Edisi 140

Page 1



Wisuda Ke 76, Dies Emas dan Ibu Rahima Ahmad (Almh)

D

i kala aku bersama calon wisudawan lainnya berdiri di aula dalam rangkaian sebuah latihan/gladi untuk menghadapi acara wisuda ke 76, yang akan diselenggarakan pada Sabtu, 24 September 2016, kakiku agak gemetaran. Saat dinyanyikan lagu lagu syahdu mengiringi prosesi masuknya (premomiri) Rektor, Senator ke ruangan, tanpa di sadari air mataku berlinang. Dan kesyahduanku semakin larut, spontan terbayang olehku sosok ibunda H. Rahima Ahmad MA (almarhumah), Pencipta Mars dan Hymne IAIN Imam Bonjol pada episode-episode 1970an1890an. Penggagas sekaligus pembina Paduan Suara IAIN Imam Bonjol Padang. Karya besar dan luar biasa beliau berupa Mars dan Hymne IAIN Imam Bonjol yang tetap menggema setiap acara wisuda, perlu direnung, apalagi menjelang dies emas 29 November 2016. Mars IAIN Imam Bonjol merupakan lagu bernada sedang (bariton), tinggi (sopran), dan rendah (bas) berkombinasi, bertempo agung, tenang, optimis, berjiwa Pancasila, dan mencerminkan cita-cita Institut. 1 Kemudian, Hymne IAIN Imam Bonjol merupakan lagu bernada sedang (bariton), bertempo lembut, berwibawa dan mengandung makna pujian, berjiwa Pancasila dan mencerminkan cita cita Insitut. Beliau dilahirkan di Bukittinggi, tanggal 20 Mei 1940. Beliau mempunyai hoby dan kegemaran dalam bidang seni, musik, tari dan nyanyi. Tidak tanggung- tanggung, untuk hobi ini beliau sempat kursus piano (6 tahun), biola (6 tahun) di Indonesia dan Cairo (saat beliau belajar di Kulliyatul Banat Al Azhar Cairo (tamat tahun 1970). Pendidikan beliau sebelum ke Mesir adalah mulai SR (SD) di Bukittinggi (tamat 1951), PGAP di Padangpanjang (tamat 1953), dan PGAA di Padangpanjang (tamat 1956). Terhitung 1 Mei 1973,beliau diangkat sebagai calon pegawai sebagai Penata Muda/Asisten Ahli Madya pada Fakultas Ushuluddin IAIN

Raichul Amar Pensiunan Dosen Fakultas Adab dan Humaniora Imam Bonjol di Padangpanjang, dengan gaji pokok Rp. 3.100. Kemudian karena adanya kebijaksanaan rasionalisasi IAIN di Indonesia, maka terhitung 1 Mei 1980, beliau beserta 15 orang dosen dan pegawai Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padangpanjang dipindahkan melalui surat keputusan Rektor (Drs. M. Sanusi Latief), tanggal 28 april 1980 No. 73/B.II/4/IAIN-80 (kepindahan ini tidak membawa perobahan pangkat dan golongan gaji, dan biaya kepindahan ini ditanggung oleh Negara). Setelah menetap di Padang, maka prakasa dan kreasi dalam upaya merealisir gagasan beliau dalam membentuk Paduan Suara IAIN Imam Bonjol, dapat dilakukan secara lebih intensif. Akan tetapi, gagasan dan upaya beliau itu tidak selalu berjalan mulus. Banyak tantangan dan hambatan yang beliau hadapi. Tahun 1970an, gema - gema nyanyi bersama dalam bentuk grup paduan suara belum begitu diterima oleh masyarakat, apalagi kalangan kampus perguruan tinggi agama. Untuk itu, sempat juga kena lembaran batu dari oknum-oknum yang memang tidak berkenan dengan grup nyanyi bersama melalui paduan suara ini. Akan tetapi

dari segelintir yang tidak setuju, tentu ada juga yang setuju. Yang setuju itu sempat mendorong beliau, dan bahkan sempat menjadi tim kerja beliau. "Untung ada Huda (Dra. Hj. Huda Hanum/pensiunan dosen Fakultas Ushuluddin), dan si Men (panggilan harian nama penulis/pensiunan dosen Fakultas Adab)). Kalau ndak, ibuk alah patah hati.” demikian pernah beliau ungkapkan. Menghadapi Dies Natalis ke 50 IAIN Imam Bonjol Padang yang jatuh pada 29 November 2016, yang akan datang, sudah waktunya mulai ditelusuri jejak langkah pendahulu yang sempat berkiprah pada berbagai bidang dalam mata rantai sejarah perjalanan panjang IAIN Imam Bonjol Padang sejak 29 Nopember 1966. Dilakukan inventarisi, ditulis biografi dan kegiatan ringkas, dan terakhir diberikan penghargaan. Di kampus ini sudah cukup banyak yang berkiprah, berkreasi, dan melakukan apa yang sedikit banyaknya sempat mengharumkan almamater. Sangat sayang, apabila kita melupakan mereka. Berikan penghargaan. Kalau mereka sudah meninggal, abadikan nama nama mereka untuk beberapa ruang/gedung yang pantas diberi nama. Diundang, keluarga mereka yang masih hidup. Terkait dengan kiprah bidang kesenian oleh Ibuk Rahima Ahmad. Baik mars dan hymne itu, telah digoreskan dalam statuta terbaru. Setiap wisuda keduanya sudah dinyanyikan oleh tim paduan suara. Bagaimana karya seni ini dihayati oleh seluruh warga kampus. Di Bandung, dalam sebuah Dies sebuah perguruan tinggi ternama, penulis sempat menyaksikan, seluruh hadirin ikut aktif mengikuti alunan nyanyi paduan suara Mars dan Hymne almamater mereka. Termasuk juga senator/dosen yang sudah sepuh, tapi belum pensiunan. Kapan yang begini-begini tampak di kampus. Selamat Memasuki Usia 50 tahun almamaterku, IAIN Imam Bonjol tercinta.

UKM Tertuduh!! “Mana ini pembinanya? Mana WD tiga? Mana WR tiga? Mengapa dibiarkan anakanak UKM ini berkhalwat, berpasang-pasangan, sampai tengah malam begini!” demikian salah satu bunyi sinyalemen yang menjadi bahan evaluasi rapat Wakil Rektor III Dr. H. Alkhendra, M.Ag. dengan para WD III, pembina UKM dan pimpinan-pimpinan UKM se-IAIN Imam Bonjol Padang, Jum’at, 23 September 2016 lalu. Sinyalemen yang menohok dan menuding ke jantung unit kegiatan mahasiswa di kampus ini. Berbagai tanggapan, analisa, dan pembelaan muncul, akhirnya mengerucut pada ketentuan batas waktu kegiatan mahasiswa yang menurut tata tertib harus berakhir jam 17.30 setiap hari kerja, tanpa kecuali. Tapi, disinilah terjadinya dilema besar bagi UKM, terutama yang membutuhkan kegiatan di malam hari. UKM Teater Imam Bonjol, misalnya. Untuk pementasan akbar di Taman Budaya Padang minggu ini, mereka telah berlatih sejak tiga bulan yang lalu. Latihan tentu saja harus berlangsung malam hari, terutama karena seluruh kru adalah mahasiswa dari

Sheiful Yazan Dosen di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi seluruh fakultas di kampus ini. Jadwal kuliah mereka beragam, dari jam 7.00 pagi sampai jam 17.30 sore. Kalau tidak boleh latihan malam hari, tentulah mereka terpaksa membatalkan perkuliahan. Sesuatu yang absurd, meninggalkan kuliah demi kegiatan. UKM Tapak Suci punya dilema yang senada. Sebagaimana umumnya UKM bela diri lainnya, Tarung Drajat, atau anak yang masih belum punya kamar, PSHT, Persaudaraan Setia Hati Teratai, yang sudah lebih dua tahun baru punya izin latihan, dan be-

PUISI

Sajak mawar terluka Mawarku semerbak ditangkai berduri Berkelopak mengiringi desahan angin Tak mengerti, menyesak memang ketika luka dibaluti warna seindah pelangi Petik saja jika kau hendaki Meracuni arah ke senja, kelam Busuk Melangkah dijalan berliku Ahhh…., bual saja dari mulut telanjangmu itu Menyulam rasa demi hari perhari yang tak berarah Berhenti…! Tak mungkin Semua terbentang dipelupuk

lum jelas kapan berubah statusnya. Mereka berlatih harus malam hari, karena waktu tersebut lah yang ideal dan memungkinkan, dan tidak mengganggu perkuliahan. Prestasi-prestasi yang mereka torehkan, atau kegiatan mereka yang berskala daerah, sampai nasional, semua dilatih dan digalang di malam-malam sepi di kampus ini. UKM lain, seperti Pramuka, misalnya, kadang memerlukan bermalam-malam untuk persiapan sebuah kegiatan perkemahan. Redaksi Suara Kampus perlu sidang dan

Kata menguap membakar bungaku, kejam…! Beranjaklah kau kurap Jika akan kembali menggores luka di bungaku

Berkisah di kasih yang usai Kisah ini tak seperti kasih yang dulu Meraup gerumunan ranting kasih yang terkisah Daunnya usai dan terhempas Kerontang, mengemis secuil hembusan hidup dari akar Setidaknya jangan lepas jala itu Selama mungkin ia akan mengelantung meski harapan mulai usai Sudahlah kasih Kisah ini telah usai Hanya menunggu hingga bila lembar kisah mungkin tak akan kerontang lagi

persiapan percetakan sampai jam 3.00 dini hari. Pertanyaannya adalah: UKM kah yang disinyalemen melakukan aktivitas yang meresahkan atau melanggar susila seperti yang dituduhkan itu? Bukankah mereka berkegiatan di bawah tanggung jawab pengurus yang jelas? Jangan-jangan UKM hanya jadi tertuduh. Oknum yang berbuat, sangat mungkin bukan mereka yang sedang berkegiatan di UKM. Atau mungkin bukan anggota UKM. Perlu ada peta yang jelas tentang UKM mana yang berkegiatan. Satpam tinggal b er koord ina si de ng a n pe nang gung jawab kegiatan, atau ketua UKM. Menutup mati kegiatan malam UKM bukan solusi. Alih-alih hanya mematikan kreativitas dan produktivitas yang sudah positif, yang mungkin sangat berperan membesarkan nama kampus tercinta, IAIN Imam Bonjol Padang. Semoga ada solusi yang elegan, untuk kejayaan IAIN di usia setengah abad ini.

Laginya tiga kalikan saja, kawan laginya tiga kalikan saja kawan mungkin kau tak akan tau jika lagiku telah tiga kali hingga usai aku berlagi tiga kali kau masih merayapi lembaran hampirmu sudahlah, lagi ku sudah tiga kali aku disini, tidak merayapi tapi meniga kalikan lagiku lagi kau tak tau hingga puisi ini usai lagiku menindih hampirmu Nurwidya Anggraini *Penulis adalah mahasiswa Jurusan IPA-Fisika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan aktif di UKM- Teater Imambonjol


CERPEN

Di Busa Tangan Ibu Nurwidya Anggraini* “Dibusa ini Bu, ku tiup cinta pada hentakan angin yang membawa gelembungku ke sela-sela awan yang berarak” Namaku Nadia, Asyifatun Nadia lengkapnya. Kata ibu artinya nadia sebagai pengobat luka. Ibuku bernama Wardiah. Ia seorang buruh cuci di sebuah rumah sakit milik pemerintah di daerahku, Arosuka, Solok. mengenai ayahku, aku punya cerita khusus tentangnya. Ceritanya sangat panjang, kira-kira dari sini hingga ke hitungan jam berikutnya tak akan usai. Semenjak dalam kandungan hingga di usiaku yang ke empat tahun. Ibu selalu membawaku menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Wajar saja di usia yang sedini itu aku sudah hafal lika-liku rumah sakit yang seluas kurang lebih dua hektar itu. Jika kamu ingin bertanya ini dan itu maka tak salah jika kamu bertanya padaku, dengan senang hati aku akan menjadi tour guide-nya. Kembali aku membuka lembaran kisah beberapa tahun silam, kala itu setiap hari aku mengekori ibu. Menemaninya menyusuri setiap sudut rumah sakit untuk mengumpulkan helaian rezeki kami. Kirakira pukul tujuh kurang seperempat ibu telah mengumpulkan lima keranjang kain kotor setinggi dua kali tinggi badanku. Lain lagi pukul lima sore, bisa lebih atau kurang dari sebelumnya. Aku juga ikut membawa helaian kain itu. Tapi hanya baju bekas operasi milik Dokter Irwan. Karna baju itu selalu tercium wangi meski terkadang ada percikan merah membekas. Masih terbayang dalam benakku bahkan ia terlukis pada secangkir gelas merah yang tengah ku genggam ini, ketika dulu aku dan ibu menempuh perjalanan berbukit untuk sampai di rumah kami. Jaraknya tidak jauh, sekitar lima menit perjalanan, tapi bagiku sangat melelahkan. Walaupun begitu aku tak mau di pangku ibu, aku tak ingin menambah cucuran keringatnya. Cukup keranjang baju saja yang ia gendong. Dan Aku tak usah. Tumpukan cucian telah mengantri di depan mataku. Ibu bersiapsiap dengan sejuta jurus cucinya. Mengucek, menggosok, dan menjemur. Cucian itu beragam bentuknya, seperti tutup kepala, alas kasur, baju dan kain gorden yang sangat lebar. Eits, jangan salah itu bukan kain gorden rumahku. Bisa jadi itu adalah kain gorden rumah sakit atau kain gorden milik tetangga. Rumahku tak butuh kain itu. Karena jendelanya hanya setinggi satu di kali setengah meter. Terbayangkan jika jendela seluas itu diberi kain gorden. Bisa jadi menutupi hampir seluruh bagian rumahku. Kala itu aku sangat senang membantu ibu. Mengucek kain rendaman dalam ember yang penuh busa putih nan cantik. Sesekali aku meniupnya, melihatnya mengambang di udara, sangat indah sekali. Alih-alih ia meletup, terkadang tepat di wajahku. Eh ada satu hinggap di kerudung ibu, taps… kucongkel, tapi ia meletup dan membekas basah di kerudung ibu. Ibu tidak marah, ia sangat jarang sekali marah. Meski aku sering mengganggu dan meronta-ronta tidak jelas padanya. Ia sangat sabar sekali menghadapi nakalku. Senyum indahnya tak pernah hilang di pelupuk mataku. Bersamanyaku ukir mimpi di tonggak asa yang tak akan pernah tumbang walau diterjang badai sekalipun. Welldone, beberapa cucian siap dijemur. Tapi ini bagian yang pal-

