Selamat Mengabdi
Editorial
Membangun Kampus III
B
elum adanya duduk bersama oleh sivitas IAIN Imam bonjol Padang untuk meluruskan polemik yang melanda membuat berbagai opini muncul. Semua berhak berbicara hingga semuanya juga berhak untuk merumuskan sebuah opini. Program pembangungan yang sudah dirancang dari 2009 lalu akhirnya tersandung kasus dalam pengadaan lahan untuk kampus III. Siapa yang tidak panas dingin saat memperingati Hari Abdi karya Kejati Sumbar rilis kerugian negara yang disebabkan oleh malpraktek anggaran oleh beberapa oknum. Menyentuh angka Rp. 15 M bukan dana yang kecil, dengan uang itu senilai dengan anggaran pembangunan perpustkaan sebanyak 15 gedung. Kafatalan selanjutnya adalah nama IAIN yang tercoreng. Jelang usia setengah abad IAIN tahun depan, bukan prestasi yang diraihkan tapi kegagalan IAIN menjadi IAIN. Sebab kampus sejatinya bukan hanya proses akademik ataupun intelektual mahasiswa menjadi sarjana, namun juga sebagai tempat untuk melahirkan budaya birokrasi yang syariah. Jika IAIN tidak bisa menciptakan budaya tersebut, kiranya sama antara IAIN dengan Perguruan Tinggi Negeri atau swasta lainya. Percuma ada base islam jika tidak bisa memasukan nilai-nilai islam ke seluruh prosedural ataupun birokrasi yang ada. Meski tatanannya sudah ada aturannya, melakukan transparansi yang jelas merupakan salah satu aspek dari nilai islam yang mesti dijaga serta dibudayakan oleh IAIN dalam berbirokrasi yang baik. Tentu hal yang sudah terjadi hari ini merupakan kekeliruan IAIN IB dalam bertindak, hingga kondisi ini memudarkan identitas perguruan tinggi agama islam. Sebuah pertanyaan muncul dari kegelisahan-kegelisahan. Apakah IAIN sudah berhasil menjadi IAIN? Menjadi perguruan tinggi dengan oritentasi islam. Membangun Kampus III sejatinya bukan hanya mengejar berdirinya gedung dengan pelbagai fasilitas, namun terpenting adalah membangun profosionalitas dan.proposional dalam prioritas kerja. Buat apa membangun kampus jika hal itu yang membuat IAIN gagal menjadi IAIN.
Celoteh - Pembangunan kampus III dalam perkara bangun selah dulu - Rektor baru, masalah seribu -semoga jauh dari perkara
L
angkah yang baik belum tentu akan be rakhir baik, dan akhir yang belum tidak selalu dari awal yang tidak baik, Berat untuk tidak membenarkan jika kemaren merupakan akhir yang kurang baik, satu-persatu skenario mencuap diakhir cerita, tidak satu ataupun dua, bak batu es semua kekeliruan mencair tanpa ada yang mau duduk bersama untuk menjelaskan, hingga semua memberanikan diri untuk menafsirkan hari kemarin dengan argumen dan presepsi masing-masing, lalu semua
CERMINIA
K
etika kita membeli baju baru tentu kita akan jeli memilihnya. Agar tidak salah pilih, ada baiknya kita memikirkan dengan matang ketika akan membeli baju. Mulai dari toko yang akan kita masuki, jenis baju apa saja yang dijual di toko itu, sampai pada penjaga toko yang memberi pelayanan tentang baju yang akan kita pilih. Setelah kita menentukan satu baju yang akan kita beli. Kita siap menerima resiko yang mungkin dapat timbul dari baju tersebut. Baik atau buruk yang akan dicitrakan oleh baju tersebut. Hal ini karena pakaian adalah identitas bagi pemakainya. Ada katakata bijak berbunyi ‘You are what you wear’. Manusia dapat didefinisikan salah satunya melalui pakaian apa yang dia kenakan. Jangan sampai kita hanya melihat sisi luar dari sebuah toko. Kita terlena melihat bangunan toko yang megah dengan desain interior yang menawan dan percaya dengan iklan yang mengatakan bahwa toko tersebut memiliki baju terbaik dan sudah terkenal dimana-mana tanpa mengeceknya terlebih dahulu. Selain membuat kita tidak puas juga menjadikan kita membuang-buang uang. Selain mendapat informasi melalui iklan dan brosur, kita bisa memilih baju yang dijual di toko tersebut atas saran orang terdekat kita ketika tidak memiliki pengetahuan tentang baju tersebut. Kita hanya mengikuti saran orang lain yang mengatakan bahwa baju ini bagus.
persepsi mencair ke segala arah tanpa ada kejelasan. Liar. Berpikir orang minang, seburuk-buruk Kaji, hari kemarin setidaknya akan jadi pelajaran yang sangat penting dan patut dicermati untuk hari esok. Empat tahun ke depan. Bagaimana kemaren pemimpin tumbang sebelum akhir cerita tiba, bagaimana UIN hanya menjadi cerita yang akan menjadi dongeng dalam setiap ucapan formal atau lapakan pemimpin kemaren, harus berganti dengan usaha serta kerja yang nyata dan
Salam Redaksi kongkrit, hingga saat disampaikan ke khalayak ramai tidak akan menjadi dongeng. Salam Pers Mahasiswa Edisi kali ini kru sulit untuk bermain cantik dalam penerbitan Edisi 136 sebab edisi kali ini hadir dalam 16 halaman, Kuliah Kerja Nyata yang diemban oleh hampir separuh dari kru sebagai bakhti Tri Dharma perguruan tinggi menjadi tantangan dan pelajaran baru segenap kru, untuk tetap bisa melakoni diri sebagai insan pers mahasiswa meski kru menyebar hingga daerah yang sulit untuk akses komunikasi. Salut dan bangga untuk seluruh kru yang sudah berjuang dan berusaha melakukan hal yang bisa dilakukan dalam kondisi ini, terimakasih untuk waktu yang telah dikorbankan hingga Tabloid ke empat tahun ini sampai di tangan pembaca setia Suara Kampus. Edisi 136 hadir bertepatan momen mahasiswa baru dan wisuda, ada yang datang dan pergi, untuk mahasiswa baru selamat datang, dan semoga cepat pergi. Bagi wisudawan semoga cepat kembali untuk mengabdi bagi IAIN kita ini, karena kalau bukan kita siapa lagi yang akan melakukan perubahan. Dirgahayu tanah air kita, 70 Tahun bukan lagi usia untuk sebuah negara berkembang. Saatnya Indonesia berperan dalam kancah internasional tanpa mengkesampingkan kesejahteraan rakyatnya. Selamat mengabdi untuk Eka Putra Wirman, selaku Rektor IAIN Imam Bonjol Padang 2015-2019, semoga mampu belajar dari kesalahn hari kemarin, untuk IAIN menuju 50 tahun. Selamat mengabdi.
Baju Baru Oleh Veni Andriyani Koordinator Liputan
Lain halnya jika orang tersebut tahu baju apa yang memang pantas untuk kita. Mereka hanya mengarahkan kita agar tidak salah pilih. Orang yang memberi saran adalah orang yang berpengalaman sehingga kita berharap mendapatkan baju yang benar-benar pas. Namun alangkah baiknya baju yang kita pilih adalah baju yang benar-benar pilihan sendiri dan cocok dengan kita. Baik dari segi penampilan juga dari segi fungsinya. Sehingga kita bisa merasa puas dan percaya diri. Tidak jarang seseorang mampu memilih baju yang cocok untuk dirinya karena dia lebih tahu sebatas mana kemampuannya untuk mendemokrasikan makna bajunya kepada orang lain. Setelah yakin dengan baju yang kita pilih, kita akan siap menjalankan hidup sesuai dengan keinginan kita. Tidak ada penyesalan ketika telah memiliki baju tersebut. Ketika ditanya apa alasan memilih baju tersebut, tidak akan muncul jawaban seperti ‘karena tidak ada pilihan lain’. Melainkan menjadikan baju tersebut sebagai acuan hidup kita
beberapa tahun ke depan. Selain itu, ketika kita telah memiliki baju baru, baju lama yang kita miliki kita akan disimpan. Baju lama yang sudah lusuh dan bisa jadi beberapa bagian ada yang sudah robek. Namun disadari atau tidak, baju lama kita telah melewati banyak mozaik-mozaik hidup yang kita lalui, susah senang pernah kita lewati bersama. Mampukah kita menjadi lebih baik dari sebelumnya, sehingga kita dengan bangga meletakkannya dilemari kelak jika telah lusuh. Lalu dengan senyum bangga mengatakan: “Saya telah lulus dengan baju ini.” Kemudian menunggu kedatangan baju baru dan mengumpulkan mozaik yang lain. Kemudian dengan baju baru, siapkah kita memulai dan mengumpulkan potongan-potongan mozaik kita bersama baju baru lainnya? Dapatkah kita menjadi lebih baik lagi? Dapatkah kita membuat memori yang lebih baik dari memori lama kita sebelumnya? Bukan hanya baju kita saya yang baru, tetapi diri kita juga harus menjadi baru dan siap menjadi lebih baik. Akankah kita mampu membuat orang-orang terdekat kita merasa bangga atas apa yang telah kita pilih. Tidak ada gading yang tidak retak. Dalam hidup yang menjadi tujuan utama bukanlah hasil, tetapi proses menuju hasil. Benar atau salah, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Wallahu’alam.
Pemimpin Umum : Yogi Eka Sahputra. Sekretaris Umum : Elvi Safri Dinyyati Rahmatika. Bendahara Umum : Rosi Elvionita. Pemimpin Redaksi : Taufiq Siddiq. Pemimpin Perusahaan : Jeki Pernandos. Pemimpin SDM : Hervina Harbi. Redaktur Pelaksana : Bustin, Eka Putri Oktaridha Ilahi. Redaktur : Aidil Ridwan Daulay, Kanadi Warman, Yandri Novita Sari, Syofli Apri Yanil. Koordinator Liputan : Veni Andriyani. Bidang Perwajahan & Desain Grafis : Mukhtar Syafi’i, Jamal Mirdat. Manager Usaha & Pelindung: EO : Zul Anggara. Manager Iklan & Sirkulasi : Delli Ridha Hayati, Amaliyatul Hamrah. Manager ADM & Umum : Nofri Migo. Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Kepala Litbang : Rahmadi. Dr. Eka Putra Wirman, Lc. MA Penanggung Jawab: Wartawan : Sherly Fitri Yanti, Rahmi Yati, Silvia Wulandari, Friyosmen, Khairul Nasri (Mg), M. Iqbal (Mg), Meilia Utami (Mg), Wakil Rektor III IAIN Imam Bonjol Padang Anindia Padsun (Mg), Lisa Fauziah (Mg). Dr. Alkhendra, M.Ag Kepala Biro AUAK Percetakan : PT GENTA SINGGALANG PRESS (Isi di luar tanggungjawab pencetak) Drs. Dasrizal, MA Pembina: Sutan Zaili Asril, Yulizal Yunus Sheiful Yazan, Emma Yohana, Abdullah Khusairi, Muhammad Nasir, Andri El Faruqi Dewan Redaksi: Arjuna Nusantara, Zulfikar Efendi, Ahmad Bil Wahid, Ridho Permana, Dosfrianto Twitter: @suara_kampus | Email: lpmsuarakampus@gmail.com | redaksi@gmail.com | Fanpage : Suarakampus.com
SUARA KAMPUS.com
Kolom
Muntah Nanah
Pemimpin Idaman
Oleh Andi Markoni
B
icara soal pendidikan saya adalah anak sekolah yang belum bisa disiplin. Anak mengaji yang belum bisa lurus menulis alif, belum lurus menyebut Baa dan belum fasih berkata waw yang mempunyai arti meski sendiri. Mengartikan Ismun wa fia’lun wa harfun jaalimakna sebagai perpindahan dari nama kemasa, masa kemasa. karna saya lahir merdeka maka saya pun harus memaksakan diri menulis apa yang tengah saya fikir dan rasakan. Karna belajar mesti siap untuk memaksakan diri untuk menjadi terbiasa, meskipun hal yang dipaksakan itu tidak enak, seperti halnya ungkapan penyair arab jika saja menuntut ilmu itu mudah mungkin tidak akan ada manusia yang bodoh. Pendidikan adalah hal yang sangat di butuhkan untuk mewujudkan kemerdekaan. Sebab hakikat pendidikan hanyalah memerdekakan mental, dalam rangka mengembalikan manusia pada hakikatnya yang fitrah, arif lagi bijaksana, dalam pribahasa dikenal dengan memanusiakan manusia. Saya teringat jargon yang ada didinding Teater Imam Bonjol Padang, Kami Melangkah Meramu Logika dan Jiwa. yang menjadi semangat bersama dalam mengerjakan segala hal, mulai dari kreatifitas, bermuzakarah, berdialektik, kerja kolektif dan sebagainya. Karna sebaris kata itu adalah kehidupan. didalmnya tersimpan hubunngan manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam semesta. Kami, adalah menunjukan kebersamaan yang membutuhkan kesetiaan, bahkan tuhan pun banyak berkata kami dalam firmannya. Melangkah menunjuka usaha yang butuh komitmen dan rasa tanggung jawab. Meramu logika dan jiwa bisa diartika menyatukan logika dan jiwa. ketika dua hal itu menyatu logika dan jiwa, jasmani dan rohani bersatu sehingga manusia sampai pada titik fitrahnya (insan kamil)
Pasan
