda rapat, kalau ingin bertemu muka sangat sulit, atau rakyat harus memohon dan meminta belas kasih agar masalah-masalahnya diselesaikan mulai hilang. Yang dulu, rakyat tidak pernah tahu deal-deal politik dan bisnis yang dilakukan pemimpinnya, kini mereka secara terbuka dan transparan bisa melihat apa yang dilakukan mereka. “Ini kami siarkan ke YouTube. Saya tidak ingin semua pembicaraan saya tidak diketahui semua orang. Semua jelas,” kata Ahok. Alhasil, ‘Orang Kerja’ ini mirip seperti cahaya yang muncul dari sebuah lubang kecil di sebuah ruangan gelap, kotor, tertutup dan pengap. Ketika cahaya itu sedikit demi sedikit menerangi kamar itu, maka mata telanjang dan mata hati akan mampu menangkap kekotoran dan kepengapan itu. Selanjutnya, tinggal membersihkan kotoran dan membuat ruangan itu tak pengap lagi. Dalam bahasa politik nilai, Jokowi-Ahok adalah cahaya dan harapan terbesar negara bangsa ini: Ternyata masih ada figur pemimpin yang ideal dan amanah.

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Dengan keinginan besar dari masyarakat agar muncul sosok pemimpin alternatif baru, jadilah Jokowi-Ahok menjadi aset penting bangsa ini untuk mengubah model demokrasi Indonesia ke depan. Jika Jokowi-Ahok berhasil membangun Jakarta menjadi ‘Jakarta Baru’ maka mereka akan menjadi standar model kepemimpinan dan demokrasi untuk pemerintahan di provinsi, kota/kabupaten dan daerah otonom yang ada di seluruh Indonesia. Kemudian, bisa jadi, muncul kalimat ini: pemimpin daerah yang tidak punya visi dan model kepemimpinan seperti Jokowi-Ahok akan tersingkir dan tidak punya tempat lagi di daerah. Di sisi lain, jika Jokowi-Ahok


aktual/ istimewa

berhasil, setidaknya, ini akan mengubur kegelisahan orangorang seperti Khofifah Indar Parawansa. “Bangsa ini masih belum punya contoh-contoh pemimpin yang ideal,” kata Khofifah Indar Parawansa kepada Aktual ketika mengungkapkan visinya untuk menjadi pemimpin daerah yang bisa dijadikan contoh pemimpin daerah lain di masa depan. “Saya ingin mewujudkan demokrasi yang substantif,” tegasnya. Lalu, sebenarnya apa sih dilakukan pasangan orang kerja ini (kalau berhasil) sehingga sangat penting untuk dijadikan contoh dan standar kepemimpinan di daerah? Kalau mereka berhasil, setidaknya ada beberapa hal penting yang sudah

diubah pasangan ini. Pertama, soal transparansi. Gaya khas Jokowi-Ahok dalam mewujudkan transparansi publik membuat dahaga rakyatnya terobati. Contoh yang paling menarik adalah ketika mereka berusaha membongkar jaringan premanisme di Tanah Abang yang tak pernah selesai selama 20 tahun terakhir. Dengan jujur, apa adanya, dengan cara sederhana Ahok dan Jokowi memperlihatkan hampir semua yang dilakukannya ke publik. Tua, muda, UKM, konglomerat, preman, pegawai negeri, guru, remaja, politikus, budayawan bahkan sampai presiden mendapatkan informasi yang sama tanpa ada sekat-sekat lagi. Di YouTube, seluruh rakyat Indonesia juga bisa melihat langsung

Ahok didatangi dan ditekan sejumlah tokoh Tanah Abang ketika menyoal ‘serangan’ Ahok ke Haji Lulung sang ‘penguasa’ Tanah Abang yang juga Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu. “Saya siap mati untuk membela konstitusi,” kata Ahok sedikit naik darah”. Ahok menyoal ini: Kalau negara saja kalah dengan PKL Tanah Abang yang berjualan di tepi jalan (yang sudah jelas melanggar konstitusi), bagaimana negara akan menghadapi masalah yang jauh lebih besar lagi? Kedua, pasangan ‘Orang Kerja’ ini punya keberpihakan yang jelas yang didasarkan atas ketegasan hukum dan keadilan. Coba lihat, strategi Jokowi ketika turun ke kampungkampung sampai berhari-hari hanya

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

53


POLITIK JOKOWI - AHOK

54

menyampaikan sebuah rencana program bantuan dana untuk pembuatan 1.500 akta kelahiran gratis untuk anak jalanan yang dibina oleh LSM yang dibiayai donor asing itu dengan bekerja sama dengan Dinas Sosial. Bukan berita gembira yang mereka dapatkan, justru dampratan. Ahok justru mempertanyakan apa yang sudah dilakukan Dinas Sosial DKI soal kewajiban untuk melayani pembuatan akta kelahirtan bagi seluruh warga DKI Jakarta. Sama juga dengan LSM itu, Ahok meminta berhati-hati dengan bantuan-bantuan semacam itu yang justru membuat malu nama bangsa ini di mata internasional. Hal yang sama juga dilakukan Ahok ke perwakilan donor itu. Itu belum rencana-rencana radikal lain dari pasangan ini. Seperti mengambil alih kepemilikan asing di Palyja karena harga langganan air ledeng justru bertambah mahal ketika mutu layanan publik yang dilakukan Palyja sangat minimal. Atau rencana membeli tanah-tanah yang akan ditinggal oleh industri akibat tidak mampu bayar buruh karena gaji buruh di Jakarta sudah mahal. Kelima, ini yang paling penting dari pasangan ‘Orang Kerja’ ini. Mereka mampu menangkap apa yang dinginkan rakyatnya dengan cara yang sangat sederhana, lugas dan mudah dipahami. Dalam

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

bahasa rakyat, Jokowi-Ahok mampu menerjemahkan makna demokrasi dan kedaulatan rakyat dengan cara yang dipahami rakyatnya. Radhar Panca Dahana, dalam sebuah kesempatan dialog di sebuah stasiun televisi membahasakan seperti ini, “Jokowi mampu menangkap seluruh apa keinginan rakyat yang tersembunyi di bawah karpet. Dan dia mampu memunculkan apa yang di bawah karpet itu ke atas permukaan dengan cara yang sangat sederhana dan mudah dipahami. *** Belum selesai tugas duo ‘Orang Kerja’ ini membangun Jakarta Baru, beberapa gelombang serangan diterimanya. Namun, yang paling ‘menyakitkan’ bagi duo ini adalah ketika ada gelombang politik dan ‘konspirasi’ yang berusaha memisahkan keduanya. Ada arus besar yang terus menerus mendorong agar Jokowi maju jadi presiden. Meski Jokowi selalu berkata, ”Saya tidak ingin maju.” Ada lagi jawaban bersayap dari dia seperti ini, “Urusan saya urusan bekerja untuk DKI, Tanah Abang, Ria Rio, Pluit. Kalau nanya soal politik, ke DPP sana.” Apalagi ketika media-media besar yang ada saat ini secara terus menerus mendorong

aktual/ istimewa

untuk melihat dan mendapat jawaban apakah benar rakyatnya dirugikan akibat kebijakannya atau hanya orang atau golongan tertentu saja (yang mengatasnamakan rakyat) yang dirugikan. Ketiga, soal korupsi. Semua orang bisa lihat dan menyaksikan secara langsung lewat internet, ketika Ahok memimpin rapat di Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. Di rapat itu, Ahok memotong anggaran belanja 2013 di dinas itu hingga 25%. “Jadi, mulai hari ini, pembahasan anggaran di DKI semua transparan, terbuka,” tegas Ahok. Di kesempatan lain dia juga berkata “PU itu banyak oknum setannya, saya belum periksa. Tuh PU nyolong-nyolong semua. Konsultankonsultannya semua”. Atau, di rapat Dinas PU lainnya, dengan terbuka dia mempertanyakan sebuah proyek penilaian aset (appraisal) sebesar Rp 1 miliar. Setelah, dalam rapat itu, dia menelepon langsung rekan bisnisnya tentang perkiraan proyek itu ternyata proyek itu diperkirakan hanya Rp 30 juta saja. Keempat, ini soal gaya nasionalisme Jokowi-Ahok. “Sekarang sudah saatnya kita berani bicara tidak! Saya ambil contoh, masak cuma mau dikasih pinjam World Bank Rp 1,2 triliun saja syaratnya rumit, syaratnya ruwet..... Ndak usahlah. Yang di JICA (Japan International Cooperation Agency, red) untuk proyek MRT juga sama. Saya dengar itu kan sudah kontrak, terus harus diserahkan kesana...lalu disuruh nunggu tiga bulan lagi untuk dicek. Kalau tiga bulan, (lebih baik, red) nggak usah saja. Beri waktu dua minggu saja, mereka bisa nggak? Kalau mereka nggak bisa, kita juga tidak! Kita harus bisa katakan seperti itu. Kita ini negara kaya. Jadi orang kaya kok kita nggak PD (percaya diri red.),” kata Jokowi dalam pidatonya di sebuah acara Musrenbang di Jakarta beberapa saat lalu. Lalu ada cerita lain yang cukup mengejutkan ketika sebuah LSM, perwakilan donor asing dan Dinas Sosial DKI Jakarta mengunjungi Ahok. Dalam kesempatan itu, mereka


aktual/ istimewa

Jokowi maju. Jokowi terlalu cantik untuk tidak diberitakan sehingga ada media secara khusus memberitakan apa yang dilakukan Jokowi setiap harinya. Belum lagi beberapa lembaga pemeringkat yang mendaulat Jokowi terbesar elektabilitasnya untuk jadi presiden. Dan pro-kontra Jokowi maju pada 2014 akhirnya membesar. Yang pro melihat, tidak ada lagi pemimpin alternatif yang ‘sempurna’ seperti Jokowi. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kehadiran Jokowi saat ini adalah momentum teramat penting yang harus dimanfaatkan bangsa ini untuk melakukan perubahan. Jokowi harus jadi presiden setelah SBY! Yang kontra, sebenarnya tidak menolak Jokowi maju. Tapi, ini bukan saatnya buat Jokowi maju. Intinya sama atau mirip dengan pernyataan tokoh Betawi Ridwan Saidi, sebaiknya Jokowi fokus membenahi DKI Jakarta dulu. “Nyapresnya nanti kalau sudah berhasil membangun Jakarta”. Sebenarnya, duo ‘Orang Kerja’ saat ini justru sangat dibutuhkan untuk dijadikan contoh monumental cara berdemokrasi dalam skala pemerintahan daerah. Kalau dia berhasil membangun Jakarta dengan cara khas kerakyatannya maka model Jokowi-Ahok akan jadi standar suksesi kepemimpinan di setiap

daerah provinsi atau kabupaten/kota yang ada. Bayangkan, jika disetiap kota atau kabupaten menggunakan model transparansi dan ketegasan hukum ala ‘Orang Kerja’ ini maka setiap pejabat daerah akan takut setengah mati ketika mereka berupaya membuat ruang untuk kongkalikong dengan politisi atau pemodal besar dan asing untuk mengeruk tambang atau menebang hutan seenaknya. Bayangkan juga, ketika setiap deal–deal penting bisnis atau politik untuk memanfaatkan potensi di setiap daerah yang ada terekam dan bisa disaksikan oleh rakyat yang tinggal didaerah itu. Tak ada lagi rahasia. Bayangkan juga, setiap kepala daerah yang ada, waktunya sebagian besar habis untuk berinteraksi langsung dengan rakyatnya, mendengarkan dan mencermati apa akar masalah yang terjadi dan membuat keputusan sesuai dengan keinginan dan nurani rakyatnya. Bayangkan juga, jika setiap kepala daerah punya semangat yang sama untuk memberantas korupsi dan mafia korupsi seperti yang dilakukan duo ‘Orang Kerja’ ini. Jika ini terjadi, inilah sebenarnya kekuatan atau aset Jokowi-Ahok buat memperbaiki Indonesia. Pasangan ini membawa harapan yang sangat besar untuk merekatkan

kembali nilai-nilai kedaulatan dan persatuan Indonesia yang sudah mulai hancur diacak-acak korupsi dan keserakahan kapitalisme. Lalu, coba bayangkan juga jika duo ‘Orang Kerja’ ini harus terpisah. Jokowi harus maju presiden yang belum tentu juga terpilih. Jokowi masih dinilai banyak kalangan masih prematur. Perlu hitungan matang soal konstelasi partai politik pada 2014 esok dan kemungkinan intervensi asing untuk menjatuhkan Jokowi. Ingat dan pahami, selama semangat ‘Orang Kerja’ masih tidak ada di setiap kepemimpinan di daerah maka Indonesia sangat mudah sekali diintervensi oleh kepentingankepentingan yang merugikan negara bangsa ini. Intinya, selama seluruh daerah yang ada di Indonesia belum mampu menerapkan good governance dengan baik, selama itu juga Indonesia menjadi makanan empuk mafia ekonomi dan politik baik ditingkat lokal maupun global. Pro-kontra memang terjadi. Tekanan ke Jokowi untuk maju atau tidak, akan terus terjadi. Tapi ingat, duo ‘Orang Kerja’ ini jauh lebih penting artinya dari sekadar isu kepemimpinan DKI Jakarta atau capres 2014. Tak salah kalau Ahok sangat peduli soal itu. “DKI saya harapkan bisa jadi trendsetter bagi seluruh daerah di Indonesia. DKI akan jadi showcase, etalase untuk transformasi (pemerintah daerah, red) di seluruh Indonesia. Yang paling berbahaya, menurut saya, adalah ketika kami gagal. Itu yang saat ini kami takutkan. Orang yang (semula) yakin dan percaya bahwa kami jujur, mau bekerja keras, tulus, nothing to loose, dan hanya untuk rakyat, ternyata kami gagal. Lalu orang mau percaya sama siapa lagi?” keluh Ahok ketika bertandang ke sebuah kantor harian di Jakarta. Karena untuk menyelesaikan akar masalah pembangunan nasional saat ini (korupsi dan krisis kepercayaan terhadap birokrasi) negara ini perlu banyak ‘Orang Kerja’ lain, seperti duo ‘Orang Kerja’ Jokowi-Ahok.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

55


POLITIK KUNTORO

Kuntoro, Sosok di Balik Negara Auto Pilot Kantor kementerian hanya sekadar kantor para asisten menteri, sedangkan kementerian yang sesungguhnya ada di tangan UKP4 di bawah kepemimpinan Kuntoro Mangkusubroto

Sebuah stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu kala menggelar seminar bertajuk ‘Indonesia Negara Auto Pilot’ mungkin ada benarnya. Artinya, meski pilot resmi tidak berfungsi, tapi ada sistem dan mesin yang tetap menggerakkan pesawat tetap berjalan. Dan di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pilot siluman tersebut adalah Kuntoro Mangkusubroto, kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembagunan(UKP4). Dia lah ‘pilot’ sesungguhnya, sehingga meski auto pilot pesawat tetap berjalan. Dia lah ‘Perdana Menteri’ RI yang sesungguhnya. Jadi baik buruknya kinerja pemerintahan SBY dia lah orangnya yang harus dimintai pertanggungjawaban. Bukankah SBY di awal pelantikan Kuntoro bilang dia adalah mata dan telinganya? UKP4 adalah sebuah unit 56

kerja yang dibentuk oleh Presiden SBY untuk menjalankan tugastugas khusus sehubungan dengan kelancaran pemenuhan program kerja Kabinet Indonesia Bersatu II. UKP4 berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Dalam melaksanakan tugasnya, UKP4 dibantu oleh wakil presiden serta berkoordinasi dengan—serta memperoleh informasi dan dukungan teknis dari—kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian, pemerintah daerah (pemda), dan pihak lain yang terkait. Mengutip berita 13 September 2010, seorang anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman mengatakan, SBY akan merombak kabinet berdasarkan

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

laporan Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto. Jelaslah sudah, kantor kementerian hanya sekadar kantor para asisten menteri, sedangkan kementerian yang sesungguhnya ada di tangan UKP4 di bawah kepemimpinan Kuntoro. Dari sajian cerita ini, sepertinya fair kalau semua kesalahan ditimpakan kepada para menteri, karena kadarnya cuma asisten dan staf khusus. Kuntoro lah yang harus dievaluasi mengingat fakta bahwa secara de facto dialah ‘Perdana Menteri’ yang merupakan mata, telinga, kaki dan tangan Presiden SBY. Kuntoro, seperti halnya Dipo Alam yang menjabat sekretaris kabinet, merupakan para pemain kunci Istana yang sangat kuat

aktual/ istimewa

Oleh: Hendrajit


dan punya akses langsung kepada SBY, dan sama-sama orang dekat Ginandjar Kartasasmita sejak era pemerintahan Soeharto. Adalah Kuntoro pula, yang termasuk dalam jajaran 14 menteri kabinet pemerintahan Soeharto, yang secara serempak atas komando Ginandjar Kartasmita sebagai Menko Ekonomi saat itu, menyatakan mengundurkan diri dari kabinet pemerintahan Soeharto. Yang kemudian memicu kejatuhan Soeharto dari tampuk kekuasaan pada 22 Mei 1998. ***

Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara).