ing menjijikan. Helaian kain yang tersisa adalah kain yang paling kotor dan banyak noda. Berupa kain putih dihiasi bercak merah dan berbau amis yang menyengat. Bahkan kotoran kuningpun melekat, wuiihh.. sangat menjijikan. usai mencuci ibu selalu terlihat mengigil. Tapi sepertinya ia sudah terbiasa dengan itu. Dinginnya air di daerah kami ibarat batu es yang mencair seolah-olah telah bersahabat dengannya. Akupun ikut merasakan ketika ibu menepuk-nepuk lembut perutku saat tidur. Dinginya tangan ibu terasa hingga ke ruas-ruas tulangku. Tapi tanpa tepukan itu mataku tak mampu terpejam. Seperti biasa setelah shalat subuh ibu mendandani dan membalutiku dengan baju gamis putih berbaur merah pekat, serasi sekali dengan kerudungku yang berwarna sama. Tak lupa jua aku menyampingkan tas kecilku di kanan. Meski tak berisi apa-apa tapi aku tetap menyampinginya. Hari ini terasa sedikit berbeda tas kecilku di ganti dengan sebuah tas sandang Barbie merah muda, cantik sekali tas itu, aku sangat menyukainya. Meski kadang tanya bergentayangan di benakku tentang tingkah ibu padaku pagi ini akan tetapi aku redam dengan senyuman saja. Mungkin di jalan nanti aku akan menyemai tanya itu pada bongkahan tanah yang memadat. Kami kembali berjalan menyusuri jalan setapak belakang rumah sakit. Jika berbelok ke kiri maka arah depan gerbang rumah sakit, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Hanya mengekori ibu tugas ku. Kami tiba di suatu tempat yang sangat ramai. Mobil mewah berjejeran disekitarnya, nampak beberapa anak keluar dari mobil itu. Melihat dari baju yang dikenakannya, aku yakin mereka adalah anak dokter atau perawat yang menetap sekitaran rumah sakit ini. Setibanya di sana ibu langsung bercakap dengan ibu-ibu sebayanya. Mereka terlihat akrab tapi tak semuanya yang ku kenal. Dari sebuah pintu seorang wanita paruh baya berseragam coklat dibaluti kerudung merah menghampiri kami yang sedang berkerumun. Kata ibu, namanya ibu guru. Aku menyalaminya. “Selamat pagi Ibu gulu” maaf lidahku selalu terseleo tiap kali menyapa ibu itu. Tiba saatnya ibu meninggalkanku di sekolah. Ia melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan untuk sementara hingga aku pulang nanti. Saat itu air mataku jatuh, tapi aku tak mendampinginya dengan rengekan. Kata ibu aku anak baik, kuat dan manis, anak manis tak boleh nangis. Berulang ia katakan itu padaku.Tak seperti bakal calon temanku ini, ia meronta-ronta pada ibunya. Ia tak ingin ditinggal di sekolah. Ia menangis di pelukan ibunya. Rambutnya yang sedikit kribo menambah kesan pertama nan burukku ter-

hadapnya. Kau terlalu manja kribo, kutukku padanya. Akau tak sadar bahwa aku juga mengutuk diriku sendiri. Entah mengapa pikirku masih tetap tertumpu pada sosok anak kribo itu, terlalu naif pikirku. “Sepertinya mulai hari ini rutinitasku berganti, begitupun dengan ibu” Pada lembaran ini aku Masih merasakan hangatnya lilin yang melekat di kue ulang tahunku pada dua puluh dua Februari, perayaan tujuh tahun usiaku. Saat itu Ibu sering kali menyuruhku melingkari tangan di kepala, kata ibu itu pertanda aku akan menjadi siswa Sekolah Dasar. Tapi entah kenapa hari ini ibu terlihat murung. “Tak bahagiakah ia melihat ku tumbuh” Aku sangat mengingat suatu hari disaat ibu usai mengurus pendaftaranku di Sekolah Dasar.

Doli

ilustrasi Axvel Gion Revo

Kami menemui seseorang yang tak biasa. Laki-laki itu sebaya dengan ibu. Di tangannya aku melihat ada beberapa bungkusan kain, berisi seragam merah putih, berikut tas, sepatu dan beberapa alat tulis. Tiba-tiba pria itu memelukku, sementara itu ibu hanya diam memaku. Sontak, aku terkejut dan mendorongnya menjauh dariku. “Ini ayah nadia” Aku menjauh untuk menghindarinya. Aku tak berkata apa-apa. Mataku menatap ibu penuh tanya. ”Dia ayahmu Nadia, dia yang selalu kau tanyakan”. Memang semenjak aku sekolah taman kanak-kanak aku sering bertanya pada ibu tentang sosok ayah. Sebelumnya aku tidak mengenal apa dan siapa ayah itu. Namun, semenjak si kribo teman sekelasku menyapa Dokter Irwan sebagai ayah. Aku menjadi detektif pencari ayah. Sejak peristiwa itu aku sering dikunjungi ayah. Ia Memberiku beberapa lembar rupiah. Tapi aku tak kunjung akrab dengannya. Hari-hari punku lalui. Jenjang sekolah punku tingkati. Di usia sekolah menengah pertama ayah mulai mengajakku berkunjung ke rumahnya. Disana aku bertemu wanita sebaya ibuku. Ayah bilang itu juga ibuku. Tapi aku tak terbe-

sit memanggilnya ibu. Ibuku hanya satu. Aku Tak seperti ayah yang menduakan ibu. Tak hanya itu aku juga dikenalkan pada sosok wanita muda tiga tahun lebih tua dariku. Kata ayah dia kakak ku. Setauku, akulah si semata wayang ibu. Tak sudi jua ku panggil dia kakak. Dua wanita ini sedikit baik. Hanya sedikit, mungkin karena aku tidak menyukai mereka. “Week end ini kemanakah destinasi kita?” Lamunanku pecah karena deringan telepon genggam yang mengantarkan pesan itu padaku. “Maaf, aku pulang saja” balasku seadanya Libur akhir semester, libur tahunan, week end atau entah apa itu, Aku sangat membencinya. Karena ia mengingatkanku pada ayah dan wanitawanita itu. Saat musim liburan tiba ayah akan datang menjemput dan membawaku ke rumahnya di ibu kota, berlibur, katanya. Sebenarnya aku tak ingin berpisah dengan ibu. kata ibu biaya sekolahku akan semakin mahal. Usia ibu yang semakin bertambah membuat daya cucinya tak seperti dulu. Jika berkunjung kerumah ayah aku akan membawa sedikit rupiah bekal semester berikutnya. Terkadang aku datang sendiri ke rumahnya. Modalku hanya nyali, tekad yang kuat untuk menjadi orang terpelajar. Aku tak berharap kasih sayang sepenuhnya dari ayah yang telah ia bagi itu, tapi hanya mengharap lembaran rupiah bekal pendidikanku. Tak jarang aku mendapat perlakuan yang tak menyenangkan. Kala itu wanitanya menyuguhiku sepiring nasi dingin dan terasa agak basi. Ku redam saja air mata, ku biarkan ia jatuh kehati membasahi sukmaku yang kerontang. Tak jarang aku dapati ayah sedang bercanda dengan kedua wanita itu, ia acuh saja padaku. Aku tak berkata apaapa, hanya salam lalu duduk dan sedikit menyunggingkan senyum pada mereka. Kepedihan berkunjung ke ibu kota selalu beragamku alami. Tapi tak membuatku goyah. Meski tak dapat kasih sayang, setidaknya percikan uangnya juga akan membasahiku. Aku bertahan di sana dua atau tiga hari saja. Aku tak sanggup menahan rindu terlalu lama pada ibu. Wajahnya selalu menghiasi malamku. Saat ibu tak menepuk lembut perutku. Aku menepuknya sendiri, memejamkan mata sambil membayangkan senyum manis ibu. Tanpa ibu aku hanyut dalam malam yang hanya dihiasi wajah ibu. Dulu prestasi sekolahku juga tak tanggung-tanggung, beragam kompetisiku ikuti. Meraih piala dan amplop penghargaan adalah target ku, tak lain hanya untuk bekal jenjang sekolah yang lebih tinggi. Berbekal ilmu aku diterima di sebuah perguruan tinggi di ibu kota.

Selembar lagi ingatanku ku buka, aku teringat raut ayahku yang kini entah dimana. Keberadaannya lenyap entah kemana. Sudah beberapa kali aku berkunjung kerumahnya, namun nihil. “Sudahlah, tak usah pikir lagi” sahutku menghasut diri Aku meyakini doa ibu mengiringi langkahku. Pekerjaanku sebagai tenaga pengajar di perguruan tinggi ini adalah berkat doanya. walau hanya lewat telepon genggam aku tak jarang menghubunginya. Lelahku seakan terobati saat ku mendengar suaranya. Air mata ku akan hilang saat mendengar tawanya. Sudah berulang kali aku mengajaknya untuk tinggal bersamaku. “Di sini adalah hidupku, terlalu banyak kenangan yang harusku tinggalkan” jawabnya Aku pasrah, maka setiap akhir pekan aku selalu pulang menemui ibu. ronanya selalu berubah saat aku datang, senyuman rindu menyambutku. Menciuminya yang semakin renta membuat mataku berkaca. “Aduh… Banyak sekali ini, hanya buang-buang uang saja” Selalu itu yang ia katakan saat aku membawa bekal untuknya. Hari ini aku mengajar tak karuan, darahku terasa mundur maju. Aku tak lagi terfokus pada matakuliah yang ku ampu. Ingatan tentang ibu tak kunjung hilang. Jantungku terasa berdegub kencang menyuarakan nama ibu. “Rrrrrrrriinnggg…..rrrrriinnggg” Berkali telepone genggamku berdering. Lututku menggigil menyahut panggilan itu. “Pulanglah nak, ibu merinduimu berhari ini” Suara ibu begitu lusuh, aku tak kuasa menahan air mata yang mulai pecah berderai. Sesaat aku tak berkata apa-apa, menahan air mata. Percakapanku dengan ibu tak begitu lama. Sisa waktu masih dua perempat jam lagi, tapi aku menyudahi kelas hari ini. Percuma jika aku disini tapi jiwaku bersama ibu. “Cuti selama sepekan ini mungkin tak akan apa” Laju sepeda motor yang ku kendarai kala itu terasa melambat. Padahal kecepatanku sudah di atas ratarata. Rasanya aku seperti berpacu dengan waktu. Beberapa jam ku tempuhi perjalanan ini, di rumah aku mendapati ibu terbaring di kamar dan wajahnya sedikit pucat. Ku belai rambutnya yang mulai memutih. Kehadiranku disini membuat ia terjaga. “Nadia, kau sudah datang, cepat sekali. Sudah berapa kali ibu bilang jangan terlalu kencang mengendarai motormu” suaranya terdengar lemah, ku dekap ia dalam pelukanku. lagi-lagi air mataku pecah berderai. “Aku tak apa”balasku Aku merasakan dekapan ibu begitu kaku, tubuhnya tak lagi sehangat dulu, terus saja aku mendekapnya meski ia tak lagi mendekapku. ”Ibu lemah, ibu tak lagi setegar dulu. Kenapa hari ini ibu menjadi lusuh dan menyerah”. Aku mengutukinya. Tubuhnya yang putih kaku tak mampu berkata apa-apa. “Ibu, aku tak sanggup melihat hidupmu berakhir ditempat dimana kau menghidupiku”*** *Penulis adalah mahasiswa Jurusan IPA-fisika fakultas tarbiyah dan keguruan dan aktif di UKM- Teater Imambonjol


