Kisah Panggilan Yesaya
Mispan Indarjo
kISAH PANGGILAN YESAYA Copyright Š 2011 oleh Mispan Indarjo E-Booklet ini diterbitkan dalam kerja sama dengan SESAWI.NET Penerbit Sesawi Jl. Gaharu III/7, Jakarta Selatan 12430, Indonesia Telp.: +62 812 2924 713, +62 21 9368 0716 E-mail: info@sesawi.net Website: www.sesawi.net
Silakan mengunduh, memperbanyak, dan menyebarluaskan booklet ini demi perkembangan ilmu pengetahuan dan pertumbuhan iman. Ad Maiorem Dei Gloriam!
Kisah Panggilan Yesaya
Y
esaya dan Mikha adalah nabi yang hidup sezaman dengan nabi Amos dan Hosea. Kalau Amos dan Hose tinggal dan berkarya di kerajaan utara, nabi Yesaya dan Mikha berkarya di kerajaan selatan. Nabi Yesaya adalah anak Amos. Ia berkarya antara tahun 740-700 SM pada periode raja Ahas (736-716 SM). Raja Ahas dipandang oleh para pendukung tradisi deutoromis sebagai raja yang buruk. Ketika terjadi perang Siro-Efraim (734-732) Ahas tidak mau bersekutu dengan raja Damsyik dan Samaria akan tetapi justru bergabung dengan Asyur karena tidak percaya kepada Yahwe yang menjadi Allahnya. Situasi perang perang dan kehancuran itulah yang melatarbelakangi karya kenabian Yesaya.1
1
St. Darmawidjaja, Warta Nabi abad VII, hlm. 85-87. 1
2 Mispan Indarjo
Melihat latar belakang sejarah dan keduduk annya sebagai nabi besar dalam sejarah Israel, amatlah menarik untuk melihat kisah panggil annya. Kisah panggilan Yesaya terdapat dalam Yes 6:1-11. Dalam kisah panggilan tersebut akan tampak, di satu pihak, pengalaman rohani dalam hubungannya dengan Tuhan, dan di lain pihak, kesadaran akan kelemahannya sebagai seorang manusia.2 Dalam tulisan ini saya akan menge mukakan tiga hal. Pertama, menjelaskan teks tentang kisah panggilan Yesaya dalam Yes 6:1-11. Kedua, berdasarkan penjelasan teks itu saya akan mencoba menarik pesan teks dan relevansinya untuk zaman sekarang. Pada bagian ketiga saya akan menyampaikan kesimpulan dan penutup.
A. Penjelasan Teks Yesaya 6: 1-11 1. Latar Belakang dan Susunan Teks Kitab nabi Yesaya bab 6 adalah permulaan ke saksian Yesaya yang terentang dari bab 6 sampai Yes 9:7. Pesan inti terletak pada Yes 6 dan Yes 8:12 dimana nabi menyampaikan kisah dan aktivitasnya selama periode perang Siro-Efraim. Kesaksian yang diawali dengan kisah panggilan Yesaya ini diakhiri dengan nubuat tentang keselamatan yang termuat
2
Widyapranawa, Tafsiran Alkitab Yesaya, 1-12, hlm. 81
Kisah Panggilan Yesaya
3
dalam Yes 8:23 sampai Yes 9:7. Maksud dari kisah panggilan Yesaya ini adalah untuk memberikan kesaksian bahwa keputusan Tuhan telah dibuat ketika IA memanggil Yesaya untuk suatu tugas. Jadi, tugas kenabian Yesaya berasal dari Tuhan sendiri. Tugas itu berada di luar pemahaman dan perasaan Yesaya.3 Secara ringkas, teks ini dapat dibagi menjadi tiga bagian. Ayat 1-4 adalah introduksi. Ayat 5-7 reaksi Yesaya dan pentahirannya sedangkan ayat 8-11 adalah panggilan dan pengutusan Yesaya. Secara lebih detail, dengan mengikuti pembagian yang dibuat Jack Partain4, teks ini dibagi menjadi tujuh bagian. Pembagiannya adalah sebagai be足 rikut: Ayat 1
: Saat terjadinya panggilan dan penglihatan
Ayat 2-3 : Dalam penglihatan itu Yesaya melihat Serafim mengelilingi dan memuji Tuhan Ayat 4-5 : Akibat kehadiran Tuhan Ayat 6-7 : Yesaya dibersihkan dari kesalahan dan dosanya
3 4
Kaiser, Otto, hlm. 73. Partain, Jack, hlm. 63.