Riwayat-Karir • Dosen Jurusan Teknik Industri, ITB (1972-sekarang) • Staf Ahli Menteri Muda UP3DN (1983-1988) • Pembantu Asisten Administrasi Menteri Sekretaris Negara RI Safaruddin Husada (1984) • Dirut PT Tambang Batubara Bukit Asam (1988-1989) • Direktur PT Tambang Timah (19891994) • Direktur Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi (19931997) • Deputi Bidang Perencanaan, Badan Kordinasi Penanaman Modal (19971998) • Menteri Pertambangan Kabinet Pembangunan VII (1988) • Menteri Pertambangan Kabinet Pembangunan Reformasi (19981999) • Direktur Utama PLN (2000) • Kepala Badan Pelaksana Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara (2005) Kegiatan Lain • Sekjen IA ITB periode (1987-1992) • Ketua ITB School of Business

aktual/ istimewa

Kuntoro Mangkusubroto lahir di Purwokerto, 14 Maret 1947 dan dibesarkan dalam keluarga terpelajar. Ayahnya seorang pengacara dan ibunya dosen bahasa Inggris di Universitas Sudirman, Purwokerto. Dia menjalani pendidikan SD hingga SMA di kota kelahirannya. Lalu masuk jurusan Tehnik Industri ITB dan lulus pada 1972. Setelah lulus, dia langsung diangkat menjadi dosen di almamaternya. Kemudian Kuntoro meneruskan pendidikannya di bidang industrial engineering,

Stanford University (1976). Lalu mendalami bidang civil engineering di universitas yang sama (1977). Dia juga meraih gelar doktor dari ITB (1982) dengan disertasi tentang analisa keputusan. Pada 1983, Kuntoro dipindahkan ke kantor Sekretaris Negara menjadi staf ahli menteri muda UP3DN Ginanjar Kartasasmita dan menjadi Pembantu Asisten Administrasi Menteri Sekretaris Negara RI Safaruddin Husada pada 1984. Lima tahun kemudian (1988), dia diangkat menjabat Direktur Utama PT Tambang Batubara Bukit Asam, Tanjung Enim, Palembang. Setelah itu, Kuntoro diangkat menjadi Direktur Utama PT Tambang Timah (TT) pada Desember 1989 sampai 1994. Kemudian dia dipercaya menjabat Dirjen Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi (1993) dan pada 1998, Presiden Soeharto mengangkatnya menjadi Menteri Pertambangan dan Energi. Setelah tidak menjabat menteri, Kuntoro mengabdikan diri sebagai ketua ITB School of Business (2001). Pada 2005, Presiden SBY mengangkatnya menjadi Kepala BPBRR Aceh Nias (Badan Pelaksana

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

57


Dewan Kehormatan Penyelenggara pemilu

DKPP untuk Kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggaraan pemilu Sejak dilantik pada 12 Juni 2012 Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dibentuk untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara Pemilu hingga 19 September 2013 telah menyidangkan sebanyak 153 perkara, sebanyak 125 perkara telah diputus dengan dengan rincian; 1) 315 anggota penyelenggara Pemilu direhabilitasi nama baiknya; 2) 101 anggota penyelenggara Pemilu diberi peringatan tertulis; 3) 13 anggota penyelenggara Pemilu diberhentikan sementara; dan 4) 97 anggota penyelenggara Pemilu diberhentikan tetap Melihat banyaknya perkara/ aduan yang dilaporkan ke DKPP selama lebih dari dua semester ini, terlebih jelang Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014, DKPP menyadari akan adanya banjir aduan. DKPP telah mengantisipasi antara lain dengan menetapkan kode etik penyelenggara Pemilu yang dituangkan dalam Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum Dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 1, 11, 13 Tahun 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu. 58

Kode etik bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh Penyelenggara Pemilu (anggota KPU, anggota Bawaslu, dan segenap jajarannya, termasuk sekretariat) Untuk mengetahui lebih lanjut tentang tugas, fungsi dan wewenang serta kinerja DKPP yang pada 12 Juni 2013 lalu telah genap berusia satu tahun, berikut wawancara dengan Anggota DKPP, Dr. Valina Singka Subekti, M.Si: Apa yang telah dilakukan DKPP lebih dari 1 tahun ini dan bagaimana strategi DKPP dalam menjalankan Tupoksinya tersebut? Sesuai amanat UU No.15 Tahun 2011 maka pada September 2012 DKPP merampungkan Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Dalam rangka menyebarluaskan pentingnya kode etik penyelenggara Pemilu, setahun ini DKPP telah melakukan sosialisasi dan kerjasama dengan beragam stakeholders, khususnya dengan KPU dan Bawaslu di tingkat pusat dan daerah. Hingga 19 September 2013, DKPP berupaya menyeleksi pengaduan secara ketat melalui

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

inforial

mekanisme gelar perkara. Dari 510 pengaduan yang masuk, yang disidangkan DKPP berjumlah 153. Saya tidak berharap jumlah ini meningkat drastis pada Pemilu 2014 karena sanksi pemecatan terhadap sekitar 97 anggota KPU di berbagai daerah justru bertujuan menimbulkan efek jera. Penyelenggara Pemilu diharapkan lebih berhati-hati serta menjunjung tinggi kode etik sehingga proses dan hasil Pemilu yang berintegritas dapat terwujud. Dengan demikian, Pemilu menjadi solusi perbaikan kehidupan rakyat, bukan justru menjadi awal masalah baru. Bagaimana mekanisme penanganan perkara di DKPP? Dugaan pelanggaran kode etik diajukan dalam bentuk rekomendasi DPR atau pengaduan tertulis. Pengaduan kemudian diverifikasi secara administratif. Jika tidak memenuhi persyaratan, Pengadu harus memperbaiki aduan dalam waktu tiga (3) hari. Setelah memenuhi persyaratan barulah diverifikasi materiel untuk menentukan apakah pengaduan telah memenuhi unsur pelanggaran kode etik. Pengaduan yang telah memenuhi dua tahap verifikasi dicatat dalam buku registrasi


perkara. Pengadu dan Teradu kemudian dipanggil untuk hadir dalam sidang sesuai jadwal. Dalam rangkaian persidangan, Pengadu menyampaikan gugatan sementara Teradu menyampaikan pembelaannya. Bukti dan saksi juga disampaikan selama proses persidangan. Setelah melewati proses penyelidikan terhadap berbagai bukti dan saksi, perkara diputuskan melalui rapat Pleno tertutup yang diikuti minimal lima (5) anggota DKPP. Teradu yang terbukti melanggar kode etik dijatuhkan salah satu sanksi berupa: teguran tertulis, atau pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap. Namun, DKPP akan merehabilitasi nama Teradu jika tidak terbukti melanggar kode etik. Pelanggaran kode etik apa

saja yang sering terjadi dan bagaimana modusnya? Pelanggaran kode etik yang sering terjadi umumnya berkaitan dengan tahapan pencalonan, seperti keputusan KPU tentang bakal pasangan calon tertentu yang dinilai tidak memenuhi persyaratan dukungan minimal. Dalam setiap Pemilu Kada suatu partai atau gabungan partai tertentu seharusnya hanya mendukung salah satu bakal pasangan calon. Jika dualisme dukungan terjadi KPU wajib melakukan verifikasi administrasi maupun faktual guna membuktikan dan memutuskan dukungan mana yang sah. Setelah itu, calon yang tidak diloloskan biasanya melaporkan ketua atau anggota-anggota KPU ke DKPP. Modus ini dapat dilihat antara lain dalam perkara

Kabupaten Sinjai, Mamberamo Tengah, Lumajang, Jeneponto, Donggala, Murung Raya, luwu, Barru, Gunung Mas, Kerinci, Tapanuli Utara, Banyuasin, Kota Tangerang, Bondowoso, Prov. Riau, Sumsel, Maluku dll. Modus utama lainnya terkait dengan syarat dukungan bakal pasangan calon dari jalur perseorangan dimana seringkali persyaratan dukungan (KTP, surat pernyataan, dan tanda tangan) diragukan keabsahannya. Bakal pasangan calon perseorangan yang dinyatakan tidak lolos umumnya mengadu ke DKPP seperti perkara Kota Cimahi, Kabupaten Bondowoso, Sinjai, dan Garut. Bagaimana problematika penegakan kode etik dan ruang lingkup penegakan kode etik penyelenggara Pemilu?

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

59


Dewan Kehormatan Penyelenggara pemilu

Salah satu permasalahan dalam penegakan kode etik muncul dari pasal 11 butir (i) dan pasal 85 butir (i) UU No.15 Tahun 2011. Kedua pasal ini membuka celah ketidaknetralan Penyelenggara Pemilu karena memperkenankan anggota partai politik mundur tanpa jeda waktu saat mendaftar sebagai anggota KPU dan Bawaslu. Dalam hal ini terlihat tingginya potensi intervensi partai dalam penyusunan peraturan yang terkait dengan susunan anggota KPU dan masalah kode etik. Jika penyelenggaranya berasal dari orang-orang yang membawa misi partai maka proses dan hasil Pemilu sulit dipercaya. Gugatangugatan terhadap putusan atau kebijakan penyelenggara Pemilu yang dinilai tidak netral kemudian dapat menghambat proses penyelenggaraan Pemilu. Apakah ada perbedaan pelanggaran kode etik dengan pelanggaran Pemilu lainnya? Tentu saja ada. Tidak seperti pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana Pemilu, pelanggaran kode etik sifatnya individual dan bukan kelembagaan. Dalam artian, pelanggaran dilakukan oleh jajaran KPU dan Bawaslu terkait dengan sikap dan perilaku penyelenggara Pemilu yang melanggar prinsipprinsip penyelenggaran Pemilu. Jadi, pengaduan dugaan pelanggaran kode etik yang datang ke DKPP bukan dilayangkan kepada institusi, tetapi kepada orang per orang yang menduduki jabatan sebagai ketua atau anggota KPU atau Bawaslu. Sanksi yang dikenakan bukan berbentuk pidana, melainkan berupa teguran tertulis, pemberhentian 60

sementara, atau pemberhentian tetap. Sejak dilantik Presiden pada 12 Juni 2012 lalu, sudah berapa perkara yang masuk ke DKPP dan berapa yang sudah diputus ? Sejak pelantikan hingga 16 September 2013 DKPP telah menerima laporan atau pengaduan sebanyak 510 kasus. Jumlah perkara yang diregistrasi dan disidangkan sebanyak 143 kasus. Sedangkan jumlah yang diputus sebanyak 120 kasus. Apakah maksud dari Putusan DKPP yang final dan mengikat itu? Apakah dapat dilakukan banding? Putusan DKPP adalah Final dan Mengikat (binding). Kata “Final” berarti bahwa Putusan DKPP merupakan Putusan tingkat akhir sehingga upaya hukum baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali tidak dapat ditempuh atau tertutup. Kata “Mengikat” berarti Putusan DKPP mengikat para pihak yang bersengketa sehingga para pihak wajib melaksanakannya secara patuh dan taat. Kekuatan mengikat secara hukum berlaku ketika putusan DKPP dibacakan oleh Majelis Sidang dalam sidang pembacaan putusan. Sejauh ini apa saja yang menjadi tantangan dalam penegakan kode etik penyelenggara Pemilu dan bagaimana mengantisipasinya di masa yang akan datang mengingat Pemilu 2014 sudah semakin dekat ? Dalam upaya penegakan kode etik DKPP bertugas menjaga

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

inforial

kehormatan penyelenggara Pemilu, bukan hanya sekedar pecat-memecat. DKPP sadar akan dibanjiri pengaduan pada Pemilu 2014 akibat adanya potensi peningkatan pelanggaran dan tumpahan kekecewaan para pihak yang merasa tidak puas dengan tahapan maupun hasil Pemilu. Menanggapi hal ini, DKPP akan terus menyebarkan pemahaman yang luas dan menyeluruh kepada penyelenggara Pemilu agar selalu mematuhi rambu-rambu etika ketika mengemban amanah. Selain itu, DKPP akan memproses semua pengaduan dengan ketat sesuai dengan persyaratan tahapan yang telah diatur. Tujuannya, agar kasus-kasus dugaan pelanggaran kode etik yang disidangkan benar-benar layak dan berkualitas. Apa harapan DKPP khusus kepada penyelenggara Pemilu (KPU & Bawaslu) dalam menciptakan Pemilu yang luber dan jurdil? DKPP, KPU dan Bawaslu merupakan satu kesatuan penyelenggara Pemilu yang memiliki kedudukan setara dan berperan penting dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Dalam rangka mengawal demokratisasi bangsa, DKPP berharap Bawaslu dan KPU dapat selalu saling bahu membahu dalam mewujudkan Pemilu 2014, agar lebih baik dari Pemilu 2009. Persoalan-persoalan yang dipicu oleh kesalahan persepsi Undang-Undang, pola komunikasi yang kurang baik, ketidaksukaan kepada perseorangan tertentu, dan lainlain seyogyanya ditiadakan.


