Edisi 05/2015
Pacaran adalah Zina?
Pertanyaan: Assalamualaikum Ustadz. Benarkah Pacaran adalah bahasa modern dari Zina, yg artinya QS Al Isro' ayat 32, juga boleh diartikan jangan dekati pacaran, sesungguhnya pacaran adalah perbuatan keji dan jalan buruk? Mobare, Papringan.
Jawaban: Dalam tafsir-tafsir AlQuran, ulama dalam menafsirkan QS. Al-Isra: 32 berkata bahwa Allah melarang zina dan hal-hal yang dapat menjadi pendorong serta permulaan zina. Diantara pendorong dan permulaan zina (muqaddimatuzina) adalah khalwah, yakni berduaduaan layaknya yg dilakukan muda-mudi zaman sekarang. Dalam Islam, jatuh cinta tidak dilarang. Bahkan jatuh cinta akan menjadi terpuji jika mendorong orang yg sedang dimabuk cinta semakin dekat dengan Allah SWT. Dalam kitab al-Tawwabin dikisahkan, bahwa Fudhail bin Iyyad adalah pembegal kelas kakap yang sangat ditakuti bertaubat karena cinta. Suatu hari ia jatuh cinta pada wanita cantik nan shalihah. Pada suatu malam, Fudhail memanjat tembok agar bisa mengintip pujaan hatinya. Saat itu, sang pujaan hati sedang membaca Al-Quran: "Belumlah datang waktunya bagi mereka yang beriman untuk menundukkan hati mereka mengingat Allah (QS. AL-Hadid: 16). Ayat yang dibaca oleh sang pujaan hati tersebut menembus relung hati Fudhail lalu ia bertaubat. Di sini kita melihat cinta tidak membuat Fudhail lupa pada Allah SWT. Cinta Fudhail tidak mendorongnya melanggar larangan Allah SWT. Justru cintanya menjadi jalan pertaubatan. Inilah cinta yang mulia.
Hadirilah Rutinan Majlis Sholawat Gusdurian Rabu, 25 Maret 2015 di Pendapa Hijau Yayasan LKIS. Jl. Pura No. 203 Surowajan, yogyakarta. Terbuka untuk umum. Ajak sanak dan keluarga terdekat.
4
Buletin SANTRI Edisi 05 Jum’at, 20 Maret 2015
Seorang Anak kepada Orang Tuanya Oleh Puthut EA
I
ni kisah biasa. Diceritakan dengan cara biasa. Pak Munajat dan Bu Warni adalah sepasang petani kecil. Mereka hanya punya lahan seperempat hektar. Anaknya tiga, Imam, Subhan, dan Lastri. Di antara ketiga anaknya, hanya Imam yang kuliah. Subhan lulusan STM, lalu bekerja menjadi satpam di sebuah bank. Lastri begitu lulus SMA bekerja di pabrik sepatu. Pasangan itu banting tulang agar
Imam bisa lulus sarjana. Pak Munajat kadang menjadi kuli bangunan. Bu Warni menjadi tukang masak di sebuah warung milik tetangganya. Imam anak yang cerdas. Ia lulus tepat waktu dan kemudian bekerja di sebuah perusahaan mobil ternama. Ia menikah, istrinya bekerja di sebuah perusahaan elektronika. Pasangan ini dikaruniai dua anak, laki-laki (5 tahun) dan perempuan (2 tahun). Keluarga
Buletin SANTRI Edisi 05 Jum’at, 20 Maret 2015
1
yang sempurna. Pak Munajat dan Bu Warni sangat bangga dengan anak pertama mereka. Hingga tiba suatu saat, Imam melarang bapaknya pergi ke langgar sebelum salat Magrib dimulai. Karena Pak Munajat sering ikut pujian, ritual nyanyian yang dilakukan di antara waktu usai azan sampai sebelum iqomah. Ketika Pak Munajat bertanya kenapa, Imam menjawab: Itu bid'ah. Pak Munajat tidak berani membantah anaknya. Dia kalah pintar. Dia tidak tahu banyak soal Al Quran dan Hadist. Akhirnya Pak Munajat mengalah. Ia hanya bergegas ke langgar ketika iqomah sudah diserukan. Tidak lama kemudian, Imam melarang Pak Munajat melakukan Ya s i n a n b e r s a m a o r a n g - o r a n g kampungnya di malam Jumat. Padahal acara itu sangat ditunggu oleh Pak Munajat karena di forum Yasinan itulah, dia bisa berkumpul dan bercengkerama dengan tetangga-tetangganya, berbagi kabar, dan sering mendapatkan ilmu baru. Ketika Pak Munajat bertanya kenapa, Imam menjawab: itu bid'ah. Imam juga melarang Pak Munajat merokok. Haram, kata Imam. Padahal merokok bagi Pak Munajat mungkin satu dari sedikit kesenangan yang dimilikinya. Selain itu, merokok juga penting kalau sedang ngobrol dengan tetangga atau ketika datang ke