4 Mispan Indarjo
Ayat 8
: Tuhan memanggil Yesaya dan ia menjawab
Ayat 9-10 : Yesaya diperingatkan bahwa umat akan menolak pewartaanNya Ayat 11 : Yesaya diperintahkan untuk tetap mewartakan meskipun harus menghadapi bencana dan pengasingan. 2. Konteks Sejarah Kemungkinan besar teks ini ditulis pada saat perang Siro-Efraim atau langsung sesudahnya. Pada saat itu Yesaya gagal menghadapi Ahas dan berniat mengundurkan diri dari perutusan yang ia terima untuk sementara waktu. Kesimpulan itu dapat dilihat apabila kita membandingkan Yes 6:1-11 dan Yes 7:1-8:18. Dua kesatuan teks itu mempunyai hubungan yang sangat erat. Yes 7:1-8:18 itu sendiri menceritakan karya Yesaya dalam perang Syro-Efraim. Pada tahun 734 SM Tiglat Pileser III, raja Asyur, hendak menaklukkan kerajaan Syria. Sebelumnya, kerajaan-kerajaan kecil seperti Fenesia hendak dihancurkan terlebih dahulu. Dengan demikian kerajaan Israel dan Syria dapat diserang dari arah barat. Adanya ancaman ini membuat Rezin (raja Siria) dan Pekah (raja Israel) membentuk koalisi untuk menghadapi Asyur. Raja Yehuda, yang dipimpin Ahas, menolak bergabung
Kisah Panggilan Yesaya
5
dengan koalisi itu. Oleh karenanya Ahas diserang. Dalam konteks sosio politis itulah Yesaya diutus. Hubungan erat antara Yes 7:1-8:18 dengan Yes 6:1-11 dapat dilihat lebih jelas lagi kalau kita melihat adanya dua peristiwa yang saling ber kaitan. Pertama, tugas perutusan Yesaya dalam Yes 6:9-10 telah terbukti dengan kata-kata penolakan Ahas atas dirinya. Kedua, penyampaian firman malapetaka sebagaimana diungkap Yesaya dalam Yes 6:11b menjadi lebih jelas dalam perang SyroEfraim ini. 3. Tafsir Teks5 a. Yes 6:1-4
Sebagai awal kesaksian panggilannya, Yesaya mencatat bahwa penglihatan dan panggilannya terjadi pada waktu kematian Uzia. Dicantumkannya waktu dalam peristiwa ini hendak menunjukkan bahwa pangalaman penglihatan Yesaya meru pakan pembenaran atas peran dan fungsi kena biannya. Saat terjadinya penglihatan itu kiranya 5 Dalam menyusun penafsiran ini saya memakai lima sumber, yaitu: Gowan, “D.E. Isaiah 6:1-8” dalam Interpretation no. 45 thn. 1991, hlm. 172-176, Hayer, John H & Irvine, Stuart A, Isaiah, The Eight Century Prophet, 1987, Abingdon Press: Nash ville. Kaiser, Otto, Isaiah 1-12, 1963 (ed.2), Scan Press Ltd: Bloomsbury Street: London. Partain, Jack & Deutsch, Richard, A Guide to Isaiah 1-39, 1991 (ed. 3), University Press: Cambridge. Widyapranawa, S.H, Tafsiran Yesaya 1-12, 1985 (ed.2), BPK Gung Mulia: Jakarta.