yang hanif, arif, lagi bijaksana. Tapi benarkah visi setiap lembaga pendidikan hari ini, sudah sampai kesana?. Pertanyaan mudah namun sulit untuk dijawab, hanya orang-orang yang terdidik yang bisa menjawabnya, saya pun belum sampai kesana, sehingga saya pun kesulitan mengimajinasikan seperti apa jawabannya. Meskipun ribuan buku-buku, jurnal, artikel, sajak, puisi dan sebagainya bicara soal pendidikan. Namun seolah-olah hanya kutukan yang tak bisa disembuhkan. Setiap tahun perguruan tinggi menelan ribuan mahasiswa baru, lalu di proses didalam perutnya beberapa tahun, lalu tiap tahun perguruan tinggi juga mengeluarkan ribuan serjana. Namun pertanyaan yang amat menarik disini ialah, bagaimana perguruan tinggi itu mengeluarkan serjana apakah dengan cara yang baik seperti nasi putih yang dikunyah keluar menjadi kuning karna sudah masak dan matang atau dengan cara memuntahkan. Keduanya sama sama tak enak, Sungguh sangat untung jika nasi yang ditelan keluar kuning masak, bisa dibuang ke sungai atau kolam, ikan siap untuk memakannya, ikan pun bisa dinikmati manusia yang banyak. namun jika nasi putih ditelan dikeluarkan dengan cara memuntahkan jika yang menjilatinya adalah semut dan kucing siapakah yang mau memakannya. Jika memang pendidikan berfungsi mengembalikan manusia pada fitrahnya, memerdekakan mental selayaknya manusia. Sudahkah lembaga pendidikan kita memproses mental mahasiswanya seperti layaknya seorang manusia ?. Ada tiga hal sederhana menunjukan seseorang sudah memerdeka secara mental: memiliki Kesetiaan, memiliki Rasa Tanggung Jawab, dan Memiliki Rasa Percaya Diri. Ketiganya adalah kunci kehidupan, kiat keberhasilan, semangat untuk mengabdi, dan lentera ke indahan. Tapi bagaimanakah perguruan tinggi mengajarkan kestiaan, seperti apakah perguruan tinggi menanam rasa tanggung jawab, sejauh manakah perguruan tinggi memunculkan rasa percaya diri mahasiswa. Apakah mahasasiswa dapat menjawabnya jika ada sang awam bertanya ?. Saya yang juga sudah lima tahun penuh bolak balik kampus pun belum yakin perguruan tinggi mengajarkannya. Jikalau pun dibangku perkuliahan tidak didapatkan lalu dimana?. Fasilitas apa yang sudah disediakan oleh perguruan tinggi. Lalu ada yang men-
Oleh Hervina Harbi Mahasiswi Pendidikan Agama Islam jawab Unit Kegiatan Mahasiswa. ha,ha sejauh mana pula para rektor itu mengayominya. Ketika ketiga hal di atas dapat dicapai oleh setiap lembaga pendidikan, maka tidak akan ada lagi kutuk mengutuk, gunjing menggunjing, sogok menyongok serta adu domba bagi setiap serjana yang dilahirkan. Orang pendidikan berkata tentang metode pendidikan, Transformasi Ilmu, Transformasi ideologi dan Transformasi karakter. Benarkah sudah dilakukan ?. Jika transformasi ilmu sudah di ambil alih oleh silabus yang cukup rumit, kemudian bagaimana dengan transformasi karakter, karakter yang bagaimana pula yang sudah mereka cintohkan. Adakah karakter yang setia, mempunyai rasa tanggung jawab, dan percaya diri, entahlah. Entah juga pendidikan kita baru setengah tiang, melayang di awang-awang, karna tiada tempat berpijak. Bak kepapala terbang tengah malam tanpa ada dada dan kaki. Atau jangan-jangan pendidikan kita memiliki ideologi yang ambur adur sehingga kemanapun menatap kabur, silau, karna cahya mentari dari barat sangat tajam membutakan mata didada yang akhirnya kita lupa bahwa pendidikan bukan ilmu pengetahuan melainkan paduan utuh antara siang dan malam dalam arti mecari cahya dalam kegelapan dan menerangi kegelapan dengan cahya kebenaran, sehingga hujan memang menjadi kenikmatan orangorang. Tidak butuh lama saya menyelesaikan tulisan sependek pensil yang saya pegang ketika dahulu hari pertama masuk sekolah dasar, namun butuh waktu tujuh belas tahun sehingga sampai pada kalimat yang sederhana ini, meski tiada berarti. Setiap tahun lembaga pendidikan akan melahap siswa dan mahasiswa baru, dan setiap tahun pula ia memuntahkannya. Namun saya tidak tahu muntahnya akan seperti apa apakah muntah berdahak atau muntah bernanah hingga setiap serjana yang dilahirkan menjilat membersihkan lidahnya. Dan setiap kali saya mampir ke pasar LOAK, setiap kali itu pula saya mengeram dendam, melihat buku-buku berstempel perpustaan IAIN Imam Bonjol Padang dijual orang. Siapakah yang telah mengkiloi ilmu pengetahuan ini, dan perguruan tinggi manakah yang memuntahkan nanah ini dahulunya. Penulis m erup akan Alumni AlAkhw alu merup erupakan Al-Akhw Akhwalu akhsiy ah, Aktif di TTeat eat er Imam Asy-Syakhsiy akhsiyah, eater Asy-Sy Bonjol P adang Padang
Punya unek-unek, komentar terhadap keadaan kampus, kirim kegelisahan tersebut ke Pasan Suara Kampus, SMS ke 085278398655, sertakan nama dan fakultas,
08576642XXXX IAIN terlalu lelet, dalam segala bentuk informasi dan komunikasi,,gedung perkuliahan tidak layak pakai, ap lagi syari’ah, sarana pbm nyo ndak memadai,, 089826xxxxxx Teruntuk rektor, member kebijakan itu seharusny dlhat stuasi dn kndisi kmps, bkn krn kita mau mnjadi uin stiap thn mhsswa dtmbah trus. Contohnya di Fakultas Tarbiyah
S
etiap orang memiliki karakter,sifat,tingk¬¬¬ah laku serta pola pikir yang berbeda-beda. Baik itu dari segi bergaul, berkomunikas¬¬¬i, berjalan, menyampaikan pendapat dalam forum diskusi serta bagaimana seseorang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Pemimpin adalah seseorang yang menduduki jabatan tertinggi dalam sebuah lembaga atau organisasi. Berfungsi meng-handle kinerja sebuah lembaga yang dipimpinnya. Dalan Islam pemimpin disebut juga khalifah. Khalifan yang berarti orang yang bertugas menegakkan syariat Allah SWT, memimpin kaum muslimin untuk menyempurnakan penyebaran syariat Islam. Sebagai seorang pemimpin tentu bermacam cara serta karakter pimpinan tersebut dalam memimpin lembaganya. Karakter pimpinan yang sering dijadikan panutan ialah bagaimana ia mengayomi bawahannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengayomi berarti melindungi. Mengayomi bukan hanya sekedar melindungi dari segi fisik,namun juga merangkul semua orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Hal tersebut berguna untuk menunjang kualitas kinerjanya agar terjadinya peningkatan. Namun dewasa ini, ada dari banyak petinggi-petinggi sekarang yang sekedar mengumbar-umbar janji untuk memajukan daerah yang dipimpinnya, untuk dipilih. dengan pengetahuan yang minim masyarakat merasa tergoda akan iming-iming yang tak seberapa tersebut, karna mereka tidak tahu pemimpin seperti apa yang akan dipilihnya. Dari yang kita saksikan janji itu hanya sebatas waktu kampanye saja, setelah selesai, usai jugalah janjinya. Pemimpin jangan dinilai dari janinya tapi bagaimana ia bisa mengayomi orang banyak, untuk menepati janjinya saja ia tidak mampu. Menjadi pemimpin tidak semudah mengumbar janji. dalam Al-quran mengatakan amat besar kemurkaan Allah terhadap orang yang tidak melaksanakan apa yg dia ucapkannya. Seharusnya seorang pimpinan pengayom harus mampu lebih baik dalam segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Karna tidak mungkin kapasitas pimpinan setara dengan bawahannya,apalagi sampai lebih rendah. Kelebihan tersebut mencakup kualitas intelektual, kepribadian, sikap dan yang lainnya. Seorang pemimpin adalah contoh bagi bawahannya, kelebihan yang dimilikinya bisa dibagikan ke bawahannya serta kepribadiaan yang baik bisa dijadikan panutan untuk dihargai dan disegani. Dari situlah muncul kewibawaan seorang pimpinan. Dan sekarang masih ada pemimpin yang hanya menuntut hasil, bukan proses. Padahal dari proses itulah hasil bia diukur. Jika proses tidak diperhatikan dengan baik, maka hasil tidak akan maksimal. Karena semua hal yang maksimal tidak ada yang instan. Itulah tanggung jawab seorang pemimpin, memberikan penunjang-penunjang kapasitas diri demi peningkatan dan bertanggungjawab atas kebutuhan bawahannya. Untuk meningkatkan kualitas tentu harus ada penunjangnya. Penunjang tersebut bisa berupa pemberian pelatihan yang menjadi indkator kebutuhan kinerja peningkatan kualitas SDM. Begitu juga dengan kelengkapan fasilitas yang disediakan. Fasilitas juga sangat penting sebagai penunjang, apabila fasilitas tidak mendukung juga tidak akan baik hasilnya. Menjadi pemimpin harus memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi Pemimpin tidak hanya bertanggungjawab untuk meningkatkan kualitas bawahannya, tapi juga bertanggung jawab atas hasil. Jika ada keslahan yang terjadi pada anggotanya, maka yang pertama kali bertanggung jawab atas kesalahan itu adalah pemimpin. Agar tidak terjadi ketimpangan yang menimbulkan kesalahan tentu harus adanya kerjasama.Karena pimpinan tanpa bawahan tidak mampu melakukan pekerjannya sendiri, begitupun sebaliknya. Pada dasarnya, pemimpin dan bawahan ialah manusia yang hidup berdampingan dengan konsep saling membutuhkan satu sama lain.
08526329XXXX Dalam pksanaan perkuliahan yg perlu diperbaiki.masalah fasilitas yg tidak memadai..bsa kita lihat dri ruangan yg brantakan ac yg tdak lagi mnyala..kuliah jga tidak nyaman krna satu local smpai 60 orang..keamanan kmpus jga prlu ditingkatkan krna bnyak mhasiswa yg kehilangan helm..wc juga perlu diperbaiki..preman yg selalu mnta pajak kpdahasiswa yg menggunakan bus untuk acara kampus sprit kkn itu jga harus dbrantas oleh phak keamanan kmpus.. 08527252XXXX Hendaknya pmbangunan yg ada di iain t hrus slesaikan satu2 agar tdk terbengkalai nntinya, cthnya gedung rektorat, yg bru sja dbangun bbrp bulan yg silam sekarang terbengkalai tak mnentu, nah skrg gedung prpustkaan institut udh drobohkan lgi, pa coba tjuannya, mnding di rehabkan dri pd dbuat bru ngabis2in uang j.
.
Pembangunan Kampus III dalam Perkara Arsip/Humas
B
ak daging empuk yang sudah diolah sejak 2011 lalu, pem bangunan kampus III IAIN Imam Bonjol Padang akhirnya menyandung kasus penyalahan anggaran negara, tidak main-main, dalam konfersi pers Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatera Barat rilis kerugian negara dari kasus tersebut sampai menyentuh angka Rp. 15 M, hampir setara dengan separuh anggaran yang dibutuhkan IAIN Imam Bonjol Padang untuk membanggun kampus tersebut yaitu Rp. 41 M. Kasus ini terbongkar saat Kejati Sumbar meliris kasus yang ditangani oleh Kejati dalam konfersi pers saat memperingati Hari Bhakti Adhyaksa 22 Juli lalu. Dalam kesempatan, Kejati menetapkan dua tersangka dalam kasus kampus III, dengan inisial S (Petinggi IAIN Imam Bonjol) dan E. S dan E ditetapkan sebagai tersangka usai Kejati melakukan penyelidikan serta penyidikan, dengan memeriksa 14 saksi. Indikasi yang ditemukan Kejati adanya tanah yang anggarannya dikerucutkan bahkan ada tanah yang tidak ada tapi sertiffikatnya ada. Ikhwan Ratsudy selaku kepala seksi penerangan hukum sekaligus juru bicara Kejati Sumbar saat ditemui Suara Kampus Senin (18/ 08) di kantor Kejati Sumbar Jaln. Radden Saleh menuturkan, usai penetapan dua tersangka oleh Kejati dengan Inisial S dan E, tahap penyidikan masih terus berjalan. "Sekarang kita masih penyidikan, sebelumnya penyelidikan hingga menetapkan dua tersangka terkait pembangunan kampus III IAIN Imam Bonjol Padang," papar Ikhwan. Menurut Ikhwan dalam penyidikan ini Kejati masih akan melakukan pemanggilan saksisaksi untuk menindaklanjutinya, termasuk tersangka akan kita panggil untuk pemeriksaan. "Kita akan panggil kembali saksi-saksi termasuk tersangka untuk pemeriksaan jika masih dibutuhkan," tambahnya. Dikatakan Ikhwan, Sejauh ini untuk tersangka yang sudah ditetapkan kemarin S dan E dilakukan pemanggilan serta pemeriksaan beberapa kali. "Untuk tersangka kurang lebih kita sudah melakukan pemeriksaan dua kali sebelum S dan E ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya. Ikhwan menjelaskan, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain terkait kasus ini, menurutnya perkembangan dan kemungkinan lain tersebut akan terungkap selama penyidikan masih berlangsung. "Tidak menutup kemungkinan tersangka lain, jika ditemukan dalam penyidikan tergantung pada perkembangan proses penyidikannya," lontar Ikwan. Terkait temuan kerugian negara yang mencapai Rp. 15 M, tambah Ikhwan, itu berdasarakan temuan oleh penyidik tentu berdasarkan data dan bukti yang ditemukan di lapangan. "Rp. 15 M berdasarkan hitungan pemeriksaan dan bukti lain," Ikhwan menambahkan, penyidkan ini berawal dari laporan masyarakat, yang menduga ada penyalahan anggaran oleh IAIN dalam pengadaan lahan kampus III. "Ini berdasarkan laporan masyarakat pada tahun 2014, bulannya saya lupa," kata Ikhwan. Lanjut Ikhwan, setalah dilakukan penyelidikan ternyata temu-
Ngebor | Proses pengeboran lahan untuk Pembangunan pondasi kampus III di Sungai Bangek.