Buletin SANTRI Edisi 05 Jum’at, 20 Maret 2015
sebuah hajatan. Sebetulnya Pak Munajat hendak membantah. Tapi karena diancam jika masih merokok tidak boleh mendekati kedua cucunya, terpaksa Pak Munajat menghentikan hal yang disukainya itu. Imam juga melarang Pak Munajat datang ke berbagai kendurian yang biasa dihelat di kampungnya. Mulai dari tasyakuran, manakiban, khataman dll. Lagi-lagi Pak Munajat tidak bisa membantah. Dia kalah pintar. Suatu saat, emak Pak Munajat meninggal dunia. Sebagaimana biasa, digelar ritual doa bersama tetangga selama 7 hari di rumahnya, kelak dilanjut 40 hari, 100 hari, 1.000 hari dst. Baru berjalan semalam, Imam kemudian melarang acara itu diteruskan. Bid'ah, katanya. Kali ini, Pak Munajat membantah. Dia bilang, sosok yang barusan meninggal adalah emak yang sangat disayangi dan dicintainya. Orang yang mengandung dirinya, melahirkannya, merawatnya dan membesarkannya seorang diri karena bapaknya meninggal saat dia berumur 10 tahun. Pak Munajat hanya ingin berdoa, ingin tetangga-tetangganya ikut berdoa. Dia hanya ingin menjadi anak yang berbakti. Pak Munajat memohon betul agar kali ini Imam memperbolehkannya melakukan ritual yang sangat penting itu. Imam tetap tidak
bahkan kafir. Mereka tidak bisa memperbolehkan. Kali ini, Pak Munajat mengerti kenapa anak yang begitu tetap bersikukuh dengan sikapnya, dia disayangi tega mengatakan kafir tetap ingin melanjutkan acara doa kepada orangtuanya padahal mereka bersama sampai 7 hari. Bu Warni merasa tidak pernah menyembah dengan bersimbah airmata pun apapun selain Allah. memohon agar Imam Malam itu, mereka memperbolehkan ritual berdua terisak. Tak tahu i t u . To h m e r e k a “Mereka tidak bisa apa yang akan memakai uang dilakukan. Tak bisa m e re k a s e n d i r i , mengerti kenapa anak menerima apa yang bukan uang dari yang begitu disayangi tega telah terjadi. Imam atau dari mengatakan kafir kepada Mereka hanya bisa siapapun. Imam marah luarbiasa. orangtuanya padahal mereka menangis di depan Allah. Dia tunjuk muka merasa tidak pernah Sekarang ini kedua orangtuanya menyembah apapun ada banyak sekali yang masih berduka selain Allah.� orang yang mengalami itu dan bilang: kalian seperti apa yang dialami kafir! oleh Pak Munajat. Ada banyak Malam itu, sampai sekali orang yang berperilaku seperti menjelang subuh, Pak Munajat dan Imam. Bu Warni masih menangis di dalam Subuh ini, saya menangis untuk kamar. Di atas sajadah mereka mereka. menangis. Mereka tidak menyesal telah menyekolahkan Imam hingga menjadi Yogyakarta, 1 Februari 2015 sarjana. Mereka bersyukur karir Imam cemerlang dan dianugerahi keluarga Penulis adalah seorang sastrawan yang yang sejahtera. Tapi mereka berdua tinggal di Yogyakarta. tidak bisa mengerti, setiap hal yang mendamaikan mereka, yang menenangkan mereka, yang menyenangkan mereka, harus diakhiri dengan tiga kata: bid'ah, haram, dan
Buletin SANTRI Edisi 05 Jum’at, 20 Maret 2015