6 Mispan Indarjo
berhubungan erat dengan “tahun dimana Uzia meninggal.” Kematian Uzia merupakan awal ber baliknya situasi Israel serta Yehuda dari keadaan sebelumnya. Setelah sekian lama Israel diwarnai dengan keadilan dan kesejahteraan serta tidak ada ancaman dari negara-negara tetangga, kerajaan Asiria kembali mengancam negara-negara tetang ganya, termasuk kerajaan Israel dan Yehuda. Dalam situasi seperti itu Yesaya dipanggil untuk menjadi juru bicara bagi umat Allah. Pada ayat 1 ditulis bahwa Yesaya melihat Tuhan sedang bertahta sebagai raja Surga dengan segala kemegahannya. Perlulah diketahui terlebih dahulu bahwa sebenarnya Yesaya tidak menggambarkan Yahwe itu sendiri melainkan jubahNya dan pa ra serafim yang mengelilingiNya. Jadi Yesaya tidaklah melihat Tuhan sendiri, melainkan “hanya sadar akan kehadirannya dalam apa yang ia lihat.” Kedahsyatan Tuhan digambarkan dengan bergoyangnya alas ambang pintu-pintu. Dengan melihat ayat 4 & 6 tidaklah diragukan lagi bahwa nabi melihat Tuhannya dalam bait Allah di Yeru salem. Pada ayat 2 digambarkan bahwa Yahwe di kelilingi oleh para serafim. Para serafim itu dengan hormat menutupi wajah mereka dan “bagianbagian pribadi” (dalam teks bahasa Indonesia hanya dikatakan “kaki”) dengan sayap-sayap
Kisah Panggilan Yesaya
7
mereka. dari sini kita melihat bahwa bahkan para makhluk surgawi, yang siang malam menyertai Tuhan dan melayaninya, seperti manusia, tidak dapat memandang wajah Tuhan. Memandang wajahNya akan mengundang celaka. Penutupan “bagian-bagian pribadi” mengungkapkan hu bungan antara seks dan perasaan bersalah. Tindak an para makhluk surgawi itu hendak menekankan jarak yang tidak terhingga antara Tuhan dan setiap ciptaan. Hal ini sebenarnya mengingatkan kekudusan Tuhan bagi Yesaya. Para serafim berseru-seru memuji Tuhan (ayat 3). Pada bagian pertama ayat ini mereka menyatakan kekudusan Tuhan sedangkan pada bagian kedua menyatakan kemuliaan Tuhan. Dua bagian ini hendak menyatakan hakikat Tuhan sebagai “Sesuatu” yang tersembunyi (misteri) dan menyatakan “Sesuatu” yang telah terwah yukan (kemuliaan Tuhan, yang dapat disaksikan oleh manusia di bumi). Kemuliaan Tuhan adalah kesucianNya yang terwahyukan. Pewahyuan kesucian Tuhan pada saat yang bersamaan menye babkan kesadaran akan kedosaan manusia. b. Ayat 6: 5-7
Yesaya melihat Tuhan. Ia yakin bahwa tidak se orang pun dapat hidup ketika melihat Tuhan, tetapi ia telah melihat Yahwe Sang Raja. Ini menandakan
8 Mispan Indarjo
hubungan yang mengagungkan antara manusia dengan Tuhan: Allah adalah Tuhan yang dapat meminta ketaatan dan loyalitas pengikutnya karena IA memberikan perlindungan. Yesaya tahu bahwa ia sendiri tidak pantas. Ucapan Yesaya yang menggambarkan ketidakpantasan serta ke berdosaan itu adalah, “Sebab aku ini seorang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir...” Orang berdosa tidak dapat bergabung bersama para malaikat yang melantumkan pujian kepada Yahwe. Kehadiran “Yang Kudus” telah “membungkam”nya. Maka, ketidakmampuan itu melambangkan keterasingannya akan Tuhan. Dengan pengakuan ini Yesaya mengakui bahwa putusan Tuhan terhadap para pendosa (hukuman) adalah adil adanya. Pada saat yang bersamaan, Serafim terbang dan mendapatkan Yesaya. Ia membersihkannya dari dosa (ayat 6-7). Serafim membawa bara yang digunakan untuk menyentuhkan pada mulut Yesaya. Karena bara itu berasal dari altar yang telah disucikan, bara itu mempunyai daya yang menyucikan (bdk. Bil 16:46). Yesaya yang telah dibersihkan dari dosa dan kesalahan, sekarang dapat mendengarkan suara Tuhan dan menjawabNya dengan benar. Ia sekarang dapat mengambil bagian dalam pasukan surgawi. Hanya seseorang yang telah mengakui dosanya dan
Kisah Panggilan Yesaya
9
telah dibebaskan dari dosa, ia dapat melakukan kehendak Tuhan. Penyucian bibir nabi, yang berakibat pada hapusnya kesalahan dan pengampunan dosa serta penyucian diri dari kenajisan, kiranya berasal dari ritus penyucian yang digunakan dalam mempersiapkan raja baru untuk pemahkotaan raja. Setelah disucikan dan dibersihkan, Yesaya berdiri di pihak Tuhan, sebagai yang suci. Ia, seperti raja, wakil sejati dari Yang Illahi, telah berdiri dalam alam Illahi. c. Yes 6: 8-11
Dalam penyucian, Yesaya telah menyiapkan diri untuk belajar bagaimana Tuhan telah menyimpan rencana dalam hatiNya. Oleh karenanya ketika Tuhan mengatakan siapa yang akan diutus, tanpa ragu-ragu lagi Yesaya menjawab bahwa ia siap diutus. Yesaya mengakui bahwa sebagai seorang pendosa. Di hadapan Tuhan yang Mahasuci ia telah kehilangan hidupnya. Maka, baginya, panggilan Tuhan merupakan rahmat yang tidak ternilai harganya. Ia menyatakan kesediannya ketika Tuhan mengatakan,�Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini ...� (ayat 9-10). Tugas ini tidak biasa. Sebagai nabi ia tidak hanya bertugas menubuatkan sesuatu, akan tetapi menjadikan nubuat itu menjadi nyata.