POLITIK

tino oktaviano/ aktual

L

ahir di Jakarta pada 17 Oktober 1951, sosok Prabowo Subianto Djojohadikusumo dikenal masyarakat sebagai eks tentara yang kini aktif di partai politik (parpol) besutannya, yakni Partai Gerindra. Pensiun dari tentara dengan pangkat terakhir letnan jenderal, mantan Danjen Kopassus ini sebelum aktif di parpol memilih menjadi pengusaha mengikuti jejak adiknya, Hashim Djojohadikusumo. Karier Prabowo di dunia usaha dimulai dengan membeli pabrik kertas PT Kiani Kertas, yang berlokasi di Mangkajang, Kalimantan Timur. Sebelumnya, Kiani Kertas dimiliki Bob Hasan. Konon, Prabowo mengucurkan dana hingga Rp 1,8 triliun, yang merupakan pinjaman dari Bank Mandiri, untuk membeli Kiani Kertas. Setelah diambilalih Prabowo, nama Kiani Kertas diganti menjadi Kertas Nusantara, dan masuk ke dalam kelompok usaha Nusantara Grup. Berdasarkan data yang dihimpun Aktual, Kertas Nusantara ditaksir memiliki luas area sekitar 3.400 hektare yang digunakan untuk, antara lain pabrik kertas, perumahan karyawan, sekolah swasta, dan berbagai fasilitas perusahaan. Lokasi pabrik di sekitar Sungai Berau Kalimantan Timur. Pabrik kertas ini memiliki kapasitas produksi 1.500 ton per hari atau 525 ribu ton per tahun. Perusahaan memperoleh bahan baku dari hasil perkebunan sendiri. Kertas Nusantara pernah memperoleh sertifikat ISO 900-2005 sebagai perusahaan dengan manajemen yang berkualitas tinggi. Meski sempat tersandung dalam kredit macet Bank Mandiri, utang perseroan ke bank itu sudah tidak bermasalah lagi. Kini, aset Kertas Nusantara diprediksi lebih dari USD 800 juta. Kini, Prabowo ditaksir memiliki sekitar 27 unit usaha, baik di dalam dan luar negeri, yang bergerak diberbagai sektor, seperti industri kertas, kehutanan, perkebunan, tambang, kelapa sawit, batubara, perikanan, dan jasa profesional. Sejumlah perusahaan yang

PRABOWO SUBIANTO DJOJOHADIKUSUMO

Sang Jenderal Pendiri Partai

Sebelum mendirikan Partai Gerindra, Prabowo merupakan anggota Dewan Penasihat Partai Golkar. Oleh: Heriyono dimiliki Prabowo antara lain, PT Kiani Hutani Lestari, PT Belantara Pusaka, PT Tanjung Redeb Hutani, PT Kiani Lestari, PT Tusam Hutani Lestari, dan PT Tidar Kerinci Agung. Kemudian, PT Energi Persada Nusantara, PT Nusantara Wahana Coal, PT Nusantara Kaltim Coal, PT Batubata Nusantara Coal, PT Kaltim Nusantara Coal, PT Nusantara Santan Coal, PT Nusantara Berau Coal. Lalu ada PT Jaladri Swadesi Nusantara, PT Gardatama Nusantara, dan PT Tribuana Antarnusa. Pada pemilihan presiden 2009, Prabowo maju menjadi wakil presiden (wapres) mendampingi Megawati Soekarnoputri, namun kalah. Saat itu, Prabowo merupakan calon wapres terkaya dengan total aset mencapai Rp 1,579 triliun dan USD 7,57 juta. Prabowo juga hobi mengoleksi kuda. Ditaksir jumlah kuda Prabowo mencapai 84 ekor, di mana satu ekor kuda ada yang berharga hingga Rp 3 miliar. Sebelum mendirikan Partai

Gerindra, Prabowo merupakan anggota Dewan Penasihat Partai Golkar. Situs resmi Partai Gerindra menyebutkan, sejarah Partai Gerindra semula digagas oleh berdasarkan hasil bincang-bincang antara Hashim Djojohadikusumo dengan Fadli Zon pada medio November 2007. Pematangan konsep pendirian Partai Gerindra dilakukan pada Desember 2007, di sebuah rumah, yang menjadi markas IPS (Institute for Policy Studies) di Bendungan Hilir. Sejumlah nama hadir saat itu, seperti Fadli Zon, Ahmad Muzani, M Asrian Mirza, Amran Nasution, Halida Hatta, Tanya Alwi, dan Haris Bobihoe. Singkat cerita, deklarasi Partai Gerindra diresmikan pada 6 Februari 2008. Nama Gerindra merupakan gagasan dari Hasyim yang merupakan kepanjangan dari Gerakan Indonesia Raya. Sedangkan lambang partai, yakni kepada burung garuda, merupakan ide dari Prabowo.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

61


POLITIK

DUKUN POLITIK

Ritual Gaib dan Perdukunan Politik

2014

Makin mendekati pemilihan umum 2014, praktik perdukunan politik semakin marak. Para elite politik, meski mengaku berpendidikan tinggi dan rasional, pada dasarnya tidak punya rasa percaya diri. Mereka akhirnya mengandalkan kemenangannya pada jasa dukun-dukun politik. Oleh: Satrio Arismunandar

M

embaca deretan gelar akademis yang disandangnya, orang bisa keliru mengira Dr KH Desembrian Rosyady S Ag, SH, SE, MM, MBA, sebagai ilmuwan kawakan, yang berkarier di perguruan tinggi ternama seperti Universitas Indonesia, atau di lembaga penelitian sekelas LIPI. Tetapi jangan kaget. Profesi pria asal Malang ini, kalau boleh dibilang begitu, adalah ‘dukun politik’. Lewat ‘ritual-ritual gaib’, Desembrian mengklaim sanggup menggolkan tujuan orang, yang ingin meraih jabatan tertentu di lembaga legislatif, eksekutif, atau di manapun. Calon pengguna jasanya cukup menyetor nama, tanggal lahir, nama orang tua, alamat, daerah pemilihan, nama partai, hingga alamat rumah mereka. Desembrian lalu melakukan ritual untuk menghitung peluang calon tersebut, serta berbagai pernik persyaratan yang dibutuhkan jika mau terus maju. Mengaku sudah buka praktik sejak 1997 di Jakarta, Desembrian menawarkan jasanya lewat pamflet kepada para calon anggota legislatif dan calon kepala daerah. Kepada sebuah media online, Desembrian menyebut, tarif jasanya untuk caleg tingkat kabupaten/kota Rp 100 juta, tingkat provinsi Rp 200 juta, untuk DPR pusat Rp 300 juta. 62

Untuk jabatan bupati atau wali kota Rp 2 miliar. Sedangkan untuk jabatan gubernur, minimal Rp 5 miliar, tergantung wilayahnya. Tarif tertinggi adalah untuk calon presiden, sebesar Rp 1 triliun! Absurd? Boleh dibilang begitu. Tapi nyatanya, ada saja politisi yang mau jadi pengguna jasa ‘dukun politik’ semacam ini. Iklim kompetisi pemilihan yang terbuka, di mana kemenangan betul-betul tergantung pada suara rakyat, membuat sejumlah politisi yang merasa kurang populer jadi tidak percaya diri. Di sisi lain, para elite politik yang sudah memegang jabatan, dengan segala kenikmatan fasilitasnya, juga takut kehilangan posisi basah itu. *** Ketamakan pada jabatan membuat banyak politisi menghalalkan segala cara, untuk bisa merebut atau mempertahankan jabatan. Karena umumnya mesin partai tidak berjalan dan para calon tidak betul-betul memahami aspirasi konstituennya sendiri, mereka pun ‘terjebak’ untuk menggunakan cara-

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

cara lain. Mulai dari main uang (money politics), mengeksploitasi atau memperalat simbol-simbol keagamaan dan primordial, serta terakhir memanfaatkan jasa ‘dukundukun politik’. Menurut filsuf kebudayaan Van Peursen, manusia mempercayai adanya kekuatan adikodrati (supranatural), yaitu kekuatan yang melebihi dunia ini dan tidak ia kuasai. Ada dua cara menyikapi kekuatan ini. Pertama, orang ingin mengabdi pada kekuatan adikodrati

aktual/ istimewa

Menyongsong


aktual/ istimewa

(Tuhan), maka ia menyembah Tuhan sebagai bentuk pengadian. Namun, ada juga orang yang justru ingin memanipulasi kekuatan adikodrati, untuk tujuan menguasai manusia lain dan kekayaan dunia. Perdukunan politik lewat ‘ritual-ritual gaib’ adalah salah satu wujudnya. Dalam dunia modern yang semakin diukur dengan nilai-nilai material, elite politik memiliki hasrat besar untuk memiliki, menguasai, dan mengeksploitasi berbagai sumber daya, seperti uang, harta benda, tanah, properti, dan mobil mewah. Semua itu diyakini akan diperoleh melalui penguasaan jabatan-jabatan strategis dan pos-pos basah di birokrasi pemerintahan, parlemen, kehakiman, kepolisian, perpajakan, bea cukai, dan sebagainya. Dalam upaya menguasai jabatan-jabatan yang menjanjikan kemakmuran material itu, elite politik pun meminta dukungan dan memanfaatkan jasa-jasa dukun politik, ‘orang pintar’,

paranormal, penasehat spiritual, dan sebagainya. Elite politik rela membayar mahal dan menjalankan ritual-ritual tertentu demi memperoleh dan mempertahankan jabatan. Bahkan ada juga ‘jimat-jimat’ yang diberikan oleh dukun susuk, untuk memberikan jaminan kewibawaan, pesona, kecintaan, atau dukungan dari rakyat, konstituen, atau massa pendukung. Selain itu, dukun juga diperlukan untuk melindungi elite politik dan keluarganya dari serangan sihir, santet, teluh, tenung dari musuh-musuh politik, yang ingin mencelakakan atau membunuh saingan politiknya. Elite politik yang menjadi tersangka kasus korupsi juga bisa mencari perlindungan dan penyelamatan diri ke praktik-praktik magis, manakala merasa dirinya, kariernya, atau jabatan politiknya terancam oleh proses tuntutan hukum. Praktik magis itu, antara lain, seperti mengunjungi makam-makam orang suci, wali, atau tempat-tempat yang dianggap keramat. Tokohtokoh yang sudah mati atau roh-roh itu dipercaya masih memiliki daya dan kekuatan, dan bisa memberi pertolongan atau ‘bantuan gaib’ berupa solusi terhadap masalah konkret—tuntutan hukum—yang sedang dihadapi. Adanya praktik perdukunan

politik, yang makin ramai dan laris setiap menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada), pun diakui Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar. Itu dinyatakannya pada syukuran Hari Amal Bakti ke-66 Kementerian Agama di Pekanbaru, 8 Januari 2012. Para elite politik yang menjalani praktik perdukunan itu notabene adalah orang yang secara formal— tertera dalam kartu tanda penduduk (KTP) mereka—sebagai penganut agama tertentu, yang mengajarkan percaya penuh pada Tuhan YME. Namun, mereka tampaknya juga masih percaya pada daya-daya dan kekuatan gaib lain, yang ikut bermain sebagai salah satu faktor yang berperan signifikan dalam penentuan pemenang pilkada. Menurut Nasarudin, para elite politik dan calon yang bertarung dalam pilkada merasa tak percaya diri jika tidak di-back up oleh dukun. Mereka merasa tak punya pegangan. Keberadaan dukundukun politik, sebagai orang yang dipandang mampu mengeksploitasi dan memanfaatkan kekuatankekuatan adikodrati untuk tujuan tertentu, sudah ada jauh sebelum dikenal adanya konsultan-konsultan politik modern. Jadi, masuk akal jika keberadaan peran dukun dalam kontestasi perebutan jabatanjabatan politik dipandang sebagai fenomena budaya yang bisa diterima masyarakat.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

63


POLITIK

DUKUN POLITIK

SBY Merasa Diserang Ilmu Sihir

Anas Urbaningrum ke Kuburan Keramat

B

anyak elite politik Indonesia percaya pada praktik magis. Meski sudah berpendidikan formal tinggi dan mampu bersikap rasional dalam menjalankan berbagai aktivitas politiknya, mereka terbukti tidak lepas sepenuhnya dari alam pikiran mistis. Mereka tetap mempercayai adanya kekuatan dan daya-daya gaib adikodrati, yang ikut berperan signifikan dalam kontestasi politik. Padahal dunia politik dalam pemikiran modern sering diasumsikan sebagai dunia yang berada dalam arena rasionalitas. Pada pemilihan presiden 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menceritakan pengalamannya, yang tak banyak diketahui publik. Menurut SBY, saat memasuki pemilu banyak ilmu sihir yang dialamatkan kepadanya. “Ini musim pemilu, musim pilpres, banyak yang menggunakan ilmu sihir. Luar biasa, ini betul dan saya merasakan dengan keluarga,” ujarnya, kala itu. Hal itu diucapkan SBY dalam sambutan di acara dzikir bersama di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, 3 Juli 2009. Acara itu dihadiri ribuan orang yang berasal dari majelis taklim di wilayah Jadebotabek. Berdasarkan pengalaman tersebut, SBY menyimpulkan, tidak ada yang tepat mengalahkan ilmu sihir kecuali dzikir. Dzikir merupakan benteng yang paling kuat dan tidak bisa ditembus apapun. SBY mencontohkan kejadian sebelum ia berangkat dari kediamannya ke lokasi debat capres. “Saya pimpin dzikir dan doa sejak rumah sampai tujuan yang diikuti istri, ajudan, dan pengemudi,” katanya.

64

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

enomena budaya ini tampak pada mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang berbulanbulan menjadi sorotan media massa. Itu terjadi sejak Bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin sering menyerang dan menyebut nama Anas, terkait kasus korupsi proyek Wisma Atlet. Sejak merebaknya tudingan korupsi itu, Februari 2012, Anas yang waktu itu masih menjabat Ketua Umum, gemar berziarah ke kuburan yang dianggap keramat. Meski selalu dilakukan pada malam hari, perilaku ini juga terendus oleh media. Yang dikunjungi Anas adalah makam Al-Habib Husen bin Abu Bakar bin Abdullah Alaydrus, yang terletak di kompleks Masjid Luar Batang, daerah Pasar Ikan, Jakarta Utara. Makam ini dikeramatkan warga setempat dan menjadi tempat ziarah banyak orang. Tak sedikit peziarah datang dari luar kota Jakarta seperti Cikarang, Cibitung dan daerah lain. Bahkan ada yang datang dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan untuk ziarah kubur. Biasanya, mereka yang berziarah memilih waktu malam Jumat kliwon. Dalam perspektif ajaran Islam, sebetulnya tidak ada larangan berziarah ke makam, dengan niat mengambil pelajaran (i’tibar). Maksudnya, untuk mengingatkan diri kita sendiri bahwa seseorang yang dimakamkan itu semasa hidupnya boleh jadi adalah orang yang saleh, kuat, kaya, punya banyak pengikut. Namun, itu semua tidak dapat melebihi kekuatan dan kekuasaan Allah SWT. Mereka semua akan mati, dikubur dan tidak berdaya apa-apa, kecuali amal saleh yang pernah diperbuatnya selama hidup. Namun, dalam kenyataannya, ziarah ini seringkali dimaknai dan dipraktikkan secara keliru. Sosok yang sudah dikubur justru dianggap punya kelebihan, punya kekuatan, dan bahkan dijadikan tempat meminta pertolongan.

tino oktaviano/ aktual

F


Seribu Dukun di Belakang Soeharto

aktual/ istimewa

C

ontoh lain yang menonjol tentang praktik magis dalam dunia politik terlihat pada zaman kepemimpinan Presiden Soeharto. Kepemimpinan Soeharto memiliki aspek mistis, dan ini dapat dijelaskan sebagai bagian dari budaya kepemimpinan Jawa. Namun sebagai fakta sosial, kepemimpinannya juga menyandarkan diri kepada penasihat spiritual dan mistis. Ada sejumlah dukun setia yang dipercaya ‘memagari’ kepemimpinan Soeharto. Konon, terdapat paling tidak ‘seribu dukun’di belakang Soeharto dari seluruh penjuru negeri.