Tidak menutup kemungkinan tersangka lain, jika ditemukan dalam penyidikan tergantung pada perkembangan proses penyidikannya Ikhwan Ratsudy kepala seksi penerangan hukum kan indikasi korupsi lalu kita langsung lakukan penyidikan. "Setelah ditelaah, diselidiki ternyata kita temukan indikasi korupsi. Ikhwan menerangkan, usai penyidikan nanti, kasus ini akan langsung diajukan ke pengadilan untuk dipersidangkan, sebelum itu Kejati harus menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk diajukan kepersidangan. "Usia penyidikan, sebelum dibawa kepengadilan itu ada dua tahap, tahap satu persiapan berkas-berkas untuk diserahkan ke jaksa peneliti lalu tahap dua penyerahan barang bukti ke jaksa peneliti," ungkapnya. “Tahapan yang mesti dilalui diantaranya penyelidikan, pengumpulan berkas, jika semua berkas dinyatakan benar atau P21 dilanjutkan dengan penyerahan barang bukti ke jaksa penuntut umum setelah itu disusunlah surat dakwaan baru dilimpahkan ke pengadilan di situ namanya persidangan penuntutan,” jelasnya. "Kita juga akan panggil staf ahli untuk menuntaskan kasus ini sebelum dibawa kepersiadangan," kata Ikhwan. Lanjut Ikhwan, jika persyaratan yang diserahakan Kejati pada tahap satu dan dua dinyatakan lengkap baru diserahkan ke Jaksa penuntut umum. "Jika sudah dinyatakan lengkap, penyidik akan menyerahkan barang bukti ke jaksa penuntut umum, baru statusnya terdakwa," kata Ikhwan. Lanjut Ikhwan, jika statusnya sudah terdakwa baru kasus terse-
but bisa diserakan kepengadilan untuk dipersidangkan. “Kejakti sudah mendatangkan saksi dari masyarakat dan pihak kampus. Hukuman yang akan diberikan nantinya semua keputusan dari jaksa. Sekarang masih dalam penyelidikan, kita tidak bisa melangkah lebih jauh dulu. Ada faktor-faktor nanti dalam persidangan yang meringankan dan memberatkan,” katanya. Ikhwan mengatakan, kasus ini tidak akan menggungu proses pembagnunan IAIN Imam Bonjol Padang. "Ini tidak akan mengganggu proses pembangunan, dan kemaren IAIN sudah sampaikan juga sendiri ini akan tetap berlanjut," katanya. Ikhwan berharap kasus ini cepat terselesaikan Pelajaran Berat Tidak berselang usai serah terima jabatan, Eka Putra Wirman Rektor IAIN Imam Bonjol Padang, mengaku kurang tau secara mendalam terkait kampus III tersebut. "Saya kurang tau betul tentang kasus ini, kita berdoa saja agar ini cepat terselesaikan. Dan tidak ada penjabat IAIN yang bermasalah," ungkap Eka kepada Suara Kampus saat ditemui di ruagannya. Kemungkinan anggaran negara yang diselewengkan, menurut Eka Rp. 15 M tersebut merupakan perhitungan oleh Kejati terhadap jumlah sertifikat tanah yang tidak sesuai dengan lahan yang ada. "Kemungkinan kerugian itu dihi-
tung dengan sertifikat yang belum keluar dan selisih harga tanah,” ujar Eka. Lanjut Eka, terkait tersangka S yang disebutkan Kejati merupakan salah satu pejabat IAIN, IAIN tidak akan memberikan sanksi bagi yang nantinya tersandung dalam kasus kampus III. "Kita tidak akan berikan sanksi, kita serahkan semua ke Kejati," kata Eka. "Ini gawai hukum, jadi bukan gawai kita untuk memberikan sanksi," tegasnya. Namun Eka berharap, Kementerian Agama memberikan bantuan advokasi terkait perkembangan kasus ini. Terkait inisial S, Eka mengaku tidak tau S yang dimaksud Kejati ataupun E, Eka mengimbau kita ikuti proses dan perkembangan dari kasus ini. "Kasus ini masih berjalan, jadi kita tunggu saja bagaimana keputusan dari Kejati,” ungkap Eka. Eka menegaskan bahwa kasus yang melanda IAIN ini tidak akan mempengaruhi prospek yang sudah ataupun sedang dilakukan IAIN, baik konversi UIN ataupun akreditasi. "Ini tidak akan mempengaruhi UIN ataupun proses akreditasi institut," ujar Eka. Eka berharap dengan kasus ini, IAIN mampu untuk berbenah, sebagai rektor ia akan membenahi seluruh jabatan yang tidak sesuai dengan orangnya. "Ini harus dibenahi, kita akan memberikan tuga kepada orang yang tepat," kata Eka. Selain itu, lanjut Eka, bidang
pengawasan terutama internal harus diperhatikan agar pengawan benar-benar berjalan dan berfungsi dengan tepat. "Semua orang yang akan kita tunjuk harus orang yang berkompetensi," paparnya. Bungkam Sementara itu, wakil rektor II periode 2010-2015 Salmadanis, enggan berkomentar banyak, berbagai jam pun yang telah dijanjikan untuk diluangkan wawancara dengan Suara Kampus batal sepihak dengan berbagai alasan, peliputan pun berbuah hasil saat Salmadanis mau berbicara sedikit terkait dengan tindak tanduk Salmadanis melalang buana di pengadaan kampus III. Ia menuturkan, keikutsertaannya dalam kampus III waktu itu menggantikan panitia sebelumnya. Salmadanis mengungkapkan, Pejabat Pengambil Komitmen (PPK) lebih tau karena rektor (periode 2010/2015) lebih bertanggung jawab terkait masalah ini. "Rektor (Makmur Syarif red) lebih tau dan bertanggung jawab," ujarnya. Salmadanis menilai ia sudah menyelesaikan tugasnya sebagai ketua panitia. Selanjutnya Salmadanis tidak mau berkomentar sebelum mantan rektor Makmur Syarif berkomentar. Kondisi yang juga terjadi saat Suara Kampus menghubungi mantan rektor Makmur Syarif. sedikit data pun enggan diberikan hingga akhir Agustus lalu Makmur berangkat haji. Hal yang sama juga terjadi saat kru Suara Kampus mendatangi alamat notaris yang bekerjasama dengan IAIN Imam Bonjol Padang dalam pengadaan sertifkat tanah, peliputan berlanjut hingga kru Suara Kampus mendapatkan nomor Notaris namun hal yang sama ditemui kembali, ia enggan berkomentar terkait kasus kampus III Kanadi W arman, Aidil Rid wan D aulai Warman, Ridw Daulai Sherly FFitri itri Y anti,F riy osm en, Yanti,F anti,Friy riyosm osmen,
Pembangunan Kampus III
Mengejar Green Book IDB Masih ada tanah yang belum ada sertifikatnya, dan kita membangun di tanah yang ada sertifikatnya, Usai peletakan batu pertama kampus III di Sungai Bangek oleh Menteri Agama Syafuddin Lukman Hakim Maret 2015, pembangunan kampus III mulai garap mengaet PT dari Jakarta pembangunan ini akan dikerjakan dari 22 Juli hingga 22 Desember 2015. Proses pembangunan tahun ini IAIN ajukan anggaran dari Islamic Development Bank (IDB). Kasus yang menimpa proses pengadaan lahan kampus III yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat tidak akan mengganggu proses pembangunan yang akan dikerjakan dengan anggara Rp. 41 M tersebut. Testru Hendra PPK IAIN Imam Bonjol mengatakan, perkembangan pembangunan kampus III hari ini sudah sampai pada tahap pengeboran lahan yang akan dibangun gedung. Pembangunan tahun ini akan diselesaikan pada 22 Desember sesuai kontrak yang sudah disepakati dengan kontraktor. “Berdasarkan Kontrak yang dibuat, pembangunan dilaksanankan tanggal 20 Juni sampai 22 Desember,” ujarnya. Dalam lelang sendiri, 60 PT. Ikut dalam tender pembangunan kampus III. PT Brantas Abibraya Persero menang dalam tender tersebut. Dikatakan Testru, akhir September IAIN IB targetkan progres pembangunan sudah mencapai 30%. “PT Brantas Abibraya Persero dari Jakarta wajib menyelesaikan tahun ini,” tegasnya saat ditemui Suara Kampus.
Testru Hendra Ketua PPK IAIN IB
Testru memaparkan, kerangka gedung yang akan dibangun seperti dengan spanduk yang dipampang di depan masjid Baitul Hikmah, namun untuk pembangunanya ada perubahan dari rancangan semula. “Kita akan ganti pada bagian yang berbentuk tanduk kerbau yang awalnya dengan beton diganti dengan besi,” papar dosen Ekonomi Islam ini. Testru menambahkan, terkait dana, anggaran yang digunakan berasal dari Surat Berharga Syari’ah Negara (SBSN) senilai Rp. 41 M. “Anggaran yang kita gunakan untuk pembangunan kampus III, Rp. 41 M,” ujarnya. Untuk pengadaan lahan, kata Testru, sudah ada 38 Ha tanah yang sudah bersertifikat dan masih ada beberapa Ha tanah lagi yang masih bermasalah hingga sertifikat belum bisa dikeluarkan. “Kita membangun di atas tanah yang sudah bersertifkat,” lontar Testru. Testru menambahkan, untuk tanah yang belum dikeluarkan sertifikatnya disebabkan adanya sengketa yang terjadi pada pihak penjual. “Ada beberapa tanah yang merupakan tanah adat, hingga memicu sengketa antara mamak dan kemenakan pemilik tanah hingga dibawa kepengadilan,” kata Testru. Demi kelancaran pembangunan, tambah Testru, IAIN akan lakukan pemantauan yang dilakukan sekali seminggu. “Kita akan lakukan pemantauan langsung ke lapangan, sekaligus melakukan
rapat di lapangan terkait perkembangan pembangunan kampus III,” paparnya. Sedangkan, untuk kontraktor dan Dinas Pekerjaan Umum melakukan rapat setiap Rabu. “Kontraktor dan PU melakukan rapat setiap Rabu, jadi setiap minggu progresnya terlihat,” katanya. Terkait monitoring, menurut Testru, akan dilakukan satu kali sebulan dari Kemenag. “ Terkait kerjasama dengan Pemerintahan Provinsi ataupun Pemerintahan Kota, Testru menjelaskan, Kerjasama dengan Pemprov tentang jalan pengerjaanya sudah mencapai 90 %, jika jalan sudah selesai Dishub akan kongfirmasikan rancangan. “Jalan sudah hampir selesai dibuat, tinggal diaspal saja. Rute sudah ada rancangannya, konfirmasinya setelah selesai
dibuat,” ujarnya di depan Fakultas Syari’ah. Testru mengucapkan, dukungan masyarakat cukup interested dengan pembangunan Kampus III “Kita hanya terkendala musim penghujan, jadi akses ke lokasi susah. Masyarakat juga sudah banyak yang bangun rumah kos di dekat sana,” kata testru. Eka Putra Wirman Rektor IAIN IB menyampaikan terkait anggaran yang digunakan untuk pembangunan kampus III berasal danaa IDB dan Surat Berharga Syari’ah Negara (SBSN). "Untuk IDB masih dalam proses, belum keluar," kata Eka. Selain itu, lanjut Eka, IAIN IB sedang mendaftarkan dalam Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM/Blue Book) menuju Daftar Rencana Prioritas
Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN/ Green Book). "Sekarang kita sedang usahakan Bluebook menuju Greenbook," ungkapnya. Eka menjelaskan saat ini untuk anggaran tersebut akan dialokasi untuk pembangunan kampus III yang memiliki luas 60 Ha. Eka menambahkan sekarang pembangunan sedang dikerjakan, akhir tahun ini harus siap karena menyangkut dana. "Kita rencakan kampus III akan dipergunakan untuk mahasiswa FEBI," ujar Eka. Terkait pengadaan lahan yang mengalami sangketa, Eka beharap bisa selesai cepat agar pembangunan bisa diselesaikan dengan cepat. Sherly FFitri itri Y anti,A,aliy atul Yanti,A,aliy anti,A,aliyatul Hamrah
Nasib Lima Tahun IAIN IB Padang
Rektor Baru, Masalah Seribu Arsip
M
enjadi rektor bukan tanggung jawab yang mudah. Apalagi IAIN Imam Bonjol Padang dalam keadaan yang kurang kondusif. Karena ada beberapa polemik yang terjadi di kampus ini. Seperti kasus pencopotan jabatan rektor beberapa bulan lalu, kemudian tersangkutnya beberapa pimpinan kampus dalam kasus proyek pengadaan tanah kampus III Sungai Bangek. Permasalahan kampus yang cukup serius. Masih banyak polemik lainnya, contoh saja dalam tahun 2015, dari pemberitaan suarakampus.com pada tanggal 09 April lalu ada peristiwa dosen IAIN Imam Bonjol Padang yang protes akibat kekurangan kursi perkuliahan yang membuat proses belajar menjadi terganggu. Kemudian lihat lagi pembangunan kampus yang sudah berumur 49 ini. Misalnya pembangunan gedung rektorat yang sudah dimulai tahun 2012 lalu tidak juga kunjung selesai. Polemik ini diduga permasalahannya pada perusahaan yang menangani proyek pembangunan. Sehingga polemik itu terlihat ketika proses pembangunan gedung ini diberi plang dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) bahwa pembangunan tidak bisa dilanjutkan. Dahulu pembangunan rektorat ini direncanakan dapat difungsikan akhir 2014 walaupun hanya untuk dua lantai saja. Tetapi hal itu juga tidak terwujud. Sedangkan untuk tahun 2015 gedung tersebut tidak dapat dibangun karena anggaran yang tidak ada, mau tidak mau pembangunan ini baru bisa dilanjutkan tahun 2016. Melihat permasalahan yang terjadi, Eka Putra Wirman menjawabnya dengan optimis bahwa ia ingin memajukan IAIN Imam Bonjol Padang. Ia menunjukan optimismenya itu dengan langkah pertama kerjanya, yaitu menyatukan semua tekad dan keinginan jajaran pimpinannya nanti agar yang diinginkan terwujud. “Jika semua sudah satu jalan maka apapun yang diinginkan akan terwujud,” tegas pria kelahiran 29 Oktober 1969 itu. Selain meminta pimpinan menyatukan niat, Eka mengatakan membutuhkan pimpinan yang mau bekerja keras. Eka memahami bahwa Kampus IAIN Imam Bonjol Padang saat ini banyak masalah. Salah satunya permasalahan pimpinan kampus yang tersandung kasus, terkait kasus itu Eka akan tetap fokus dengan tangung jawabnya kedepan, khususnya hal yang utama dibutuhkan kampus. “Terkait yang bermasalah, kita serahkan kepada hukum,” tutur Eka. Ragamnya pemberitaan tentang IAIN, Eka menyikapi puncak permasalahan terjadi karena IAIN tidak fokus kepada permasalahan. “Yang ini belum selesai, yang itu juga di kerjakan. Banyak hal yang utama di kerjakan salah satunya kebutuhan mahasiswa seperti, WC, bangku dan lain sebagainya,” jelasnya saat ditemui Suara Kampus. Eka juga membaca beberapa permasalahan yang terjadi di IAIN Imam Bonjol Padang, seperti masalah Sumber Daya Manusia (SDM), yang berdampak kepada mahasiswa contohnya pemangkasan atlite Pekan Ilmiah, Olahraga, Seni dan Riset (PIONIR) ke Palu beberapa waktu lalu. Kasus itu di sinyalir akibat tidak tepatnya penempatan anggaran pada perencanan tahun sebelumnya, sehingga tidak adanya anggaran yang cukup untuk pergi ke Palu. Eka mengungkapkan, akan membenahi semua kesalahan itu untuk kedepannya dengan cara akan meletakkan orang-orang yang berkompeten dibidangnya. “Yang jelas kedepannya akan membenahi kinerja saya, dan memposisikan orang tersebut di posisi yang tepat,” ungkap Eka. Begitu juga permasalahan akreditasi, isu bahwa susahnya masuk dunia kerja dengan akreditasi jurusan C juga ditepis Eka. Menurutnya saat ini pemerintah tidak menuntu alumni dengan jurusan akreditasi A. Ia bertekad pihak kampus akan berusaha agar jurusan-jurusan yang akreditasi C bisa ditingkatkan. Beberapa minggu lalu Surat Keputusan (SK) dari BAN-PT turun untuk IAIN Imam Bonjol Padang berdasarkan surat dari Badan
Pelantikan : Rektor bersama Menteri Agama
