Edisi 04/2015
Pertanyaan : Salam 'alaikum ustadz. Saya Ryan, mau curhat, nih ustad. Mendoakan orang yang sdh wafat itu apakah do'anya bisa sampai ustadz. Bukankah amal baik itu untuk dirinya sendiri. Kalau misal boleh bagaimana hukumnya mendoakan orang mati tetapi bukan seagama dengan kita. Karena saya hidup di tengah-tengah kota yg majemuk, terkadang ada tetangga saya yang wafat kebetulan nonmuslim dan saya takziyah. Apakah saya cukup menghibur atau juga ikut mendoakan dia. Terimakasih ustadz. Ryan, pegawai PLN Jawaban : Menurut hadits sahih dalam Kitab Sahih Muslim terdapat hadits dari Aisyah bahwa Rasulullah saw menerangkan bahwa mayit mendapatkan manfaat dari amal kebajikan yang dikirimkan kepadanya. Imam Saukani dalam kitab Nayl al-Author, Imam Sya'rani dan ulama ahli sunnah berpendapat bahwa doa untuk mayit pahalanya sampai kepadanya. Adapun mendoakan mayit nonmuslim supaya ia mendapatkan ampunan dari Allah swt hukumnya dilarang, sebagaimana keterangan dlm QS. AlTaubah : 113. Mendoakan non muslim yang masih hidup hukumnya boleh dengan doa-doa yang bermanfaat secara duniawi, seperti mendoakan panjang umur, kesehatan, dll
“ 4
Buletin SANTRI Edisi 04 Jum’at, 13 Maret 2015
Toleransi,
Kunci Kemajuan Umat Islam Oleh Ibnu Faiz Alkabumaniy Di sebuah forum, saya pernah ditanya, kapan orang Islam bisa menjadi ilmuwan hebat dan mendunia? Si fulan bertanya sembari menyebutkan banyak temuan-temuan berharga di dunia, yang kini justru diprakarsai oleh orang-orang yang kebetulan tidak memeluk agama Islam, sebut saja facebook, yang dibuat Mark Zuckerberg. Padahal, andaikan saja yang menciptakan jejaring sosial itu orang Islam, pasti bisa menjadi amal jariyah dan bisa
dimanfaatkan sebagai media dakwah. Apalagi penemuan besar seperti listrik. Listrik sangat membawa manfaat besar bagi umat manusia. Jelas amal jariyahnya gede. Begitu ujar teman saya. Dari perbincangan tersebut saya teringat era kejayaan Islam. Sebenarnya dunia Islam pernah menjadi mercusuar dunia, salah satunya pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah. Berbagai penemuan penting dan berguna bagi Buletin SANTRI Edisi 04 Jum’at, 13 Maret 2015
1
kemanusiaan di berbagai bidang ditemukan oleh ilmuwan muslim saat itu. Di era tersebut pula muncul seorang dokter (tabib) terbaik di dunia, Ibnu Sina (Avicenna). Karya-karyanya menjadi rujukan ilmu kedokteran, hingga sekarang. Saat itu dunia Islam tengah hebat-hebatnya berkembang, dan dunia Barat masih dalam kejumudan. Amerika? Negara asal Mark Zuckerberg itu bahkan belum ditemukan oleh pelaut Spanyol, Christopher Colombus. Maka cukup ironi apabila statusnya kini berbalik 180 derajat. Di tengah kemajuan bangsa Barat, orang Islam justru jauh tertinggal, baik dari sisi ekonomi, ilmu pengetahuan dan lainnya. Limadza taakharal muslimun, wa taqaddama ghairuhum (mengapa umat Islam mundur dan yang lainnya maju), begitu kegalauan para khotib yang sering saya dengar di tiap khutbah Jum’at. Lalu apa yang menjadikannya tertinggal? Banyak faktor tentunya, mulai dari faktor yang paling sederhana hingga yang paling rumit. Namun ada ungkapan menarik dari teman diskusi saya tadi, bahwa ia mengaku geram dengan kondisi umat Islam saat ini. Di timur tengah misalnya, negara yang menjadi garda awal dari gerakan Islam, justru berkecamuk dengan berbagai perang saudara. “Saat Barat sudah memikirkan hidup di planet lain, orang
Buletin SANTRI Edisi 04 Jum’at, 13 Maret 2015