Liputan media sesudah jatuhnya Soeharto pada 1998 menyebutkan nama-nama Romo Marto Pangarso, Romo Diat, Soedjono Hoemardani, Ki Ageng Selo, Soedjarwo, Darundrio, mbah Diran, serta Eyang Tomo sebagai sebagian dari para penasihat spiritual yang setia. Selain dukungan dari penasehat spiritual, kepemimpinan Soeharto juga mendapat ‘legitimasi’ dari kepemilikan benda-benda gaib ageman, pulung, dan kekuatan mistis. Soeharto setidak-tidaknya diyakini memiliki 113 pusaka dari berbagai penjuru Tanah Air, yang dipercaya berkontribusi dalam memperkokoh kepemimpinan

politiknya. Soeharto bahkan memiliki pusaka andalan berupa ‘Mirah Delima’ yang dipercayai banyak membantunya dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya. Hal itu dinyatakan oleh Ki Edan Amongrogo, salah satu tokoh spiritual. Maka, keberadaan dukun, pusaka, dan kepemimpinan Soeharto yang seolah-olah tidak bisa dipisahkan itu, menggarisbawahi bahwa praktik magis memang masih berlangsung di kalangan elite politik Indonesia, sampai saat sekarang. (Dirangkum dari berbagai sumber)

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

65


POLITIK

Sisi Lain ‘Madame’ Putri Oleh: Faizal Rizki, Wahyu Romadhony

66

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

B

eberapa pekan lalu, media digegerkan kesaksian Ridwan Hakim, putra Ustadz Hilmi Aminudin di dalam persidangan Fathanah di KPK. Ketika itu, Ridwan mengemukakan penyadapan pembicaraan Ridwan dan Luthfi Hasan. Dalam fakta persidangan, dalam sebuah sadapan telepon terungkap nama Sengman, Haji Susu, Mas Bud, Dipo, Lurah, hingga yang paling menarik, Bunda Putri. Menurut Ridwan, Bunda Putri adalah mentor bisnisnya. Ketika Suswono diminta konfirmasinya, dia mengaku kenal Bunda Putri sewaktu peresmian pabrik pupuk organik terbesar di Asia Tenggara bersama SBY di Kalimantan Barat. Bantah berbantah pun terjadi di media. Dari penelusuran Aktual, ada beberapa informasi menarik mengenai Bunda Putri, atau dikenal

stock/ aktual

Sosok misterius yang memiliki daya linuwih, jaringan luas, baik nasional maupun global. Di beberapa kalangan elite Cina dikenal dengan sebutan Princess...


stock/ aktual

dalam pergaulan global dengan sebutan Madame Putri. Kesaksian putra Ustadz Hilmi soal mentor bisnis benar adanya. Sumber Aktual mengatakan memang benar Madame adalah mentor bisnis Ridwan. Tapi bukan bisnis atau proyek di dalam negeri apalagi urusan daging, namun lebih ke orientasi global, perdagangan internasional. Salah satunya adalah

bisnis konveksi, terutama sebagai pemasok konveksi tudung-jilbab untuk Turki. Melalui jalur yang dimiliki Madame, rekomendasi langsung melalui Erdogan, jalan bisnis Ridwan di Turki, memasok kain penutup aurat kaum muslimah cukup cerah. Ridwan juga diminta Hilmi untuk belajar ke Madame, karena dia juga sebagai penghubung jaringan Middle

East ke Ustad Hilmi sejak lama, sebelum terbentuknya PK maupun PKS. Jadi, Madame bukan sekedar penghubung antara PKS dan Demokrat. Maka tidak heran, kalau kader-kader utama “Ustad Hilmi pun diminta “sowan” ke Sang Madame untuk memperluas network”, kata sumber. Bahkan anak emas SBY yakni Andi Malaranggeng pun pernah menghabiskan waktu di pergantian tahun 2011 ke 2012 di kampung kediaman sang Madame di Desa Cilimus Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Selain ke Turki, Madame juga memberi jalan bisnis Ridwan ke koneksinya di Mesir dan beberapa negara di Midlle East. Bahkan salah satu BUMN mendapat proyek miliaran dollar beberapa tahun lalu di Middle East, karena tangan dingin Madame, tentunya proyek tersebut sebelum kasus Hambalang mengemuka. Soal pernyataan menteri Suswono mengenal Madame dalam peresmian pabrik pupuk organik terbesar di Kalimantan Barat, juga benar adanya. Memang betul pabrik pupuk organik ini “milik” Madame, meskipun dibantah oleh pihak resmi manajemen. Yang menggelitik, pengembangan pabrik pupuk organik ini cukup progresif. Namun sayang produk pupuk ini tidak mendapat tempat di dalam negeri, malah membuka pasar utama dengan ekspor ke Jepang dan Korea Selatan. Padahal pupuk organik hasil temuan Madame ini adalah temuan fenomenal karena memiliki kandungan enzim tertentu yang sangat luar biasa manfaatnya. Mungkin karena pabrik pupuk ini dianggap saingan atau rival dari

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

67


POLITIK

Madame dikenal sebagai “donatur” beberapa partai besar di Republik saat awal kemenangan Presiden Yudhoyono dan Partai Demokrat, hingga moncernya PKS di pemilu 2004 dan 2009. Dari hasil penelusuran Aktual, Madame Putri adalah strategic person bagi Indonesia, khususnya dalam bidang migas, makanya tidak heran, Petronas pun menjadikan Madame Puteri sebagai advisor bukan saja di Blok Natuna, namun 68

advisor secara keseluruhan. Tentunya Petronas dalam memilih seorang advisor tidak sembarang pilih, ada refrensi, global recommendation dan pertimbangan khusus. Ada banyak cerita soal Madame tentang bagaimana seluruh investasi SPBU Petronas di Indonesia dicabut? Apakah hanya alasan bisnis semata karena kran BBM subsidi? dan bagaimana direksi Pertamina mesti duduk berunding dengan sang Madame di kantor pusat Petronas? Sebelum menjadi advisor di Petronas, Madame dikenal memiliki jaringan yang kuat di Aramco, Qatar Oil and Gas dan komunitas Trader Besar Oil and Gas di Dubai, Singapore hingga Hongkong. Berdasarkan kontak Aktual di

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Middle East Bunda Putri hampir dikenal seluruh pemain migas yang “genuine” mengetahui sepak terjang sang Madame. Kedekatan Madame dengan keluarga Raja Saudi Arabia, Emir Qatar, Kerajaan Thailand, Kesultanan Bolkiah Brunai, hingga keluarga Kaisar Jepang, cukup membuat terhenyak. Siapa Madame sebenarnya? Belum lagi banyaknya foto-foto menteri era Soeharto hingga SBY yang berpose bersama Madame, terpampang di kediamannya. Tentu daya tarik Madame bukan sekedar memiliki daya ‘linuwih’ karena memiliki trah dari Sunan Gunung Jati, Cirebon. Atau terkecohnya penyidik KPK, ketika salah satu foto Madame bersama dengan salah satu konglomerat taipan besar era Soeharto. Mungkin suatu saat, sosok Madame lebih akan terbuka, bahkan perannya akan dibutuhkan dalam waktu dekat, dalam menghadapi krisis ekonomi, khususnya kolateral impor BBM Indonesia yang sudah diambang kritis.

stock/ aktual

pabrik pupuk BUMN, sehingga pasar utama mereka malah ke luar negeri. Diketahui, Petro Kimia Gresik atau saat ini menjadi PT Pupuk Indonesia Holding, terus melakukan impor bahan baku pupuk kima terbesar dari Canpotex Kanada, melalui jejaring Wilmar atau ke Jordania Phospate Coorporation. Maklum negeri kita lagi demam impor, dengan margin yang lumayan untuk biaya politik sekaligus pensiun. Dilansir oleh beberapa media, Madame Putri juga dikenal sebagai broker proyek Kementan, benarkah akan hal ini? Padahal Madame dikenal jaringannya luas, lobbi yang kuat baik di jajaran elit politik dan birokrasi. Tapi, yang menarik, tidak ada proyek di Kementan yang dipegang Madame. Ada sebuah pertanyaan, kalau peran Madame yang “habitat” nya di migas kok diseret ke bidang Pertanian? Apalagi import daging yang tergolong main recehan? Lalu kenapa Madame sampai terseret dalam kasus sapi? Padahal


3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

69


POLITIK

Dukun Politik, Sisi Lain Peristiwa G30SPKI

A

dalah Wayne Madsen. Dia adalah jurnalis investigatif Amerika yang banyak menulis soal intelijen dan hubungan internasional. Pada 2012 lalu, dia menemukan sebuah dokumen berkatagori declassified dari CIA Asia Division of the Office of East Asia Analysis tertanggal 15 Pebruari 1985. Judul dokumen itu cukup provokatif: "Indonesia's Suharto: Losing the Magic?" Yang cukup menarik, Wayne menulis, dalam laporan itu nama Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo disebut sebagai agen penting CIA untuk operasi 1965 di Indonesia. CIA memakai Muhammad Subuh untuk Mind Control Religious Operations saat menjelang dan pasca peristiwa

70

G30SPKI. Raden Mas Muhammad Subuh adalah pendiri aliran kepercayaan Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Susila Budhi Dharma (SUBUD). Menurut laman subudindonesia. tripod.com, di sebuah malam pada 1925 Muhammad Subuh menerima pengalaman gaib. Pada 1933 dia memproklamirkan pengalaman gaib yang diterimanya itu sebagai sebagai cara Latihan Kejiwaan. Baru pada 1 Pebruari 1947, Muhammad Subuh meresmikan Latihan Kejiwaan itu dalam sebuah organisasi bernama SUBUD. Mulai 1954, Latihan Kejiwaan ala Subud menginternasional. Di AS, saja pada era 80-an beberapa anggota grup music rock terkenal tercatat sebagai anggota Subud. Bahkan di Hawai, Ann Dunham Soetoro, ibu Barack Obama, juga mengenal Subud karena ada juga perkumpulan Subud disana. “Ann Soetoro also hired for her World Bank projects a number of Subud sect members from the International Subud Center in Cilandak on the outskirts of Jakarta,� tulis Wayne. Laporan CIA itu

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

menyatakan bahwa aliran kepercayaan (baca Kejawen.red) saat itu lagi marak. Yang mempercayainya bukan hanya petani tapi pengusaha, pendidik, aparat militer bahkan sampai pejabat tinggi, “...Including cabinet members," tulis laporan itu. Laporan itu juga menekankan bahwa mistisme Jawa adalah faktor penting dalam membentuk persepsi dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu lewat jaringan Subud, CIA berkepentingan untuk membentuk opini masyarakat bahwa Soekarno tak cocok lagi sebagai Presiden. Ini sebuah proses yang harus dilakukan menuju kudeta. Dalam simpulan laporan itu, CIA menggambarkan pentingnya peran jaringan Subud dan jaringan afiliasi mistisme Jawa dalam operasi Mind Control Religion Operations-nya. Salah satu opini yang ingin dibentuk CIA saat itu adalah sudah saatnya Soekarno turun karena pakem mistik Jawa mengatakan bahwa ada siklus 20 tahunan seorang pemimpin di Jawa. Intinya Soekarno sudah selesai tugasnya pada 1965 karena sudah 20 tahun dia memimpin (dari 1945 sampai 1965.red). "Cultural traditions that maintain that society faces recurrent patterns of severe tests or 'transformations,' accompanied by domestic disorder -- one such pattern being a 20-year cycle. The last such major upheaval followed the attempted Communist coup in 1965, which set the stage for Soeharto's coming to power and

aktual/ istimewa

Oleh: Ari Purwanto, Rian Sartono


aktual/ istimewa

contributed to his self-perception as a national savior," tulis laporan itu. Dalam hal peristiwa dan kata “Supersemar”, laporan itu juga menulis bahwa tanggal 11 Maret 1966 adalah tanggal, bulan dan tahun yang memang sengaja dipilih Soeharto untuk operasi penggulingan Soekarno. Soeharto ingin tokoh pewayangan Semar dijadikan simbol dalam operasi Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar. "Typical of Soeharto's use of mystical symbols was his choice of 11 March 1966 for the transfer of power from Sukarno to himself and the use of the Indonesian acronym (Supersemar) for the date. In a clear reference to Javanese mythology, Soeharto sought to draw a parallel between the victory of the bumbling dwarf, Semar, over his more worldly superiors and Soeharto's own victory over the more flamboyant Sukarno", tulisnya. Laporan CIA ini menggambarkan bahwa dukun politik adalah sebuah realitas dalam sistem budaya politik di Indonesia. Tak salah kalau dukun politik dijadikan alat oleh CIA atau

intelijen dari negara manapun untuk tujuan tertentu. Dukun Politik Dukun politik, menurut laporan CIA itu sebenarnya dibatasi dalam konteks aliran kebatinan Jawa atau Kejawen. Antropolog AS, Clifford Geertz dalam bukunya The Religion of Java mendefinisikan kejawen sebagai Agami Jawi, “Agama” yang dipercayai oleh kebanyak orang Jawa. Geertz lebih melihat Kejawen sebagai spiritualitas orang Jawa dalam menjalani kehidupannya. Oleh karena itu, ajaran kejawen tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen misalnya. Namun, lebih sebagai cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku. Simbol-simbol "laku" biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki

arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang (termasuk penghayat Kejawen sendiri) yang dengan mudah mengasosiasikan Kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan. Karena tidak berdasar atas agama tapi “laku”, maka sah-sah saja kalau muncul ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran dan keyakinan yang berbeda-beda. Atau tak salah kalau muncul dukun-dukun politik yang memiliki keyakinan dan cara ritual yang berbeda. Yang paling sering didengar khalayak adalah adalah dukun politik dari aliran Subud, Sumarah, Maneges, atau Padepokan Cakrakembang misalnya. Namun, banyak juga dukun politik yang tidak mengikuti atau berseberangan dengan aliran tersebut. Meski dukun oleh kebanyakan politisi masih dianggap tabu, ada yang bilang musyrik toh dukun politik adalah realitas budaya politik yang tak terbantahkan. Sebagian elite politik di Indonesia masih mengenal dan membenarkan budaya politik khas Indonesia ini.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

71


POLITIK

Ketika ‘Pergerakan’ Anas Mengoyak Demokrat Oleh: Wahyu Romadhony

72

Dalam acara itu Anas juga tidak lupa menyinggung pengelenggaran konvensi calon presiden (capres) PD. Anas menilai 11 peserta konvensi tidak akan mampu bersaing dengan capres partai lain pada pemilu 2014. “Siapapun yang keluar menjadi pemenang konvensi akan sulit bersaing dengan capres-capres dari partai lain. Sebab capres dari partai lain ada yang memiliki elektabilitas lebih baik. Situasi politik saat ini tidak mudah bagi Demokrat,” kata dia. Ditempat yang berbeda Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono menggelar acara akbar. Bertempat di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, sebanyak 11 peserta konvensi akan diperkenalkan untuk pertama kalinya secara resmi di depan publik. Hampir seluruh kader partai berlambang mercy hadir memenuhi hall utama. Namun SBY memilih tidak hadir. Informasi yang dihimpun, alasan ketidakhadiran SBY lantaran kondisi tubuh yang kurang sehat. Maklum SBY selama dua hari melakukan kunjungan ke Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

membuka rangkaian acara Sail Komodo. Ketua Harian PD Syariefuddin Hasan yang menggantikan SBY menampik kabar itu. “Pak SBY memilih untuk tidak hadir karena memang ingin memberikan keleluasaan 11 peserta menyampaikan pidato politiknya. Biar peserta konvensi tidak sungkan, biar lepas. Beliau dalam keadaan sehat. Memantau di rumah,” ujarnya. Satu persatu peserta konvensi memaparkan pidato politiknya. Ali Masykur Musa, Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Dino Patti Djalal, Endriartono Sutarto, Gita Wirjawan, Irman Gusman, Hayono Isman, Marzuki Alie, Pramono Edhie Wibowo, Sinyo Harry Sarundajang bergantian menyampaikan visi misinya. Selepas acara perhatian awak media justru mengkonfirmasi langkah Anas mendirikan ormas PPI. Syarief yang juga menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM enggan mengomentari. “Kenapa mesti dengerin Anas. Saya tidak mau bicara

tino oktaviano/ aktual

D

ua hajat besar digelar oleh ketua umum Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) dan mantan ketua umum Partai Demokrat (PD), Minggu (15/9). Anas Urbaningrum yang menyandang gelar sebagai mantan ketua umum sudah sibuk sejak pagi hari. Para loyalis Anas, Ahad itu berkumpul dikediamannya, Jalan Teluk Semangka Blok C9 No 1, Kav AL Durensawit, Jakarta Timur. Tersangka kasus gratifikasi proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang itu mendeklarasikan Rumah Pergerakan. Markas Organisasi Massa (Ormas) Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). Bendera berlambang bintang bercorak merah, putih dan hitam terpasang di pendopo rumah pribadi mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu. “Mengapa rumah, karena warga Pergerakan Indonesia ingin membangun suasana kekeluargaan, ingin mengutamakan semangat kekeluargaan, persahabatan yang hangat. Bukan suasana kantor yang mekanik pragmatik atau oportunis,” ujar Anas yang didapuk sebagai ketua umum dalam sambutanya. Tetamu dengah hikmat mendengarkan pidato Anas. Tampak Ketua Komisi III DPR RI Gede Pasek Suardika, dan Sekjen PD Saan Mustofa mengikuti acara. Juga hadir Anggota Majelis Tinggi DPP Demokrat Prof Achmad Mubarok. Kolega Anas semasa menjadi komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nazaruddin Sjamsuddin, Mulyana W Kusuma juga tampak hadir. “Gerakan ini antikemarahan, anti kebencian dan antipermusuhan,” jelas Anas.