10 Mispan Indarjo
Ayat 9 bukanlah isi pewartaan Yesaya tetapi akibat yang dimaksudkan dari pewartaan itu oleh Tuhan. Walaupun Yesaya menyampaikan firman dengan tekun, bangsa ini tetap tidak bertobat, bahkan sebaliknya, pewartaan ini justru akan semakin mengeraskan bangsa ini. Mereka justru semakin jauh dari Tuhan. Kekerasan hati mereka semakin bertambah. Ayat ini tidaklah kemudian berarti bahwa pewartaan Tuhan dimaksudkan untuk mengeraskan hati bangsa, akan tetapi ayat ini merupakan akibat yang akan datang kemudian. Ini merupakan ucapan dan kesaksian Yesaya beberapa tahun setelah saaat panggilannya berlangsung. Ayat 10 merupakan akibat yang pasti. Bahwa dengan pewartaan yang disampaikan Yesaya bangsa Israel tetap menjadi keras hati tidaklah kemudian berarti bahwa firman Tuhan sia-sia saja. Tetap ada harapan pada bangsa ini (bdk. ayat 13b). Pengerasan hati ini merupakan titik tolak yang menuju ke hari depan dalam sejarah keselamatan. Tugas berat dari Tuhan itu mengejutkan Yesaya sehingga ia bertanya sampai kapan ia harus melakukan tugas tersebut. Dari jawaban Tuhan dalam ayat 11 ini menjadi jelas bahwa hukuman Tuhan atas Yehuda dan Israel memang bersifat menyeluruh. Kota-kota akan menjadi lengang, rumah-rumah tidak ada lagi penghuninya, dan
Kisah Panggilan Yesaya
11
tanah air mereka sepi. Bangsa yang keras hati tidak dapat diberi hukuman lain selain diusir dari tanahnya sendiri, yakni dibuang ke tanah asing.
B. Pesan Teks dan Relevansinya untuk Zaman Sekarang Munculnya Yesaya sebagai pewarta sangat terkait dengan situasi Israel pada waktu itu. Pada waktu itu Israel sedang berada dalam keadaaan krisis. Kerajaan utara dan kerajaan selatan saling berperang. Yesaya dipanggil untuk menjadi pewarta dalam situasi krisis itu kendati ia juga diperingatkan bahwa pewartaannya itu belum tentu akan didengarkan oleh umat. Pada zaman sekarang ini, seringkali kita juga menemukan situasi-situasi krisis. Situasi itu tidak hanya berwujud peperangan akan tetapi dapat juga terwujud dalam berbagai kondisi politik, sosial dan ekonomi yang begitu mencekam. Pada akhirnya situasi yang menekan itu hanya akan berakibat pada kesengsaraan orang kecil, sebagaimana dalam perang Siro-Efraim itu, rakyat kecillah yang sengsara. Panggilan Yesaya membuktikan bahwa justru dalam saat-saat genting seperti itu seorang nabi sungguh-sungguh dibutuhkan untuk menjadi pewarta, untuk memberikan reaksi kritis atas situasi yang sedang terjadi. Untuk zaman sekarang, nabi-nabi yang muncul dalam
12 Mispan Indarjo
situasi kritis itu memang tidak harus berasal dari lingkungan keagamaan, tetapi dari situasi apapun asal yang diperjuangkan adalah kebenaran. Kebenaran itu menjadi reaksi kritis atas situasi yang terjadi. Sebagaimana Yesaya, mereka tentu sudah ‘diperingatkan oleh hati nuraninya’ bahwa pewartaan mereka, yang terwujud bukan hanya dalam kata-kata tetapi terlebih pada perbuatanperbuatan konkrit, tidak akan didengarkan oleh orang, terutama orang yang merasa terancam dengan suara-suara kritis dari para nabi tersebut. Akan tetapi yang penting bukanlah didengarkan atau tidak suara mereka oleh orang pada waktu itu, melainkan bagaimana suara