SELASA, 15 05 2018 NO. 13466 / TAHUN KE-49 28 HALAMAN Rp4.000/eks
(di luar P. Jawa + ongkos kirim)
Rp89.000/bulan
(di luar P. Jawa + ongkos kirim) E-mail: cs@mediaindonesia.com
www.mediaindonesia.com Hotline:
0811 123 7979 Customer Service:
(021) 5821303 Pemasangan Iklan:
J U J U R
(021) 5812113 & 5801480
Kini publik berharap pada pemerintah dan DPR untuk segera bersepakat menyelesaikan semua hambatan dan ganjalan yang membuat pembahasan RUU Antiterorisme mandek.”
B E R S U A R A
Harian Umum Media Indonesia
@mediaindonesia
@mediaindonesia
Media Indonesia
Kemanusiaan tanpa Batas Nalurinya sebagai seorang ayah membuat Roni mengabaikan keselamatan dirinya. ABDUS SYUKUR
abdus@mediaindonesia.com
Editorial | Hlm 2
L
AKI-LAKI bercelana biru itu sigap menghampiri Ais, seorang anak yang terhuyung di dekat dua sepeda motor yang hancur berantakan. Tanpa menghiraukan bahaya yang masih mengintai dan teriakan larangan orang banyak, pria berkaus putih itu nekat mengendong bocah delapan tahun itu menjauh dari pintu gerbang Kantor Polrestabes Surabaya, kemarin. Pria yang juga mengenakan rompi antipeluru itu tidak lain ialah Kasat Narkoba Polrestabes Surabaya, Roni Faisal Saiful. “Saya tidak peduli ada bom lagi atau tidak, anak ini harus selamat. Saya mendengar dia minta tolong dengan suara lirih. Anak itu berdiri dan nyaris jatuh. Anak itu terlempar sekitar 3 meter,” Roni menceritakan kronologi ketika dia menggendong Ais beberapa saat setelah ledakan bom bunuh diri mengguncang Kantor Polrestabes Surabaya, kemarin pagi. Berdasarkan rekaman CCTV Polrestabes Surabaya, kejadian tragis itu bermula dari dua pengendara sepeda motor yang hendak melewati gerbang lalu dihadang petugas dan terjadilah ledakan. Tampak seorang anak perempuan berjilbab
Teroris Berulah Diperintah IS Ancaman kelompok teroris di Indonesia masih harus diwaspadai, apalagi ada ratusan orang yang telah kembali dari Suriah. Tragedi Surabaya| Hlm 2
Warga DKI Diminta Ikut Aktif Tangkal Teror Di lain sisi, masyarakat diimbau tidak takut datang ke pusat perbelanjaan atau mal karena dipastikan mal di Jakarta dijaga ekstra ketat. Perkotaan | Hlm 11
Anak bukanlah Pelaku Terorisme Anak-anak semakin sering dilibatkan dalam aksi terorisme. Sebab, mereka sangat mudah diberi sugesti untuk melakukan sesuatu sesuai kehendak orangtua maupun orang lain. Humaniora | Hlm 23
YOUTUBE
SELAMAT DARI LEDAKAN BOM: Ais, bocah perempuan berumur delapan tahun, berjalan sempoyongan lalu digendong Kasat Narkoba Polrestabes
Surabaya AKB Roni Faisal Saiful beberapa detik setelah ledakan bom bunuh diri di gerbang Kantor Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, kemarin. yang awalnya dibonceng sempat bangun dan melihat kedua orangtuanya tergeletak. Roni, yang melihat anak itu berdiri sambil terhuyunghuyung, langsung berlari dan menggendongnya untuk menjauh dari pusat ledakan. Roni mengaku semata-mata mengandalkan nalurinya sebagai seorang ayah yang memiliki anak ketika menggendong anak tersebut. Beruntung ketika Roni berlari menggendong anak tersebut, beberapa anggota kepolisian mendekat untuk memberikan pertolongan. “Waktu itu saya belum tahu apakah dia anak dari pelaku (pengeboman) atau bukan. Saya hanya berpikir bagaimana anak ini selamat,” lanjut polisi