Empat Tahun di Lubuk Lintah Yogi Eka Sahputra

M

asih jelas diingatan saya ketika awal masuk kam pus IAIN Imam Bonjol Padang di Lubuk Lintah. Kira-kira Agustus 2012 tepat sehari sebelum melaksanakan Orientasi Pengenalan Akademik Mahasiswa (OPAK). Awal masuk saya disuguhkan dengan gerbang kampus yang masih sederhana. Pondasi pembangunan gedung besar sudah siap di sebelah kanan, itu dia pondasi gedung rektorat yang sedang dalam pembangunan pasca gempa 2009 lalu. Gedung tersebut tepat didepan masjid kampus. Saya terus masuk kedalam kampus, semua gedung masih terlihat jelas bekas-bekas gempa empat tahun silam. Salah satunya mushala Fakultas Ushuluddin yang tidak difungsikan lagi begitu juga dengan gedung yang lain terdapat retakan dimana-mana. Rumput-rumput ilalang tumbuh subur hampir disetiap taman gedung dan sudut kampus. Beberapa ekor kambing setiap harinya melalap sedikit demi sedikit rumput tersebut. Bayangkan saja kambing berkeliaran di kampus ini. Menjadi mahasiswa undangan kampus Islam terbesar di Sumbar merupakan sebuah kebangaan. Saya pikir saya yang paling beruntung dari ribuan teman yang ingin kuliah. Sepertinya hari itu saya tidak seberuntung teman yang lain. Masuk kuliah pertama kali alangkah bahagianya. Tak ubah seperti belajar pertama ketika masuk bangku ketika masa putih abu-abu. Baju baru, sepatu baru, buku baru semuanya serba baru. Karena itu bentuk kebahagian setelah akhirnya menjadi mahasiswa. Berjalan beberapa bulan perkuliahan, banyak hal yang mulai tidak masuk akal.Tepat seperti yang saya rasa ketika awal

masuk kampus ini. Beberapa kejadian terlihat tidak ideal, sederhananya ada realita yang tak semestinya. Inilah sebuah masalah. Berlanjut saya menyimpulkan ini bukan masalah biasa, ketika sebagian teman tidak dapat kursi saat kuliah, atau menyaksikan mahasiswa kuliah dilapangan karena kekurangan lokal. Bahkan hingga persoalan kecil hanya dipandang sebelah mata, contoh saja rambu-rambu jalan yang sepertinya tidak terurus dengan serius, platfon ruangan perkuliahan yang mulai mengkhawatirkan, kambing yang kuliah seenaknya saja. Berpikir seperti ini mungkin bentuk semangat mahasiswa yang mulai muncul, entahlah. Semoga mahasiswa hari ini merasa apa yang saya rasakan saat itu. Masih ingat kejadian Agustus 2013, ketika runtuhnya platfon gedung Student Centre yang mengakibatkan beberapa mahasiswa luka-luka. Akhirnya kekhawatiran saya memakan korban juga. Masalah yang saya pikir biasa saja hampir menelan korban nyawa. Dati tahun ke tahun permasalahan terus terjadi. Sebanyak 144 mahasiswa baru tidak bisa melaksanakan OPAK pada waktunya. Permasalahan ini karena IAIN menerima mahasiswa baru melebihi jumlah yang dianggarkandalam Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL). Selama empat tahun saya kuliah, itu sebagain kecil permasalahan yang ada. Tentu ini tulisan tidak hanya kritikan saja. Ada sebuah teori nyata yang mungkin mampu mendekatkan sesuatu kepada idealnya. Mudah-mudahan teori ini menjadi solusi nyata untuk semua problema kampus kita. “BARG” dan Tuhan Sebagian kecil mahasiswa mungkin kenal dengan Yohanes G.

Pauly. Dia adalah salah seorang Business Coach Terbaik Tingkat Dunia di Top 100 Business Coach in the Worlddan pemenang Business Coach of the Year di Coaches Choice Awards se-Dunia di Spanyol. Apalagi dalam dunia motivasi, nama Yohanes G, Pauly mungkin sudah tak asing lagi. Ia salah satu contoh orang yang sukses diusia muda. Ia lahir ditengah keluarga miskin, tapi itu tidak membuatnya berhenti berjuang mengarungi kehidupan. Acap kali pengalaman hidup ia jadikan bahan ketika memberikan pelatihan. Ada konsep kiat sukses bagi diri Yohanes disebut dengan “BARG”. Dalam persamaannya (BxAxR)^G=Succes. Dimana B adalah belief (kepercayaan), A adalah action (aksi), R adalah response, kemudian dipangkat G adalah God (tuhan). Konsep ini diyakini akan bermuara kepada kesuksesan. Permasalahan kampus tidak ubah permasalahan sebuah diri seseorang yang ingin mencapai kesuksesan. Mari kita coba mengunakan konsep “BARG” yang mampu mengubah sebuah diri Yohanes menjadi sukses. Permasalahan tersebut tidak bisa soal saling percaya saja, tidak bisa hanya dengan aksi yang luar biasa bahkan tidak bisa dengan sujud kepada tuhan semata. Kita mulai dari belief atau kepercayaan. Kepercayaan dalam sebuah diri, intitusi ataupun kelompok sangat diperlukan. Baik percaya kepada orang lain maupun percaya kepada diri sendiri. Bagaimana kampus ini mengambarkan sebuah rasa percaya, percaya untuk melaksanakan sesuatu atau percaya terhadap teman kerjanya. Bayangkan saja jika rektor tidak percaya kepada wakilnya, dekan tidak percaya kepada staffnya. Ketika menjadi wartawan kampus hal seperti itu rentan saya

alami. Ketika saya wawancara ada pimpinan yang menyalahkan staff, ada juga staff yang menyalahkan pimpinan. Mempunyai belief yang tinggi tangga awal mengapai kesuksesan, kampus yang saling memiliki kepercayaan antar sesama berarti kampus yang mendekati garis kesuksesan atau kejayaan. Selanjutnya action. Action tentu langkah setelah sebuah perencanaan sudah matang baru dieksekusi dengan tindakan. Aksi harus memiliki eksekutor yang benar-benar handal tidak abalabal. Apalagi di zaman yang serba digital. Jangan sampai nepotisme meraja lela dipundak para pemangku kepentingan karena itu berpengaruh kepada kesuksesan. Ibaratkan kampus ketika sebuah perencanaan pembangunan sudah matang dan penuh keyakinan tentu perlu tindakan. Misalnya saja pembangunan rektorat yang tak kujung rampung sampai sekarang, entah bagaimana pelaksanaan berhenti ditengah jalan. Belum lagi soal birokrasi yang kadang-kadang membuat sakit hati. Kemudian response. Respon adalah apa yang harus dilakukan terhadap hasil dari sebuah tindakan. Ketika tindakan ada masalah apa solusi yang ditawarkan. Ketika tindakan gagal apa langkah selanjutnya. Respon cepat itu yang perlu dilakukan. Kampus dengan segudang permasalahan dampak respon yang terlalu lambat. Misal saja prosesi wisuda ke 76 ini yang dinilai sederhana. Pasalnya gedung yang biasa digunakan mendadak direnovasi. Kalaulah perencanaan matang, dengan segala kemungkinan dan respon cepat tentu sudah ada solusi yang lebih ideal yang tidak akan menzalimi ratusan wisudawan. Sekarang kita bicara tentang tuhan. Kepercayaan, tindakan, re-

spon tanpa tuhan akan sia-sia. Melalui persamaan (BXAXR)^G. Kita contohkan dalam sebuah soal, sebut saja namanya Budi. Si Budi mempunyai kepercayaan untuk sebuah bisnis sebesar 10 poin, dengan tingkat tindakannya sebesar 10 poin juga dan respon terhadap hasil tersebut 10 poin. Berapa tingkan kesuksesan Budi, ketika budi tidak memiliki hubungan yang baik dengan tuhan, G=0?Coba kita kalikan 10 x 10 x 10 = 1000 dipangkatkan 0. Maka hasilnya kesuksesan budi berada pada anggka 0,001. Sederhana sekali jika tingkat sukses sebesar itu. Begitu juga dengan keadaan kampus. Tidak hanya tentang kampus, konsep ini bisa juga digunakan dalam kepribadian. Kepribadian yang menginginkan kesuksesan. Lihat saja tingkat kepercayaan diri anda, tindakan anda, respon anda dan sedekat apa anda dengan tuhan. Mari kita lihat tahun ini, masih sama keadaannya seperti tahun 2012 lalu meskipun sudah ada beberapa kemajuan. Semua upaya memang dilakukan tapi masih saja bertemu rintangan. Mengurus kampus tidak hanya bisa dengan sujud semata, apalagi meninggalkan itu semua. Perlu sinergi untuk semua elemen, saling percaya (belief ), mempunyai tindakan yang nyata (action), memiliki respon (response) serta selalu bertaqwa kepada yang maha esa. Seperti dalam ayat al-QuranYa ayyuhalladzina amanu ittaqu Allaha haqqa tuqatih, wa la tamutunna illa wa antum muslimun. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama Islam.Ujungnya semua kembali kepada diri anda, itu.

Sarjana dan Faktor Lucky Rosi Elvionita

M

impi adalah kunci utuk kita menaklukkan dunia, berla rilah tanpa henti hingga engkau meraihnya, itu lah penggalan lirik lagu nidji, ya mimpi memang harus diwujudkan dengan berbagai cara dan usaha. Salah satu cara dan usaha tersebut adalah dengan menapaki jenjang pendidikan, mulai dari taman kanakanak hingga perguruan tinggi. Empat tahun berkecimpung di dalam kampus, hingga gelar sarjana diraih. Sarjana mungkin bagi sebahagian orang adalah sebuah gelar yang diperoleh dengan susah payah sebagai jembatan mencapai impian. Sarjana, satu kata berjuta makna. menurut sebahagian orang , sarjana itu sukses, prediket amat baik, wisudawan terbaik, kebanggaan orang tua dan yang paling

buruk calon pengangguran. Ya banyak orang picik yang beranggapan Sarjana bermakna menganggur, karena beberapa kasus sarjana memang seperti itu adanya. Jika diamati, euforia sarjana sudah terasa semenjak mendaftarkan wisuda. Kenapa demikian? Ya sarjana muda, harapan banyak orang, berbagai hal dilakukan sebelum wisuda, mulai dari mempersiapan salempang, seragam wisuda, toga, make up dan lain sebagainya, jika ditelusuri lebih lanjut banyak yang memaparkan, sarjana hanya sebuah kata yang akan menjadi ranjau bagi perasaan setiap orang, kenapa tidak ?. Buat apa sarjana kalau ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga saja, atau buat apa sarjana kalau hanya jadi pengangguran. Sebenarnya dikembalikan

pada pribadi masing-masing, sederhana saja, anggapan beberapa orang yang menyatakan kalau sarjana rumah tangga itu hanyalah ejekan dari orang-orang yang tak tahu menahu. Beberapa orang berpendapat jika sarjana hanya menambah angka pengangguran saja. Tetapi hal ini juga banyak dibantah oleh beberapa masyarakat lainnya. Ada kalanya nasib dan keberuntungan sangat berpengaruh. Dalam hal ini, menganggur bukan hanya masalah usa ha da n doa , t e ta pi j ug a masalah faktor lucky. Terkadang wisuda hanya simbolis saja bagi mereka yang tak menginginkan kerja. Tapi bagi sebahagian orang lagi yang sudah memiliki skill tentu wisuda tak menjadi hal yang terlalu berpengaruh. Tapi apa hendak dikata,

zaman sekarang ijazah harus seimbang dengan skill. Ijazah perlu, skill harus. Akan tetapi tak bisa dinafikkan, faktor lucky memang berpengaruh dalam proses ini, sarjana ataupun dapat kerja faktor lucky merupakan hal yang mengantarkan pada kesuksessan, sejatinya menjadi sarjana rumah tangga, sarjana dengan skill ataupun sarjana yang sukses dengan posisi terbaik di perusahaan tertentu semuanya butuh proses dan juga faktor lucky. Banyak hal yang dipertanyakan oleh masyarakat hari ini, sebenarnya apa hubungan ijazah dengan pekerjaan dan keberuntungan, tentu saja ada hubungannya, semua hal ini harus dijalani dan diwujudkan, Walaupun hari ini skill seseorang sangat luar biasa,

tetapi ijazah juga sangat mempengaruhi. Jika sudah ada ijazah dan skill, ttetapi jika keberuntungan tak berpihak padanya seseorang juga tak akan bisa jadi apa-apanya, ya intinya tetap menganggur lagi. Jadi faktor lucky juga sangat diharapkan. Jika diamati keseimbangan antar ketiga hal tersebut mampu membawa sarjana kepada mimpinya. Jadi mau memilih sarjana ataupun menganggur tanpa danya keberuntungan percuma saja, sebaliknya apa gunanya ijazah sarjana kalau tidak berusaha mendapatkan pekerjaan, kata orang kerja itu yang akan menjari seseorang jika memiliki skill, tapi apa artinya skill, ijazah, gelar sarjana, keberuntungan tanpa adanya doa dan usaha dalam mewudkan asa dan cita-cita.


Kenangan : Ketua MPR RI Zulkifli Hasan memberikan cindra mata kepada Rektor Eka Putra Wirman pada acara diskusi kebangsaan di Aula H. Dt. Nagari Basa IAIN Imam Bonjol Padang, Jumat (16/09)

Renovasi : Pebaikan Gedung Serba Guna (GSG) mengakibatkan wisuda tahun ini dialihkan di Aula H. Dt. Nagari Basa IAIN Imam Bonjol Padang, Jumat (21/09)

Serak : Terlihat sepanduk yang tidak beraturan terpasang dipohon lidung kampus yang menghambat keindahan kampus IAIN Imam Bonjol Padang, Rabu (21/09)

Oke UIN : Foto bersama, dari kanan Ali Mukhni (Ketua PAN Sumbar), Eka Putra Wirman (Rektor IAIN Padang), Zulkifli Hasan (Ketua MPR RI), Irwan Prayitno (Gubenur Sumbar) Luhut Sitompul (Komisi III DPR), Firdaus (WR II) pada acara Diskusi Kebangsaan di Aula H. Dt. Nagari Basa IAIN Padang, Jumat (16/09)


Octari Annisa, Duta Agam Ingin Jadi Aktivis Cumlaude Siapa sangka gadis sulung dari tiga bersaudara ini terpilih menjadi duta Agam. Gadis yang bernama Octari Annisa ini akrab dipanggil Tari, aktif di berbagai kegiatan kampus. Katanya, ingin beda saja dengan yang lainnya.