yang sempurna. Pak Munajat dan Bu Warni sangat bangga dengan anak pertama mereka. Hingga tiba suatu saat, Imam melarang bapaknya pergi ke langgar sebelum salat Magrib dimulai. Karena Pak Munajat sering ikut pujian, ritual nyanyian yang dilakukan di antara waktu usai azan sampai sebelum iqomah. Ketika Pak Munajat bertanya kenapa, Imam menjawab: Itu bid'ah. Pak Munajat tidak berani membantah anaknya. Dia kalah pintar. Dia tidak tahu banyak soal Al Quran dan Hadist. Akhirnya Pak Munajat mengalah. Ia hanya bergegas ke langgar ketika iqomah sudah diserukan. Tidak lama kemudian, Imam melarang Pak Munajat melakukan Ya s i n a n b e r s a m a o r a n g - o r a n g kampungnya di malam Jumat. Padahal acara itu sangat ditunggu oleh Pak Munajat karena di forum Yasinan itulah, dia bisa berkumpul dan bercengkerama dengan tetangga-tetangganya, berbagi kabar, dan sering mendapatkan ilmu baru. Ketika Pak Munajat bertanya kenapa, Imam menjawab: itu bid'ah. Imam juga melarang Pak Munajat merokok. Haram, kata Imam. Padahal merokok bagi Pak Munajat mungkin satu dari sedikit kesenangan yang dimilikinya. Selain itu, merokok juga penting kalau sedang ngobrol dengan tetangga atau ketika datang ke
Buletin SANTRI Edisi 05 Jum’at, 20 Maret 2015
sebuah hajatan. Sebetulnya Pak Munajat hendak membantah. Tapi karena diancam jika masih merokok tidak boleh mendekati kedua cucunya, terpaksa Pak Munajat menghentikan hal yang disukainya itu. Imam juga melarang Pak Munajat datang ke berbagai kendurian yang biasa dihelat di kampungnya. Mulai dari tasyakuran, manakiban, khataman dll. Lagi-lagi Pak Munajat tidak bisa membantah. Dia kalah pintar. Suatu saat, emak Pak Munajat meninggal dunia. Sebagaimana biasa, digelar ritual doa bersama tetangga selama 7 hari di rumahnya, kelak dilanjut 40 hari, 100 hari, 1.000 hari dst. Baru berjalan semalam, Imam kemudian melarang acara itu diteruskan. Bid'ah, katanya. Kali ini, Pak Munajat membantah. Dia bilang, sosok yang barusan meninggal adalah emak yang sangat disayangi dan dicintainya. Orang yang mengandung dirinya, melahirkannya, merawatnya dan membesarkannya seorang diri karena bapaknya meninggal saat dia berumur 10 tahun. Pak Munajat hanya ingin berdoa, ingin tetangga-tetangganya ikut berdoa. Dia hanya ingin menjadi anak yang berbakti. Pak Munajat memohon betul agar kali ini Imam memperbolehkannya melakukan ritual yang sangat penting itu. Imam tetap tidak
bahkan kafir. Mereka tidak bisa memperbolehkan. Kali ini, Pak Munajat mengerti kenapa anak yang begitu tetap bersikukuh dengan sikapnya, dia disayangi tega mengatakan kafir tetap ingin melanjutkan acara doa kepada orangtuanya padahal mereka bersama sampai 7 hari. Bu Warni merasa tidak pernah menyembah dengan bersimbah airmata pun apapun selain Allah. memohon agar Imam Malam itu, mereka memperbolehkan ritual berdua terisak. Tak tahu i t u . To h m e r e k a “Mereka tidak bisa apa yang akan memakai uang dilakukan. Tak bisa m e re k a s e n d i r i , mengerti kenapa anak menerima apa yang bukan uang dari yang begitu disayangi tega telah terjadi. Imam atau dari mengatakan kafir kepada Mereka hanya bisa siapapun. Imam marah luarbiasa. orangtuanya padahal mereka menangis di depan Allah. Dia tunjuk muka merasa tidak pernah Sekarang ini kedua orangtuanya menyembah apapun ada banyak sekali yang masih berduka selain Allah.� orang yang mengalami itu dan bilang: kalian seperti apa yang dialami kafir! oleh Pak Munajat. Ada banyak Malam itu, sampai sekali orang yang berperilaku seperti menjelang subuh, Pak Munajat dan Imam. Bu Warni masih menangis di dalam Subuh ini, saya menangis untuk kamar. Di atas sajadah mereka mereka. menangis. Mereka tidak menyesal telah menyekolahkan Imam hingga menjadi Yogyakarta, 1 Februari 2015 sarjana. Mereka bersyukur karir Imam cemerlang dan dianugerahi keluarga Penulis adalah seorang sastrawan yang yang sejahtera. Tapi mereka berdua tinggal di Yogyakarta. tidak bisa mengerti, setiap hal yang mendamaikan mereka, yang menenangkan mereka, yang menyenangkan mereka, harus diakhiri dengan tiga kata: bid'ah, haram, dan
Buletin SANTRI Edisi 05 Jum’at, 20 Maret 2015
Edisi 05/2015
Pacaran adalah Zina?