berpangkat ajun komisaris besar itu kepada Media Indonesia. Sewaktu berada di dalam gendongan Roni, Ais yang ternyata anak pelaku pengeboman tak bisa diajak berbicara sama sekali. Dia kelihatan menahan rasa sakit atas luka-lukanya. Roni lalu meminta teman-temannya melakukan penanganan segera. Seorang petugas pun membawa Ais ke rumah sakit pelabuhan Surabaya. “Begitu dibawa ke rumah sakit, saya lega sudah membawa anak itu keluar dari bekas-bekas bom. Dia selamat,” ujar Roni lirih. Ledakan bom di Kantor Polrestabes Surabaya kemarin merupakan peristiwa kedua setelah sehari sebelumnya
(Minggu, 13/5) tiga gereja di Kota Surabaya menjadi sasaran bom bunuh diri yang pelakunya merupakan satu keluarga. Dalam ledakan itu, petugas mendata ada 10 korban. Empat anggota kepolisian dan enam lainnya warga sipil. Para korban yaitu Bripda M Maufan, Bripka Rendra, Aipda Umar, dan Briptu Dimas Indra. Enam korban dari warga sipil ialah Atik Budi Setya Rahayu, Raden Aidi Ramadan, Ari Hartono, Ratih Atri Rahma, Eli Hamidah, dan Ainur Rofik. Rasa kemanusiaan tidak berbatas yang sudah ditunjukkan Roni Faisal Saiful mengingatkan kita akan sosok Achmad Usman yang membopong Elizabeth Manuela Babina Muzu. Perempuan lima tahun yang
biasa dipanggil Nunu itu menjadi korban bom Kedubes Australia di Jakarta pada 9 September 2004, pukul 10.15 WIB. Achmad yang waktu itu tengah bekerja di Pasar Festival menghambur ke lokasi ledakan. dan menemukan beberapa tubuh bergelimpangan di jalanan. Saat itulah Achmad melihat Nunu penuh luka tergolek pingsan. Anak malang itu pun segera digendongnya. Dengan berlari Achmad membawa Nunu ke rumah sakit terdekat. Semua orang yang berkerumun memberinya jalan. Beruntung Achmad bisa mengantarkan Nunu hingga ke ruang gawat darurat tanpa peduli tangannya penuh darah. (Faishol Taselan/Antara/X-3)
RUU ANTITERORISME
Definisi Terorisme tanpa Motif Politik
SENO
“Sering saya sampaikan. Misalnya, sebelum kasus di Marawi, Filipina Selatan, ada informasi IS akan membuat markas di Indonesia, bahkan lebih besar.” Ryamizard Ryacudu Menteri Pertahanan
Tragedi Surabaya | Hlm 3
PEMERINTAH akhirnya menuntaskan definisi terorisme yang sempat tertunda dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Definisi dirumuskan tanpa memasukkan motif politik. Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Risa Mariska membenarkan pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto kemarin menyepakati definisi terorisme. Definisi terorisme versi pemerintah ialah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan korban yang bersifat massal dan/ atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran atas objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, dan fasilitas internasional. Definisi itu, kata Risa, jika di-
Jangan Diam Lawan Teroris!