kebenaran yang berasal dari Tuhan, lewat sentuhan nuraninya, dapat dikemukakan di hadapan orang banyak. Terjadinya panggilan Yesaya didahului dengan sebuah penglihatan. Dalam penglihatan itu, Yesaya sadar akan kesalahan dan keberdosaannya dirinya serta bangsanya. Realitas Illahi kiranya memberikan penerangan yang amat jelas atas realitas konkrit manusia. Memang, orang akan semakin menyadari dirinya apabila ia menyadari kehadiran Tuhan di dalam dirinya. Kesadaran akan kehadiran Tuhan membuat orang semakin sadar akan dirinya sendiri. Kesadaran diri dalam keberdosaan itulah yang mengingatkan Yesaya akan realitas dirinya yang lemah. Oleh karenanya,
Kisah Panggilan Yesaya
13
ketika ia melihat Tuhan ia merasa diri, di satu pihak merasa lemah, di lain pihak merasakan kemurahan Tuhan yang berkenan hadir dalam dirinya. Justru kelemahan itulah yang menjadi titik tolak perutusannya. Ia merasa diri lemah, akan tetapi karena yakin akan kurnia Tuhan ia berani untuk menerima tugas perutusan itu. Perjumpaan dengan Tuhan itulah yang menjadi dasar bagi seseorang untuk menyuarakan kebenaran. Di zaman sekarang ini, ketika masalahmasalah yang perlu dikritisi semakin kompleks dan membutuhkan analisa profesional, tetap diperlukan dasar yang kuat dan mendalam, yakni hubungan pribadi dengan Tuhan. Tanpa dasar itu, visi dan semangat seseorang yang memperjuangkan kebenaran akan mudah rapuh, terutama pada saat-saat krisis. Hubungan yang mantap dengan Tuhan akan tetap memberikan kekuatan seseorang untuk tetap berjuang, kendati harus berada dalam situasi krisis. Kekuatan itu seringkali tidak masuk akal, nyata terjadi. Itulah hebatnya rahmat Tuhan yang bekerja dalam diri manusia. Ketika orangorang modern sudah tidak mempunyai pegangan kuat dan orientasi yang jelas dalam hidupnya, orang-orang yang dipanggil untuk menyuarakan kebenaran justru harus semakin memantapkan pegangan hidupnya itu dalam hubungannya dengan Tuhan.
14 Mispan Indarjo
Dalam kisah panggilan itu terjadi dialog antara Tuhan dan Yesaya. Tuhan hadir dalam ke muliaannya dan memberikan penerangan kepada Yesaya sehingga Yesaya menyadari kedosaan dirinya dan bangsanya. Justru dengan adanya dialog itu masing-masing pihak dapat saling memahami. Yesaya memahami akan kuasa Tuhan yang senantiasa akan menyertainya. Tuhan “memahami’ kelemahan Yesaya. Dalam dialog itu hendak dicapai sebuah jembatan yang tetap berada dalam alur ‘demi penyelamatan umat manusia.’ Ada dialog antara Tuhan dan nabi Yesaya tetapi pada akhirnya yang harus tetap berjalan adalah karya penyelamatan Tuhan dalam sejarah bangsa manusia. Tuhanlah yang membimbing dan mengarahkan. Yesaya sebagai alat di tangan Tuhan. Dalam rangka pewartaan itu, Tuhan sudah mengatakan kepada Yesaya bahwa ia tidak akan didengarkan oleh bangsanya sendiri. Sebuah dialog yang terjadi memang harus sampai dalam karya penyelamatan akan tetapi itu tidak bisa terjadi tanpa melalui rintangan. Tidak didengarkan oleh bangsanya merupakan sebuah rintangan. Tetapi rintangan itu bukanlah alasan untuk tidak mewartakan firman Tuhan. Bagaimanpun kerasnya hati bangsa itu, firman Tuhan yang diwartakan akan tetapi bisa tumbuh bersemi, entah kapan.