Islam masih saja ribut si A sesat!” Penyakit umat manusia akhirakhir ini memang merasa dirinya paling benar. Sayangnya, perasaan paling benar itu tidak dilengkapi dengan sikap toleransi dan tenggang rasa. Walhasil, intimidasi atas nama kebenaran seringkali terjadi. Apalagi ketika para ulama’ atau habaibnya ikut memperkeruh suasana. Hal inilah yang perlu menjadi koreksi bersama. Terlebih di Indonesia yang merupakan negara majemuk yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama. Lalu, masihkah ada harapan umat Islam bisa menjadi unggulan? Jawabannya tentu bisa, asalkan umat Islam mau dan mampu. Mau artinya punya iktikad yang baik untuk mencapai tujuan yang mulia tersebut. Dan mampu membekali diri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan sikap yang arif dalam menggunakan ilmu tersebut. Indonesia yang dihuni oleh komunitas umat muslim terbesar di dunia harus tampil di depan untuk menjadi bangsa yang maju. Kemajuan Bani Abbasiyah di masa lampau tidak terlepas dari dua hal. Pertama, menghargai ilmu. Kedua, menghargai orang lain. Ilmu sebagai pemberian dari Allah Swt hendaknya dipelajari, dikaji, dan dikembangkan. Sementara manusia, apapun suku dan agamanya, dia tetaplah ciptaan-Nya
yang harus dilindungi dan dijamin kalau umat Islam di negara tercinta ini keselamatannya. Inilah yang terjadi di era bisa menjadi percontohan umat Islam di kejayaan Bani Abbasiyah. Banyak sekali seluruh dunia. Karena sampai saat ini, diskusi-diskusi mengenai hukum fikih toleransi beragama di Indonesia telah (bahtsul masa’il) dan perkembangan diakui oleh dunia internasional. Dengan mazhab yang sangat cepat waktu itu. jiwa toleransinya itu, Indonesia diyakini Perbedaan pemikiran dengan yang lain bisa menjaga dua kunci kemajuan tidak lantas menjadikan seseorang itu peradaban: menghargai ilmu dan memusuhi atau melakukan pengafiran menghargai orang lain. “Bahkan suatu (takfiri). Para ulama saat itu saat nanti, ada orang Islam yang menghargai setiap akan menginjakkan kaki di perbedaan yang ada. “...Lalu, masihkah p l a n e t m a r s ! ” B e g i t u Perbedaan yang pendapat teman saya ada harapan umat terjadi, terutama dalam berapi-api. Islam bisa menjadi segi penentuan hukum, negara ikut andil dalam unggulan? Akhirnya, di m e m f a s i l i t a s i Jawabannya tentu ujung forum diskusi perbedaan-perbedaan tersebut saya berpendapat, pendapat di tengah umat. bisa, asalkan...” umat Islam di Indonesia itu Misalnya, negara menyediakan sebenarnya mampu untuk hakim yang sesuai dengan mazhab yang memimpin peradaban, apalagi ‘hanya’ dianut oleh warganya dalam pergi ke planet mars. Namun masalahnya memutuskan suatu perkara. Negara tidak untuk saat ini sepertinya belum mau. mengintervensi warganya untuk memilih Buktinya umat Islam masih meributkan mazhab A atau lainnya. Hubungan yang “ente syiah”, “ente sunni”, “ente komunis”, harmonis antara warga, ulama, dan dll. Wong permasalahan sejarah yang negara menjadikan kekhalifahan pada terjadi 1400-an tahun yang lalu saja saat itu menjadi jaya. masih diperdebatkan, bagaimana mau *** memikirkan masa depan yang masih Lalu, bagaimana dengan umat mengawang-awang? Wallahhua’lam. Islam di Indonesia saat ini? Walaupun kenyataannya masih banyak kekerasan Penulis adalah santri di PP Nailul Ula atas nama agama di Indonesia, namun Plosokuning Sleman teman diskusi saya tadi tetap optimis
Buletin SANTRI Edisi 04 Jum’at, 13 Maret 2015