T

ari termasuk siswa berprestasi sejak masih duduk di bangku sekolah. Se jak Madrasah Tsanawiyah (MTs) ia sudah mengikuti berbagai ekstra kurikuler seperti, drum band, pramuka OSIS, dan juga kumpulan anak daerah Bukittinggi, kegiatan remaja masjid bahkan waktu duduk di Madrasah Aliyah (MA) ia masuk ke salah satu lokal Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Salah satu lokal unggul di sekolah tempatnya dulu. Mahasiswa semester tujuh Jurusan Psikologi Islam ini sudah menjadi anggota Dewan Kerja Daerah, Jika di IAIN sama halnya dengan Gugus Depan (Gudep). “Dewan kerja ini terdiri dari tiga belas orang, kalau di IAIN kami hanya jadi konsultan. Jika pramuka IAIN mengadakan kegiatan, maka kami yang memberikan pengarahan. Ibaratnya yang memberi bimbingan atau konsultasi jika pramuka di IAIN ini mengadakan suatu kegiatan,” kata Tari. Orang tua tari tinggal di Batusangkar, kemudian merantau dan menetap di Bukittinggi sampai sekarang. “Orang tua saya asli Batusangkar terus mama merantau ke Bukittinggi. Alhamdulillah tagak rumah. Waktu mama belum meninggal kami berada dalam kondisi yang nyaman, saat di bangku kuliah masih ada mama,” ungkapnya. Sulitnya kehidupan semakin terasa oleh tari setelah salah seorang orangtuanya meninggal dan ia harus lebih bisa mengatur kehidupanya dan adik-adik untuk tetap bertahan dengan orangtua tunggal. “Sulit memang kondisi setelah b e r p u la n g ny a mama, keadaan psikologi dan emosi kami berubah, papa dulunya seorang su-

Octari Annisa

pir tapi sekarang papa pergi ke sawah untuk bertani dari pagi dan sore baru pulang. Kami harus hiduik bapandai-pandai ibaratnyo salamo masih ado rasaki, jadi awak harus berpandai-pandai,” ungkap Tari. “Satu orang yang menginspirasi saya adalah mama. Sebelum kepergian mama dua tahun silam beliau banyak menginspirasi Tari. Walaupun mama hanya seorang ibu rumah tangga tapi ia benar-benar motivator luar biasa, terutama mengajarkan keberanian pada saya,” kenang Tari. Terpilih menjadi duta Agam tidaklah mudah, berbagai perjuangan yang harus dilalui. Tari menceritakan alasan ia mengikuti pemilihan tersebut. Kata Tari, sebenarnya ia mengikuti duta Agam secara diam-diam. Ia tidak memberitahukan kepada siapa pun. “Ikut duta secara diam-diam tanpa dikasih tau kesiapa pun, jam 07.30 bulan Juni mengantarkan formulir ke dinas pariwisata dan mengikuti dari lima sesi wawancara. Cukup berat memang, karena ada pesertanya pekerja kantoran, mahasiswa dan pramugari,” jelasnya. Tari juga menceritakan syarat menjadi duta yang dilaluinya selama ia berjuang sendiri yaitu, memakai hight hills setinggi 15 cm dan dikarantina pakai baju kurung. Namun, karena tidak punya baju kurung, tari akhirnya memakai baju kurung nenek. Nomor peserta 1 sampai 7 nyanyi lagu barat dan nyanyi standar. “Saya rencananya nyanyi lagu minang lama. Saya berpikir bagaimana caranya supaya saya bisa beda dengan yang lainnya,” terangnya. “Saya ucapkan assalamualaikum, perkenalan diri dan kemudian sedikit menari serta berpuisi. Ada juga nomor 19 yang berbeda penampilannya tari piring, karantina berlangsung 3 hari dua malam. Akhirnya masuk ke grind final, pertanyaannya apa arti dari keberhasilan? keberhasilan adalah output dari input dan proses saya yang sempurna. Apa arti kegagalan? saya menjawab, output dari onput dan proses saya yang belum sempurna. Karena saya percaya hasil tidak pernah menghianati proses,” ingat Tari Ia mengungkapkan, hadiah yang diperoleh dari mengikuti lomba terbilang beragam. Mekipun sibuk dalam berbagai kegiatan, Tari tetap bisa membagi waktunya. Cara yang ia tempuh membagi waktu adalah, fokus dalam melaksanakan kegiatan, utamakan skala prioritas dan jika ada waktu yang tidak mendesak maka tinggalkan jatah libur. Planning Tari kedepannya ingin jadi sarjana cumlaude, ingin dapat scholarship, ingin ke Australia karena cita-citanya ingin keluar negeri. “Selama jadi mahasiswa belum ada dapat beasiswa di kampus

Nama TTL Ayah Ibu Bersaudara Alamat Motto Hidup

ini, paling juga urus Baznas. Harapan jangka pendek ingin tamat empat tahun dengan delapan semester. Harus siap tantangan dan resiko mahasiswa ideal kuliah nomor satu,” terangnya. Moto hidupnya, Innama a’malu bin niyat. Apapun yang terjadi harus semangat. “Sedih, cepat lelah tidak boleh berlangsung lama, bangkit lagi karena di balik semua itu pasti ada yang terbaik. Capek belajar terjadi karena mereka yang angkuh. Angkuh dalam memimpin pasti nantinya akan terseleksi oleh alam. Tidak harus selalu pemula siap menjadi besi, besi itu harus siap ditempa,” jelasnya. Pada tahun 2014 tari pernah mengikuti ammbasador of aquisstingkat Sumatera dan juga lomba debat, latihan kesadaran bela negara tingkat nasional tahun 2013 di Palembang, yang diikuti oleh perwakilan perguruan tingggi negeri termasuk dari Unand, UNP dan Tari terpilih mewakili IAIN Padang Tari di Mata Orang Terdekat Adik perempuan Tari, Ulvia Rahmi mengatakan, Tari merupakan kakak yang tangguh dan pekerja keras. Mengenai biaya kuli-

dalam berorgansasi di HMJ dan Senat Mahasiswa serta cerdas dalam bersosialisasi. “Ia mahasiswa yang aktif dalam perkuliahan dan organisasi di kampus,” jelasnya. Murisal menambahkan, keaktifan Tari juga terlihat ketika perkuliahan ia sering berkontribusi dalam diskusi dan memberikan analisis-analisisnya pada saat membahas makalah. “Tari suka berkontribusi dalam kegiatan di kampus. ia juga terbuka pada lingkunganya baik itu teman, sahabat maupun dosen-dosennya,” katanya melalui media telepon. Menurut Murisal, beberapa hal yang tidak disukai dari Tari ialah sering manganggap persoalan dengan santai, terkadang tidak konsentrasi, dan suka bercanda ketika diskusi. “Kalau ia sedang ada masalah terkadang ia t idak konsentrasi dalam perkuliahan,” ungkapnya. Murisal menjelaskan, mahasiswa yang berprestasi itu ialah mahasiswa yang kognitif mampu memperoleh Indeks Prestasi Komulatif (IPK) tinggi, memiliki psikomotorik hingga mampu mangaplikasikan keterampilan-keterampilan yang ia miliki

“Tari suka berkontribusi dalam kegiatan di kampus. ia juga terbuka pada lingkunganya baik itu teman, sahabat maupun dosendosennya” Murisal Ketua Jurusan Psikologi Islam

ah kakak biasanya datang dari mana saja, seperti dari sanak saudara. Ada juga dari bonus pemateri kegiatan. “Alhamdulillah, yang dipikian samo apa cuman kami anakanaknyo,” papar adik Tari yang akrab dipanggil Kiki ini. “Akak harus kuat untuk adik-adik, saya teringat dengan kata-kata dosen saya kalau hidup itu harus ikhlas sesuai dengan isi kandungan surat al ikhlas, jadi setiap sore akak baca surat al ikhlas tersebut dan dipahaminya,” terangnya. Salah seorang teman dekat rumah Tari, Putra yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Hmj Psikologi mengatakan,”Saya sudah lama kenal Tari mulai sejak perkuliahan, ia teman yang fleksibel, gesit, jago dan suka heboh dilokal,” ungkap Putra. Ketua Jurusan Psikologi Islam, Murisal mengatakan, Tari merupakan mahasiswa yang aktif baik dalam perkuliahan maupun

: : : : : : :

dalam bersosial dan menjadi mahasiswa yang afektif. “Semua unsur itu wajib dimiliki oleh mahasiswa,” terangnya. “Mahasiswa memang butuh organisasi intra maupun ekstra dalam mencerahkan masa depannya karena gelar akademik saja tidak ada jaminan dalam mencari pekerjaan untuk itu mahasiswa membutuhkan link dari dalam maupun luar untuk memperlancar segala urusannya,” paparnya. Murisal berharap, mahasiswa dapat memperolah nilai akademik yang cukup dan memiliki jiwa sosial yang tinggi hingga mampu menerapkan pemikiran kekreatifannya dengan baik dan bagus dalam bersosial. “Mahasiswa itu tidak perlu mengandalkan kepintarannya, karena kalau ingin bekerja kita butuh berpintar-pintar dan berpandai-pandai pada lingkungannya karena kecerdasan tidak jadi jaminan,” pesan Murisal. Zulvaiza Fitri, Salman Yuzhero

Octari Annisa Bukitiinggi, 05 Oktober 1994 Yen Afderman Ellu Yunimas (alm) Anak ke 1 dari 3 bersaudara Komp Griya Pinang Indah, Nagari Gadut, Kabupaten Agam Innama ‘amalu binniat- Manjadda Wajada

Riwayat Prestasi Juara III Lomba Sinopsis Bahasa Indonesia tk SD se Kec Tilatang Kamang 2005 Juara I Lomba MSQ tk Remaja se Kab Agam 2006 Juara I Lomba Pidato tk SMP/ MTS se Kota Bukittinggi 2008 Juara II Lomba MSQ se Kota Bukittinggi 2008 Juara III Lomba PBB Tanpa Tongkat 2011

Riwat Pendidikan TK At-Taqwa Ranggo Malai, Gadut, Kec Tilatang Kamang : 2000-2001 SDN 19 Gadut, Kec Tilatang Kamang : 2001-2007 MTsN 2 Bukittinggi : 2007-2010 MAN 1 Model Bukittinggi : 2010-2013 Psikologi Islam – IAIN IB Padang : 2013-sekarang


Pesona Air Terjun Batu Alang


Sarasah Batu Alang Maninjau M

asih dengan pesona Sumatera Bar at, sejuta keindahan yang tak per nah habis untuk kita nikmati mulai dari laut yang terbentang luas sampai gunung yang menjulang tinggi dihadiahkan Tuhan untuk kita manusia. Banyak alam yang tersimpan rapi belum tersentuh teknologi dan tangan-tangan jahil manusia yang mengundang decak kagum, salah satunya Air Terjun Batu Alang terletak di Jorong Koto Panjang kenegarian Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya, Kabupatan Agam, Sumatera Barat yang masih menyimpan keasrian dan pesona yang luar biasa. Membuai mata dengan keindahan yang disajikanya, terlihat bagaimana keasrian didalamnya dengan banyak hutan-hutan berlumut disekitar memasuki wilayah air terjun tersebut sehingga udara terasa sangat sejuk. Tidak sulit untuk mencapai Air Terjun Batu Alang, kita bisa mulai masuk dari PLTA Maninjau terus menuju kearah, Dama Gadang, Arikia, Lubuk Sao, Koto Panjang, (Dalko) sekitar 14 Km dari pusat Kota Kabupatan, Lubuk Basung. Untuk mencapai lokasi Air Terjun Batu Alang kita tidak perlu mengeluarkan uang sepersenpun, cukup menitipkan kendaraan dirumah warga disekitar lokasi, kemudian berjalan kaki sekitar 300 M dari Jorong Koto Panjang, melewati ladang coklat dan persawaan warga sekitar, Selama perjalanan kita tidak hanya sunyi dengan hutan dan semak belantara tapi kita ditemani dengan kicauan burung dan gemuruh air terjun yang terdengar sepanjang perjalanan. Hanya butuh waktu lima menit untuk mencapai lokasi air terjun, Air Terjun Batu Alang ini memiliki dua tingkatan, tingkatan pertama sekitar 7 meter dengan permukaan kolam yang di apit oleh dua batu besar dengan kedalaman sekitar 4 Meter dari permukaan tanah. Disinilah tempat anak-anak dan orang dewasa melepas kepenatan dari padatnya aktifitas dengan melompat dari tebing sampai kedalam kolam. Tidak jauh dari tingkatan pertama. Tingkat selanjutnya hanya berjarak tempuh lima menit saja, dengan ketinggian 30 M dari permukaan tanah, jernihnya air dibawah puncuran air terjun cocok untuk destinasi bersantai keluarga untuk mengisi hari libur, karena air dan lumut perbatuan sangat indah dipandang mata. Informasi yang didapat dari penduduk sekitar bahwa air terjun batu alang ini sudah ditemukan pada tahun 1982. “Air terjun batu