tentang Anas. Itu sudah masa lalu Demokrat,” ujarnya. Intonasi Syarief meninggi ketika kembali dicecar oleh wartawan terkait dengan deklarasi Rumah Pergerakan. Syarie secara tegas tidak setuju dengan ormas baru bentukan Anas tersebut. “Saya katakan kalau masalah ormas, siapapun bisa bikin ormas, tukang becak pun bisa. Bentuk ormas kan dilindungi undangundang. Tapi bukan berarti saya dukung,” katanya. Tidak menunggu lama Syarief langsung menegaskan akan menjatuhkan sanksi kepada mereka yang disebutnya ‘disloyal’. “Saya tegaskan itu enggak boleh. Alasannya kami harus fokus (persiapan pemilu) 2014. Akan ada tindakan tentunya. Ada suatu justifikasi kebijakan yang akan kami lakukan,” tegas dia. Selasa (17/9), secarik kertas diantar Syarief Hasan langsung kepada Ketua Fraksi PD Nurhayati Ali Assegaf. Isinya rotasi jabatan struktural di Fraksi PD. Dua nama yang menjadi sorotan adalah Saan yang menjabat sebagai ketua Bidang Kepemudaan PPI dan Gde Pasek yang menjabat sebagai sekjen dicopot. Surat bernomor SK DPP PD bernomor 174/SK/DPP.PD/IX/2013 itu menujuk Ruhut Sitompul sebagai pengganti Pasek sebagai ketua Komisi III dan Rifki Harsyah sebagai sekretaris fraksi. “Rotasi fraksi ini dilaksanakan untuk penyegaran, untuk memberikan kesempatan kepada anggota-anggota yang belum pernah menjadi pimpinan fraksi dan komisi. Rencana ini sudah cukup lama tapi pelaksanaannya baru saat ini,” ujar Nurhayati. Nurhayati menampik rotasi ini dikaitkan dengan keikutsertaan keduanya dalam ormas yang didirikan bertepatan dengan hari lahir Anas, 15 Juli silam. “Ini tidak ada kaitan dengan ormas Anas. Iya sanksi memang ada, tapi bukan berarti rotasi itu sanksi. Ini bukan merupakan sanksi,” tegasnya. Tidak hanya itu, Wakil Bendahara Umum Mirwan Amir dan Mubarok yang hadir dalam acara tersebut juga dikabarkan mendapat sanksi. Kontan

saja sanksi tersebut mendapat reaksi keras. Pasek misalnya menyebut keputusan DPP PD tidak demokratis. “Ini namanya paranoid. Masak macan takut sama anak kucing,” ujar Pasek. Dia merasa diperlakukan tidak adil. Pasalnya banyak kader PD yang ikut dalam ormas tapi tidak diberi sanksi. Misalnya Jafar Hafsah dan Herman Khaeron yang terhabung dengan Perhimpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pimpinan Ketua Dewan Pembinan Partai Gerindra Prabowo Subianto. Pengganti Pasek, Ruhut juga tergabung dalam ormas Pemuda Pancasila. Politisi asal Bali ini juga menyerang Syarief. Ia menilai jam terbang Syarief di organisasi tidak layak sebagai Ketua Harian. “Kalau diibaratkan, Ketua Harian (Syarief) mungkin level-nya belum cocok untuk Ketua Harian partai sebesar Demokrat. Ibarat orang masih punya SIM C, tapi mengendarai bus malam yang penuh penumpang, sangat berisiko,” jelasnya. Di samping itu, pengangkatan Ruhut sebagai pengganti Pasek tidak berjalan mulus. Anggota Komisi III ramai-ramai menyuarakan pendapatnya. “Rapat internalnya habis (uji) calon Hakim Agung. Tetapi banyak daya tolak dari kawan-kawan,” kata anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Yani. Ruhut dinilai tidak memiliki pengalaman untuk memimpin komisi. Ia tak ingin Komisi III yang paling disorot oleh masyarakat ini diisi oleh badut. “Ini ditunjuk, bukan terpilih. Saya lihat memang daya tolaknya keras kepada Ruhut. Bisa dibayangkan kalau memang ada pimpinan komisi yang kayak badut,” tegas Yani. Hal senada diungkapkan oleh anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil serta Syarifuddin Suding dari Fraksi Partai Hanura. “Jangan sampai apa yang dikuatirkan sebagian orang bahwa saat Ruhut jadi ketua, maka Komisi III DPR RI menjadi komisi badut. Mudah-mudahan tidak seperti itu. Sebab masih ada tiga pimpinan lagi yang bisa menutupi kekurangan

Ruhut,” ucap Nasir. Perselisihan antara Anas dan SBY ini menjadi babak baru dalam perjalanan PD. Sebelumnya SBY pernah menonaktifkan Anas secara paksa setelah banyak diberitakan terkait dengan kasus korupsi. Namun Anas memilih mundur dari DPP PD dan sebagai kader partai. Kondisi kali ini dinilai oleh pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk sebagai langkah Anas mengembosi PD. “Anas bikin manuver dengan ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI)-nya. The game is not over yet. Kayaknya bisa jadi efek amputasi. Anas dkk bikin gerakan pengembosan Demokrat,” ujarnya SBY konon telah memperhitungkan langkah untuk membersihkan loyalis Anas. Bahkan menurut informasi yang dihimpun Aktual, SBY sangat geram dengan tindakan Anas yang mendeklarasikan Rumah Pergerakan bersamaan dengan deklarasi peserta konvensi. Itulah salah satu alasan SBY tidak menghadiri acara konvensi. “Satu jam sebelum pembukaan, SBY membatalkan kehadirannya diacara tersebut karena kaget melihat pemberitaan media-media yang lebih antusias meliput deklarasi Rumah Pergerakan Indonesia Anas Urbaningrum di Duren sawit,” kata sumber Aktual. SBY juga meminta DPP melakukan investigasi pertemuan di rumah Anas. Serta meminta KPK segera menyelesaikan proses hukum Anas yang sedang dikerjakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Syarief Hasan membantah informasi tersebut. Hamdi Muluk menambahkan panjanganya masa konsolidasi antara kubu SBY dan kubu Anas di internal Demokrat membuat partai diujung kehancuran. “Itulah yang saya bingung. Buat apa lagi orang berdua ini berkelahi, ibaratnya dia sibuk berperang berdua, partai lain sedang mengintip-intip kemenangan. Artinya mereka berdua perang, satu jadi abu, satu yang klain jadi arang,” tegasnya.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

73


energi PT SELE RAYA MERANGIN DUA

Titanic di Sungai Musi

Ketujuh kapal pengangkut minyak mentah itu semula dikontrak untuk melaksanakan 96 trip. Praktiknya, selama periode kontrak hanya terlaksana tiga trip (3%). Hal itu disebabkan kondisi pasang surut Sungai Musi Rawas dan Musi Banyuasin yang ekstrem. Oleh: Heriyono

A

pa jadinya bila kapal seperti ‘Titanic’ berlayar di anak Sungai Musi, Sumatera Selatan? Jawaban sudah bisa ditebak, kapal itu tidak akan bisa berlayar dengan baik, bahkan cenderung selalu kandas. Karena kondisi kapal di desain bukan untuk mengarungi aliran anak sungai yang dangkal, tapi untuk berlayar di lautan. Ini pula yang terjadi ketika kapal-kapal besar yang disewa PT Sele Raya Merangin Dua (SRMD) dari PT Salam Bahagia digunakan untuk mengangkut minyak mentah di Sungai Musi Rawas dan Musi Banyuasin. Hal itu terkuak ketika dokumen terkait sewa kapal yang dilakukan SRMD dari Salam Bahagia untuk mengangkut minyak mentah dari Lapangan Tampi perihal 74

rekomendasi atas pembebanan biaya transport minyak mentah menggunakan barging di Blok Merangin II PT SRMD mampir ke meja redaksi Aktual. Dokumen itu diteken oleh Budi Agustyono sebagai kepala Divisi Pemeriksaan Biaya Operasi SKK Migas, tertanggal 31 Juli 2013 dan ditujukan kepada kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas. Dokumen surat itu ditembusi ke Deputi Pengendalian Keuangan SKK Migas (sebagai laporan) dan Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas (sebagai informasi). Dalam dokumen itu disebutkan, SRMD menyewa tujuh kapal dari PT Salam Bahagia untuk mengangkut minyak mentah Lapangan Tampi dengan nilai kontrak USD 3,516 juta atau setara Rp 35,16 miliar (kurs Rp 10 ribu). Durasi kontrak mulai 1 Oktober 2011 hingga 30 September 2012. Ketujuh kapal yang disewa itu adalah; satu kapal oil barge storage (Petro Badak) berdaya 40 ribu bbls jenis single bottom, dua kapal oil barge pengangkut, yakni SMS 1805 dan SMS 1806, masing berdaya 12 ribu bbls jenis single bottom,

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

serta empat tug boat penarik, yaitu Mariana VII, Mariana IX, Sumber XXII, dan Sumber XXIV. Ketujuh kapal itu dikontrak untuk melaksanakan 96 trip. Praktiknya, selama periode kontrak hanya terlaksana tiga trip (3%). Hal itu disebabkan kondisi pasang surut Sungai Musi Rawas dan Musi Banyuasin yang ekstrem. “Saat permukaan air yang rendah, kapal kandas. Sedangkang saat permukaan air tinggi, kapal tidak bisa melewati Jembatan Sekayu. Hal ini menyebabkan operasional kapal sangat terbatas dalam mengangkut minyak mentah,” tulis Budi dalam dokumen tersebut. Dia menambahkan, kondisi tersebut mengakibatkan kondisi kapal menjadi idle, sementara biaya sewa kapal sebesar USD 2,097 juta (Rp 20,1 miliar) selama periode kontrak telah dibayar penuh oleh SRMD. Di samping membayar sewa kapal, SRMD juga membayar sewa penampungan minyak mentah di floating storage and offloading (FSO) Pelita Bangsa sebesar USD 2,34 juta (Rp 23,42 miliar) selama periode 1 Maret 2012 hingga 30 September 2012. Selama periode kontrak kapal, minyak mentah yang terangkut dan tertampung di FSO Pelita Bangsa hanya sebesar 19.122 bbls (1,7%) dari yang direncanakan sebesar 1,152 juta bbls.


“Akibatnya, cost per barel adalah sebesar USD 232,2 yang terdiri atas USD 109,7 per barel untuk pengangkutan minyak mentah SRMD dan USD 122,5 per barel untuk sewa penampungan minyak mentah di FSO Pelita Bangsa. Cost per barel SRMD sebesar USD 232,2 ini lebih tinggi dari harga jual rata-rata minyak mentah SRMD selama periode 1 Oktober 2011 sampai dengan 30 September 2012 yang sebesar USD 116 per barel,” jelas Budi dalam dokumen. Budi juga menulis, saat kontrak kapal berakhir pada 30 September 2012, kontrak diperpanjang (bridging) selama enam bulan hingga 31 Maret 2013. Adapun kondisi pengangkutan minyak mentah melalui barging hingga 31 Maret 2013 adalah, terdapat tambahan 10 trip dengan minyak mentah yang terangkut sebesar 102.265 bbls, sejumlah 50.094 bbls minyak mentah SRMD di FSO Pelita Bangsa telah terjual ke Pertamina dan diangkut ke Refinery Unit III Pertamina di Plaju. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Bidang Pengendalian Keuangan SKK Migas mengeluarkan empat rekomendasi. Pertama, tidak memperpanjang kontrak barging yang berlaku (dari Jetty Pauh ke Bangka Marine Terminal) karena cost per barel sangat mahal, bahkan sudah melebihi harga jual rata-rata minyak mentah SRMD selama kontrak. Kedua, fungsi terkait SKK Migas untuk segera mengkaji sistem transportasi pengangkutan minyak mentah yang optimum, agar target produksi 3.500 bopd dapat tercapai. Usulan alternatifnya adalah, meminta SRMD untuk segera membuat barge sesuai dengan kondisi sungai, seperti disarankan konsultan (PT Carsurin). Tujuannya, agar produksi minyak mentah yang diangkut melalui kapal bisa lebih banyak, sehingga cost per barel menjadi turun. Kemudian, dibuat kontrak baru barging berupa penyediaan jasa pengangkutan minyak mentah, di mana fee berdasarkan cost per barel. Ketiga, meminta SRMD segera

membangun fasilitas pipa dari Blok Station Tampi ke unloading Jene (153 km). SRMD bisa melakukan sharing cost dengan KKKS lain, seperti Odira dan Tropic Energi, di sekitar lokasi untuk penghematan biaya pembangunan pipa. Keempat, meminta SRMD melakukan renegosiasi dengan Medco E&P Indonesia atas sewa penampungan minyak mentah di FSO Pelita Bangsa, agar disesuaikan dengan kemampuan SRMD mengangkut minyak mentah melalui sungai. *** Namun yang aneh balasan surat juga diperoleh Aktual. Pj Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas Baris Sitorus ke Budi Agustyono pada 27 Agustus 2013. Isinya “tidak nyambung” dengan memo yang ditulis Budi sebelumnya. Ada empat poin penting yang ditulis Baris dalam dokumen surat balasan itu. Pertama, bahwa oil storage barge Petro Badak sebagai salah satu bagian biaya barging transportation sebesar USD 2,097 juta juga berkontribusi atas penambahan perhitungan minyak yang diangkut dari Lapangan Tampi kurang lebih 38.533 barel. Kedua, selama periode kontrak 1 Oktober 2011 hingga 30 September secara efektif barging transportation dapat termanfaatkan mulai Februari 2012 saat Petro Badak beroperasi di Terminal Pauh. Sementara dua unit tug dan barge mulai bergerak menyalurkan minyak mentah dari Petro Badak menuju FSO Pelita Bangsa pada Mei 2013 terkendala permasalahan tanah dan perizinan pembangunan infrastruktur Terminal Pauh, serta ketinggian sungai di sepanjang Sungai Musi Rawas sampai Musi Banyuasin. Ketiga, jumlah minyak mentah yang berhasil diangkut dan ditampung dari Lapangan Tampi melalui barging transportation adalah 38.533 bbls di Petro Badak dan 19.122 bbls di FSO Pelita Bangsa, dengan total 57.655 bbls atau di

bawah volume yang ditargetkan. Keempat, akibatnya cost per barel barging transportation termasuk di dalamnya Petro Badak, dua tug dan barge, serta facility sharing FSO Pelita Bangsa hingga 30 September 2012 mencapai USD 77,01 per barel. “Sebagai tindak lanjut atas rekomendasi Tim Pemeriksaan Khusus terutama yang terkait dengan fungsi perkapalan, telah dilakukan sejumlah langkah,” tulis Baris dalam dokumen surat itu. Ada lima langkah yang telah dilakukan. Pertama, mempertimbangkan pada saat kontrak barging berakhir dalam kondisi kandas dengan membawa muatan, menjaga kontinuitas produksi Lapangan Tampi karena trucking juga mengalami permasalahan kerusakan dan pemblokiran jalan, serta prospek jumlah pengapalan pada musim hujan, maka barging transportation dilanjutkan dengan menambahkan kontrak klausal standby rate mulai 10 Desember 2012. Kedua, efektif sejak 1 Maret 2013 kontrak sewa kapal yang sebelumnya berdasarkan daily based charter diubah menjadi volume based charter dengan rate USD 17,50 per barel. Ketiga, spesifikasi teknis barging transportation sebagai hasil evaluasi pengoperasian barging yang disesuaikan dengan karakteristik alur pelayaran telah disampaikan oleh SRMD pada 25 Oktober 2012, yaitu tailor-made tug & barge yang tidak bisa secara langsung tersedia di pasaran. Keempat, fasilitas penyaluran minyak melalui pipa menggantikan barging transportation ditargetkan beroperasi pada 2015 sedang dikoordinasikan SRMD dengan fungsi terkait di SKK Migas. Kelima, perubahan mekanisme sewa kapal penampungan minyak mentah di FSO Pelita Bangsa telah difinalisasi fungsi Operasi Pengangkutan dan Penyimpanan pada 21 Mei 2013, dengan estimasi penguarangan atas biaya Facility Sharing Agreement (FSA) SRMD kurang lebih USD 991.254 per tahun, berlaku efektif mulai 1 Juli 2013.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