Saya buta dari kelompok tanpa melihat dari kelompok mana, semuanya teman. Dalam kabinet saya hanya melihat kompetensi dan dedikasi untuk kampus Eka Putra Wirman Rektor IAIN IB
Akreditasi Nasional - Perguruan Tinggi (BAN-PT), Nomor 699/SK/BAN-PT/ Akred/PT/VII/2064 IAIN Imam Bonjol Padang akhirnya mendapatkan akreditasi B. Ini merupakan angin segar yang didapatkan Eka untuk terus memajukan kampus IAIN Imam Bonjol Padang. Jadi Rektor, Jalan Berbuat Baik Suksesi pemilihan Rektor IAIN Imam Banjol Padang periode 2015/2019 selesai, setelah nama Eka Putra Wirman terpilih menjadi rektor. Pelantikan dan serah terima jabatan pun sudah dilangsungkan bulan lalu. Lima tahun kedepan keadaan kampus Islam terbesar di Sumbar ini berada di tangan Eka Putra Wirman. Eka dilantik menjadi Rektor IAIN Imam Bonjol Padang oleh Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, di Aula Kemenag RI di Jakarta, Kamis, (9/7). Eka mengaku terpilihnya menjadi rektor itu hal biasa saja. “Mungkin karena saya ini orangnya agak ngoyo, jadi perasaannya biasa saja,” ujarnya kepada Suara Kampus.. Ingin menjadi rektor adalah jalan baginya untuk berbuat baik, benar, secara terus menerus. “Dengan menjadi rektor, tentunya lebih mudah untuk dapat merealisasikan perubahan tersebut, saya sangat menyukai perubahan dan tidak ada niat khusus,” tegas Eka. Eka sebelumya sudah pernah mencalonkan diri menjadi dekan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batusangkar, namun ia tidak terpilih. “Kalau orang belum yakin dengan kemampuan kita, untuk apa kita memaksakannya. Saya tidak memikirkan menang atau kalah, kalau saya dibutuhkan saya akan menyiapkan diri dan saya tidak akan merayu atau memohon. Waktu di Batusangkar saya tidak menang and i don’t care (saya tidak peduli),” jelasnya. Niat menjadi rektor muncul murni dari dirinya
sendiri, karena ia ingin berubah. Eka menceritakan, bahwa pencalonan dirinya dirahasiakan dari keluarga. “Hanya istri saya mengetahui hal tersebut. Saya berpesan pada istri untuk tidak mengatakan pada orang tua terlebih dahulu. Karena jika tahu, nanti tidak sehat bagi mereka. Saya membiarkan mereka mengetahui hal tersebut setelah dimuat di media,” terang Eka. Menghindari Dominasi Kelompok Kampus IAIN sangat terkenal dengan adanya beberapa kelompok. Terkait kelompok-kelompok tersebut Eka menganggap semuanya teman. “Saya buta dalam kelompok, tanpa melihat dari kelompok mana semuanya teman. Dalam kabinet saya hanya melihat kompetensi dan dedikasinya untuk kampus kita, sehingga eksistensi kelompok tidak akan dominan,” jelasnya. Selain itu, saat proses pemilihan rektor IAIN Imam Bonjol Padang, Eka dilaporkan kepihak polisi karena diduga melakukan pencemaran nama baik. Saat Suara Kampus menkonfirmasi hal tersebut Eka tidak berkomentar. “No Coment,” ujarnya. Ia pun tidak melakukan hal yang spesial untuk menangapi masalah yang terjadi ketika pilrek beberapa bulan lalu. Ada pesan menarik oleh menteri agama saat Eka dilantik menjadi rektor, Ia diminta menteri untuk membuat suasana IAIN kondusif. “Jangan sektarian, akomodir berbagai lini, serta dalam bekerja jangan berkelompok, namun bentuk dalam satu tim,” ujar Eka mengulang pesan menteri ketika itu. Kurangi Janji, Pebanyak Aksi Dalam jangka pendek Eka akan menyamakan pendapat. “Jika sudah sama baru kita jalan,” terangnya. Lanjut Eka program tidak akan jalan, jika yang satu pikirannya bercabang ke sana yang satu ke sini, makanya menyamakan pandangan menjadi pekerjaan utamanya. “Tugas saya hanya satu, yang
dipikirkan, kerjakan dan mimpikan. UIN tidak semudah yang diceritakan, kurangi mengumbar, perbanyak aksi,” tegas Eka. Eka beberapa rencana yang akan ia lakukan diantaranya akan memaksimalkan manajemen, membenahi listrik, sarana prasarana, buat pemandangan yang hijau, pelayanan yang lebih baik, serta membenahi culture. Menurut Eka seluruh urusan IAIN ini adalah urusan rektor. Jika ada toilet kampus yang rusak berarti, toilet rektor yang rusak, jika dosen punya urusan itu berarti rektor yang punya urusan. “Target saya, jadi IAIN yang qualifight baru jadi UIN,” ungkap dosen yang pernah menuntut ilmu ke Maroko tersebut. Terkait pencapain IAIN menjadi UIN. Eka menepis itu dengan anggapan bahwa semua sudah ada standar-nya, yang perlu dilakukan hanya memenuhi standar yang sudah ada. “Harus ada prodi umum untuk dapat memenuhi standar UIN, lalu kita tunggu izin keluar, kemudian rekrutmen dosen dan penerimaan mahasiswa baru,” jelasnya. Selain itu , kompetitif dalam dunia pendidikan sudah semakin meningkat. Contoh saja di Sumbar sudah ada dua IAIN. Menangapi persaingan itu menurut Eka tidak masalah. “Kita cukup berbenah agar kedepanya bisa menjadi lebih baik, itu urusan mereka” katanya. Saat ini, IAIN menuju titik yang sama, kebangkitan dan kesadaran Islam. Kebangkitan Islam itu, pintar, prestasi, gagah, sehat, aktif dan inovatif , bukanya malas, nakal. Pergerakan mati, karna islam itu hidup. Menjawab 1001 Harapan Semua harapan kampus tertuju untuk Eka. Seperti yang diungkapkan mantan rektor IAIN Imam Bonjol Padang periode lalu, Makmur Syarif. Ia mengatakan seorang rektor harus memiliki wawasan yang luas, sehingga bisa bisa memberikan kemajuan untuk kampus ini. Ada juga yang berharap rektor IAIN Imam Bonjol Padang jangan sampai melupakan bawahannya. Seperti yang di ungkapkan Frengki Satpam IAIN Imam Bonjol Padang, rektor jangan sampai lupa dengan bawahannya selain itu juga harus jujur dan amanah. “Tidak melupakan nasib bawahannya jika sudah menjadi pimpinan,” jelasnya. Salah seorang anggota UKM Resimen mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang, berharap rektor tidak hanya mengatakan kerja dan kerja sama saja, tetapi sama sama bekerja. “Rektor harus mengetahui keadaan
bagaimana bawahannya. Seperti menghargai kreatifitas mahasiswa reward dan punishment,” ungkapnya. Lanjut Abdul Rahman, pemimpin ideal harus pandai memilih dan memilah, administrasinya jelas tidak pandang bulu ketika menjalankan aturan baik untuk mahasiswa, karyawan dan dosen. Begitu agaknya secercah harapan masyarakat kampus yang dimuat pada edisi 134 Tabloid Suara Kampus. Sebagai rektor terpilih Eka tentu sudah mempunyai langkah-langkah untuk mengaplikasi keingginan ribuan masyarakat kampus ini Mantan rektor IAIN Imam Bonjol Padang ke-XII Amir Syarifuddin
mengatakan, ada dua yang harus dilakukan IAIN agar bisa lebih baik. Pertama yang bersifat rutin, yaitu bagaimana cara IAIN berjalan baik menurut biasanya. Seperti menghasilkan sarjana yang menyampaikan misi agama ditengah masyarakat. Kedua bersifat tidak rutin, bagaimana meningkatkan pembangunan IAIN. Lanjut Amir, IAIN ini memiliki dua bapak. Dari segi pendidikan, bapaknya Menteri Pendidikan. Segi agama, bapaknya Menteri Agama. “Jika kampus ini lebih baik, ikuti saja peraturan yang sudah disediahkan,” ujar Amir saat kunjungi Suara Kampus di rumahnya.
Amir juga mengkaji terkait anggaran yang ada di IAIN Imam Bonjol Padang. Karena selama ini alas an terjadinya beberapa masalah beralsan anggaran. Menurut Amir langkah pertama dilakukan rektor baru haruslah mampu dan lincah melakukan hubungan keluar dengan lembaga-lembaga keuangan yang dapat membantu perguruan tinggi Islam ini. Lanjut Dosen Fakultas Syariah ini, jika IAIN IB hanya berkutat dengan dana yang berada dari Kementeri Agama tidak akan banyak anggaran itu diberikan, karena memang anggaran Kemenag memang segitu adanya. “Rektor baru harus lihai mencari rektor dana keluar,”
ungkap Amir. Amir menilai, rekor baru ini sudah berpengalaman diluar negeri, sehingga ia bisa menyelesaikan S2-nya di Marako. Jadi penglihatannya lebih luas. “Ibaratkan katak dalam tempurung, setidak-tidaknya kepalanya itu sudah diluar timpurung,” ulas Amir. Terkait penyusunan cabinet, ada beberapa syarat standar dalam pembentukan kabinet yaitu, pertama perpengetahuan. Kedua pengalaman yang telah dilaluinya, dan jangan pernah melihat dari golongan apa yang dipilih. Saat ini keputusan berada ditangan rektor, tergantung bagaim-
ana cara rektor melihat kinerja yang telah dilalui oleh para calon kabinetnya baik wakil rektor, dekan dan lainnya. “Setidaknya ia pernah menajadi dekan di fakultas, atau dekan,” tambah Amir. Ia sangat menekankan saat memilih cabinet jangan pernah rektor terpilih melihat dari golongan seseorang, tapi lihatlah ilmu dan pengetahuannya. Terkait beberapa harapan tersebut, Eka bersama pejabat lain akan melakukan yang terbaik meskipun dengan cara yang bertahap. Kita lihat aksi pimpinan-piminan baru ini. Kanadi W arman, Warman, Yogi, Am el , S herly aulay Amel Sh erly,, D Daulay
Cerita di Balik Panunjukan Kabinet Rektor
IAIN Butuh Pekerja bukan Pejabat
Rektor bersama wakilnya (sisfo)
S
etelah resmi menjadi Rektor IAIN Imam Bonjol Padang. Eka Putra Wirman lang sung membentuk kabinet yang akan membantunya lima tahun kedepan, dalam melaksanakan tangung jawab berat ini. Panitia pembentukan kabinet sudah dibentuk, diketuai oleh Ahmad Wira Dosen Fakultas Syariah. Suksesi penyeleksian pembentukan kabinet sudah dimulai setelah beberapa hari dilantik menjadi rektor. Saat dihubungi Ahmad Wira menjelaskan proses penunjukan kabinet rektor IAIN Imam Bonjol Padang untuk periode 2015/2019 sudah dilaksanakan. Panitia pemilihan ini di SK kan rektor dengan tugas pertama melakukan penyaringan, kedua penyeleksian dan ketiga melaporkan berita acara kepada rektor, setelah itu rektor yang menentukan kabinetnya. Di dalam SK, panitia yang ditugaskan hanya memilih direktur pasca sarjana, wakil rektor dan ketua lembaga. Setelah panitia terbentuk, tahap penyaringan dilakukan. Panitia mengadakan rapat untuk menentukan syarat-syarat masuk kabinet mulai syarat jadi direktur pasca sarjana, wakil rektor, dan ketua lembaga. Wira menegaskan syarat yang dilampirkan tidak terlepas dari syarat yang ada di statuta IAIN Imam Bonjol Padang 2015. “Kita tidak ada memasukan syarat diluar statuta,” tegasnya saat dihubungi Suara Kampus, Jumat (28/ 08). Setelah syarat dirumuskan sesuai dengan statuta, kemudian panitia menyurati beberapa dosen yang layak menjadi calon kandidat. Surat itu perihal tentang mohon kesediaan. Selain itu dosen Fikih Zakat ini menjelaskan yang mendapatkan surat adalah orang-orang yang sesuai dengan syarat statuta. “Kita juga bekerjasama dengan puskesmas Anduring, semua calon harus mencek kesehatan kesana. Semua syarat masuk dalam kabinet dilampirkan pada surat yang disebarkan sebanyak dua rim kertas tersebut,” terang Wira. Di dalam surat mohon kesedian tersebut dijelaskan yang merasa sangup harus mengumpulkan syarat paling lambat tanggal 14 Agustus. Dari ratusan yang mendap-
atkan surat hanya 21 surat yang dikembalikan, dan dua orang menyatakan tidak bersedia. Panitia masuk ke tahap selanjutnya, yaitu proses penyeleksian. Setelah terkumpul 19 nama yang bersedia. Panitia melakukan seleksi terhadap syarat, maka ada satu nama yang tidak melengkapi syarat yaitu tidak adanya melampirkan misi. “Kita masuk ketahap ketiga, yaitu melaporkan nama yang berhasil disaring dan diseleksi yaitu sebanyak 18 orang,” terangnya. Dari 18 nama terdapat tiga orang calon direktur pascasarjana, lima orang calon wakil rektor, tujuh orang calon ketua lembaga dan empat orang calon sekretaris lembaga. Setelah itu kita masuk ke tahap ke tiga melaporkan berita acara kepada rektor sesuai nama yang sudah tersaring tersebut. “Semua kebijakan ada pada rektor, siapa yang akan ia pilih,” terangnya. Saat dihubungi Suara Kampus, Rabu (19/ 08) Eka Putra Wirman mengatakan bahwa kabinet yang Ia butuhkan, yang mau bekerja. “Dimasa kepemimpinan ini, saya tidak butuh penjabat, tapi orang yang mau bekerja,” tegas Eka saat dihubungi Suara Kampus via telepon. Eka mengungkapkan, siapa yang layak menjadi wakil rektor atau yang ikut tergabung dalam kabinet tersebut rektor yang menentukannya. Pada 21 Agustus 2015 lalu pembentukan kabinet sekaligus pelantikannya di Aula Fakultas Ushuluddin telah selesai dilaksanakan. Eka mempercayakan Edi Safri sebagai Direktur Pascasarjana, Ikhwan Matondang sebagai Wakil Rektor I, Firdaus sebagai Wakil Rektor II, Alkhendra sebagai Wakil Rektor III. Keputusan Mutlak Rektor Menurut Eka, sesuai aturan yang menentukan kabinet tersebut adalah rektor. Ia tidak merencanakan untuk melakukan riset baik melalui poling ataupun yang lainnya, hanya untuk sekadar memberikan pertimbangan. “Keputusan berada pada rektor, kita tetap mengacu kepada syarat yang ada pada statuta,” pungkas Eka. Eka menjelaskan target tahun ini akan
menyatukan niat dan pendapat baik direktur pascasarjana, wakil rektor dan lainnya. “Jika semua sudah sependapat, apapun yang direncakan akan berjalan dengan baik,” tegas Dosen Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang ini. Selain itu upaya pembenahan internal kampus adalah program pertama rektor baru ini, salah satu peningkatan akreditasi jurusan. “Terima atau tidaknya alumni IAIN dalam mencari suatu pekerjaan juga dilihat dari akreditasi jurusannya,” katanya. Butuh Pekerja Bukan Pejabat Dipercaya menjadi Wakil Rektor I bidang Akademik Ikhwan Matondang mengaku ia sudah lama mengenal Eka Putra Wirman. “Komunikasi kami tidak formal lagi, tidak seperti baru kenal lagi dengan Eka,” ujarnya saat dihubungi Suara Kampus. Ia menceritakan, saat itu panitia memberikan surat mohon kesedian, Ikhwan dengan cepat melengkapi syarat. “Semua syarat saya siapkan. Selain itu dari awal Eka mencalon, saya dan kawan-kawan sudah mendukung,” jelasnya. Target Ikhwan membenahi kinerja akademik di kampus ini melaksanakan peningkatan mutu seperti mengadakan pelatihan jenjang karir bersama dosen, selain itu menyediakan wadah untuk dosen menyalurkan karya-karya mereka dengan bekerjasama sama pihak lain seperti yang ada di Australia. Terkait akademik untuk mahasiswa Ikhwan menilai suasana ilmiah di IAIN Imam Bonjol Padang ini kurang bergairah, hal ini terlihat minimnya diskusi-diskusi antar mahasiswa. “Saya akan meningkatkan gairah mahasiswa untuk menghidupkan kembali suasana ilmiah ini, dengan cara membenahi perpustakaan, menyediakan koleksi buku yang bagus,” terang Dekan Fakultas Ushuluddin itu. “Suasana ilmiah di IAIN kurang bergairah kita akan memberikan stimulasi semangat ilmiah ini dengan cara menghidupkan diskusi,” terangnya. Terkait jadwal akademik yang sering molor Ikhwan mengatakan, keterlambatan itu timbul karena tidak matangnya peren-