alang ini sudah lama tapi kurang perhatian dari peerintah setempat,” ungkap Suhatman selaku kepala jorong. Tidak hanya itu warga juga mengharapkan perhatian yang lebih dari pemerintah untuk mempublikasikan tempat wisata yang berpotensi ini dan agar lebih memfasilitasinya supaya tersentuh masyarakat luas. “Pada dasarnya Allah telah memberikan alam yang indah di Jorong Koto Panjang ini, pengelolaan dari warga tentunya tidak cukup untuk membuat wisata Air Terjun Batu Alang ini bersaing dengan air terjun ditempat lainnya yang ada di Sumatera Barat khususnya, tentu sangat diharapkan bantuan pemerintah supaya wisata Air Terjun Batu Alang ini bisa menjadi wisata terbaik di Kabupatan Agam, mengigat air terjunnya yang begitu indah,” harapnya saat diwawancari Suara Kampus, Selasa (13/09). Suhatman juga menceritakan sedikit sejarah nama Air Terjun Batu Alang ini. Air terjun ini berawal dari batu besar merupkan persingahan atau pemberentian tentara belanda untuk berperang, itu lah sebabnya namanya batu alang atau persingahan, “ Itulah magkanya diberi nama batu alang,” paparnya. Jon salah seorang warga Jorong Koto Panjang membenarkan keadaan yang terjadi di lokasi air terjun ini, kurangnya perhatian pemeritah untuk mengelola dan menjadikanya objek wisata yang bernilai jual dimata nasional, “Sudah lama ditemukan tapi perhatian pemerintah kurang untuk memajukan wisata Air Terjun Batu Alang ini, mungkin itu sebabnya juga wisatawan jarang mengunjugi Air Terjun Batu Alang ini, ungkapnya. senada dengan jon, Yet salah seorang pengunjung Air Terjun Batu Alang yang ditemui Suara Kampus juga mengeluhkan akses jalan menuju Air Terjun tersebut. “Kalau bisa pemerintah membuat anak tangga supaya kami ibuk-ibuk ini mudah untuk mencapai air terjun ini,” harap guru Madrasah Ibtidaiyah negeri Dalko ini. Akra salah seorang anak yang bersemangat bermain air di pancuran Air terjun Batu Alang menyatakan, Air Batu Alang ini bukan hanya cocok untuk orang dewasa saja, tapi juga cocok untuk anak-anak, “tempatnya yang bagus dan sejuk membuat kami senang bermain disini,” katanya. Lanjut Akra,” saya sangat suka bermain di air terjun batu Alang ini tidak sama dengan air terjun yang pernah saya kunjungi dengan keluarga, Air Terjun Batu Alang ini pokonya sangat berbeda, untuk seukuran anak-anak seperti kami ini,” riangnya.

Terjun : Keasikkan anak-anak menikmati sejuknya air terjun Batu Alang di Maninjau, Minggu (11/09)

Axvel Gion Revo

Takjub : Terlihat pengunjung menikmati keindahan air terjun dari celah re rumputan, Minggu (11/09)


Ketua MPR RI Dukung IAIN IB Jadi UIN Drone photograper/Arjuna Nusantara

Untuk bisa diperolehnya gelar UIN oleh IAIN Imam Bonjol Padang, tentunya ada beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi oleh IAIN jika memang benar ingin mengkonversikan namanya menjadi UIN. Berkasberkaspun harus dilengkapi. Yang menjadi persoalan sekarang adalah sejauhmana IAIN bisa melengkapi persyaratan tersebut. Pergantian nama IAIN menjadi UIN akan menambah ekspektasi mahasiswa terhadap kampus IAIN ini. Baik dari segi fasilitas, apakah sudah menunjang ataupun dari segi administrasi kampus. Mahasiswa IAIN juga turut berkomentar terkait fasilitas IAIN yang tidak lengkap, sehingga banyak berbagai pihak yang pesimis bahkan merasa tidak menerima kalau IAIN ini menjadi UIN, karena fasilitas yang minim bahkan jauh jika dibandingkan dengan universitas lainnya. Meskipun secara persyaratan Rektor telah mengatakan bahwa sudah memenuhi, akan tetapi keinginan mahasiswa antara fasilitas yang ada dengan gelar yang akan didapatkan nanti. Paling tidak IAIN mampu meningkatkan fasilitas yang ada sembari UIN dihadiahkan oleh Presiden Republik Indonesia (RI). Dari hasil waawancara Suara Kampus bersama Kepala Biro AUAK IAIN Imam Bonjol Padang yang lalu, Dasrizal mengatakan bahwa seharusnya terdapat tiga poin yang dipenuhi jika ingin IAIN ini beralih menjadi UIN. “Ada tiga poin yang harus dipenuhi IAIN untuk menjadi UIN, yang pertama IAIN harus mempunyai mindset berpikir yang membedakan IAIN, kedua, harus terbuka, karena untuk jadi UIN itu tidak bisa sendiri dan yang terakhir IAIN harus aspiratif dengan perkembangan sains dan pengetahuan,” jelas Dasrizal pada edisi 129 yang lalu. Setelah ditemui, Rektor IAIN IB Padang memberikan keterangan bahwa IAIN sudah melengkapi syarat-syarat agar bisa berubah nama menjadi UIN. Dia menjelaskan bahwa fasilitas juga menjadi hal yang dinilai jika suatu perguruan tinggi ingin mengubah nama dengan gelar yang lebih tinggi secara akademik. “Untuk sekedar layak atau tidak, maka IAIN sudah layak untuk menjadi UIN. Fasilitas yang ada sudah memadai untuk melakukan konversi. Tetapi kita butuh peningkatan, selanjutnya kita akan melakukan peningkatan dari segi fasilitas ataupun sarana dan prasana,” kata Eka. Rektor juga mengatakan bahwa IAIN yang lainpun juga sama dengan kita, kita butuh proses untuk dapat meningkatkan semua fasilitas yang ada, “Yang lainpun juga sama dengan kita, proses itu harus dijalani, yang penting kita harus meningkatkan fasilitas yang ada,” jelas Eka. Kabar yang mengatakan bahwa lamanya IAIN mendapatkan gelar UIN dikarenakan belum siapnya kampus tiga di Sungai Bangek langsung dibantah oleh rektor. Eka

Terbengkalai : Fasilitas kampus seperti Gedung Rektorat IAIN Imam Bonjol Padang (kiri) dan Perpustakaan Istitut (kanan) sampai saat ini belum ada tindak lanjut pembangunannya padahal status IAIN akan berganti UIN,

mengatakan bahwa tidak ada sangkut pautnya antara kampus tiga dengan perubahan nama tersebut. “Tidak ada kaitannya kampus yang ada di Sungai Bangek dengan pergantian nama ini, kampus tiga tidak menjadi penghalang bagi kita untuk mendapatkan nama UIN tersebut,” kata Eka. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Yufni Faisol menjelaskan bahwa untuk sekarang jika dilihat maka belum memadai IAIN untuk berubah nama menjadi UIN. “Dari segi layak atau tidaknya perubahan itu, untuk sekarang memang masih belum bisa memadai, karena ditandai dengan adanya fasilitas-fasilitas pelengkap yang belum menunjang nama UIN itu sendiri. Namun, kita tidak boleh pesimis terlebih dahulu, karena semuanya tentu butuh proses, kita punya kampus baru, yang saat ini baru se-

“Sekarang belum layak jadi UIN karena kurang fasilitas penunjang” Yufni Faisol Dekan Fakultas Adab dan Humaniora

IAIN sedang memasukkan proposal permintaan bantuan dana kepada pihak ADB, namun untuk kepastiannya belum ada,” tambahnya. Menurut Faisol, Fakultas Adab dan Humaniora sangat membutuhkan fasilitas agar dapat menunjang pergantian nama ini. “Bagi fakultas saya sendiri, mungkin masih banyak yang harus di tambah untuk menunjang UIN nanti, karena jika sudah tidak IAIN lagi tentu saja prodinya akan semakin bertambah, dan tentunya untuk pegawai, dosen, dan beberapa fasilitas lainnya perlu di tambah lagi,” ungkap Faisol. Menurut Widia Fithri, Semua proses harus kita jalani, karena ada enam IAIN termasuk IAIN Imam Bonjol Padang di dalamya yang berada dalam tahap menjadi Novi Sarfika UIN. Walau memang Mahasiswa Jurusan Ahwal Al-Syakhdari segi fasilitas kita siyyah memang belum memadai, akan tetapi semua itu butuh proses yang nantinya akan sejalan dengan perubahan itu sendiri. “Jika IAIN berubah nama, semuanya akan menjadi luas, misalnya dari segi cakupan pegawainlesai satu gedung lantai empat.” ya, dosennya, dan juga bangunanKatanya kepada wartawan Suara nya. Dan untuk mahasiswa sendiri dituntut lebih, karena di sini kita Kampus. Dia menambahkan bahwa se- bukan berlandaskan nasional saja, benarnya IAIN sedang memasuk- tetapi juga Internasional,” jelas kan proposal permintaan bantuan Widia Harapan dari Dekan Fakultas dana kepada Islamic Development Bank (IDB), tetapi belum ada ke- Ushuluddin ini adalah agar mata pastian yang jelas, “Sebenarnya kuliah atau prodi yang basisnya

IAIN Perlu melakukan pembaharuan dari segi pembangunan dan administrasi

keagamaan tidak kalah saing dibandingkan nantinya prodi umum yang akan diadakan. “Jangan prodi keagamaan kalah dari prodi umum, harus tetap mengunggulkan agama,” harapan Widia Fithri. Masih mengenai kelayakkan IAIN menjadi UIN, Makhsus mengatakan bahwa IAIN sudah layak untuk digantikan nama menjadi UIN. “Layak saja, cuma persoalannya masih saja terdapat kekhawatiran institut menjadi universitas, pertama di bidang edukatif karena IAIN resmi menjadi UIN, kita lebih banyak membutuhkan dosen-dosen baru sementara penerimaan dosen tidak dibuka dalam beberapa tahun ini, begitu juga dengan pengkaderan dosen semakin berkurang,” kata Faisol. Berbeda dengan Makhsus, Inda Fitri selaku dosen IAIN IB Padang mengatakan, perubahan itu belum layak jika dilihat dari segi perpustakaannya. “Dari segi dunia perpustakan IAIN belum layak jadi UIN kondisi perpustakaaan, sekilas sepertinya belum layak, perpustakaan yang bagus itu membuat mahasiswa enjoy berada di perpustakaan,” jelas Inda kepada Suara Kampus. Dalam tabloid edisi 126 Suara Kampus di tahun 2013 yang lalu, dikatakan bahwa fisik dan birokrasi IAIN belum siap untuk menuju UIN. Mahasiswa menilai fisik dan birokrasi IAIN belum mumpun menuju UIN. Karena hal kecil seperti kebersihan dan WC masih menjadi masalah utama di tengah kampus. Pemakasaan diri untuk menerima banyak mahasiswa sebagai syarat UIN malah

menimbulkan masalah baru. Rifki selaku mahasiswa IAIN mengaku setuju jika pimpinan IAIN ingin hijrah ke UIN, namun ia berharap agar IAIN hijrah dulu secara substansial. “Banyak hal yang harus dibenahi agar kampus ini bisa dibanggakan menjadi univesitas,” ujar Rifki. Juga dijelaskan, bahwa presiden mahasiswa, Ferdi Ferdian menilai, muara permasalahan IAIN adalah birokrasi yang mencakup administrasi dan kelembagaan. Konsolidasi IAIN rumit serta tidak aspiratif. “Sistem birokrasi yang dianut kampus ini adalah sistem tradisi sehingga tidak ada pembaharuan yang berarti, contohnya saja OPAK,” ujar Ferdi. Dalam kunjungan kerjanya ke IAIN Imam Bonjol Padang, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan memberikan dukungan kepada IAIN Imam Bonjol Padang agar secepatnya dapat berganti status menjadi UIN, Jumat (16/09). Zulkifli menyampaikan bahwa IAIN Imam Bonjol merupakan institusi pendidikan yang luar biasa di Sumatera Barat. Terlihat dari lahirnya beberapa cabang IAIN Imam Bonjol Padang di Sumatera Barat. “IAIN IB Padang sudah melahirkan IAIN Bukit Tinggi, IAIN Batu sangkar dan IAIN Padang Sidimpuan, semua itu merupakan bukti nyata,” ungkap Zulkifli Saat memberikan sambutan dalam kuliah umum di aula H. Mansur Dt. Nagari Basa. Lanjut Zulkifli, dia sangat yakin dalam waktu yang telah ditentukan pihak Kementrian Aparatur Negara, IAIN Imam Bonjol ini secepatnya akan menjadi UIN. “Semoga dukungan dari kita semua dapat mepercepat proses peralihan status ini,” tuturnya. Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Eka Putra Wirman, menuturkan dalam sambutannya bahwa kesiapan IAIN Imam Bonjol Padang berubah menjadi UIN sudah matang, sekarang hanya menunggu persetujuan dari presiden. “Mahasiswa serta sivitas akademika IAIN IB sangat mengaharapkan perubahan ini segera terjadi,” ujar Eka. Friyosmen, Silvia,Naufal Ash Siddiq, Ganti, Iqbal,Cani Silpina, Dina Audya, Fatma Sari