75


energi

suplai kondensat ‘haram’ tppi Setelah konstruksi Phase I selesai dan operasi dimulai, Pertamina mendukung TPPI dengan menyuplai kondensat sejak 2006 untuk bahan baku produksi dengan sistem letter of credit (L/C). Oleh: Arbie Marwan, Zaenal Arifin

P

T Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) adalah usaha Grup Tuban Petro yang didirikan pada Oktober 1995. Tujuan pendirian TPPI adalah membangun komplek pabrik penghasil aromatik (Phase 1) dan olefin (Phase II), bahan baku industri petrokimia. TPPI semula didirikan oleh Honggo Wendratno (PT Trans-Pasific Petrochemical) bersama Hashim Djojohadikusumo (PT Tirtamas Majutama), dan Njoo Kok Kiong alias Al Njoo. Awalnya, komposisi saham TPPI terbagi menjadi tiga bagian, yakni Hashim menguasai 50% dan sisanya dibagi dua antara Honggo dan Al Njoo. Pembangunan pabrik dimulai pada 1997. Namun, baru setahun berjalan, yakni pada 1998, pembangunan terhenti karena badai krisis ekonomi yang menimpa Asia, tidak terkecuali Indonesia. Guna menuntaskan pembangunan pabrik Phase I, perseroan membutuhkan tambahan investasi sebesar USD 400 juta dan modal kerja USD 75 juta. Di tengah jalan, perusahaan milik Hashim, Tirtamas Majutama, terlibat utang macet senilai Rp 4,2 triliun. Tirtamas adalah pemilik Bank Pelita dan Bank Istimarat. Guna membayar 76

utang tersebut, Hashim kemudian menyerahkan TPPI ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk direstrukturisasi. Dalam proses restrukturisasi, Hashim dan Njoo Kok Kiong hengkang, menyisakan Honggo seorang. Honggo kemudian mendirikan Grup Tuban Petro sebagai induk baru. Pasca-bubarnya BPPN, utang itu dilimpahkan ke PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). PPA lantas menguasai 70% saham, sedangkan sisa saham dimiliki Honggo melalui bendera PT Silakencana Tirtalestari. Lewat Tuban Petro, PPA secara tidak langsung menguasai anak perusahaan Tirtamas, yakni TPPI (59,5%), PT Polytama Propindo (80%), dan PT Petro Oxo Nusantara (50%). Pabrik aromatik TPPI berada di Tuban, Jawa Timur. Sedangkan pabrik polypropylene Polytama dan produsen alkohol Petro Oxo masingmasing terletak di Balongan, Jawa Barat, dan Gresik, Jawa Timur. Semuanya menjadi jaminan utang. Pada 2001, Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) meminta PT Pertamina (Persero) ikut

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

berpartisipasi dalam penuntasan proyek TPPI dengan konsep product swapping. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 2004, TPPI sukses menuntas restrukturisasi utang dan memperoleh pendanaan dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) serta beberapa bank komersial. TPPI kemudian mulai beroperasi pada 2006. Dalam program restrukturisasi tersebut, utang Tirta Mas Group, induk usaha TPPI sebelum restrukturisasi, di BPPN dialihkan kepada Tuban Petrochemical Industries dan kemudian Tuban Petro membayar kewajibannya kepada pemerintah yang sekarang diwakili PPA dengan menerbitkan obligasi berupa multi year bond sebesar Rp 3,26 triliun dan mandatory convertible bond. Setelah restrukturisasi tahap pertama, pemegang saham TPPI pun berubah menjadi Tuban Petrochemical Industries 59,5%, Pertamina 15%, dan pemegang saham asing 25,5%. Setelah konstruksi Phase I selesai dan operasi dimulai,


Pertamina mendukung TPPI dengan menyuplai kondensat sejak 2006 untuk bahan baku produksi dengan sistem letter of credit (L/C). Pertengahan 2007, TPPI mengalami kesulitan keuangan, sehingga tidak dapat membuka L/C. Guna mencegah TPPI berhenti operasi, Pertamina tetap menyuplai kondensat Senipah dengan fasilitas open account. Suplai Senipah semula dibayar lancar. Akhir 2007, kondensat yang telah disuplai dan tidak dapat dibayar, dengan total empat kargo atau senilai USD183 juta. Pertamina kemudian

menghentikan suplai kondensat untuk mencegah peningkatan jumlah utang. TPPI kembali berhenti beroperasi pada Maret 2008. Namun, sejak pertengahan 2009, TPPI mulai

beroperasi kembali dengan bantuan suplai feedstock langsung dari BP Migas. Meskipun sudah kembali beroperasi, utang TPPI atas kondensat Senipah belum dibayar. Operasi ini justru menambah utang ke BP Migas sebesar USD180 juta. Selain utang Senipah, TPPI juga memiliki utang ke Pertamina dalam bentuk product swapping. Pada skema ini, Pertamina memberikan dukungannya kepada TPPI dalam penyelesaian kilang aromatik di Tuban dengan menjamin suplai LSWR kepada Mitsui sampai 2012 senilai USD 50 juta per enam bulan, dengan total USD 600 juta. Hasil penjualan atas transaksi ini digunakan untuk membayar utang TPPI. Sebagai imbalan, Pertamina mendapat product delivery instrument, yang memberikan hak kepada Pertamina untuk mendapatkan middle distillate products (MDP) dari TPPI. Apabila TPPI gagal mengirimkan MDP, maka TPPI berkewajiban membayar tunai atau menerbitkan surat utang berupa delayed payment note (DPN). DPN jatuh tempo setiap enam bulan setelah diterbitkan. Sejak Desember 2008, TPPI tidak mampu mengirimkan MDP maupun membayar tunai kepada Pertamina. Secara keseluruhan, saat itu, TPPI memiliki utang kepada Pertamina sebesar USD 548 juta, BP Migas USD 180 juta, dan PPA Rp3,27 triliun. TPPI juga berutang kepada perusahaan Belanda, yakni Argo Capital BV dan Argo Global Holding, sebesar USD150 juta. *** Sri Mulyani Indrawati pada 12 Februari 2009 saat masih menjabat sebagai menteri Keuangan pernah

membuat surat bernomor S-85/ MK.02/2009 hal permohonan persetujuan tatacara pembayaran kondensat yang dikelola BP Migas untuk diolah TPPI. Dalam suratnya tersebut Sri Mulyani pada prinsipnya mendukung agar TPPI bisa diberikan suplai kondensat kembali dan TPPI harus melunasi kewajibannya atas pembelian kondensat bagian pemerintah. Sri Mulyani juga menekankan untuk produk BBM yang dijual kepada Pertamina, TPPI hanya akan menerima pembayaran dari Pertamina sebesar selisih pembayaran BBM yang dibeli Pertamina dikurangi kewajiban pembayaran kondensat bagian pemerintah yang dibeli TPPI. Selanjutnya Pertamina akan menyetorkan pembayaran kondensat tersebut ke pemerintah. Setahun kemudian, tepatnya pada 4 Februari 2010, WS Wirjawan saat menjabat Deputi Pengendalian Keuangan BP Migas mengeluarkan memorandum bernomor 0033/ BPC0000/2010/S4 yang ditujukan kepada Deputi Pengendalian Operasi BP Migas yang kala itu dijabat Budi Indianto. Memorandum itu menyangkut hal penjualan kondensat bagian Negara kepada TPPI. Wirjawan dalam memorandumnya menjelaskan, ada empat hal penting yang mesti diperhatikan soal penjualan kondensat pemerintah kepada TPPI sejak 23 Mei 2009. Pertama, posisi outstanding piutang pemerintah ke TPPI hingga Desember 2009 telah mencapai USD 105,37 juta. Kedua, persetujuan penunjukkan penjual (seller appointment agreement/SAA) antara BP Migas dan TPPI belum ditandatangani. Ketiga, Departemen Keuangan menyampaikan bahwa Pertamina telah menghadap menteri Keuangan dan menyampaikan intention Pertamina untuk mempailitkan TPPI. Keempat, keterlambatan pembayaran TPPI untuk penjualan kondensat pada Mei-September 2009 mencapai rata-rata 30 hari sejak jatuh tempo. Kemudian pada

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

77


energi periode Oktober 2009 keterlambatan pembayaran mencapai 47 hari sejak jatuh tempo. “Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kami menyampaikan kepada saudara (Deputi Pengendalian Operasi, red) untuk menghentikan pasokan Senipah kondensat kepada TPPI dan terkait hal ini dibicarakan lebih lanjut,” tulis Wirjawan dalam memorandumnya tersebut. Budi Indianto baru membalas memorandum tersebut sebulan kemudian, tepatnya pada 25 Maret 2010 dengan mengeluarkan memorandum bernomor 0259/ BPB0000/2010/S2 dengan perihal yang sama. Dia menjelaskan, berdasarkan notulen rapat dengan Departemen Keuangan dan TPPI pada 11 Maret 2010, ada tiga poin utama. Pertama, Kementerian Keuangan telah menyetujui penyelesaian SAA penjualan kondensat bagian negara kepada TPPI. Adapun ketentuannya, pihak TPPI menyediakan jaminan pembayaran (stand-by letter of credit/SBLC) senilai USD 15 juta. Jumlah tersebut belum mencukupi untuk menutupi kewajiban pembayaran. Kemudian, pihak TPPI mengajukan jaminan tambahan berupa hasil penjualan seluruh kondensat bagian negara dan produk olahannya. Lalu, BP Migas meminta hak fiducia atas jaminan tambahan tersebut. Sampai hak fiducia tersebut diselesaikan, TPPI menjamin bahwa seluruh hasil penjualan atas jaminan tambahan tersebut akan dipergunakan dalam memenuhi kewajibannya kepada BP Migas. Selanjutnya, jangka waktu pembayaran adalah 30 hari setelah tanggal B/L Date dan apabila terlambat, maka TPPI akan dikenakan denda. L/C akan dicairkan 70 hari setelah B/L Date. Kedua, Kementerian Keuangan tetap mendukung pengiriman kondensat bagian negara ke TPPI karena merupakan aset negara. Namun, apabila TPPI telah beroperasi normal di atas 78

85% atau TPPI telah dinilai memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, maka ketentuan khusus ini dalam SAA tersebut di atas tidak dapat diperlakukan lagi. Ketiga, konsep SAA sudah diselesaikan dan sedang dalam proses inisial di TPPI dan BP Migas. *** Pasca adanya memorandum dari dua deputi BP Migas tersebut, kepala BP Migas saat itu, Raden Priyono, berkirim surat kepada Menteri Keuangan saat dijabat Agus DW Martowardojo pada 10 November 2010 dengan nomor surat 0661/BP00000/2010/S2 perihal penyaluran kondensat bagian negara kepada TPPI. Priyono menyampaikan empat poin penting kepada menteri Keuangan. Pertama, BP Migas dan TPPI telah memperpanjang perjanjian penunjukan penjual untuk lifting kondensat bagian Negara oleh TPPI hingga 23 Mei 2011, dalam bentuk amandemen perjanjian penunjukan penjual

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

yang memerlukan persetujuan menteri Keuangan sebagai persyaratan dari amandemen perjanjian penunjukan penjual tersebut. Kedua, sesuai dengan perjanjian penunjukan penjual dan amandemen perjanjian penunjuk penjual, TPPI harus melakukan pembayaran atas kondensat bagian negara yang di lifting dalam jangka waktu 30 hari sejak bill of lading. “Menurut catatan kami, sejak awal perjanjian penunjukan penjual sampai 31 Oktober 2010, TPPI hanya dapat melaksanakan pembayaran rata-rata 70 hari kalender sejak tanggal bill of lading,” tulis Priyono. Ketiga, total kewajiban pembayaran atas kondensat bagian negara yang di lifting oleh TPPI yang telah jatuh tempo, lebih dari 30 hari sejak tanggal bill of lading, dan belum dibayar oleh TPPI per 5 November 2010 sebesar USD 136,94 juta ditambah dengan denda keterlambatan yang belum dibayar oleh TPPI sebesar USD 814.850. Keempat, adanya syarat jaminan pembayaran sesuai amandemen


persetujuan menteri Keuanagan. “Selaku bendahara umum negara, perlu kami sampaikan bahwa BP Migas bertanggungjawab untuk menjamin pengamanan penerimaan negara dari lifting kondensat bagian negara,” tulis Agus. ***

perjanjian penunjukan penjual BP Migas. Syarat itu adalah, unconditional standby letter of credit sebesar USD 15 juta sesuai standar yang diterapkan oleh BP Migas dan berlaku hingga 23 Mei 2011. Lalu, automatic transfer berupa standby letter of credit dari reputable bank sebesar sebesar USD 45 juta yang dapat dicairkan setiap bulan sebesar USD 7,5 juta pada Desember 2010 dan berlaku hingga 23 Mei 2011. Kemudian, akta jaminan fiducia atas inventori seluruh kondensat bagian negara yang di lifting oleh TPPI, produk setengah jadi, produk jadi, uang tunai dan piutang yang dihasilkan dari penjualan kondensat bagian negara. “Kami memberikan waktu kepada TPPI untuk menyerahkan jaminan pembayaran tersebut paling lambat tujuh hari kelender sebelum lifting berikutnya (10 November 2010). Apabila TPPI tidak dapat menyerahkan jaminan pembayaran dimaksud, BP Migas akan menghentikan lifting terhadap

kondensat bagian negara oleh TPPI,” tulis Priyono dalam suratnya. Priyono juga menjelaskan, berdasarkan hal tersebut, dengan memperhatikan pembayaran terhadap lifting kondensat bagian negara oleh TPPI yang tidak sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian penunjukan penjual, serta melihat kondisi keuangan TPPI yang dapat berpotensi mengganggu penerimaan negara. BP Migas juga akan menunda atau hanya meneruskan lifting kondensat bagian negara oleh TPPI pada 13 November 2010 sampai dengan memperoleh persetujuan menteri Keuangan terhadap lifting kondensat dan amandemen perjanjian penunjukan penjual. Agus Martowardojo lalu membalas surat Priyono pada 19 November 2010 dengan nomor surat S-575/MK.6/2010. Inti surat itu adalah perjanjian antara BP Migas dan TPPI merupakan dalam bentuk perikatan yang tidak memerlukan

Akhir Maret lalu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro pernah berkomentar, pemerintah berharap kilang pengolahan minyak milik TPPI bisa beroperasi kembali, agar bisa mengurangi impor bahan bakar gas dari luar. Terkait dengan utang TPPI kepada PPA, pihaknya mengaku belum merapatkannya kembali dengan Kementerian Koordinator Perekonomian. “Kalau dari migas, intinya satu, kilangnya bisa beroperasi kembali sehingga kilang TPPI bisa memproduksikan kembali bahan bakar elpiji. Dengan demikian bisa memenuhi kebutuhan elpiji 12 kg dan 3 kg,” kata Edy. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto mengatakan pemerintah sebaiknya menjalankan apa yang sudah diputuskan dalam perjanjian yang diteken pada September tahun lalu. Menurut dia, Indonesia sangat membutuhkan kilang saat ini. Dengan beroperasinya kembali kilang tersebut, maka akan membantu kebutuhan elpiji di Indonesia. TPPI memiliki utang pokok, bunga dan denda kepada seluruh kreditur sebesar Rp 17,88 triliun. Sementara, aset nonkas TPPI per 30 September 2012 hanya berjumlah USD 899 juta atau tidak dapat menutupi liabilitasnya sebesar USD 1,8 miliar. Selain elpiji, produksi kilang TPPI antara lain paraksilen 500 ribu ton per tahun dan benzen 300 ribu ton per tahun. Tanpa produksi dari TPPI, maka pada 2015 diperkirakan Indonesia akan mengimpor paraksilen sebesar 900 ribu ton dan benzen 400 ribu ton.