canaan dari awal. Hal ini yang perlu dibenahi. “Selain menciptakan perencanaan yang matang kita juga harus konsisten,” jelasnya. Tidak hanya untuk mahasiswa, semua sistem ini saling keterkaitan jika akademik terlambat yang lain akan ikut molor seperti perencanaan dan keuangan juga akan terlambat. Selain itu, menurut Ikhwan IAIN perlu menghilangkan sikap yang apatis, kurang bersemangat serta persoalan internal seperti konflik antar kelompok. “Hal seperti inilah yang perlu diubah,” pungkasnya. Ikhwan menilai, IAIN sekarang belum baik dari suasana akademik. “Untuk mahasiswa kesadaran di dalam perkuliahan belum ada. Apalagi saat ini dosen hanya mentransfer ilmu saja bukan mendidik karakter yang lebih baik. Hal ini memang berat maka dari itu perlu ada tim dan bertahap kita perbaiki,” tutur dosen Fiqih. Lain lagi dengan Firdaus WR II memaparkan, ia akan menjaga amanah sebagai wakil rektor dengan baik dan melanjutkan tugas dari WR II sebelumnya. “Kita akan melanjutkan kerja dari pimpinan sebelumnya,” tegas mantan dekan Fakultas Adab dan Humaniora itu. Menilik dari pembangunan IAIN sebelumnya, mulai dari pembangunan yang tidak terselesaikan sampai kekurangan lokal kuliah, Ia bertekad akan melanjutkan pembangunan tersebut. “Kita memprioritaskan pembangunan lokal dibanding bangunan rektorat. Selain itu gardu akan diperbaiki dan fasilitas lainnya akan dilengkapi,” lanjut Firdaus. Melihat kinerja pimpinan sebelumnya, Firdaus enggan berkomentar karena menurutnya yang berhak menilai itu adalah pimpinan diatasnya. Dirinya hanya berharap bisa mengembangkan pembangunan sebelumnya. Ada beberapa program yang akan di kerjakan Firdaus selaku WR II yaitu meningkatkan kualitas administrasi umum, meningkatkan kualitas perencanaan seperti mengurangi kegagalan pembangunan, kemudian meningkatkan pelayanan keuangan. “Ini baru berupa perencanaan yang sesuai dengan tugas saya sebagai WR II. Namun saya belum bisa mengatakan seperti apa kegiatannya karena saya takut untuk memberikan janji-janji,” jelas Dosen Fakultas Adab dan Humaniora ini. Untuk langkah selanjutnya, lanjut Firdaus, pimpinan kampus akan merapatkannya terlebih dahulu. Dari bidang kemahasiswaan dan kerjasama Wakil Rektor III Alkhendra memaparkan tiga tugas penting yaitu terkait mahasiswa, alumni dan kerjsama IAIN Imam Bonjol Padang. “Tiga item tersebut sangat perlu diperhatikan karena saya sebagai wakil rektor III,” ujar mantan Dekan Fakultas Dakwah dan Humaniora itu. Setelah dilantik pada Jumat 21 Agustus kemaren, ia bercita-cita akan menjalin lingkungan yang harmonis di kampus ini, baik antar lembaga mahasiswa maupun pegawai dan lainnya. Lanjut Alkhendra, tiga program utama di atas bisa dilakukan jika permasalah sudah diketahui. Kanadi W arman, Y ogi, Am el , S herly Warman, Yo Amel Sh erly,, Daulay
Asasriwarni : Tidak Susah Menjadi Rektor
Aktivis Beri Pengalaman Berharga M
enjadi seorang pemimpin tanpa ada kesiapan men tal dan dedikasi tinggi menjalankan suatu amanah, tidaklah mudah untuk melaksanakannya. Apalagi menduduki dua jabatan sekaligus sebagai petinggi di perguruan tinggi bak pepatah sekali mendayung dua pulau terlampaui. Demikianlah sapaan yang ditujukan kepada Asas, Wakil Rektor (WR) III bidang Kemahasiswaan IAIN Imam Bonjol (IB) Padang. Asasriwarni, pria kelahiran Mahat, Lima Puluh Kota ini ditetapkan sebagai WR III pada tahun 2011 bersama Makmur Syarif (Rektor IAIN IB), Syafruddin (WR I) dan Salmadanis (WR II). Memimpin lembaga “Ikhlas Beramal” tersebut sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Kesiapan dalam segala hal memang dituntut bagi pemimpin menghadapi berbagai persoalan dan dalam kondisi apapun yang datang silih-berganti. Belum berakhir masa jabatan sebagai WR III, Asas ditunjuk sebagai Pengganti Sementara (Pgs). Rektor IAIN IB Padang, karena rektor dibebastugaskan sebelum masa jabatan berakhir oleh Kementerian Agama (Kemenag). Terkait dengan itu, Asas harus siap menerima amanah yang diberikan Kementerian Agama (Kemenag) padanya. Penetapannya sebagai Pgs. rektor membuat Asas merasa keberatan menerima putusan dari Kemenag. “Saya sempat merasa keberatan karena rektor yang lama merupakan teman dekat sekaligus sama-sama duduk di bangku perkuliahan. Saya pun berpikir untuk menemui Makmur terkait amanah tersebut. Lalu dia menyarankan menerima dan saya pun salat istikharah,” ungkap Asas menceritakan pengangkatannya menjadi Pgs. rektor. Asas juga sering berdoa agar diberikan kesehatan dan kemudahan melaksanakan tugasnya. Kepada Suara Kampus, ia mengatakan selalu memanjatkan doa yang sering d i l a n tu n kannya de n -
gan membaca “Allahumma Inni ‘Ala Dzikrika (ya Allah bantulah aku untuk mengingat-Mu). Dilanjutkan dengan membaca “Allahumma Inni Umurii Fii Jami’ah Islamiyah Hukumiah Imam Bonjol (ya Allah bantu saya untuk menyelesaikan urusan di IAIN Imam Bonjol). “Dengan doa itulah saya mengerjakan semua tugas yang diamanahkan sebagai Pgs. rektor sekaligus menjadi WR III,” jelas Asas saat ditemui di ruangannya, Senin (10/08). Menurut Asas kinerjanya sebagai Pgs. Rektor IAIN IB tidak terlepas dari pengalaman keaktifannya sebagai aktivis semasa menjadi mahasiswa. “Menjadi aktivis memberi manfaat setelah ia mendapat pekerjaan seperti ini. Khususnya dalam membagi waktu sebagai Pgs. rektor dan WR III,” jelas pria 63 tahun ini. Semangat muda yang masih melekat pada Guru Besar Fakultas Syariah ini menjelaskan, ia aktif mengikuti organisasi semasa kuliah dan menjadi pemimpin di organisasi. Diantaranya Ketua Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) MTI Tabek Gadang (1967), Ketua Dewan Mahasiswa IAIN IB Padang (1976-1978), Ketua Lembaga Budaya dan Agama, Wakil Ketua Kwartir Daerah Pramuka Sumatera Barat (2000-2007) dan beberapa organisasi lainnya. “Hal inilah yang membuat saya bisa membagi waktu dalam menjalankan dua tugas itu,” ujar WR III ini. Kepada Suara Kampus Asas mengaku tidak ada kendala sedikitpun maupun kesulitan yang dialaminya selama menjabat sebagai Pgs. rektor dan WR III. Jika pun ada isu atau persoalan yang beredar bisa diatasi. Kampus ini ibaratkan rumah gadang dalam menyelesaikan permasalahan harus ada kerjasama semua pihak. “Alhamdulillah belum ada kesulitan dan semuanya bisa diatasi berkat kerjasama. Dalam menyelesaikan persoalan saya lebih memilih jalan damai dan membicarakannya dengan semua pihak seperti kasus yang menimpa dosen dan pimpinan kampus,” ungkap ayah empat anak ini. Tidak hanya itu pria yang tinggal di perumahan Mutiara Puti Blok Q No. 16 Padang ini, juga sering diminta menyelesaikan persoalan di RT/RW tempatnya. Di sana Asas menjadi Ketua RW, ia banyak memberikan masukan jika
ada persoalan di tempat tinggalnya. “Saya mendengarkan penjelesan dari masing-masing yang bersangkutan. Lalu memberikan solusi dan pertimbangan terhadap permasalahan tersebut,” kata Asasri warni ini. Tanggung Jawab dalam Bekerja Menjalankan tugas dua jabatan dalam waktu yang sama tentu membuat sebagian orang merasa lelah. Hal itu tidak menjadi beban bagi mantan Wakil Dekan (WD) III Fakultas Syariah tahun 1990-1994 ini. Aktivitas kerja yang begitu pa-
kalinya menggunakan sistem Badan Layanan Umum (BLU). Sebelumnya IAIN memakai sistem DIPA kemudian dialihkan menjadi BLU. Di satu sisi Asas merasakan kabar basyirah (gembira) tapi di satu sisi juga kabar nazhirah (takut). Karena saat itu keuangan IAIN belum bisa dicairkan dan ada sembilan poin yang harus diselesaikan oleh IAIN IB. “Saat itu bertepatan wisuda dan dana IAIN juga tidak ada. Saya mulai berpikir keras Seperti ayam maharam yang berhama. Di Minang dinamakan baban barek singguluang batu. Namun berkat kerjasama semua pihak, wakil rektor, dekan, karyawan dan lainnya semua bisa diatasi,” jelas WR III. Asas tidak hanya disibukkan dengan kegiatan yang ada di kampus IAIN saja. Melainkan ia juga turut membina sekolah MTs. An-Nur yang berada di dekat rumahnya. Bahkan Asas pernah menjadi pembina upacara di sana. Asas menceritakan perjalanan karirnya di IAIN IB kepada Suara Kampus, ia menjelaskan menjadi asisten dosen pada tahun 1978, Kasubag Umum Fakultas Syariah (19781981), Kabag Akademik dan Kemahasiswaan (1984-1989), WD I, II dan III Fakultas Syariah sejak tahun 19902002 dan WR III serta Pgs Rektor IAIN IB Padang. “Dari semua jabatan yang telah saya jalani, paling berkesan ketika menjadi Pgs rektor. Karena disaat itu juga saya menjabat sebagai WR III,” ungkapnya. Asasriwarni mengatakan dalam tiga bulan semua bisa diatasi. Pemilihan rektor, serah terima hingga pelantikan berjalan dengan lancar. Jika orang merasa dihargai serta dihormati maka ia akan bertanggung jawab atas tugasnya. “Alhamdulillah sukses. Kironyo lai ndak susah lo doh jadi rektor ko ruponyo (tidak susah menjadi rektor),” ujar Asas sambil tertawa.
“Allahumma Inni Umurii Fii Jami’ah Islamiyah Hukumiah Imam Bonjol (ya Allah bantu saya untuk menyelesaikan urusan di IAIN Imam Bonjol).
dat tidak membuat Asas sulit membagi waktu. Baginya WR III mengurus bidang kemahasiswaan sedangkan Pgs. rektor harus mengatasi semua hal yang ada. Serta pandai menempatkan diri dan membagi waktu seperti berkoordinasi dengan WD III masing-masing fakultas. “Persoalan mahasiswa bisa diatasi. Jika ada acara di masingmasing fakultas yang tidak bisa diikuti, saya minta langsung perwakilan dari WD III fakultas tersebut. Dan terpenting selalu minum suplemen, tidak boleh ketinggalan sarapan pagi serta minum madu menjaga kesehatan,” tuturnya. Ketekunan, keikhlasan serta memberikan kemudahan merupakan prinsip hidup yang selalu dipegang oleh Asas menjalankan tugas dan kewajibannya. “Jika kita memberikan kemudahan untuk orang lain. Maka kita juga ikut merasakan kemudahan dan kebahagiaan,” kata WR III yang mengawali karirnya di IAIN sebagai asisten dosen tahun 1978 ini. Awal Asas menjabat sebagai Pgs. rektor, IAIN IB untuk pertama
Asas di Lingkungan Kampus Dalam kesehariannya pria asal Kabupaten Lima Puluh Kota ini dikenal murah senyum, ramah serta ulet dalam menjalankan aktivitasnya. Surwati Ketua Jurusan Al-Ahwal asy-Syakhshiyyah (AS) mengatakan Asas dikenal orang yang luwes, baik dan humoris. Tak hanya itu dia sangat terbuka berdiskusi bersamanya. “Sangat terbuka dan pandai membagi waktu baik menjadi seorang guru besar, Pgs. rektor dan WR III,” tuturnya saat ditemui di ruangan kerjanya, Senin (10/08). Ia berharap kedepannya Guru
Besar Fakultas Syariah ini memberikan manfaat kepada para mahasiswa. Salah seorang karyawan Rektorat IAIN IB menambahkan Asas memiliki kepribadian yang baik dan memiliki sikap yang transparan kepada para pegawai di rektorat. Ia merupakan sosok atasan yang diteladani. “Sikap beliau tersebut perlu dipertahankan,” Ujar Mesi Friska saat diwawancarai Suara Kampus. Tidak hanya sekedar sosok panutan, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Rektorat IAIN IB Afrinal juga mengatakan Asas bekerja sesuai dengan sistem, serius bekerja dan tidak pernah mengeluh serta mau mengayomi bawahannya. “Pak Asas penuh dengan keterbukaan terutama dalam berdialog. Ia tak pandang jabatan siapa saja yang mau berdiskusi tentang apapun itu,” tuturnya. Afrinal pun menyarankan kepada seluruh mahasiswa agar rajin bertanya kepadanya. Ia juga berharap Asas terus memberikan saran, masukan dan ilmunya kepada semua orang. Di kalangan mahasiswa khususnya pada Unit Kerja Mahasiswa (UKM) dikenal sebagai seorang pemimpin yang tegas dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini diungkapkan Dodi, Ketua Umum UKM Pramuka Imam Bonjol. “Meski usianya sudah tidak muda lagi, ia mampu mengemban tugasnya. Di samping itu, ia harus menjalankan tugas sebagai WR III, dosen dan mengelola sekolah,” ungkap Dodi. Dodi menambahkan Asas sangat mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh UKM yang ada di IAIN Imam Bonjol Padang. “Terima kasih kepada Bapak atas apa yang telah diberikan untuk kampus ini dan mahasiswa. Terutama dalam meningkatkan akreditasi IAIN Imam Bonjol,” ujarnya. Ia berharap jangan sampai sosok seorang Asasriwarni hilang begitu saja saat ia tidak menjabat lagi sebagai pengganti rektor. Senada dengan Dodi, Ketua Umum UKM Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) menyatakan Asas merupakan seorang pemimpin yang mampu memperlihatkan kerjanya dan sangat peduli kepada kampus terutama mahasiswa. “Beliau selalu mengerjakan sesuatu tepat waktu bahkan selesai sebelum waktunya,” ujarnya. “Saya berharap sebagai senior bisa memberikan arahan kepada bawahannya dan kepada rektor terpilih ungkap mahasiswa yang biasa dipanggil Buser ini. [S herly FFitri itri Y anti, M. Iqb al (Mg), [Sh Yanti, Iqbal dia P adsun (Mg), K hairul Nasri Anindia Padsun Khairul Anin (Mg), Miftahul Ilmi (Mg)]
CURRICULUM VITAE Nama Tempat/Tanggal Lahir Alamat Rumah Profesi Riwayat Pendidikan
: Prof. Dr. H. Asasriwarni, MH : Mahat, Payakumbuh/27 Maret 1952 : Komplek Mutiara Putih Blok Q No. 16 RT. 01 RW 14 Kel. Batang Kabung Koto Tangah-Padang : Guru Besar Hukum Islam Pada Fakultas Syariah IAIN IB : -Sarjana Muda, Fakultas Syariah, IAIN IB Bukittinggi (1975) -Sarjana Lengkap, Fakultas Syariah, IAIN IB Padang (1980) - Studi Purna Sarjana, Depag, IAIN Yogyakarta (1983) - S.3 (Doktor), PPs UIN Yogyakarta, IAIN Yogyakarta (2011)
Dari Skripsi sampai Reporter TV
Nama TTL Nama Ibu Nama Ayah Pendidikan
: Devarisa : Padang, 14 September 1991 : Ermawati : Dasril : TK Amal Muslimin, Parupuk Tabing, Padang 1996 SDN 24 Parupuk Tabing, Padang, 2003. MTsN Lubuk Buaya, Padang, 2006 MAN 2 Padang, Sumatera Barat lulus pada tahun 2009 Jur. Komunikasi Penyiaran Islam Kons. Jurnalistik IAIN IB Padang. Perjalanan Karier : Penyiar Libschool di Sipp Female Radio 2008 Tim redaksi jurnal MADINA F ak. Dakwah IAIN IB Padang 2010 Menjadi tim redaksi buletin jurnal.com. Pembaca berita dan penyiar di Radio Padang FM 2011 Wartawan Xpresi Padang Ekspres Reporter DAAI TV Jakarta sampai saat ini.