Pertanyaan: Assalamualaikum Ustadz. Benarkah Pacaran adalah bahasa modern dari Zina, yg artinya QS Al Isro' ayat 32, juga boleh diartikan jangan dekati pacaran, sesungguhnya pacaran adalah perbuatan keji dan jalan buruk? Mobare, Papringan.
Jawaban: Dalam tafsir-tafsir AlQuran, ulama dalam menafsirkan QS. Al-Isra: 32 berkata bahwa Allah melarang zina dan hal-hal yang dapat menjadi pendorong serta permulaan zina. Diantara pendorong dan permulaan zina (muqaddimatuzina) adalah khalwah, yakni berduaduaan layaknya yg dilakukan muda-mudi zaman sekarang. Dalam Islam, jatuh cinta tidak dilarang. Bahkan jatuh cinta akan menjadi terpuji jika mendorong orang yg sedang dimabuk cinta semakin dekat dengan Allah SWT. Dalam kitab al-Tawwabin dikisahkan, bahwa Fudhail bin Iyyad adalah pembegal kelas kakap yang sangat ditakuti bertaubat karena cinta. Suatu hari ia jatuh cinta pada wanita cantik nan shalihah. Pada suatu malam, Fudhail memanjat tembok agar bisa mengintip pujaan hatinya. Saat itu, sang pujaan hati sedang membaca Al-Quran: "Belumlah datang waktunya bagi mereka yang beriman untuk menundukkan hati mereka mengingat Allah (QS. AL-Hadid: 16). Ayat yang dibaca oleh sang pujaan hati tersebut menembus relung hati Fudhail lalu ia bertaubat. Di sini kita melihat cinta tidak membuat Fudhail lupa pada Allah SWT. Cinta Fudhail tidak mendorongnya melanggar larangan Allah SWT. Justru cintanya menjadi jalan pertaubatan. Inilah cinta yang mulia.
Hadirilah Rutinan Majlis Sholawat Gusdurian Rabu, 25 Maret 2015 di Pendapa Hijau Yayasan LKIS. Jl. Pura No. 203 Surowajan, yogyakarta. Terbuka untuk umum. Ajak sanak dan keluarga terdekat.
4
Buletin SANTRI Edisi 05 Jum’at, 20 Maret 2015
Seorang Anak kepada Orang Tuanya Oleh Puthut EA
I
ni kisah biasa. Diceritakan dengan cara biasa. Pak Munajat dan Bu Warni adalah sepasang petani kecil. Mereka hanya punya lahan seperempat hektar. Anaknya tiga, Imam, Subhan, dan Lastri. Di antara ketiga anaknya, hanya Imam yang kuliah. Subhan lulusan STM, lalu bekerja menjadi satpam di sebuah bank. Lastri begitu lulus SMA bekerja di pabrik sepatu. Pasangan itu banting tulang agar
Imam bisa lulus sarjana. Pak Munajat kadang menjadi kuli bangunan. Bu Warni menjadi tukang masak di sebuah warung milik tetangganya. Imam anak yang cerdas. Ia lulus tepat waktu dan kemudian bekerja di sebuah perusahaan mobil ternama. Ia menikah, istrinya bekerja di sebuah perusahaan elektronika. Pasangan ini dikaruniai dua anak, laki-laki (5 tahun) dan perempuan (2 tahun). Keluarga
Buletin SANTRI Edisi 05 Jum’at, 20 Maret 2015
1