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

79


INTERNASIONAL

Ada sebuah proses ilegal yang sangat terorganisir yang dilakukan sebuah operasi intelijen saat “the only liquid investment capital” beredar di beberapa bank tertentu yang saat itu sedang diambang ambruk. Oleh: Andy Abdul Hamid, Arnold Sirait

I

ngatkah anda ketika Antonio Maria Costa menyatakan bahwa uang dari bisnis narkoba global menyelamatkan dunia akibat krisis sistem keuangan pada tahun 2008 lalu? Pada Desember 2009 dia pernah mengatakan bahwa ada sebuah proses ilegal yang sangat terorganisir yang dilakukan sebuah operasi intelijen saat “the only liquid investment capital” beredar di beberapa bank tertentu yang saat itu sedang diambang ambruk. Dia menyebut, uang ilegal (dari narkoba dan kegiatan ilegal lain.red) yang sangat likuid itu berjumlah sekitar USD 352 miliar diserap langsung oleh sistem ekonomi saat itu. “In many instances, the money 80

from drugs was the only liquid investment capital. In the second half of 2008, liquidity was the banking system’s main problem and hence liquid capital became an important factor,” itu pernyataan Antonio yang sempat mengguncang Barack Obama dan IMF pada 2009 lalu. Dia bahkan secara terang benderang mengatakan bahwa “It is understood that evidence that drug money has flowed into banks came from officials in Britain, Switzerland, Italy and the US”. Pada 2002 sampai 2010, Antonio Maria Costa adalah Executive

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

Director untuk United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan Director General untuk United Nations Office at Vienna (UNOV). Ini sebuah jabatan sangat strategis. Sebenarnya, pernyataan Antonio itu adalah simbol ledakan kegelisahan akibat bisnis global narkoba yang hanya dan sering terucap dari mulut ke mulut tanpa bukti data emprik yang valid. Antonio adalah salah satu gerbang pembukanya. Lihat saja laporan UNDOC pada tahun 2010 lalu. Dalam laporan itu disebutkan sejak 2001 sampai 2010, invasi ilegal AS di Afghanistan menyebabkan negara Afghanistan menjadi negara penghasil 90 persen opium ilegal dunia. Opium adalah bahan dasar produk heroin. Dan dana untuk pembiayaannya terbesar datang dari CIA. Laporan UNDOC pada 2013

aktual/ istimewa

Ekonomi Politik Narkoba


bahkan menyebut pada 2011 saja, sudah sekitar 131.000 hektar tanaman opium dibudidayakan. Luas itu bertambah menjadi 154.000 hektar pada 2012. Laporan itu juga menyebut bahwa sejak tahun 2009 lalu produksinya sudah berpotensi akan naik 61 persen pada 2010. Lalu bagaimana pada tahun 2013 ini? Besar kemungkinan bertambah. Apalagi ketika harga narkoba digoreng pasar dengan memainkan permintaan dan penawaran. Laporan itu juga melaporkan pada tahun 2011 bahwa harga eceran heroin di Amerika Serikat telah berfluktuasi antara sekitar USD 125 dan USD 225 per gram, sementara harga eceran di Eropa telah berfluktuasi antara USD 100 dan USD 125 per gram dalam. Harga grosir umumnya sekitar setengah dari harga eceran. Dalam sebuah berita yang ditulis Financial Times pada Februari 2000 lalu, tingkat turnover bisnis opium Afghanistan sudah mencapai USD 500 miliar. Lalu, tiga tahun kemudian, IMF juga memperkirakan bahwa global money laundering dari bisnis narkotika sudah mencapai USD 590 milar sampai USD 1,5 triliun. Whuiihhh...Nilai yang sangat fantastis. Ini yang membuat bisnis global narkoba menjadi bisnis komoditas global terbesar dalam sejarah setelah bisnis global minyak dan senjata. Yang menarik, dalam laporan UNODC juga disebutkan, bahwa ada kekuatan bisnis dan keuangan yang sangat kuat dibalik bisnis global narkotika. Artinya, secara geopolitik, ada kepentingan geopolitik yang juga besar seperti kepentingan geopolitik di sektor minyak dan senjata. Dalam bahasa sederhana, mirip di bisnis minyak global, bahwa kekuatan intelijen, kekuatan bisnis, dan organisasi mafia narkoba saling “bekerja sama” untuk memainkan bisnis ini. Hasilnya, dengan beberapa kesepakatan, akan dicuci ke beberapa bank besar yang memiliki jaringan global. Dalam perkembangannya, jaringan ini akan berhubungan

langsung dengan komunitas “high politics” karena begitu besar perputaran uangnya. Lalu, dimana posisi Indonesia dalam pecaturan bisnis global narkotika ini. Data dari Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Departemen Luar Negeri AS pada 2012 menyatakan bahwa jumlah transaksi peredaran narkoba di Indonesia cukup besar yakni mencapai Rp300 triliun per tahun. Anggap saja, harga pasar narkoba di Indonesia rata-rata 50% lebih tinggi dari harga produksinya, maka bisa diperkirakan ada keuntungan sekitar Rp 150 trilun per tahun hasil dari bisnis narkoba. Ini bisnis yang sangat renyah apalagi, apalagi pemainnya sangat terbatas, tidak massal. Yang jadi masalah adalah ketika jaringan narkoba ini mampu membeli partai, organisasi, birokrasi, LSM bahkan politikus di sebuah negara. Masalahnya jadi kompleks untuk diselesaikan. Di beberapa kasus, kartel narkoba lokal dengan “kekuatan”nya mampu menjamin dan menentukan pejabat publik seperti walikota atau gubernur. “Fakta di luar negeri terbukti, seperti Meksiko atau Kolombia, kekuatan uang sindikat narkoba bisa menentukan siapa wali kota dan gubernur. Ketika wali kota ingin memberantas kartel-kartel ini, maka nyawanya akan terancam,” kata Irjen Benny Mamoto dalam sebuah konferensi pers di Gedung BNN Jakarta, bulan Maret lalu. Apa yang terjadi di luar negeri mungkin sudah terjadi di Indonesia. Ada banyak kasus dimana sebuah “bos” mafia lokal meminjamkan uangnya sebesar Rp X miliar untuk pencalonan beberapa orang menjadi anggota DPRD. Fakta yang paling mutakhir adalah kasus Cebongan. Kasus yang dilaporkan juga oleh beberapa media internasional ini cukup unik, karena melibatkan dua organisasi yakni TNI dan Kepolisian. Majelis Hakim di Pengadilan Militer untuk kasus 12 prajurit Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan yang diduga pelaku

peristiwa penyerangan Lapas klas II B Cebongan tidak memutuskan apa akar masalah penyerangan tersebut. Menurut anggota Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), Teguh Sumarsono, “Akar masalah peristiwa Cebongan itu kartel narkoba. Apa yang saya katakan ini sudah A-1, karena informasi dari BNN.... Ini bukan masalah preman, preman itu datang karena ada sumber-sumber lain. Inilah yang tidak terungkap dalam persidangan... Ucok ini hanya poin-poin kecil saja, ada yang belum terungkap dibelakang Ucok”. Itu pernyataan LPSK , kepada sejumlah jurnalis di Hotel Santika, di Yogyakarta beberapa saat lalu. Tampaknya, negara kelihatan menutup diri untuk masalah kartel narkoba ini. “Justru kartel narkoba inilah yang membuat cover story, seolah-olah TNI dan Polri yang terlibat,” kata Mantan Komandan Satgas Intel Badan Intelijen Strategis (BAIS) Laksamana Pertama TNI Purn Mulyo Wibisono beberapa saat lalu. Pantas beberapa pensiunan jendral merasa perlu untuk mengingatkan bahwa kasus Cebongan bukan hanya sekadar masalah lokal saja, tapi masalahnya terlalu kompleks dan melibatkan kekuatan besar yang ingin memanfaatkan pertikaian antara TNI dan Polri untuk melemahkan posisi daya tawar Indonesia dalam membasmi jaringan global narkotika senilai Rp300 triliun per tahun itu. Memang, fakta mengatakan jaringan global narkotika tak bisa dilepaskan dari kekuatan militer, perbankan dan mafia. Untuk menumpasnya bukan seperti membalik telapak tangan. Namun bukan berarti negara (termasuk BNN) harus takut untuk mengumumkan siapa saja otak beberapa jaringan mafia narkoba di Indonesia. Dan bagaimana cara kerja mereka. Kalau tidak berani, sah saja jika khalayak juga menduga apakah negara juga bagian dari mafia itu? Karena terlalu banyak kepentingan dalam perputaran uang Rp300 triliun per tahun itu......

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

81


Agenda Heroik Prabowo ke Malaysia Oleh: Zaenal Arifin dan Adi Adrian

H

eriok. Dengan menggunakan pesawat pribadi milik adiknya Hashim Djoyohadikusumo, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto menemui Wilfrida Soik di Malaysia . Prabowo ingin menyelamatkan Wilfrida, TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga asal Belu NTT yang terancam hukuman mati. Di sana dia menemui Tan Sri Muhammad Shafee, tangan kanan Perdana Menteri Malaysia, Najib bin Tun Haji Abdul Razak (Najib Razak). “Prabowo tergerak menolong PRT tersebut, karena banyak kalangan pembesar di Malaysia merupakan kawan kecil Prabowo,” kata Wakil Sekjen Partai Gerindra Sudaryono beberapa saat lalu. Sontak, tindakan heroik Prabowo mendapat sambutan baik dan sinis. Namun, menurut data, kasus Wilfrida Soik ini sudah muncul sejak 2011 lalu. Sehingga, banyak kalangan mempertanyakan mengapa baru sekarang heroisme Prabowo muncul. Layak banyak spekulasi politik muncul: Apakah ini hanya

82

sekadar upaya partai politik untuk berlomba merebut simpati masyarakat? Direktur Migrant Care, Anis Hidayah juga sempat mengatakan yang dilakukan Prabowo di Malaysia adalah aksi politik jelang Pemilu 2014. Namun, spekulasi itu dibantah oleh Hashim Djoyohadikusumo. “Kepedulian terhadap upaya melawan perdagangan manusia adalah masalah yang menjadi perhatian bagi Prabowo dan keluarga besar Djojohadikusumo sejak bertahuntahun,” katanya. Bahkan bulan Januari 2012 lalu Prabowo sudah berhasil memulangkan TKW yang tak terurus di Yordania. “Dalam hal menyelematkan TKI, upaya yang dilakukan Prabowo bukan hanya kali ini saja, bulan Januari 2012, Prabowo yang juga berhasil memulangkan 300 TKW yang keleleran tidak terurus di KBRI Yordania, “ tambah Sudaryono. Kalau jeli, sebenarnya apa yang dilakukan Prabowo itu adalah upaya

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

politiknya untuk melihat lebih luas masalah yang lebih besar yakni nasib warga negara Indonesia lain yang terancam hukuman mati di Malaysia. Saat menjadi Kepala BNN, Gories Mere pada akhir tahun 2012 lalu sempat mengeluarkan keterangan pers di kantor BNN. Laporan itu mencatat sampai tahun 2012 ini ada sekitar 284 warga negara Indonesia (WNI) yang divonis hukuman mati dalam kasus narkoba di luar negeri. “Seluruh tersangka WNI mendapat vonis hukuman mati akibat kasus narkoba. Dan mayoritas dari mereka adalah wanita,” kata Gories. Data BNN yang dirilis Gories itu menyebutkan bahwa dari 284 orang malang tersebut, paling banyak ditangkap di Malaysia. Sekitar 271 orang divonis hukuman mati di Malaysia. Sedangkan sisanya, 13 orang di Cina. Kalau mau dibandingkan dengan kasus narkoba Schapelle Leigh Corby asal Australia yang begitu gencar mendapat pembelaan dari pemerintah Australia seolah kasus 284 WNI itu seakan dinomorbuncitkan oleh negara. Padahal Corby hanya dihukum 20 tahun. Entah, apa yang sudah dilakukan negara untuk membela dan melindungi ke 271 orang yang divonis mati itu di Malaysia. Entah apa juga yang dilakukan Prabowo ketika berupaya membela Wilfrida, apakah juga ada agenda untuk membela dan melindungi ke 271 orang itu juga? Kalau memang agenda politik Prabowo atau yang lainnya bukan hanya Wilfrida Soik, tapi ke 271 orang itu maka hal tersebut sangat strategis. Minimal untuk mengembangkan lagi kerjasama Indonesia dan Malaysia untuk menggulung mafia narkoba yang sudah mengurat di kedua negara ini. Benarkah?

tino oktaviano/ aktual (prabowo)

INTERNASIONAL


Oleh: Andy Abdul Hamid

tino oktaviano/ aktual

J

okowi akhirnya mengalah setelah polemiknya dengan beberapa petinggi negara soal mobil murah atau low cost green car (LCGC). “Sudah jadi kebijakan. Nanti kami cegat dengan genap-ganjil, ERP (Electronic Road Pricing), enggak ada yang lain... Enggak usah ditanyain lagi. Ini urusan pusat. Sudahlah,” kata Jokowi di Gedung DPR beberapa saat lalu. Padahal, sebelumnya Jokowi gencar menolak kehadiran mobil murah itu. Bahkan, dia sudah menyurati langsung Wapres Boediono soal keberatannya. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Jokowi sampai berputar 360 derajat? Jawabannya adalah ketika Boediono menjawab surat Jokowi bahwa tulang punggung industri nasional saat ini adalah industri otomotif. “Jadi jangan mengorbankan tulang punggung industri nasional, karena nanti dampaknya pada lapangan kerja. Saya mengerti concern Pak Gubernur dan Pak Wagub,” kata Boediono dalam sebuah acara beberapa saat lalu.