Dua Tahap Kepastian Menuju UIN Dokumentasi Humas IAIN

Tujuh tahap telah dilalui IAIN untuk menjadi UIN dan ada dua tahap setelahnya yang harus dilalui dari sembilan tahap yang ada, tahap menunggu izin Presiden dan Peraturan Presiden untuk berubah status kelembagaan menjadi UIN Imam Bonjol Padang. Hal tersebut disampaikan oleh Rektor IAIN IB Padang Dr. H Eka Putra Wirman. Lc.MA saat ditemui di ruangannya, Senin (19/09). Eka menjelaskan adapun tahapan yang harus yang dilalui untuk menjadi UIN, tahap pertama adalah memasukkan syarat dan berkas ke Kementrian Agama (Kemenag). “Pada tahap pertama, kita harus memasukkan berkas ke Kemenag, dan di Kemenag itu kita lulus, karena pada tahap ini akan ada yang tidak lulus, sedangkan IAIN IB mampu lulus di tahap Kemenag,” ungkapnya. Selanjutnya adalah tahap melanjutkan berkas tersebut ke Menpan. Setelah itu, pada tahap ketiga, IAIN IB harus mendapatkan rekomendasi dari Kemenristekdikti lalu itu mengembalikan berkas lagi ke Menpan sebagai tahap keempat. “Pada tahap kelima, maka kita harus mengajukan syarat ke Mensestek. Setelah itu, tahap keenam, Mesesneg melakukan harmonisasi, yaitu terdapat tiga kementrian, Kemenag, Kemenpan, dan Mensesneg,” kata Eka. Jika syarat yang di atas sudah terpenuhi, maka pada tahap selanjutnya IAIN akan mengajukan izin prinsip ke Presiden. Inilah tahap yang baru dilakukan oleh IAIN IB. Kemudian masih ada dua syarat lagi yang harus ditunggu oleh pihak kampus. “Ada dua tahap lagi yang akan kita tunggu sampai Perpres dikeluarkan oleh presiden,” katanya. Dibalik perjuangan mencapai UIN Eka mengatakan bahwa terlihat berbagai kalangan yang tidak setuju dengan pergantian ini, hal tersebut juga menjadi batu sandungan untuk melangkah maju. “Beberapa alasan mereka yaitu, jika nanti IAIN sudah menjadi UIN maka nilai-nilai keislaman akan berkurang,” ungkap Eka. Akan tetapi, Eka menjelaskan bahwa jika mereka yang dari luar ingin bergabung dengan IAIN nantinnya, tentunya harus mengikuti semua aturan yang kita buat. “Kita tidak memaksa mereka yang yang dari luar itu untuk masuk ke kampus ini, untuk aturan akan tetap sama dengan sekarang, selagi saya masih menjabat aturan akan tetap seperti ini, walaupun mahasiswa yang datang berasal dari agama yang berbeda,” tambah Eka. Berdasarkan hasil wawancara Suara Kampus pada tabloid terbitan 129, Mai 2014 lalu, dinyatakan bahwa Proposal Konversi IAIN Imam Bonjol Padang menjadi Universitas Islam Nusantara (UIN) Padang telah sampai di Ke-

UIN : Penyerahan berkas alih status IAIN IB Padang menjadi UIN Imam Bonjol Padang oleh Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Eka Putra Wirman kepada Menteri Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Abdul Waha Surjoadiningrat

“Ada dua tahap lagi yang akan kita tunggu sampai Perpres dikeluarkan oleh Persiden”

Eka Putra Wirman Rektor IAIN Imam Bonjol Padang

menterian Agama (Kemenag). Presentasi proposal pun telah dilakukan pada Senin 28 April lalu di Hotel Baoutiq, Jakarta. Namun, berdasarkan keputusan tim penilai, beberapa data dalam propos-

siarkan pada media sosial seperti Liputan 6, Makmur Syarif menjelaskan bahwa sudah dilalukan tahapan konversi ke Menpan. “Kami dari ilmuwan Padang ingin beralih status dari Institut Agama

mengeluarkan perpres untuk konversi IAIN menjadi UIN ini. Perubahan tersebut tidak sepenuhnya disambut baik oleh pimpinan kampus, Dekan Fakultas Ushuluddin, Widia Fithri men-

“Untuk pejabat kampus saya berharap selalu mengutamakan kebutuhan mahasiswa ketimbang pergantian nama IAIN menjadi UIN, karena masih banyak nya kepentingan lain yang juga harus diselesaikan, tak hanya itu saya harap pihak kampus selalu mendengarkan aspirasi mahasiswa,” Dayat Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan KPI al butuh penyempurnaan. Perjuangan memacu tekad IAIN menjadi UIN tak berhenti sampai di sana. Informasi di atas merupakan awal dari tahapan yang harus dilalui oleh IAIN agar pergantian dapat dilakukan. Pada masa jabatan Makmur Syarif sebagai pimpinan yang mengepalai IAIN, juga sudah dilakukan beberapa usaha agar konversi ini dilangsungkan secepatnya. Di salah satu berita yang di-

Islam Negeri ke Universitas Islam Negeri Padang. Usul ini sudah kami sampaikan ke Menpan dan sekarang proses di sana,” kata Makmur di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (6/3/2015). Dengan demikian, peralihan IAIN menjadi UIN sudah menempuh tahapan-tahapan terakhir, di mana IAIN sudah memberikan beberapa berkas kepada petinggi negara yang selanjutnya akan diproses hingga nanti presiden

yanggah tentang pergantian nama itu buakn hanya sekedar berganti nama, tetapi itu adalah perubahan epistimologi keilmuwan, karena di sini akan menggabungkan dua buah unsur. “Diantaranya unsur agama dan unsur ilmu umum. Mahasiswa tidak akan hanya mengenal akan keagamaan saja, tetapi nanti juga akan menyelami pendidikan ilmu umum,” ungkapnya. Hal tersebut berbalik oleh

Bukhari selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi mengatakan perubahan status IAIN menjadi UIN akan diproses secepatnya, karena dokumen penyerahan sudah ditangan pihak kesekretarisan negara. “Untuk perubahan itu sendiri akan banyak manfaat yang diperoleh diantaranya adanya integrasi ilmu agama dan umum terwujud, banyak calon-calon mahasiswa yang tertampung di UIN,” kata Bukhari. Begitu juga dengan Makhsus selaku dosen dari fakultas Ushuluddin, dia sangat setuju jika IAIN berubah nama menjadi UIN. “ Saya sangat setuju, karena universitas itu lebih tinggi tingkatannya dari institut, sehingga segala jurusan lebih banyak selain jurusan agama, kendalanya, kalau IAIN akan sulit membuka jurusan selain jurusan agama,” katanya. Dayat mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi merasa perubahan IAIN itu adalah harapan dari semua mahasiswa, “Untuk perubahan itu memang bagus, tapi memang ada sebagaian mahasiswa yang suka dan tidak atas perubahan tersebut. Dan jikadilihat dari sarana dan prasarananya sebenarnya masih perlu banyak perbaikan, karena yang namanya uin otomatis dibarengi dengan fasilitas yang memadai,” Untuk pergantian itu sendiri, Dayat tidak bisa berkomentar lebih, namun selaku mahasiswa dayat a k a n be r usa ha untuk memberi pandangan baik kepada orang lain dan melakukan yang terbaik untuk kampus. “Untuk pejabat kampus saya berharap selalu mengutamakan kebutuhan mahasiswa ketimbang pergantian nama IAIN menjadi UIN, karena masih banyak nya kepentingan lain yang juga harus diselesaikan, tak hanya itu saya harap pihak kampus selalu mendengarkan aspirasi mahasiswa,” katanya.


kerja Mawar optimis bisa karena kemampuan yang dimiliki mahasiswa IAIN lebih banyak dibandingkan dengan lulusan umum. “Kalau kita melihat kapasitas yang dimiliki oleh mahasiswa IAIN dan dari prestasi-prestasi yang diukir selama ini saya kira kita mampu bersaing di dunia kerja selanjutnya,” tambah Mawar. Rafi Alders yang juga wisudawan dari Fakultas Syariah mengatakan ada dua sisi di balik pergantian gelar tersebut, tetap ada nilai positif dan negatif untuk or-

ang yang akan menyandang gelar tersebut. “Kita yang dari IAIN ini sudah bisa bersaing dengan fakultas- fakultas lainnya, dan posisi kita sudah sama, kalau negat if nya yaitu menghilangkan identitas instasi dimana kita berasal,” ungkapnya. “Sebenarnya kita ini ada nilai lebih dari perguruan tinggi umum karena kita mempelajari ilmu tentang Islam dan umum kita juga mempelajarinya, jadi kita dapat keduanya,” tambah Rafi. Rafi juga mengatakan ketika

di sebuah Bank Umum membuka lowongan pekerjaan, biasanya kita yang berasal dari Instutusi Islam ini jarang yang diberi kesempatan untuk mencoba bersaing dengan lulusan lain tapi sekarang sudah tidak, semua sudah disamaratakan. “Untuk kedepan kita juga harus mempersiapkan diri menunjang itu semua, tidak hanya gelar saja tapi yang lain juga menunjang kita didunia kerja,” jelas mantan mahasiswa Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah itu. Rafi juga sangat antusias bisa lebih baik dengan gelar yang baru.

“Tidak menutupkemungkinan lagi untuk kita anak IAIN ini bisa melamar pekerjaan di Instansi yang tidak berlatarbelakang Islam,” katanya. Anita Putri mahasiswa Fakultas Tarbiyah kurang sependapat dengan dosen dan pimpinan yang mengatakan hal tersebut mempunyai banyak sisi positifnya. Karena IAIN ciri khas lulusan Pendidikan Islam dilihat dari gelar yang lekat dibelakang namanya. “Pembeda kita dari mahasiwa perguruan tinggi lainya yaitu gelar yang kita pakai, kalau gelar kita sama jadi tidak ada

lagi pembeda antara kita dengan yang lain,” katanya. Awiskarni juga sependapat dengan mahasiswa yang setuju dengan hal tersebut, ia mengatakan sebanyak mahasiswa yang tidak setuju dengan hal tersebut namun lebih banyak yang menyetujuinya dan menganggap kabar gembira. “Dampak yang ditimbulkannya tidak begitu berpengaruh, hanya saja perbedaan pendapat dari mahasiswa itu sendiri, ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju dan itu hal biasa,” ucap Awis.

Ikuti Aturan dan Tingkatkan Kualitas Diri Ketetapan gelar akademik PTKIN dari Menteri Agama sejak dari awal sampai sekarang terjadi beberapa kali, berawal dari Doktor Anda (Dr) untuk lakilaki, Doktor Andes (Drs) untuk perempuan, lalu menjadi Sarjana Agama (S.Ag) untuk seluruh lulusan Pendidikan Agama Islam, berubah lagi sesuai jurusan masingmasing, dan sekarang PMA meregulasi gelar lulusan PTKIN dengan tidak lagi memakai embel-embel Islam di ujung gelar. Kepala Kemenag Sumbar, Salman K Memed tidak berkomentar banyak. Ia mengatakan kalau Ia yang bernaung di bawah Kementerian Agama hanya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama tersebut. “Kalau saya berkomentar banyak sama saja saya itu paradok dengan keputusan pimpinan,” ungkapnya. Salman enggan mengatakan pendapatnya lebih banyak tentang hal itu dan mengaku setuju atas keputusan Menteri dalam PMA no 33 tahun 2016 tersebut. “Saya setuju saja kalau itu memang keputusan menteri dan akan mengikutinya,” jelas Salman. Setelah ditetapkanya PMA No. 33 pada 9 agustus lalu, wisuda kali ini IAIN IB Padang resmi memakai gelar akademik tanpa I, sesuai dengan kesepakatan pimpinan dalam rapat senat yang diadakan pimpinan kampus. Eka Putra Wirman mengatakan bahwa wisuda yang ke-76 IAIN IB resmi memakai gelar baru dari Menteri

Agama. “Ya, untuk wisuda 24 September ini akan sesuai dengan peraturan Menteri,” ungkapnya Senin (19/09).

“Karena kita dibawah naungan menteri agama jadi kita harus patuh dan taat kepada peraturan itu, tapi ketika nanti ada ideide yang masuk akan kita sampaikan kepada Menteri Agama,” Eka Putra Wirman Rektor IAIN IB Padang Eka juga berpendapat kalau keputusan yang diambil adalah untuk mengikuti peratutan yang telah dibuat oleh Menteri Agama tapi tetap menjaring masukan-masukan yang diberikan untuk disampaikan. “Karena kita dibawah naungan menteri agama jadi kita harus patuh dan taat kepada peraturan itu, tapi ketika nanti ada ideide yang masuk akan kita sampaikan kepada Menteri A g a m a ,” ta m -

bahnya. Di lihat dari Perguruan Tinggi Islam yang sudah lebih dulu mendapatkan izin untuk memakai gelar akademik yang disamakan dengan Perguruan Tinggi Umum Eka mengatakan kalau itu suatu kebanggaan untuk institusi itu. “Itu bukan suatu halangan, malah mereka bangga telah terlebih dulu mendapatkan untuk memakai gelar tersebut,” tambahnya. Eka berpandangan kalau hal tersebut tidak bisa hanya dilihat dari kasat mata dan menyetujuinya saja tapi harus didukan dengan ilmu pengetahuan. “Sebenarnya kita harus dudukan dengan baik masalah ini, tapi selagi tidak menyulitkan kita ikuti saja,” pungkasnya. Keputusan itu masingmasing mempunyai keuntungannya dan sisi baiknya sendiri. “Tanpa I itu dia bebas mau kemana saja, ketika ada I jadi juga bisa lebih terfokus pilihanya, jadi kita ambil hikmahnya saja dari keputusan ini,” kata Eka. “Lahan kita orang IAIN tidak mungkin dimasuki oleh orang UNAND dan UNP dan sebaliknya peluang pada umumnya bisa kita masuki, itukan hal baik,” Mendengar tanggapan dari Sivitas Akademika IAIN IB Padang, Suara kampus menemui mantan Rektor periode 1982-1992 Amir Sarifudin, ia mengatakan gelar yang dipakai

sekarang adalah gelar yang diserap dari akademisi Amerika Serikat dan sudah beberapa kali ganti. “Dulu juga sempat menimbulkan pro dan kontra karena gelar yang dipakai tidak sesuai dengan keilmuan yang dilimiki,” ungkapnya Selasa (20/09). “Kadang-kadang dengan embel-

embel itu ada membuat sebagian orang minder dan membuat lucu, tapi setelah tidak pakai itu akan membuat percaya diri mahasiswa islam dalam dunia kerja,” tambahnya. Silvia Wulandari, Salman, Muliadi, Syifa,Dina,Tina dan Nadia