selisik, tidak berbeda jauh dengan definisi terorisme sebelumnya. “Definisi tersebut tidak memasukkan unsur ideologi, motif politik, dan keamanan negara,” ungkap Risa, kemarin. Namun, Risa yang juga anggota Pansus Perumus RUU Antiterorisme berpandangan bahwa jika definisi terorisme dimasukkan secara langsung di RUU, dikhawatiran hal tersebut akan membatasi gerak dari aparat penegak hukum. Desakan penyelesaian RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menguat setelah muncul kasus penyanderaan polisi di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, yang disusul aksi terorisme di Surabaya, dalam dua hari berturut-turut. Bahkan, Presiden Joko Widodo mengultimatum, jika RUU tersebut tidak selesai pada Juni mendatang,
pihaknya akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) antiterorisme. Terkait dengan definisi, anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, mengungkapkan TNI dan Polri sebelumnya belum satu suara soal definisi terorisme. TNI, kata dia, ingin memasukkan adanya motif politik yang mengancam kedaulatan negara dalam batang tubuh, sedangkan Polri ingin hal itu tidak perlu dimasukkan mengingat kerangka RUU itu ialah criminal justice system. Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, jika pemerintah sudah menyepakati definisi soal terorisme, pihaknya bisa mengetuk palu RUU tersebut pada awal masa sidang Mei. (Dro/Nov/X-4) Revisi UU Antiterorisme... | Hlm 3
Berteriaklah jika agama, negara, dan bangsamu diinjak-injak mereka yang tidak punya nurani kemanusiaan. Mari bersatu melawan terorisme! Dengan bersatu, kita pasti menang!
Opini | Hlm 8
OPINI
Reformasi, Keadilan Gender dan Tantangan Gerakan Perempuan Ani Soetjipto
Dosen Pascasarjana Kajian Gender Sekolah Global Strategis UI
TAHUN ini kita merayakan 20 tahun reformasi. Apa refleksi kritis makna reformasi bagi pemberdayaan perempuan dan perjuangan untuk kesetaraan dan keadilan gender? Ketika reformasi pecah pada 1998, dalam memori yang berserak, ingatan akan kembali pada tragedi pemerkosaan perempuan Tionghoa di tengah kerusuhan yang terjadi pada Mei. Barangkali dalam benak kita juga muncul kisah pilu hilangnya susu bayi dari pasaran, harga-harga yang
melonjak, dan antre panjang di banyak tempat untuk mendapatkan barang kebutuhan pokok sehari-hari. Krisis ekonomi ketika itu memang menghantam Indonesia sangat keras. Kemarahan rakyat yang kehilangan pekerjaan dan menurun standar hidupnya bertemu dengan kemarahan mahasiswa militan yang tidak puas dengan kondisi negeri. Itulah momentum reformasi 20 tahun lalu yang berhasil menjatuhkan Presiden Soeharto pada 21 Mei 2018. Ada banyak isu yang menjadi
keprihatinan gerakan perempuan pada masa itu. Selain isu ekonomi yang memburuk dan mahalnya sembako, susu bayi yang sulit didapat, angka kematian ibu dan bayi yang tinggi, kekerasan terhadap perempuan dan anak, juga terdapat isu-isu yang tidak kalah pelik seperti putus sekolah anak perempuan serta masalah sosial dan politik lainnya. Hari ini 20 tahun setelah reformasi, apakah telah terjadi perbaikan dalam isu-isu tersebut? Sayangnya impian untuk perbaik-
an substantif atas kondisi empiris yang dihadapi 20 tahun lalu belum sepenuhnya dapat semua teratasi. Saat ini di 2018, angka kematian ibu (AKI) Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara (2016), yakni 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rekor Indonesia dalam masalah perkawinan anak tertinggi kedua di ASEAN setelah kamboja (1 dari 5 anak perempuan menikah sebelum 18 tahun). Data gender development index (GDI) perempuan di bidang
pendidikan masih memperlihatkan laki-laki sekolah 1,2 kali lebih lama dari perempuan. Human development index (HDI) Indonesia juga masih menempati peringkat 98 dari 148 negara (Slovenia teratas dan Afghanistan terendah/data 2016). Kesenjangan gender dalam angkatan kerja juga lebih buruk dari Vietnam dan Myanmar. Intinya kemiskinan dan ketertinggalan perempuan masih menjadi masalah. Bersambung ke halaman 2
MENGGUNAKAN KERTAS DAUR ULANG