Boediono juga menegaskan bahwa LCGC ini visinya lebih ke pendistribusian ke daerah yang membutuhkan, buka visi menjual di kota besar seperti Jakarta dan lainnya. Apalagi, ketika Indonesia sudah menerima prinsip pasar bebas, maka ada atau tidak ada program mobil murah di Indonesia, tetap saja Indonesia akan kebanjiran mobil murah dari negara-negara yang sudah mampu menghasilkan mobil murah. Yang terdekat misalnya, Thailand dan Malaysia. Jadi, mau tidak mau, Indonesia harus memiliki mobil murah juga yang bisa menghadang penetrasi mobil murah yang sudah siap menyerbu pasar Indonesia. Wapres Boediono juga menjelaskan bahwa visi mobil murah itu bukan hanya sekadar memproduksi mobil di Indonesia. Tetapi juga didukung dengan pengembangan industri-industri pendukungnya dan memperkuat infrastruktur. Seperti industri komponen dan asesoris. Ini salah

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

83

otomotif

Jokowi Mengalah di Mobil Murah

satu agenda penting yang akan dibawa Indonesia ke KTT APEC di Bali awal Oktober besok. Pengembangan industri turunan dari industri otomotif juga akan berkembang sejalan dengan perkembangan industri mobil murah. Termasuk rencana Indonesia memiliki mobil nasional. “Produk Indonesia tidak hanya terbatas dijual pada pasar dalam negeri tapi juga bisa memasok komoditas atau produk di pasar internasional,” kata Boediono. Namun, disamping alasan ekonomi tersebut. Polemik mobil murah antara Jokowi dan beberapa petinggi negara tersebut ternyata berlanjut ke arah pertentangan antara Daerah dan Pusat dalam menyikapi mobil murah. Beberapa daerah bahkan sudah mulai menolak kebijakan mobil murah. Jusuf Kalla melihat, kalau isunya sudah mengarah seperti itu maka itu bisa berbahaya buat kepentingan nasional. “Nanti nasional akan terpecah-pecah. Yang benar saja negeri ini. Apa sih yang kita inginkan?,” kata Jusuf Kalla. Kedua alasan itu mungkin yang membuat Jokowi harus menghentikan polemiknya. Sebenarnya, Jokowi tetap menolak keberadaan mobil murah ini karena dia teguh berprinsip bahwa Jakarta butuh transportasi murah. Bukan mobil murah. Dan dia menghadapi dilema cukup pelik ketika ada beberapa kepentingan nasional yang terganggu akibat ketegasan pendiriannya dalam membangun Jakarta Baru. Namun, sudah selayaknya Jokowi bahkan seluruh rakyat Indonesia juga mencermati apakah visi mengembangkan industri otomotif sebagai tulang punggung industri nasional ini akan konsisten dilaksanakan pemerintah ke depan setelah Jokowi mengalah? Karena kita harus belajar dari sejarah, sudah beberapa kali upaya mengembangkan industri otomotif nasional selalu gagal. Dan gagal lagi karena soal korupsi dan tranparansi.


Kilas daerah

KRISIS LISTRIK DI SUMUT, 1.500 KARYAWAN di RUMAHKAN

A

kibat krisis energi listrik dan gas di Sumatera Utara, sebanyak 1.500 karyawan perusahaan dan industri terpaksa dirumahkan. “Tak ada PHK, yang ada lebih dari 1.500 orang dari 5 perusahaan di rumahkan, tapi gaji tetap dibayar,” kata Sekretaris Apindo Sumut, Laksamana Adiyaksa (26/9). Laksamana mengatakan untuk kebutuhan industri di Sumatera Utara, minimal dibutuhkan gas sebanyak 14 juta kaki kubik setiap harinya. Sementara untuk kebutuhan optimal, dibutuhkan gas sebanyak 18 juta kaki kubik dan untuk pengembangan dibutuhkan 22 juta kaki kubik. “Sekarang tinggal 7 (juta kaki kubik), kalau masuk dari Benggala ada 4 (juta kaki kubik), jadi masih 11 (juta kaki kubik). Jadi ini tergantung apakah akan naik terus, makanya Benggala itu harus segera mengirimkan gas,” katanya. / Damai Mendrofa

JUMHUR HIDAYAT SIAP GALANG MASSA UNTUK WILFRIDA

K

epala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Muhamad Jumhur Hidayat mengatakan dirinya siap menggalang massa untuk menentang Pemerintah Malaysia dalam kasus Wilrida Soik dan membawa permasalahan tersebut ke Mahkamah Internasional (MI). “Jika Pemerintah Malaysia tetap pada keputusannya untuk menghukum mati Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal NTT itu, saya secara pribadi siap menggalang masa untuk menentang Pemerintah Malaysia ke MI,” kata Jumhur di Kupang, Rabu (25/9). Kasus Wilfrida Soik adalah ulah sindikat mafia perdagangan manusia, dan dia menduga kalau Pemerintah Malaysia juga ikut terlibat dalam kasus tersebut. Alasannya, kata dia, seorang tenaga kerja bisa masuk dan melakukan aktifitas di negara tersebut apabila ia mempunyai visa yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia. “Saya duga pemerintah Malaysia juga terlibat karena hanya 84

Pemerintah Malaysia yang berhak mengeluarkan visa,” tuturnya. Pada tanggal 30 September 2013 mendatang Pemerintah Malaysia akan menggelar sidang untuk memutuskan apakah Wilfrida pantas dihukum gantung atau tidak sehingga Pemerintah Indonesia masih mempunyai kesempatan untuk membebaskan TKW asal Kabupaten Belu, Provinsi NTT ini. “Tanggal 30 mendatang merupakan sidang penentuan nasib Wilfrida Soik, Pemerintah Indonesia melalui kuasa hukum yang dipercaya masih bisa selamatkan Wilfrida,” paparnya. / Albertus Vincentius

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

YUSUF MANSYUR: ANTARA NEGARA DAN AGAMA

W

akil Ketua Komisi XI, Harry Azhar Azis meminta Kepolisian menangkap Ustad Yusuf Mansyur. Ini terkait dengan usaha yang dijalankan oleh Ustad Yusuf Mansyur yang tak memiliki Iain. Dia meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga bertindak tegas kepada Yusuf Mansyur. “OJK harusnya tegas. Tidak hanya menunggu, harus bertindak walaupun tokoh agama suci. Ini negara. Ini kan di UU Perbankan juga ada, siapa pun yang mengumpulkan dana masyarakat tanpa ada izin dan berbadan hukum, bisa dipenjara dan denda,” ucapnya (26/9). Sedikitnya Rp 35 miliar dana yang dikumpulkan Ustadz Yusuf Mansur, sebesar Rp 5 miliar memang ditujukan untuk sedekah dan ini tidak menjadi wewenang dari OJK. Sementara untuk yayasan dan koperasi masing-masing sebesar Rp 10 miliar juga telah dilegalkan oleh Kementerian Koperasi. Yang jadi masalah adalah sisa dana yang Rp 10 miliar yang tidak jelas tujuannya dikelola untuk apa dan atas izin siapa. “Jangan sampai nanti kasusnya seperti Antaboga, Bank Indonesia lepas tangan, Bapepam-LK lepas tangan,” kata Harry. / Arnold Sirait


RUU PILPRES BATAL DIREVISI

R

ancangan Undang-Undang Pilpres disepakati untuk tidak dilanjutkan. Atas kesepakatan ini, maka UU 42 tahun 2008 tentang Pilpres akan tetap dipakai. “Dalam pandangan mini fraksi-fraksi, 5 fraksi seperti Fraksi Demokrat, Golkar, PDIP, PAN dan PKB di Badan Legislasi DPR RI menolak dilanjutkannya pembahasan RUU Pilpres yang merupakan revisi UU 42 Tahun 2008 tentang Pilpres tersebut,” ujar Ketua Baleg DPR RI, Ignatius Mulyono, ketika memimpin rapat pleno Baleg, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu

(25/9). Sedangkan 4 fraksi lainnya, Fraksi PKS, PAN, Hanura dan Gerindra tetap menginginkan agar tetap dilanjutkan pembahasannya. Fraksi Demokrat melalui juru bicaranya, Harry Wicaksono, menilai UU 42 tahun 2008 masih layak dan relevan untuk digunakan pada Pilres 2014. “Fraksi PD menolak pembahasan RUU Pilpres karena UU 42 masih relevan untuk digunakan pada Pilpres 2014,” kata Harry. Pendapat Fraksi Demokrat diamini oleh Fraksi Golkar, FPDIP, FPKB dan FPAN. Sedangkan Juru bicara Fraksi PKS, Buchori Yusuf menyatakan, pembahasan RUU Pilres perlu dilanjutkan. Pasalnya Ia menilai, UU 42 tahun 2008 memiliki banyak kelemahan dan patut disempurnakan. “Dari catatannya, ada 13 kelemahan UU 42 tahun 2008. Tapi yang paling penting adalah Presidential Threshold. FPKS perlu dan penting pembahasan RUU Pilpres ini untuk dijadikan UU,” kata Buchori. / Adi Adrian

LAGI, 45 TON BAWANG MERAH DISELuNDUPKAN

S

ebanyak 45 ton bawang merah ilegal asal Malaysia, diamankan Kepolisian Kalimantan Barat. Bawang itu diselundupkan dengan menggunakan tiga unit truk fuso. “Hasil pemeriksaan ditemukan 3 truk Fuso muat bawang merah. Satu truk berisi 15 ton, jadi totalnya 45 ton tanpa dokumen apa pun,” kata Kasubdit Gakum Ditpolair Polda Kalbar, Ajun Komisaris Besar Polisi Yury NH di mako Ditpolair Polda Kalbar, Rabu (25/9). Pemilik bawang merah ini berinisial Eka. Berasal dari daerah Ambawang Kabupaten Kubu Raya. “Eka belum diperiksa, akan tetapi kita panggil, tiga sopir truk sudah kita

amankan beserta barang buktinya di mako Ditpoliar,” jelasnya. Penangkapan ini dilakukan pada, Minggu (22/9) pukul 13.30 wib di perairan Muara Jungkat, bersama dengan personel KP Kutilang dari Mabes Polri. / Aceng Mukarram

MENTERI GAMAWAN MULAI DIGOYANG E-KTP

M

enteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi meminta mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin menghadirkan bukti dalam kasus korupsi proyek e-KTP. “Ini bukti baru atau cerita baru? Kalau bukti baru tentu harus ada buktinya kan. Tapi kalau cerita tentu berubah-ubah terus. Dari awal kan cerita berubah terus,” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (25/9). Mantan Gubernur Sumatera Barat itu menilai, ocehan Nazaruddin sulit dibuktikan. Terlebih soal tudingan kualitas kartu e-KTP yang dinilai rendah tersebut telah diuji dan mendapat persetujuan 15 Kementrian terkait. “Jadi yang disampaikan Nazar ke KPK itu bukan data, cerita. kalau data ada datanya, ini cerita. Bagaimana mau menguji cerita?,” katanya bertanya. / Wahyu Romadhony

3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

85


oase

fatin Ini soal Fatin Shidqia Lubis. Berjilbab, usia 17 tahun dan aktif di kegiatan paduan suara di SMA.

D

engan pakaian seragam SMA saat itu. Dia masuk ke sebuah ruangan dengan empat juri dihadapannya. Ternyata Granadenya Bruno Mars yang dinyanyikan membuat keempat juri itu terpukau. “Suara kamu mirip Cindy Lauper,” kata salah satu juri, Ahmad Dhani. Itu awal cerita rangkaian kontes pencarian bakat The X-Factor yang akhirnya menobatkan Fatin sebagai juaranya. Dia terpilih dari ribuan peserta audisi dari 10 kota besar di Indonesia. Kontes yang ada di sekitar 40 negara ini di­ sponsori langsung oleh FremantleMedia, jaringan perusahaan global milik Rupert Murdoch. Yang menarik, konsep The X-Factor untuk menentukan pemenang adalah cukup dengan waktu beberapa jam saja yang dibagi dalam beberapa episode tayang televisi. Dan pemenang itu akan menjadi “milik” jaringan global bisnis The X Factor. Jadilah Fatin sebagai bagian kecil dari gulungan bisnis ekonomi kesenian global. Jadilah Fatin realitas kasat mata tentang model budaya ekonomi kesenian global paling mutakhir saat ini. Jadilah Fatin sebagai bentuk jalan pintas paling efektif dan efisien untuk melempar ruang berkesenian ke ruang yang berdimensi lain: pasar. Bayangkan. Nilai Fatin ditentukan hanya sekitar beberapa jam tayang di televisi untuk meraih ekspektasi keuntungan di masa depan. Amat miris, seolah menafikan tahunan perjuangan Iwan Fals (misalnya) agar cara berkesenian dan berkebudayaannya mampu dihargai pasar dan seni itu sendiri. Mirip anak ayam ras yang dipaksa besar dalam 40 hari dan kemudian dijual ke restoran waralaba. Dengan sedikit sentuhan budaya kelas menengah ke atas, restoran atau tempat menyajikan menu ayam itu jadi tempat rujukan banyak manusia untuk berkumpul, berinterkasi sekaligus sebagai tempat paling strategis untuk menunjukkan 86

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013

identitas budaya kelompok. Kalau pasar itu adalah manusia, maka dia akan mengatakan seperti ini, ”Saya bebas menentukan apa yang saya inginkan. Ini pilihan dan cara saya dalam berkesenian dan berkebudayaan”. Di hadapan negara, pasar kemudian melanjutkan, “Kalau Anda tidak suka dengan cara saya, silakan Anda memilih cara berkesenian dan berkebudayaan sendiri. Saya tidak akan mencampuri pilihan Anda”. Dan, negara yang masih melihat bahwa masalah itu bukan sekadar soal materi saja, tapi soal identitas dan bagaimana harus menentukan sikap atas perubahan-perubahan yang ada terpaksa harus berpikir keras. Dalam benaknya, negara berkata “Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus menerima secara total keinginan pasar? Atau saya harus melawannya?” Pertanyaan itu sangat mendasar. Jarang dibicarakan dan belum dipentingkan seperti soal kedaulatan energi dan pangan. Padahal, kedaulatan budaya adalah tembok paling penting yang dimiliki manusia untuk memutuskan apakah menerima, menolak atau memaanfaatkan perubahan untuk menentukan nasib dan identitasnya sendiri. Seorang manusia, untuk hidup dan berkehidupan, bukan hanya sekadar ukuran material saja. Fatin juga bukan sekadar tubuh dan komoditas. Manusia dan Fatin adalah rangkaian harmoninisasi antara materi dan budaya. Negara wajib melindungi hak material dan hak budaya setiap warga negaranya untuk hidup dan berkehidupan di dalam sebuah wilayah tertentu. Kalau memang negara sudah memutuskan untuk menyerahkan secara langsung proses berkesenian dan berkebudayaan bangsa ini ke pasar bebas, apakah negara sudah siap dengan segala konsekuensinya? Ini, sekali lagi, karena Fatin Shidqia Lubis bukan sekadar materi dan komoditas.

AKTUAL/ ISTIMEWA

Oleh Faizal Rizki


3 - 17 Oktober 2013 Edisi 11 AKTUAL

87


88

AKTUAL Edisi 11 3 - 17 Oktober 2013


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.