Kisah Panggilan Yesaya
15
(Bdk. Yes 6:13b). Pada zaman sekarang ini, para pembela kebenaran, seperti Yesaya, bagaikan seseorang yang “berseru-seru di padang gurun.” Namun itu semua bukanlah kesia-siaan. Harapan tetap ada. “Hasil” pewartaan di “padang gurun” itu akan tetap berbuah, entah kapan. Yang jelas, dalam situasi seperti itu yang paling penting adalah kesadaran bahwa para pewarta kebenaran hanyalah “alat” di tangan Tuhan. Berhasil atau tidaknya para pewarta modern tidaklah terletak pada diri mereka tetapi (tanpa jatuh pada sikap fatalistis) pada tanggung jawab Tuhan. Oleh karenanya, hubungan pribadi dengan Tuhan menduduki peran yang sangat penting, karena itu menjadi dasar segala aktivitas para pembela kebenaran.
C. Kesimpulan Dalam kisah panggilan Yesaya kita melihat bahwa proses panggilan itu berasal dari Allah sendiri. Yesaya dipanggil Allah pada saat masyarakat berada dalam kondisi kritis. Pertemuan dengan Tuhan itulah yang membuat Yesaya menyatakan kesediaan untuk menjawab. Dalam pertemuan dengan Tuhan itu, di satu pihak ia melihat kesucian dan kemuliaan Tuhan, tetapi di lain pihak ia merasa diri sebagai orang berdosa. Namun demikian, ia diangkat dari keberdosaan tu dengan dihapuskan
16 Mispan Indarjo
kesalahan dan dosanya. Kemurahan Tuhan dan perlindungan Tuhan itulah yang membuatnya merasa bahwa panggilan menjadi suatu rahmat: ia berdosa tetapi dipanggil oleh Tuhan. Maka ia menyatakan kesediaannya. Kendati ia tahu bahwa tugas yang dihadapinya amat berat, bahkan terkesan sia-sia, ia toh tetap mempunyai harapan. Kiranya Yesaya mau menanggung semuanya itu karena ia merasa dirinya hanya sebagai alat Tuhan. Dalam fungsinya sebagai alat ia tidak memandang tugasnya sebagai beban akan tetapi justru sebagai rahmat. Dinamika panggilan hidup seperti itu ki足 ra足nya masih sangat relevan di zaman sekarang. Panggilan untuk membela kebenaran tidak hanya cukup berdasarkan pada keprihatinan akan situasi masyarakat, akan tetapi (dan ini yang paling penting) harus berdasarkan pertemuan pribadinya dengan Tuhan sendiri. Pertemuan dengan Tuhan itu bisa terjadi dengan berbagai cara yang sering tidak bisa diantisipasi oleh manusia. Maka, manusia memang harus bersifat terbuka untuk dapat bertemu dengan Tuhan. Pertemuan dengan Tuhan itu, jika dilihat dari kacamata perjanjian baru, begaimanapun tetap berdimensi salib ka足 rena pertemuan dengan Tuhan akan membawa konsekuensi perutusan di tengah masyarakat yang penuh dengan tantangan. Seringkali perutusan itu
Kisah Panggilan Yesaya
17
menjadi sesuatu yang tidak mungkin, sebagaimana Yesaya diutus untuk menyampaikan firman, akan tetapi bangsa itu tetap berkeras hati. Namun demikian, keyakinan akan penyertaan Tuhan itulah yang menjadi kunci untuk membuat segalagala yang tidak mungkin menjadi mungkin.
D. Daftar Bacaan Darmawidjaja, St, Warta Nabi Abad VIII, 1990, Kanisius: Jogjakarta. Gowan, D.E, “Isaiah 6: 1-8� dalam Interpretation no. 45 thn. 1991. Hayer, John H & Irvine, Stuart A, Isaiah, The Eight Century Prophet, 1987, Abingdon Press: Nashville. Kaiser, Otto, Isaiah 1-12, 1963 (ed.2), Scan Press Ltd: Bloomsbury Street: London. Partain, Jack & Deutsch, Richard, A Guide to Isaiah 1-39, 1991 (ed.3), University Press: Cambridge. Widyapranawa, S.H, Tafsiran Yesaya 1-12, 1985 (ed.2), BPK Gunung Mulia: Jakarta.