kemanusiaan di berbagai bidang ditemukan oleh ilmuwan muslim saat itu. Di era tersebut pula muncul seorang dokter (tabib) terbaik di dunia, Ibnu Sina (Avicenna). Karya-karyanya menjadi rujukan ilmu kedokteran, hingga sekarang. Saat itu dunia Islam tengah hebat-hebatnya berkembang, dan dunia Barat masih dalam kejumudan. Amerika? Negara asal Mark Zuckerberg itu bahkan belum ditemukan oleh pelaut Spanyol, Christopher Colombus. Maka cukup ironi apabila statusnya kini berbalik 180 derajat. Di tengah kemajuan bangsa Barat, orang Islam justru jauh tertinggal, baik dari sisi ekonomi, ilmu pengetahuan dan lainnya. Limadza taakharal muslimun, wa taqaddama ghairuhum (mengapa umat Islam mundur dan yang lainnya maju), begitu kegalauan para khotib yang sering saya dengar di tiap khutbah Jum’at. Lalu apa yang menjadikannya tertinggal? Banyak faktor tentunya, mulai dari faktor yang paling sederhana hingga yang paling rumit. Namun ada ungkapan menarik dari teman diskusi saya tadi, bahwa ia mengaku geram dengan kondisi umat Islam saat ini. Di timur tengah misalnya, negara yang menjadi garda awal dari gerakan Islam, justru berkecamuk dengan berbagai perang saudara. “Saat Barat sudah memikirkan hidup di planet lain, orang
Buletin SANTRI Edisi 04 Jum’at, 13 Maret 2015
Islam masih saja ribut si A sesat!” Penyakit umat manusia akhirakhir ini memang merasa dirinya paling benar. Sayangnya, perasaan paling benar itu tidak dilengkapi dengan sikap toleransi dan tenggang rasa. Walhasil, intimidasi atas nama kebenaran seringkali terjadi. Apalagi ketika para ulama’ atau habaibnya ikut memperkeruh suasana. Hal inilah yang perlu menjadi koreksi bersama. Terlebih di Indonesia yang merupakan negara majemuk yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama. Lalu, masihkah ada harapan umat Islam bisa menjadi unggulan? Jawabannya tentu bisa, asalkan umat Islam mau dan mampu. Mau artinya punya iktikad yang baik untuk mencapai tujuan yang mulia tersebut. Dan mampu membekali diri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan sikap yang arif dalam menggunakan ilmu tersebut. Indonesia yang dihuni oleh komunitas umat muslim terbesar di dunia harus tampil di depan untuk menjadi bangsa yang maju. Kemajuan Bani Abbasiyah di masa lampau tidak terlepas dari dua hal. Pertama, menghargai ilmu. Kedua, menghargai orang lain. Ilmu sebagai pemberian dari Allah Swt hendaknya dipelajari, dikaji, dan dikembangkan. Sementara manusia, apapun suku dan agamanya, dia tetaplah ciptaan-Nya
yang harus dilindungi dan dijamin kalau umat Islam di negara tercinta ini keselamatannya. Inilah yang terjadi di era bisa menjadi percontohan umat Islam di kejayaan Bani Abbasiyah. Banyak sekali seluruh dunia. Karena sampai saat ini, diskusi-diskusi mengenai hukum fikih toleransi beragama di Indonesia telah (bahtsul masa’il) dan perkembangan diakui oleh dunia internasional. Dengan mazhab yang sangat cepat waktu itu. jiwa toleransinya itu, Indonesia diyakini Perbedaan pemikiran dengan yang lain bisa menjaga dua kunci kemajuan tidak lantas menjadikan seseorang itu peradaban: menghargai ilmu dan memusuhi atau melakukan pengafiran menghargai orang lain. “Bahkan suatu (takfiri). Para ulama saat itu saat nanti, ada orang Islam yang menghargai setiap akan menginjakkan kaki di perbedaan yang ada. “...Lalu, masihkah p l a n e t m a r s ! ” B e g i t u Perbedaan yang pendapat teman saya ada harapan umat terjadi, terutama