B
antahan datang bertubi-tubi, dari teman, dosen dan orang terdekat. Mereka meragukan kesanggu pannya untuk bisa menyelesai kan skripsi dengan judul telah ia pilih. Akan tetapi, mahasiswi dengan nama lengkap Devarisa ini tetap kukuh dengan pilihannya. Bagi Deva, skripsi bukan sekadar pelepas hutang, penambah jumlah IPK, atau penelitian yang ditulis untuk menambah gelar di depan atau di belakang nama. Skripsi bagi Deva ialah jawaban dari sebuah rasa penasaran terhadap suatu hal yang baru. Jawaban tersebut harus jelas dan lengkap. Sehingga bisa menambah wawasan baru bagi dia dan pembaca. Deva tertarik untuk mengais sedalam-dalamnya tentang pemberitaan Musradahrizal terhadap bu-
daya Minangkabau. Maka, dengan rasa penasaran yang meluap-luap, judul “Pola Pemberitaan tentang Budaya Minangkabau” yang disetor pada pembimbing tetap ditelusurinya. “Teman-teman ada yang menyarankan agar saya mengganti judul skripsi. Kata mereka, judul yang saya pilih terlalu rumit. Mereka berpikir saya tidak bisa menyelesaikannya dalam waktu dekat,” tutur gadis kelahiran 14 September 1991 ini kepada Suara Kampus, Sabtu (15/08). Deva pun mencari data-data penelitian dengan tekun. Bahkan kecelakaan yang menimpanya tidak membuatnya patah semangat untuk menemui dosen pembimbing. Ia tetap melanjutkan penulisan skripsi meskipun untuk pergi kemana-mana ia
harus memakai tongkat. Skripsi itu pun diketiknya dengan cepat. Meski berbagai kendala kerap ia dapati, ia tetap bertahan. Semangat putri pasangan Dasril dan Ermawati ini berbuah manis. Skripsi yang baru selesai ia tulis dilirik oleh media televisi. DAAI TV yang saat itu juga tertarik dengan sosok Musradahrizal membuka peluang lebar Deva untuk bergabung. Deva yang sehari-hari juga bergelut dengan dunia pemberitaan, langsung merespon positif. Deva melamar pekerjaan sebagai reporter di DAAI TV dengan persyaratan lampiran curriculum vitae, transkip nilai dan surat lamaran. Dua minggu setelah berkas tersebut dikirim, Deva dipanggil pihak DAAI TV untuk mengikuti tes tertulis berupa tes bahasa Inggris, jurnalistik khusus ketelevisian dan psikotes. Setelah itu, Deva juga mengikuti tes wawancara. Deva pun diterima sebagai reporter magang di DAAI TV. “Alhamdulillah, sebelum wisuda saya sudah mendapat pekerjaan dan juga berkaitan dengan jurusan,” terang mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam . Hari yang dinanti pun tiba. Hari dimana Deva harus mempertanggungjawabkan skripsi yang ditulisnya. Tepat tanggal 7 Juli 2015, Deva menjalankan Munaqasah. Ia berhasil menyampaikan jawaban demi jawaban dari pertanyaan penguji. Alhasil, skripsinya diterima. “Besar memang nikmat Tuhan. Saya akhirnya bisa melewati Munaqasah dengan lancar,” ujarnya. Cinta Jurnalistik Deva mulai menjalani pendidikan formal penulis dari Taman Kanak-Kanak Amal Muslimin, Parupuk Tabing, Padang, Sumatera Barat pada tahun 1996. Sejak tahun 2008 Deva sudah tertarik dalam dunia Broadcast, ketertarikan ini sampai menjadikannya sebagai penyiar Libschool di Sipp Female Radio 105,8 FM Padang. “Pertama kali menjadi penyiar radio, saya masih di bangku sekolah,” tutur Alumni MAN 2 Padang, Sumatera Barat yang lulus pada tahun 2009 ini. Selama menjadi mahasiswa di IAIN Imam Bonjol Padang, anak ke empat dari empat bersaudara ini aktif berorganisasi dimulai pada tahun 2009-2012 menjadi wartawan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Kampus-IAIN Imam Bonjol Padang. Tahun 2010-2013 Deva ikut serta dalam tim redaksi jurnal MADINA Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang, 2010 menjadi tim redaksi buletin jurnal.com. Mulai tahun 2011 Deva menjadi pekerja freelanced an pada 2011-2012 sebagai pembaca berita dan penyiar di Radio 102,6 Padang FM. “Jadi pas semester II saya tetap nyiar. Kuliah juga tetap lanjut,” jelas gadis yang dipilih menjadi presenter program talk show “Cahaya Hati” tahun 2010 ini. Tahun 2011-2013 Deva bekerja sebagai wartawan Xpresi Padang Ekspres, pada tahun 2012 sebagai pembawa acara Kisah Pengusaha Sukses (KIPAS) di Stasiun Minang TV, tahun 2013 menjadi volunteer pengajar di Kelas Inspirasi II Pekanbaru, Riau. Di tahun yang sama diangkat menjadi koordinator Xpresi Padang Ekspres, di akhir tahun 2013 Penulis sebagai CIA dalam Event NTL 3030 Padang yang diadakan oleh PT. Hutchison Whampoa atau provider kartu Tri. Pada tahun Juni 2014 diterima sebagai Reporter DAAI TV Jakarta dalam program Halo Indonesia sampai saat ini. “Saat memasuki semester III di IAIN Imam Bonjol Padang, saya mengasah kemampuan jurnalistikdi Padang Ekspres,” ungkapnya. Menjadi reporter sekaligus menjadi mahasiswa membuat Deva harus berpandai-pandai membagi waktu. Sebagai mana media cetak lainnya, tentu meng-update berita setiap hari. Deva pun harus proporsional dengan pekerjaannya. Meskipun sudah berupaya untuk proporsional, hambatan demi hambatan terkadang menghampiri juga. Pernah waktu itu, ia ada jadwal ujian namun tuntutan berita di Padang Ekspres juga mendesak. Keadaan seperti ini yang kerap kali membuatnya harus membuat keputusan dengan cepat. Bagaim-
anapun salah satu dari keduanya harus di korbankan. Keadaan itu tidak melunturkan semangat jurnalis Deva. Karena ia sudah terlanjur cinta pada jurnalistik. Kuliah bagi Deva bukan penghambat untuk tetap berkarya sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. “Lakukan apapun selama hal itu mendatangkan manfaatkan,” pungkasnya. Rahasia di Balik Duka Malang tak dapat ditolak. Musibah datang tanpa disangka. Tepat pada Kamis malam di Bulan November 2014, motor yang ditumpangi Deva menabrak pohon. Deva yang saat itu berboncengan dengan temannya ikut tumbang bersama motor. Lutut kirinya menahan seluruh badan. Akibatnya tulang paha patah dan berselisih sepanjang 3 cm. Warga yang kebetulan melewati tempat kejadian segera membantu dan membawanya ke rumah sakit terdekat. “Saya tidak sanggup menggerakkan kaki. Untungnya ada pejalan kaki yang berbaik hati. Saya dan teman dibawa ke rumah sakit Pusat Pertamina, Jakarta,” jelasnya. Tulang kaki yang patah, membuat Deva tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Selama di rumah sakit, segala kegiatan dilakukan di atas tempat tidur. Bersyukur Deva memiliki tante yang penyayang. Selama dirawat di Jakarta, istri dari adik papanya itulah yang selalu menemani. Karena orang tuanya di Padang. Bulan Januari dokter menyarankan agar kaki Deva dioperasi. Sebab, jika dibiarkan bisa cacat seumur hidup. “Awalnya saya takut jika dioperasi. Namun mengingat pertimbangan dokter, saya pungiyakan,” terangnya. Mulai bulan Februari, kemana pergi Deva harus menggunakan tongkat. Selama tiga bulan masa penyembuhan, Deva harus bertahan dan bersabar. Deva juga tidak berhenti menjalankan proses bimbingan meski ia kesulitan bergerak. Walaupun begitu, Deva tetap harus mengurung niatnya untuk segera wisuda. “Kadang saya iri melihat teman yang sudah wisuda lebih dahulu. Namun apa daya, saya harus berbesar hati dan terus berusaha agar keadaan menjadi lebih baik,” ujarnya. Akhirnya pada April 2015, Deva sudah bisa berjalan tanpa memakai tingkat. Skripsinya juga selesai dan diterima pembimbing. Bahkan skripsinya dilirik media dan ia mendapat pekerjaan sebelum wisuda. “Ternyata inilah hikmah dibalik kedukaan. Nikmat tahun ini ialah sembuh dari penyakit, wisuda dan dapat pekerjaan,” katanya. Semua keberhasilan itu, kata Deva tidak terlepas dari usaha dan kesungguhan. Dalam hidup janganlah pernah enggan untuk mencoba membuka pikiran, telinga dan hati. Pekalah terhadap lingkungan dan harus. Jangan pernah takut. “ Harus melihat lebih dalam. Jangan melihat dari luarnya saja. Tak pernah disangka skripsi bisa membawa saya menjadi reporter di sebuah stasiun televisi. Alhamdulillah,” tuturnya. Kreatif dan Berani Keberhasilan dan sosok Deva tidak luput dari perhatian Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Usman. Dia mengenal Deva sebagai pribadi yang kreatif dan berani semasa kuliah. “Dia magang keluar kota sesuai dengan jurusan yang ditekuninya. Padahal waktu itu jarang mahasiswa yang pergi magang keluar. Tapi Deva ini sangat berani untuk magang di stasiun TV dan sampai saat ini dia masih bertahan bekerja di sana,” tuturnya. Dari keuletan Deva tersebut, Usman juga selalu menanamkan kepada mahasiswanya untuk bekerja dengan skill dan bidang yang ditekuni, tidak mesti menjadi Pegawai Negri Sipil (PNS). “Jangan tergantung oleh PNS, nanti kreativitas yang ada bisa mati,” tuturnya. Sementara itu, salah seorang dosen di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Sheiful Yazan mengatakan, Deva sosok yang santun dan punya daya juang yang luar biasa. “Semasa kuliah dia sudah mengikuti berbagai kegitan dengan aktif menjadi wartawan di berbagai surat kabar,” jelasnya. Bustin, Silvia Wulandari,
Urus Kampus Lebih Serius! Oleh Ridho Permana
K
ali ini saya tidak ingin menulis soal mimpi lagi. Saya kira saya sudah tidak lagi bermimpi, karena hari ini saya telah sampai pada gerbang awal, yaitu menyelesaikan studi Strata I di kampus Islami ini. Kendati pun demikian, saya merasa masih kurang dalam ilmu dan pengalaman lainnya. Namun sudah tiba waktunya untuk wisuda. Segala ucapan terima kasih saya ucapkan kepada dosen, pimpinan, karyawan dan rekan-rekan yang ada di kampus tercinta ini. berkat mereka semua saya bisa merasakan pahit manis, suka dan duka dalam menimba ilmu. Rasanya baru kemarin, berlari-lari mengejar waktu untuk kuliah, namun hari ini saya telah sampai pada titik ini, begitu cepat waktu bergulir. Sebagai mahasiswa, semasa kuliah saya merasakan betul bagaimana proses di kampus ini, dalam pandangan saya, setidaknya ada beberapa hal yang akan saya tuliskan untuk menjadi masukan bagi pimpinan kampus. Dari tahun ke tahun, masalah klasik yang tak kunjung usai masih dirasakan. Profesionalitas dan proporsional masih belum terlihat dalam lembaga ini. Beberapa lini yang masih lemah membuat kampus ini belum bisa bermetamorfosa. Sebagai mahasiswa komunikasi, saya juga akan mengkaji sesuai kapasitas. Setidaknya sistem administrasi, transparansi keuangan belum terlihat. Komunikasi sangat menjadi penunjang kinerja dalam sebuah lembaga. Komunikasi ke atas, ke bawah, ke samping, kiri dan kanan. Selama ini yang terlihat hanya kerja. Menurut saya untuk merubah kampus ke arah yang lebih baik, tidak bisa hanya sekedar bekerja, namun kampus ini perlu diurus lebih serius. Saya teringat kata buya Hamka “Kalau hidup hanya sekedar hidup, Kera di rimba juga hidup. Kalau kerja hanya
sekedar kerja, Kerbau di sawah juga bekerja”. Pernyataan di atas jika kita kaitkan dengan kampus ini, pemimpin dan pejabat lainnya diminta untuk berbuat sesuatu lebih dari sekadar bekerja. Banyak kelemahan yang kita lihat, seperti sarana, administrasi, keuangan dan lainnya. Ini menjadi PR bagi seluruh elemen kampus. Ada hal miris yang selalu mengganjal dalam hati. Kenapa jantung perguruan tinggi ini sulit sekali untuk dibenahi. Sejak gempa 2009, hingga detik ini, perpustakaan berjalan alakadarnya. Dalam suatu waktu, tahun 2012 ketika masih menjadi wartawan kampus, saya pernah melakukan wawancara kepada rektor sebelumnya dan kepada kepala pustaka juga saya wawancarai. Saya heran kenapa uang pungutan Rp. 100.000,- per mahasiswa pasca gempa belum juga bisa dikucurkan. Ketika wawancara, rektor hanya menjawab uang tersebut masih dalam rekening dan belum di cek hingga sekarang. Dari statment Kepala Pustaka saya mendapat informasi kalau pihak pustaka telah menyurati rektorat untuk tidak memungut lagi iuran perpustakaan, karena itu menzalimi hak mahasiswa. Dalam brosur mahasiswa baru dituliskan iuran Rp 100.000 per mahasiswa. Saya mencoba mengkalkulasikan sendiri, Jika setiap tahun ada sekitar 2000 orang masuk, setidaknya Rp 200.000 juta,- per tahun uang untuk pustaka. Jika lima tahun atau sampai 2014 masih dipungut, berarti ada sekitar 1 milyar uang tersebut. Membangun perpustakaan dengan biaya 1 milyar tak tanggung-tanggung megahnya, namun hingga detik ini tidak pernah ada kejelasan uang tersebut. Bahkan hingga rektor berganti dan pustaka sudah dirobohkan pun uang itu tidak tahu ke mana rimbanya. Bagi saya mahasiswa yang membayar, memang merasa kecewa dan tak puas dengan kondisi ini. Seharusnya seluruh maha-
siswa di kampus ini telah menikmati fasilitas dari apa yang telah dibayar, namun mungkin hak-hak mahasiswa hanya akan berlalu dimakan waktu. Di sisi lain, ada hal yang harus menjadi perhatian. Hal ini berkaitan dengan sistem akademik. Banyak permasalahan soal nilai sejak peralihan sistem manual ke online atau sisfo. Sepengetahuan saya, yang mengurus nilai itu bukan mahasiswa, tapi pihak jurusan dengan dosen yang bersangkutan, lalu arsip nilai seyogyanya ada di jurusan. Namun kenyataannya hingga hari ini itu masih menjadi polemik di beberapa fakultas. Secara pribadi, untuk suatu lembaga penulis tidak setuju dengan kata kerja seperti yang dipakai pemerintah sekarang. Kata kerja hanya menjadi orang yang berkeja bukan orang yang mengurus pemerintahan atau lembaga. Kata kerja selalu bermakna formalitas. Kalau di kampus ya kerja dosen hanya mengajar, lalu ambil absen. Namun lupakah kita sebagai perguruan tinggi mempunyai tri dharma. Tahun ajaran 2015/2016 IAIN menerima 2802 mahasiswa. Dengan semakin banyak jumlah mahasiswa kampus semakin berkualitas, agar terciptanya lulusan yang berkualitas. Ada angin segar yang patut disyukuri warga kampus, yaitu akreditasi IAIN telah berubah menjadi B. Semoga saja akreditasi ini sesuai dengan kualitas lulusannya. Sekadar mengulas kembali kata Buya Hamka, jika kita tidak ingin sama dengan kera di rimba dan kerbau di sawah maka lakukanlah sesuatu yang berarti untuk kampus ini, tidak hanya sekadar bekerja. Semoga dengan kepemimpinan baru, kampus ini bisa menjadi lebih baik. Harapan umat ada di tangan pemimpin sabagai wakil Allah, tentunya didorong oleh berbagai elemen. Revolusi mental memang perlu diwujudkan agar janji tidak hanya tinggal janji.