Sarjana Islam Tanpa Gelar ‘Islam’

Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 33 tahun 2016 disambut baik oleh Sivitas Akademika IAIN IB Padang dan dianggap membuka peluang untuk bisa berkompetisi lebih luas di dunia kerja. Sebagaimana tertulis dalam pasal 3 ayat 1 dan 2 yang berbunyi bahwa gelar akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) yang diperoleh dari perguruan tinggi keagamaan wajib menggunakan bahasa Indonesia. Gelar akademik yang diperoleh dari perguruan tinggi keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam penulisannya wajib mengikuti kaidah bahasa Indonesia. Hal tersebut dibenarkan Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTDK), Duski Samad mengatakan lebih baik tanpa tanda I (Islam) untuk bersaing di dunia kerja. “Lebih baik lulusan tanpa embel-embel Islam, tapi saat berada di dunia kerja mereka setara dengan lulusan umum. Bahkan bisa lebih baik dari mereka yang dari umum. Daripada ada tanda Islamnya, namun sikap mereka tidak mencerminkan Islam itu sendiri,” ungkapnya, Rabu (14/09). Ia menambahkan Identitas tidak dilihat dari embel-embel Islam ataupun hal-hal yang berhubungan dengan Islam yang biasanya dipamerkan. Tapi identitas ada pada diri sendiri, yang terlihat dalam kepribadiannya dan keimanannya kepada Tuhan. PMA menyatakan bahwa gelar lulusan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) tidak memakai singkatan Islam di ujungnya. Sebagian orang tidak terlalu mempermasalahkan perubahan gelar tersebut. Seperti yang dilansir dari berita online JawaPos.com Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin membenarkan adanya ketentuan baru soal gelar akademik itu. Menurutnya, aturan tersebut berlaku untuk seluruh kampus di bawah naungan Kemenag dan tidak berlaku surut “Perubahan hanya di gelar akademik S-1 dan S-2. Sementara itu, untuk S-3 tetap doktor seperti umumnya,” jelasnya di Jakarta kemarin (18/8). Aturan gelar akademik baru itu tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 33/2016. Gelar yang mengalami perubahan, antara lain, gelar untuk sarjana di Fakultas atau Jurusan Tarbiyah. Contohnya, sarjana Program Studi (prodi) pendidikan Agama Islam dan pendidikan bahasa Arab yang sebelumnya bergelar S.Pd.I (sarjana pendidikan Islam) diganti menjadi S.Pd. Perubahan lain adalah gelar untuk lulusan komunikasi dan penyiaran Islam, yakni dari SKomI menjadi S.Sos (sarjana sosial). Senada dengan Duski, Guru Besar Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK), Awiskarni mengatakan, ada berbagai sisi positif yang akan mahasiswa per-

Senyum : Kegembiraan wisuda angkatan ke- 76 IAIN Imam Bonjol Padang saat gladi resik di Aula H. Dt. Nagari Basa, kamis (22/09)

“Lebih baik lulusan tanpa embelembel Islam, tapi saat berada di dunia kerja mereka setara dengan lulusan umum” Duski Samad Ketua MUI Sumbar oleh ketika masuk ke dalam dunia kerja. Juga dapat menyamaratakan mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan Islam dengan mahasiswa umum, tapi tidak menutup kemungkinan juga mempunyai efek buruk. “Untung dan rugi itu bergantung dari mana kita menilainya. Dari sudut kemudahan memasuki dunia kerja, saya pikir ada keuntunga-

peluang untuk berkompetisi dengan mahasiswa yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan Islam. PMA yang baru saja hadir di tengah-tengah akademisi disambut baik, Zulfahmi salah seorang dosen dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan mengatakan. “Menurut saya perubahan gelar akademik yang sekarang itu bagus, tidak

lama, terbukti dari tanggapan Fahmi yang mengatakan semenjak ia masih menjadi Ketua Jurusan (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) PGMI, sewaktu masih kepemimpinan Rektor Makmur Syarif wacana perubahan gelar itu sudah sampai kepadanya namun belum terlaksana. “Sebenarnya sudah dari dulu ini direncanakan, tapi baru sekarang ini terealisasi-

“Kalau kita melihat kapasitas yang dimiliki oleh mahasiswa IAIN dan dari prestasiprestasi yang diukir selama ini saya kira kita mampu bersaing di dunia kerja selanjutnya,” Gusnita Mawarni Calon Sarjana Angkatan ke- 76 IAIN Padang

nnya. Tapi bila dilihat dari sisi buruknya, hal tersebut mengurangi makna dari kampus kita,” ungkapnya. Tentang Peluang Kerja dan Berkompetisi Terlihat dari penilaian mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan, bahkan yang sudah menamatkan studinya di PTKIN, termasuk dosen dan pimpinan di Institut Agama Islam Negeri IAIN IB Padang merasa lebih banyak

masalah sebenarnya,” katanya. Ketika PMA ini ditetapkan menjadi dasar pemberian gelar Zulfahmi sangat antusias dengan hal tersebut dan langsung mengingatkanya kepada peluang kerja bagi yang menyandang gelar baru tersebut. “Itu bagus untuk kita kedepanya, kalau “I” itu tidak ada kita akan sama dengan lulusan dibidang peluang kerja,” ungkap Zulfahmi. Wacana perubahan gelar dari Kemenag sudah terdengar dari

kan,” katanya. Zulfahmi juga megajak agar mahasiswa tidak perlu khawatir tentang perubahan gelar ini karena akan memberikan dampak positif untuk mereka. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, ini malah kabar gembira untuk kita yang berasal dari IAIN ini, lagi pula agama Islam tetap kita pelajari hanya saja berubah sedikit pada gelarnya” jelas Zulfahmi. Pesimis dan Optimis

Beragam alasan orang untuk menyetujui peraturan menteri tersebut, salah satunya pengalaman buruk dalam menyandang gelar sarjana Islam yang didapatnya. Tidak seluruhnya instansi umum bisa menerima lulusan perguruan tinggi Islam, tidak banyak pula instansi yang dapat menampung orang-orang tersebut. Salah satunya pengalaman Sopia, alumni dari Fakultas Syariah yang langsung mendapatkan penolakan dari pihak instansi dimana ia melamar pekerjaan, walaupun jurusan yang diminta sama oleh pihak lembaga tapi gelar yang dimiliki berbeda tetap saja tidak ijazahnya diperhitungkan. Sopia mengatakan dengan gelar yang dimilikinya ia merasa tidak terbuka lebar peluang untuknya bersaing mendapatkan pekerjaan dengan mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi umum. “Susah mencari celah untuk mendapatkan pekerjaan itu, saya contohkan saja ketika bank BCA membuka lowongan tertulis disana membutuhkan lulusan S.E bukan lulusan S.E.I. jadi tidak ada tempat untu kita,” ungkapnya. Ia sangat menyayangkan ketika lulusan pendidikan Islam harus bekerja di lembaga Islam, tidak bisa merambah ke lembaga umum. “Kita lulusan Ekonomi IAIN ini ya hanya bisa bekerja di Bank Syariah, sulit untuk melamar ke Bank umum,” keluhnya. Melihat dari sisi yang berbeda, Gusnita Mawarni mahasiswa yang baru saja mendapat gelar S.sos, menyambut baik perubahan itu tapi juga menyayangakannya. “Sebenarnya itu keputusan yang baik tapi sedikit disayangkan hal itu dapat menghilangkan ciri khas kita sebagai perguruan tinggi islam,” katanya. Kalau untuk bersaing di dunia


SALAM PEMBACA

SUARA PEMBACA

KOLOM

Sarjana dan Gelar Akademik Baru di Perguruan Tinggi Islam

Optimis, No Pesimis Oleh

Mukhtar Syafi’i Wakil Pemimpin Redaksi Suara Kampus

Wakidul Kohar Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan IAIN IB Padang

Prolog Sekedar ilustrasi, tahun 1993 saya (penulis ) mendapat kesempatan sebagai mahasiswa undangan pada Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang. Dengan penuh riang gembira, saya memberitahukan kepada orang tua, teman dan orang–orang yang saya cintai. Salah satu kegembiraan yang saya bayangkan adalah saat wisuda nanti dan mendapatkan gelar Drs. (Doktorandus). Spirit itulah yang membuat saya rajin kuliah, walau dosen tidak hadir, apalagi kalau dosenya tidak hadir dengan waktu yang tidak dapat ditentukan, maka saya langsung melalang buana ke UNP atau IKIP dulu untuk refresing menggunakan jasa angkutan bus kota. Hari demi hari saya lalui, hingga tiba masa-nya untuk ujian komprehensfi, dengan mengunakan seragam hitam putih dan menggunakan dasi. Memang terlihat rapi, namun kadang-kadang ujian tidak lulus, sehingga dosen bilang, bila ujian bukan hanya menyiapkan dasi, tapi pikirannya diisi, memang betul adanya, walau itu sebuah kejujuran yang menyakitkan. Usai kompre, maka tahap selanjutnya munaqasyah, dan setelahnya menunggu jadwal wisuda. Dikala wisuda tiba, saya merasa semua wisudawan dan wisudawati sangat gembira. Disamping menggunakan toga, dipelupuk matanya terbayang masa depan kehidupan yang lebih cemerlang. Namun dikala itu gelar akademik atau titel yang saya inginkan berubah, dari Drs. (doktorandus), menjadi S. Ag (Sarjana Agama). Itulah kenyataan, kadang apa yang dinginkan seseorang, kadang harus patuh pada kondisi alam dan sosial. Bila titel Drs. diplesetkan sebagian orang, sebagai doktor ambuih( yang kerjanya meniup), namun yang lebih tragis gelar yang baru ketika itu, S.Ag, diplesetkan artinya oleh sebagian rekan-rekan dengan sarjana anguk-angguk (sarjana yang kerjanya menganguk angguk saja). Beda halnya, rekan-rekan yang ada di IKIP ketika itu, waktu ditanya tentang gelar barunya, dia menjawab sambil bercanda, saya jauh –jauh dari Makasar ke Kota Padang, hanya mendapat S.Pd (Sarjana Pengemar Dangdut). Kelakar tahun 1997, dikala itu, dan pada akhirnya apapun jenis dan nama gelarnya diterima saja, yang penting sarjana. Itu sekedar ilustrasi, yang kisahnya berbeda, mohon dimaklumi. Kelakar tentang gelar terus berlanjut, misalnya S1 Fakultas Ushuludin ( S.Ud : Sud), S2-( M.Ud : Mud), untung saja S3 tidak (D.Ud: Dud) , bila iya terjadinya bisa-bisa yang bergelar, sakitnya tu di sini, masa S3 Dud. Untungnya gelargelar tersebut tidak pernah terealisasi.

Gelar Akademik Baru dan Proyeksi Karir Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 menyatakan ; tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Di dalam pasal tersebut ditekankan bahwa memperoleh pendidikan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Gelar akademik atau titel adalah gelar yang diberikan kepada lulusan pendidikan akademik bidang studi tertentu dari suatu perguruan tinggi. Lulusan perguruan tinggi dapat memperoleh gelar akademik atau sebutan profesional sesuai dengan kelompok ilmu dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Pendidikan tinggi seperti yang tertuang pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 19 menyatakan (1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. Terkait dengan gelar dan titel kesarjanaan, Kementerian Agama Republik Indonesia, melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 33/2016 memberlakukan regulasi gelar akademik yang baru. Dalam aturan terbaru tersebut Kemenag menghapus keterangan Islam atau yang biasa disingkat I dalam gelar akademik. Perubahan hanya pada gelar akademik S1 dan S2. Sementara itu, untuk S3 tetap Doktor seperti umumnya. Gelar untuk sarjana di Fakultas atau Jurusan Tarbiyah. Contohnya, sarjana Program Studi (prodi) Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Bahasa Arab yang sebelumnya bergelar S.Pd.I (Sarjana Pendidikan Islam) diganti menjadi S.Pd. Dalam arti lain mirip dengan gelar S.pd, yang ada di UNP. Perubahan lain adalah gelar untuk lulusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, yakni dari S.Sos.I menjadi S.Sos (sarjana sosial). Perubahan gelar yang baru didasarkan alasan filosofis akomodatif dalam semua ilmuan, dan setara dalam setiap civil efek dan kesempatan kerja bagi penyandang gelar akademik. Di samping itu usaha pemerintah menyetarakan antara Perguruan Tinggi sebagai produksi ilmu, dengan keahlian tertentu, dengan kebutuhan dunia kerja, telah dituangkan dalam Kurikulum Perguruan Tinggi (KPT), berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Di antara komponen yang ada adalah pendidikan yang berkarakter, atau adanya sikap dan tata nilai dengan kata lain orang yang berpendidikan adalah or-

PESAN Punya unek-unek, dan komentar terhadap keadaan kampus, kirim saja kegelisahan tersebut ke Pesan Suara Kampus, SMS ke 085363944042 setarakan nama dan fakultas