dalam berapi-api. Islam bisa menjadi segi penentuan hukum, negara ikut andil dalam unggulan? Akhirnya, di m e m f a s i l i t a s i Jawabannya tentu ujung forum diskusi perbedaan-perbedaan tersebut saya berpendapat, pendapat di tengah umat. bisa, asalkan...” umat Islam di Indonesia itu Misalnya, negara menyediakan sebenarnya mampu untuk hakim yang sesuai dengan mazhab yang memimpin peradaban, apalagi ‘hanya’ dianut oleh warganya dalam pergi ke planet mars. Namun masalahnya memutuskan suatu perkara. Negara tidak untuk saat ini sepertinya belum mau. mengintervensi warganya untuk memilih Buktinya umat Islam masih meributkan mazhab A atau lainnya. Hubungan yang “ente syiah”, “ente sunni”, “ente komunis”, harmonis antara warga, ulama, dan dll. Wong permasalahan sejarah yang negara menjadikan kekhalifahan pada terjadi 1400-an tahun yang lalu saja saat itu menjadi jaya. masih diperdebatkan, bagaimana mau *** memikirkan masa depan yang masih Lalu, bagaimana dengan umat mengawang-awang? Wallahhua’lam. Islam di Indonesia saat ini? Walaupun kenyataannya masih banyak kekerasan Penulis adalah santri di PP Nailul Ula atas nama agama di Indonesia, namun Plosokuning Sleman teman diskusi saya tadi tetap optimis
Buletin SANTRI Edisi 04 Jum’at, 13 Maret 2015
Edisi 04/2015
Pertanyaan : Salam 'alaikum ustadz. Saya Ryan, mau curhat, nih ustad. Mendoakan orang yang sdh wafat itu apakah do'anya bisa sampai ustadz. Bukankah amal baik itu untuk dirinya sendiri. Kalau misal boleh bagaimana hukumnya mendoakan orang mati tetapi bukan seagama dengan kita. Karena saya hidup di tengah-tengah kota yg majemuk, terkadang ada tetangga saya yang wafat kebetulan nonmuslim dan saya takziyah. Apakah saya cukup menghibur atau juga ikut mendoakan dia. Terimakasih ustadz. Ryan, pegawai PLN Jawaban : Menurut hadits sahih dalam Kitab Sahih Muslim terdapat hadits dari Aisyah bahwa Rasulullah saw menerangkan bahwa mayit mendapatkan manfaat dari amal kebajikan yang dikirimkan kepadanya. Imam Saukani dalam kitab Nayl al-Author, Imam Sya'rani dan ulama ahli sunnah berpendapat bahwa doa untuk mayit pahalanya sampai kepadanya. Adapun mendoakan mayit nonmuslim supaya ia mendapatkan ampunan dari Allah swt hukumnya dilarang, sebagaimana keterangan dlm QS. AlTaubah : 113. Mendoakan non muslim yang masih hidup hukumnya boleh dengan doa-doa yang bermanfaat secara duniawi, seperti mendoakan panjang umur, kesehatan, dll
“ 4
Buletin SANTRI Edisi 04 Jum’at, 13 Maret 2015
Toleransi,
Kunci Kemajuan Umat Islam Oleh Ibnu Faiz Alkabumaniy Di sebuah forum, saya pernah ditanya, kapan orang Islam bisa menjadi ilmuwan hebat dan mendunia? Si fulan bertanya sembari menyebutkan banyak temuan-temuan berharga di dunia, yang kini justru diprakarsai oleh orang-orang yang kebetulan tidak memeluk agama Islam, sebut saja facebook, yang dibuat Mark Zuckerberg. Padahal, andaikan saja yang menciptakan jejaring sosial itu orang Islam, pasti bisa menjadi amal jariyah dan bisa
dimanfaatkan sebagai media dakwah. Apalagi penemuan besar seperti listrik. Listrik sangat membawa manfaat besar bagi umat manusia. Jelas amal jariyahnya gede. Begitu ujar teman saya. Dari perbincangan tersebut saya teringat era kejayaan Islam. Sebenarnya dunia Islam pernah menjadi mercusuar dunia, salah satunya pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah. Berbagai penemuan penting dan berguna bagi Buletin SANTRI Edisi 04 Jum’at, 13 Maret 2015
1