Gara-gara Wisuda Oleh Ahmad Bil Wahid
G
ara-gara wisuda, anak si kaya rela habiskan uang berjuta. Gara-gara wisu da, muda-mudi sibuk cari kemeja dan kebaya. Gara-gara wisuda, kampus menyempit karena kendaraan yang parkir lebih dari hari biasa. Gara-gara wisuda pula, sampah berserakan di depan mata. Tapi, berkat wisuda, rezeki datang untuk penjual kipas dan bunga. Berkat wisuda, percetakan kebanjiran order spanduk beraneka ukuran dan warna. Berkat wisuda, studio foto sibuk mengabadikan sarjana bersama keluarga. Yang pasti, berkat wisuda pula, ada yang tersenyum bangga karena tak lagi memikul beban sebagai mahasiswa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wisuda diartikan sebagai peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara khidmat. Namun, saya menganggap wisuda lebih dari sekadar upacara biasa. Wisuda adalah garis batas yang harus dilewati mahasiswa menuju dunia selanjutnya. Setelah berjibaku dengan buku-buku, menulis skripsi yang katanya susah setengah mati, sampai berjuang untuk menang perang dalam sidang, yang dulunya mahasiswa kini resmi bergelar diploma dan sarjana. Setelah melewati garis itu, mantan mahasiswa yang kini bergelar sarjana ditantang di arena baru yang disebut dunia kerja. Beruntung bagi mereka yang langsung bekerja setelah wisuda, apalagi sudah bekerja sebelum pakai toga. Namun malang bagi mereka yang harus mencari dan menunggu. Mereka harus rela dilabelkan dengan sebutan pengangguran. Tak ada niat menakuti pembaca lewat tulisan ini. Namun data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2014 hingga Februari 2015 menjadi warning bagi calon pencari kerja, khususnya sar-
jana. BPS mencatat, selama kurun itu, jumlah pengangguran bertambah 300 ribu orang, dengan total 7,45 juta orang. Ini menandakan, makin hari makin sulit mencari kerja. Dengan semakin banyaknya jumlah mahasiswa yang wisuda, maka semakin banyak pula jumlah angka pencari kerja. Resikonya, semakin tinggi jumlah angka pencari kerja, semakin tinggi pula angka pengangguran di negeri ini. Ditambah lagi, tak ada jaminan bertambahnya lapangan kerja yang siap menampung orang-orang yang baru jadi sarjana. Saya jadi teringat cerita seorang teman. Ketika itu terjadi diskusi kecil soal rencana masa depan. Teman itu bilang, “Saya tidak punya keahlian lain selain pengajar,” ujarnya. Kebetulan teman itu mahasiswa di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang. “Tapi minat saya jadi pengajar itu kurang. Setelah lulus kuliah nanti mungkin saya beternak saja atau bertani,” sambung si teman. Hanya saja, teman itu khawatir jika ia bersikeras dengan niatnya. Ia membayangkan paradigma masyarakat kampung halamannya. Dapat dimaklumi memang, kebanyakan masyarakat terutama orangtua mencita-citakan anaknya jadi sarjana lalu bekerja di perusahan ternama, instansi milik Negara atau sekadar wiraswasta. Cerita berbeda datang dari teman lain yang semester lalu sudah wisuda. Dengan jujurnya teman itu berkata, “Setelah wisuda ini saya bingung mau kemana,” katanya. Bahkan, berapa hari sebelum ia diwisuda, teman itu berkata, “Sebentar lagi saya jadi pengangguran”. Sepengetahuan saya, teman itu sudah beberapa kali mengajukan lamaran pakerjaan. Entah kurang beruntung atau memang malang, kini ia mesih berlabel pengangguran. Dari dua orang itu, perbedaannya jelas, teman yang pertama adalah orang menyusun
rencana sebelum wisuda. Sementara teman yang satunya adalah yang wisuda tanpa rencana. Atau dengan kata lain ia belum siap tampil di pentas dunia kerja. Bagi sebagian orang, wisuda memang jadi upacara yang menyenangkan. Namun dibalik itu, dilema telah menunggu. Bisa saja para sarjana tersenyum lebar hingga sepekan setelah resmi jadi sarjana. Tapi banyak juga mereka yang diam dan murung karena isi kepala berbicara soal kerja. Jika Buya Hamka berkata, “Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja”. Namun melihat fenomena yang ada, ingin rasanya saya berkata seperti Buya Hamka, tapi dengan redaksi kata yang berbeda. “Kalau wisuda sekadar wisuda, anak TK juga wisuda”. Bayangkan saja apa jadinya jika sebagian besar sarjana adalah orang yang wisuda tanpa rencana dan hanya wisuda sekadar wisuda. Jika keberuntungan tak menghampirinya, jadilah ia orang-orang yang terdata oleh BPS sebagai penambah angka pengangguran saja. Saya hanya ingin berpesan pada mahasiswa yang masih berniat untuk wisuda. Menyegerakan wisuda itu perlu, tapi menentukan kemana arah setelah wisuda, itu harus. Jika hanya mengartikan wisuda sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, percuma saja anak si kaya habiskan uang berjuta. Percuma saja muda-mudi sibuk cari kemeja dan kebaya. Percuma saja kampus menyempit karena kendaraan yang parkir lebih dari hari biasa. Percuma juga sampah berserakan di depan mata. Lalu jujung-ujungnya para penganggur semakin menjamur, salah satu sebabnya, gara-gara wisuda.
Deri Afdil Bustamam (S2) Jurusan Pend. Bahasa Arab, IPK 3,80
Reflinaldi (S1) Jur. Bahasa dan Sastra Arab, IPK 3,93
Titin Aulia (S1) jur. Komunikasi dan Penyiaran Islam
IPK 3,77
Irvan Maulana (S1) Jur. Ekonomi Islam IPK 3,97
Willa Putri (S1) Jur. Pend. Guru Madrasah Ibtidaiyah,
IPK 3,91
Raudo Thussopa (S1) Jur. Prerbandingan Agama IPK 3,82
Zam Zaira (D3) Jur. Perpustakaan Arsip dan Komunikasi, IPK 3,82
Nika Angrelina (D3) Jur. Manajemen Perbankan Syariah
IPK 3,95 Sumber: Akama IAIN IB
Surga di Telapak Tangan Ibu
Cerpen Elza Novria
A
ku menemukan surga yang lain. Surga yang tak akan pernah kutemukan pada perempuan mana pun selain Ibu. Bukan surga yang terletak di telapak kaki. Tapi surga di telapak tangannya. Kata guru mengajiku dulu surga itu penuh dengan kenikmatan. Di dalamnya hanya ada kebahagiaan dan kedamaian. Benar rupanya. Aku menemukan kebahagiaanku di telapak tangan Ibu. Begitu damainya menyentuh telapak tangan yang senantiasa menopangku dengan penuh cinta. Kenikmatan yang berbeda betulbetul kurasakan ketika Ibu memasak untukku, menyuapiku obat ketika aku sakit, dan berdoa untuk kehidupanku di masa depan. Semua itu berasal dari surga. Surga di telapak tangannya. Aku adalah satu-satunya penghuni surga itu. Dulu memang ada Ayah yang juga menghuninya bersamaku. Tetapi semenjak Ayah tiada akulah penghuni tunggalnya. Empat tahun sudah Ayah meninggalkanku. Semenjak aku masih berusia duabelas tahun. Jasad Ayah ditemukan Ibu sudah tak bernyawa di dalam kamar mandi. Sedangkan lehernya terlilit tali. Dia pergi diam-diam. Aku tak tahu sebab Ayah meninggalkan surga itu. Entah ia bosan hidup dalam kedamaian atau ingin merasakan surga yang baru. Aku tak tahu. Semenjak hari itu selalu ada saja dua pria tinggi besar datang ke rumah kami. Mereka selalu mencari Ibu. Kata Ibu aku harus sembunyi. Mereka orang jahat. Aku mengikuti perintah Ibu. Aku sembunyi di sudut lemari di depan pintu kamarku. Kuintip pembicaraan Ibu dengan orang-orang jahat itu. Betapa terkejutnya aku ketika pertama kalinya aku melihat Ibu tersungkur di hadapan priapria itu. Sepertinya Ibu memohonmohon belas kasihan mereka. Mereka bilang Ibu harus menggantinya. Berikut dengan bunga. Ibu mengangguk-angguk ketakutan. Aku kesal dan marah. Ingin rasanya aku menghalau mereka dari rumahku seperti binatang. Tapi itu tak boleh kulakukan karena pasti akan mengacau keadaan. Aku mengamati mereka dengan mata merah. Selepas mereka berlalu dari pintu rumah, aku mendekati Ibu. Ibu menahan tangis. Di kelopak matanya tergenang kumpulan air yang begitu bening. Aku memapah Ibu ke kursi tamu. Kugenggam surgaku. Kucium dan kudekap di dada. Rambut Ibu yang berangsur memutih tergerai disapu angin. Aku berbisik pada Ibu. “Siapa mereka, Bu?” Aku memperbaiki posisiku agar lebih dekat dengan Ibu. “Kau tak perlu tahu, Nak. Kau takkan tahu.” Ibu mengikat kembali rambutnya yang sebahu. Bergelombang dan sedikit pirang. “Apakah Ibu akan terus mem-
biarkanku untuk takkan tahu?” Aku sedikit memberi penekanan pada kata takkan. “Kuharap begitu.” Lalu Ibu berdiri tanpa memedulikan katakataku selanjutnya. Ia berjalan menuju kamarnya. Minggu-minggu berikutnya mereka selalu datang seperti tamu yang tak diundang. Mereka memperlakukan Ibu sebagaimana yang kulihat pertama kali. Suatu kali aku menjumpai mereka dan mengatai mereka untuk tidak memperlakukan Ibuku seperti bukan manusia. Tapi Ibu malah menyeretku ke dalam kamar diiringi tawa cekikikan lelaki-lelaki kasar itu. Aku menggenggam tangan Ibu. Aku medekapnya kembali dan berjanji takkan melakukannya lagi. *** Setelah itu aku menjadi terbiasa dengan kedatangan para lelaki kasar itu. Kali ini mereka bertiga. Lelaki yang baru itu tampak lebih tua dari yang lain. Mukanya berewokan. Hidungnya mancung tapi dipenuhi komedo seperti bintilbintil ketombe. Meskipun begitu, dia tampak lebih baik daripada yang lain. Kedatangan mereka kali ini berbeda dengan kedatangan sebelumnya. Lebih tenang. Bahkan Ibu menyempatkan diri untuk menyuguhkan tiga gelas teh manis untuk mereka. Aku mengamati dengan saksama apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah teh dihabiskan mereka pergi kecuali pria berewok tadi. Sepertinya dia punya maksud tertentu. Dia tidak saja datang ke rumah. Tapi juga mengintip surga di telapak tangan Ibu. Aku cemas. Tapi Ibu membiarkan saja
dia memasangkan sebuah cincin di jari manis Ibu. Aku semakin was-was. Tampaknya lelaki itu puas bisa mengintip surga di telapak tangan Ibu. Dia pulang dengan senyum bermakna. Ibu pun begitu. Seperti sedang jatuh cinta. *** Aku menemukan surga yang lain. Surga yang tak akan pernah kutemukan pada perempuan mana pun selain Ibu. Bukan surga yang terletak di telapak kaki. Tapi surga di telapak tangannya. Kata guru mengajiku dulu surga itu penuh dengan kenikmatan. Di dalamnya hanya ada kebahagiaan dan kedamaian. Benar rupanya. Aku menemukan kebahagiaanku di telapak tangan Ibu. Begitu damainya menyentuh telapak tangan yang senantiasa menopangku dengan penuh cinta. Kenikmatan yang berbeda betul-betul kurasakan ketika Ibu memasak untukku, menyuapiku obat ketika aku sakit, dan berdoa untuk kehidupanku di masa depan. Semua itu berasal dari surga. Surga di telapak tangannya. Kini aku bukan lagi pemilik tunggal surga di telapak tangan Ibu. Lelaki berewok yang datang beberapa waktu lalu datang meminang Ibu. Ibu menerimanya. Setelah menikah, lelaki itu tinggal di rumah bersama kami. Begitu pun dengan anak gadisnya. Lebih tua setahun dariku. Kami bertiga menjadi pemilik surga di telapak tangan Ibu. Masih damai. Masih penuh kebahagiaan. Hingga di suatu petang aku menyadari kakak tiriku tidak menyukaiku. Dia berusaha memengaruhi Ibu dan Ayah tiriku untuk membenciku. Entahlah. Aku tak tahu salahku. Barangkali dia tak senang
kami bertiga hidup di surga yang sama. Lin, kakak tiriku itu tak pandai memasak. Sepeninggal ibunya, ia tinggal bersama neneknya. Karena itulah ia selalu manja. Akibatnya Ibu akan berperan sebagai pembantu rumahtangga. Mencuci baju, memasak, mengurus keperluan keluarga. Setiap kesempatan aku selalu membantu Ibu. Tapi entah mengapa Ibu tak pernah menegur Lin. Kurasa Ibu keliru menganggapnya sebagai anak yang baik. Padahal Ibu tahu kami selalu bertengkar karena kesalahannya. Kesalahan yang menurutku sudah pantas diberi pelajaran. Bagaimana tidak, dia selalu menghabiskan waktu bersama temantemannya tanpa memedulikan pekerjaan rumah. Dia seperti lepas tangan saja. Pantaslah begitu. Sebab dia tahu Ibuku berutang budi pada ayahnya. Dia lantas memperlakukan Ibuku seperti pengurus rumahtangga. Bukan sebagai pendamping ayahnya. Aku geram melihat perangainya. Aku mengadukan semuanya pada Ibu. Tapi Ibu menanggapinya dengan tenang seolah tak terjadi apa-apa. Kecuali di sepotong petang yang kukutip dengan sempurna. Kami bertengkar. Di hadapan Ibu dan Ayah tiriku. “Aku tak bisa membiarkanmu memperlakukan Ibuku seperti pembantu!” Aku menatapnya lekatlekat. Kubanting pintu rumah yang setengah terbuka. Semuanya diam mendengar kata-kataku. “Kupikir Ibumu rela melakukannya.” Ia dengan santai mengangkat kakinya ke atas meja persegi yang dikelilingi empat buah
kursi tamu. “Bukankah kau melihat sendiri Ibuku terlalu sibuk mengurusmu dan Ayah?” Aku berdiri di hadapannya kali ini. Ayah diam. Ibu diam. “Aku tak memintanya begitu.” Dia mengerlingkan matanya pada Ibu. “Dasar perempuan angkuh! Apa kau pikir dengan uang yang diberikan Ayahmu untuk melunasi utang Ibuku cukup untuk membayar lelahnya, hah?” Aku geram. Ingin rasanya aku menjambak rambut keritingnya. Ibu angkat bicara. Sepertinya dia sangat terkejut mendengar ucapanku. “Dari mana kau tahu masalah ini, Dhi?” Ibu seketika berdiri dari tempat duduknya. Ayah tiriku pura-pura membaca majalah. “Seperti bangkai yang Ibu simpan, lambat laun akan kucium juga baunya.” Aku menunjuk hidungku. “Sudahlah. Dua beranak tak perlu bertengkar. Lagipula Ayahku takkan membuang uangnya dengan percuma.” Lin melempar pandang pada Ayahnya. “Jadi untuk inilah Ayahmu membantu Ibuku?” Aku meninggikan suaraku. Ayah tiriku masih diam. Namun Ibu tiba-tiba mendekatiku dengan gumpalan airmata yang menetes susul-menyusul. Plak! Aku merasakan pipi kananku pedih. Bekas lima jari. Untuk kali pertama. Kulihat telapak tangan Ibu. Surga itu. Langitnya telah runtuh. Diiringi badai yang bergemuruh. Bu, apakah memang ada badai di surga?*** Penulis Akti Aktivv di Rumahkayu
Membenahi IAIN Dimulai dari Hal-Hal Kecil
S
ALIZAR TANJUNG*
uatu sore setelah saya selesai menyelesaikan rutinitas di kantor di Permindo, saya salat di masjid al-Jamiah kampus IAIN Imam Bonjol Padang. Kampus ini kampus tempat di mana saya pernah menikmati pendidikan sebagai mahasiwa S1. Kampus kebanggaan saya. Seorang sahabat sembari berwudhu berkomentar kepada saya. “Kenapa toilet masjid kampus ini begitu kotornya? Bau pesing.” Komentar sahabat saya yang bukan dari IAIN itu menampar saya, cukup membuat wajah saya memerah menahan malu. Terpaksa saya sembunyikan wajah merah saya, seolah saya merasa tidak bersalah. Sahabat saya itu hanya menumpang salat Magrib. Benar apa yang dikatakan oleh sahabat saya itu. Saya tidak memungkiri apa yang dia sampaikan itu, tentang persoalan kebersihan yang tidak tuntas-tuntas di kampus yang katanya mencintai kebersihan. Terutama persoalan toilet yang sudah berkarat oleh bekas air kencing. Dahulu ada slogan yang terpampang “kebersihan sebahagian dari iman”. Sekarang kabarnya plang slogan itu telah rubuh. Saya memerhatikan baik-baik apa yang dikomentari oleh sahabat saya itu. Saya bertanya-tanya apakah sebegitu parahnya kebersihan toilet kampus? Diam-diam tanpa sepengetahuan sahabat saya, saya melihat ke sekeliling saya. Saat saya memasuki toilet masjid al-Jamiah, wajah saya ditampar oleh kenyataan. Lantai keramik toilet masjid al-Jamiah sudah berkarat oleh kotoran kencing. Bau pesing memenuhi ruang toilet. Mustahil rasanya dikikis. Sulitnya rasanya untuk tidak menutup hidung dalam toilet masjid kebanggaan IAIN Imam Bonjol Padang. Kakusnya kotor.
Bahkan klosetnya sama sekali tidak berfungsi. Sahabat saya terpaksa kencing berdiri sembari menyinsingkan celana dan menutup hidung ketika buang air kecil. Sebenarnya toilet ini sudah berulang kali dibenahi. Penambahan kloset dilakukan. Pembenahan saluran pembuangan juga sudah dilakukan. Penambahkan keram tempat wudhu. Namun hasilnya masih tetap saja sama. Hal ini disebabkan ketidakseriusan untuk mengurus hal kecil ini. Sebenarnya membenahi toilet cukup sederhana sekali konsepnya. Buatlah toilet yang hanya bisa dimasuki dari dalam masjid. Setiap orang yang hendak berwudhu dia harus masuk ke dalam masjid, sehingga dia tidak bisa membawa sandal dan sepatu ke dalam toilet. Kloset dibuat dengan dua tipe. Ada kloset berdiri ada kloset duduk. Sediakan kaca untuk bersegeh. Kemudian buatkan gantungan peci ataupun kain sering. Percayalah dengan begitu toilet benar-benar menjadi toilet idaman. Persoalannya apakah rektor bersama jajarannya mau menjalankan konsep yang sederhana itu? Fakta tentang amburadulnya kebersihan di kampus tercinta ini, juga melebar kepada persoalan toilet di masingmasing fakultas. Toiletnya bau pesing. Bahkan ada toilet yang tidak bisa lagi dimanfaatkan mahasiswa. Hanya toilet untuk keperluan dosen dan pegawai kampus yang sedikit lebih bersih. Itu pun terkadang harus rebutan untuk sekedar berwudhu. Saya pernah pula salat di kampus-kampus tetangga. Bukan maksud untuk memuji. Tetapi itulah kenyataannya. Toilet mereka bersih. Sepatu dan sandal tidak bebas masuk ke dalam toilet. Sama sekali tidak ada bau pesing. Bahkan toilet mereka harum. Jadi tidak perlu khawatir ada najis atau tidaknya. Barangkali kampus IAIN Imam Bonjol yang di Lubuk Lintah perlu mencontoh ke kampus Pascasarjana IAIN Imam Bonjol yang di jalan Soedirman. Masjidnya dikelola oleh masyarakat. Toiletnya harum. Lantainya bersih dari kotoran. Air mengalir sebagai tempat mencuci kaki sehabis berwudhu. Kita berada di dalam toilet nyaman tanpa perlu menutup hidung. Kalau persoalan toilet saja rektor tidak mampu membenahi, bagaimana mungkin rektor mengimami IAIN Imam Bonjol Padang 5 tahun ke depan. IAIN Imam Bonjol Padang itu butuh pemimpin berkarakter, pemimpin yang peduli terhadap hal-hal kecil. Memimpin itu dimulai dari hal-hal kecil. Kalau hal-hal kecil mampu diselesaikan, hal-hal besar mampu pula diselesaikan. Kalau hal-hal kecil saja tidak terselesaikan, bagaimana mungkin menyelesaikan hal-hal
Kita tidak butuh janji-janji besar yang tidak ada aksi, kita hanya butuh janji-janji kecil yang direalisasikan besar. Bukan maksud untuk membanding-bandingkan, perhatikanlah negara-negara maju, semisal Finlandia, Belanda, Jepang, Australia. Negara mereka bersih, rapi, teratur. Toilet mereka benar-benar bersih, harum. Tingkat korupsi di negara itu juga jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan karena mereka sudah dilatih untuk peduli, untuk bertanggungjawab. Kepedulian terhadap hal-hal kecil mempunyai hubungan dengan tingkat korupsi. Saat kepedulian terhadap hal-hal kecil jauh lebih besar, tingkat korupsi juga jauh lebih kecil, sebab para penghuninya berkarakter. Saat tingkat keamburadulan lebih besar, maka tingkat korupsi juga jauh lebih besar, sebab pikiran orang-orang didalamnya sudah dibiasakan berbaur dengan kekotoran. Seorang sahabat saya, sekaligus guru spiritual saya, Miko Kamal, pernah mengatakan kepada saya. “Pembentukan karakter itu tidak cukup hanya dengan teori. Pembentukan karakter itu hanya bisa dilakukan dengan dipraktekkan langsung.” Peduli terhadap hal-hal kecil, semisalnya kepedulian terhadap kebersihan toilet, merupakan cerminan karakter. Hanya pemimpin berkarakterlah yang bisa memimpin IAIN Imam Bonjol Padang 5 tahun ke depan. Semoga rektor terpilih Eka Putra Wirman periode 2015-2019 adalah rektor berkarakter, rektor yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan kecil, menciptakan toilet yang bersih lagi harum, taman yang indah lagi teratur, pustaka yang nyaman lagi bermutu. Kita tunggu saja sepak terjangnya. Apakah lepas tangannya benar-benar berkarakter! Kita menunggu janji-janji Eka Putra Wirman. Membenahi IAIN itu tidak cukup hanya dengan teoriteori belaka. Membenahi IAIN itu mesti dengan aksi nyata. Hanya dengan aksi nyata, IAIN itu benar-benar menjadi IAIN yang didambakan lingkungan dan keilmuannya. Kita tidak butuh janji-janji besar yang tidak ada aksi, kita hanya butuh janji-janji kecil yang direalisasikan.[] *(P em erhati P en didikan, Alumni S uar a Kampus) *(Pem emerhati Pen endidikan, Suar uara
Puisi
Yusrina Sri.* Tuan Tanpa Kepala
Batu di Sempalan Jantungku
Ular dan Singa
Semalam, kupetik buah kepala Tuan. Ia sudah lama ranum.
Kau! Menanam batu di sempalan jantungku. Serupa duri di ujung kuku. Ngilu.
“Selama ini aku membesarkan ular!” Kau tak hendak marah. Itu lumrah. Kau membatin.
Usah Tuan mengeluh mencarinya, Lantaran tiada dijumpa, Kepala yang ranum sudah rupanya.
Kau lelaki yang lahir dari abu, Menyimpan batu di sempalan jantungku, Perempuan yang hidup dari tungku. Membenamkannya diam-diam. Menyiramnya riang-riang.
Ia kusimpan jauh-jauh. Tidak kuendapkan dalam lemari. Tidak kubuang ke kali. Ia kusimpan rapi-rapi. Sudah kubenamkan ke dasar hati. Akan kumamah hingga mati. Hingga batang leher Tuan berbuah lagi . (Tanah Gersang, 2014)
Berdoa ia tumbuh jadi bunga.
“Aku membesarkan ular!” Hendak kaubantah. “Aku mengasuh singa!” Lakimu marah.
Kau tiada lupa, Batu berkecambah di dadaku. Berwarna ungu. Sekejap, setelah ia mengutukku menjadi batu.
Semalam, ada mati tak bersebab. Tubuhnya biru subuh-subuh. Dua titik menghujam di batang leher. Serupa gigitan taring. Entah milik apa.
Kau yang menanam batu di sempalan jantungku! (Pesakitan, 2014)
Tubuhmu camping berdarah. Koyak separuh. Serupa cabikan taring. Entah milik apa.
Menunggu Aku menunggu, Bilamana tubuhmu penat dibalut debu Akan kubasuh, Dengan kulit yang menjelma embun katamu Membiarkan purnama cemburu. Aku menunggu, Manakala jenuh memayungi dua katup matamu Akan kusibak, Dengan rupa yang menjelma kejora katamu Membiarkan langit membisu.
“Ketimbang mengasuh singa,” Mata lakimu memanah. Tepat di dada. Berdarah.
Lelaki yang Lahir dari Abu
Dua hewan melombat dari bilik. Ular dari perutmu. Singa dari kepala lakimu. (Gorong-gorong, 2014)
Engkau lahir dari abu. Hidup atas ketiadaan. Akuilah, kau berbapak api berinduk kayu! Usahlah tambatkan hatimu pada tungku. Usahlah! O, lelaki yang tercipta dari abu. Tungku bukan peraduan untuk mencinta. Mencipta. Ia hanyalah bakung yang tiada akan kaujumpa di kerontang tanah.
(Surau Balai, 2014)
(Lorong, 2014)
Bergiat di Rumahkayu Indonesia
*