08527488xxxx “Saya berharap petugas perpustakaan segera dapat menuntaskan masalah buku, Karena kami tahu kuliah cuma punya waktu empat bulan dan kami sangat butuh buku. Kami meminta agar pihak perpustakaan terutama perpustakaan

ang yang dapat memanusiakan manusia. Kebijakan di atas, memang sangat ideal, namun realitas yang perlu jadi pertimbangan bagi para sarjana dengan gelar yang baru adalah persepsi masyarakat dan persaingan dalam dunia kerja. Sekedar menuangkan hasil obseversi sementara, terkait dengan nomenkaltur gelar akademik yang baru di lingkungan Kementerian Agama. Salah seorang anggota masyarakat, menyatakan dengan kesamaan gelar antara kompentensi umum dan agama dengan lebel Islam (I), menandakan tidak lurusnya cara berfikir, sehingga masyarakat terpaksa memberikan analisis, apa bedanya sekolah umum dan agama. Calon wisudawan tahun ini, sempat memberikan komentar, dengan adanya gelar yang baru, ia merasa senang, karena masya ra k a t da n dunia ke r j a t e la h menyetarakan dengan para sarjana lain, dan tidak ada deskriminasi sarjana agama. Namun ada calon beberapa wisudawan, yang menanggapi dengan biasa-biasa saja, yang terpenting mampu berkiprah di tengah masyarakat. Hal ini cukup beralasan, ketika gelar masih S.Ag, juga mampu berkiprah dan mendapat kerja sesuai dengan bidangnya, begitu juga, dengan gelar S.Sos.I, juga tak kalah bersaing dengan sarjana lain, begitu juga nanti ketika gelar akademik tanpa I (Islam) dapat dipastikan mampu bersaing di dunia kerja. Epilog Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 33/2016, regulasi gelar akademik yang baru. tentunya akan diberlakukan. Maka sikap yang proporsional adalah berfikir maju dan melihat sesuatu dengan perspektif ke depan, bahwa kehidupan di masa yang akan datang bukan sekedar gelar yang melekat, setelah wisuda, akan tetapi sikap tetap mau belajar yang harus tertanam. Gelar kesarjanaan dan ilmu yang diperoleh dari perguruan tinggi hanya 30 % , u ntu k ke b e r ha si la n d i masyarakat, 70 % lainya ditentukan dengan cara berkomunikasi dan kreativitas dalam menghadapi tantangan. Di akhir tulisan ini ada pepatah di Afrika, setiap pagi, se oe ko r k ij a ng s uda h b a ng u n. I a mengetahui, ia harus berlari lebih cepat dari yang tercepat, atau ia akan mati. Begitu juga, setiap pagi, seekor singa juga terbangun. Ia harus bisa mengejar kijang yang paling lambat, jika tidak ingin mati kelaparan. Pagi ini, atau hari ini, setelah memperoleh gelar, maka tidak peduli apakah anda kijang atau singa, ketika matahari mulai terbit, maka anda harus segera berlari. Selamat wisuda bagi yang wisuda, yang belum nunggu giliran dan memakai gelar akadmik yang baru.

S

uatu hari saya didatangi seorang bapak, lalu beliau bertanya, “Bagian umum rektorat di mana ya, Nak?” Katanya. Pertanyaan itu datang memecah lamunan saya di depan redaksi. Saya pun langsung menjawab, “Oh. Ada di belakang, Pak”, jawab saya saat menerima pertanyaan tersebut. Anehnya, bapak itu tidak langsung pergi. Beliau malah meletakkan helmnya dan curhat kepada saya. Berbagai keluhan yang beliau rasakan. Kisahnya begini, anaknya kuliah di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), dan tidak sanggup mengikuti kuliah di kampus tersebut karena banyak pelajaran Bahasa Arab. Setelah saya mendengarkan curhatannya seketika saya bertanya, “Memang sebelumnya daftar kuliah dimana, Pak”? Lalu beliau menjawab, “di PTN luar Kota Padang, Nak”, katanya. Lalu saya menyarankan agar langsung saja ke fakultas yang bersangkutan dengan jurusan anaknya, lalu temui ketua jurusannya dan kemudian bapak itu pergi. Kisah tesebut pasti akan membuat kita tersenyum kecil. Bagaimana tidak, keluhan yang seperti ini sudah menjadi hal biasa ditemui di kampus Islam yang dianggap pelarian. Orang tua mendapatkan keluhan dari anaknya bahwa mereka tidak sanggup lagi melanjutkan perkuliahan karena tidak sesuai dengan harapan. Image ini pernah dirasakan oleh calon-calon sarjana di Kampus Islam, banyak yang masih bingung ketika sudah menyandang gelar sarjananya nanti. Padahal, tiga tahun lebih kesempatan untuk mencari ilmu dan pengalaman di lembaga pendidikan. Mahasiswa baru harus diiringi dengan niat yang baru, niat itulah yang membuat sanggup tidaknya untuk bertahan. Sebenarnya tidak hanya masuk dalam suatu instansi saja tapi, setiap organisasi baik di eksternal maupun internal kampus juga menanamkan niat dan keyakinan . Ada cara mudah agar tidak selalu dihantui oleh rasa penyesalan akibat salah niat. Salah satunya, tanamkan keyakinan dan meluruskan niat diri untuk mencari pengalaman, dengan begitu menjalankan aktivitas akan lebih enjoy. Selain itu, mahasiswa jangan anti berorganisasi, sebab dari situ akan menemukan potensi diri. Karena skil atau potensi belum tentu di dapat dari ruang kuliah tetapi lebih banyak didapatkan diluar kuliah seperti berorganisasi. Meskipun demikian, dalam memilih organisasi perlu penyesuaian kadar pemikiran dan kebutuhan, apa yang menjadi minat dan bakat kita untuk mengali potensi diri di dalam organisasi yang dipilih. Tanpa ada niat dan motivasi, mahasiswa kini akan berfikiran cetek, lembek dan pesimis sehingga tidak peka terhadap persoalan kampus. Mahasiswa tanpa mencoba menggali potensi diri pasti akan menemukan penyesalan dikemudian hari. Semoga masih ada sisa-sisa optimisme untuk berjuang di kampus ini. Amin

institut segera buka. 08127553xxxx “Saya ingin fasilitas segera diperbai- ma karena Sisfo yang selalu berulah hahaha” 08528801xxxx “WC segera ditanggulangi karena kami lelah ki, pintu tolong diberi kunci agar bisa ditutup, tali-tali listrik yang begalantungan tolong diperbaiki, kipas an- harus jalan dari lokal ke mesjid hanya untuk cuci muka” gin tolong jangan hanya jadi pajangan kalau bisa kipas 08528331xxxx “Fasilitas IAIN ini kurang memadai ditamanginnya mutar juga lah. bah lagi beasiswa kurang memadai apalagi untuk kami yang 08238383xxxx “Tolong dana beasiswa yang ada di tidak dapat beasiswa bidikmisi ini” IAIN ini seperti bidikmisi semoga kedepan lebih tepat 08239269xxxx “Meminjam buku susah di kampus ini, garasasaran dan bisa turun ke orang-orang yang sangat gara pustaka institut masih belum buka, jadi harus meminjam membutuhkan seperti kami. Aminn” buku ke fakultas lain dan dikasari hanya karna tidak boleh pin08528801xxxx “Jangan lagi ada Sisfo yang ber- jam buku. Buk jangan kasar-kasar ya, kalau gak boleh minjam masalah, karena kami sudah lelah tiap tahun selalu dile- bilang aja gak boleh, gak usah ngomong kasar ya buk.


SALAM REDAKSI

SALAM REDAKSI

EDITORIAL

Semangat Pantang Pudar Pentingnya Gelar Didunia Kerja

K

ata-kata Islam memang penting un tuk sebuah perguruan tinggi yang mengusung idiologi pendidikan Islam, gelar yang didapat hendaknya juga harus sesuai dengan pendidikan yang di jalani selama ini. Namun ketika gelar itu menjadi ancaman untuk pemakainya akan sangat disayangkan sekali, karena tujuan setiap orang dengan gelar yang dimilikinya berbeda-beda. Gelar salah satu poin terpenting dalam setiap langkah yang menentukan arah tujuan kemana perahu pemakainya akan berlayar, terbukti sekarang banyak yang mendamba-dambakan gelar yang dimiliki orang lain sedangkan gelar yang dimilikinya terbatas dalam ruang dan waktu. Saat gelar tersandang dipundak seseorang akan jelas darimana ia berasal dan pendidikan seperti apa yang dijalaninya selama ini. Dengan gelar, manusia juga terkotak-kotakan dan menjadi terbatas mengekslor diri untuk maju didunia pekerjaan. Ketetapan gelar yang sering berubahubah seketika dengan berbagai pertimbangan dari pucuk pimpinan yang membuat keputusan, kadang membewa mudarat untuk yang memakainya tapi tidak jarang juga membawa manfaat atas perubahan yang terjadi. Contohnya saja Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 33 yang merubah gelar akademik Islam dengan menghilangkan embel-embel Islam diujung gelar yang dimilikinya. Hal tersebut mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan akademisi Islam yang seakan baru mendapatkan angin segar dari perubahan tersebut untuk bersaing didunia kerja, selama ini mereka menganggap gelar yang dipakainya selama ini menutup pekuang untuk berkompetisi dengan dengan lulusan perguruan tinggi umum lainya. Dilihat dari urgensinya memang gelar mempengaruhi tidak lanjut dari proses yang dilalui selama menempuh pendidikan. Banyak kemungkinan ketika gelar berubah dan prospek kedepan akademisi juga berubah, karena gelar terlihat diawal perkenalan identitas diri seorang kademisi.

CILOTEH + Sarjana Islam Tanpa Gelar ‘Islam’ - Lai sabana bisa basaing di lua ko? + Dua Tahap Kepastian Menuju UIN - Tapi, jan lupo di pantau taruih Pak!

Pelindung: Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Dr. H. Eka Putra Wirman, Lc, MA. Penanggung Jawab: Wakil Rektor III IAIN Imam BonjolPadang Dr. Alkhendra, MA Kepala Biro AUAK Drs. Dasrizal, MA Pembina: Yulizal Yunus, Shofwan Karim Elha, Emma Yohanna, Sheiful Yazan, Abdullah Khusairi, Muhammad Nasir, Andri El Faruqi Dewan Redaksi: Arjuna Nusantara, Zulfikar Efendi, Dosfrianto, Yogi Eka Saputra, Taufik Siddiq, Elvi Safitri Dinyyati Rahmatika.

Menulis: Dua Doktor berpacu menulis untuk Suara Kampus, Jumat (23/09)

A

ssalamualaikum Wr. Wb Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Al lah SWT, berkat Rahmat dan KaruniaNya lah kami bisa berkarya di tengah keterbatasan kami sebagai anggota Suara Kampus. Shalawat dan salam kami kirimkan kepada Rasulullah SAW, suri teladan dan penerang jalan bagi umat-Nya. Alhamdulillah. Setelah melewati proses yang cukup panjang dan melelahkan demi pembuatan tabloid Suara Kampus edisi 140, akhirnya sampai juga ke tangan pembaca. Mencari berita disela-sela kesibukan perkuliahan, persiapan untuk Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN), Praktek Lapangan (PL) dan berbagai agenda keorganisasian tetap dilakukan demi terbitnya tabloid ini. Terbitan kali ini merupakan edisi keti-

ga di kepengurusan 2016. Berbagai wawancara kami lalui demi mendapatkan data yang akurat agar sajian yang kami hidangkan benar-benar terasa melepas dahaga pembaca, apalagi hidangan kali ini akan dinikmati oleh mahasiswa baru IAIN Imam Bonjol Padang, serta pembaca umum lainnya. Dengan keterbatasan dan segala kesibukan kami untuk mencapai tabloid edisi 140 ini terlambat terbit beberapa bulan, seharusnya edisi kali ini sudah sampai ketangan pembaca beberapa bulan yang lalu tapi baru bisa kami suguhkan hari ini, kru Suara Kampus meminta maaf dengan segenap hati atas kelalaian dan keterbatasan yang ada. Meskipun begitu, akhirnya tabloid Suara Kampus edisi 140 terbit dan berada di tangan pembaca. Semangat yang tak pernah luntur, mencurahan pikiran, tenaga dan waktu

demi terbitnya tabloid edisi 140 ini. Berbeda dari edisi belelumnya, kali ini tabloid Suara Kampus hadir dengan 16 halaman. Sajian pemberitaannyapun berbedabeda. Edisi ini kami menyajikan berita mengenai gelar akademik yang diganti sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 33. Jika sebelumnya lulusan sarjana Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN bergelar S. Pd. I maka mulai tahun ini berubah menjadi S. Pd, sedangkan dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi dari gelar S. Sos. I berubah menjadi S. Sos. PMA No. 186 tahun 2014 tentang penetapan gelar akademik pasca sarjana dinyatakan tidak berlaku lagi termasuk di perguruan tinggi IAIN Imam Bonjol Padang. Segala bentuk perubahan yang terjadi di Kementerian Agama (Kemenag) maupun IAIN Imam Bonjol Padang dan berlaku di PTKIN seluruh Indonesia. Semoga perubahan yang terjadi benar-benar membawa kepada kebaikan umat. Amin. Tidak lupa pula selamat atas diwisudanya Mahasiswa/i IAIN IB Padang yang ke LXXVI semoga ilmu yang didapat bermanfaat untuk masa depan yang lebih baik, jangan pernah lupakan darimana anda berasal dan yang membesarkan anda. Akhir kata semoga tabloid edisi 140 ini menjadi informasi yang bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran yang membangun kru butuhkan untuk kebaikan tabloid kedepannya.

CERMINIA

Kompas

K

ompas merupakan alat yang di gunakan untuk menentukan arah, ke mana akan berkelana atau hendak mencari suatu tempat, maka kompas merupakan salah satu alat yang dapat digunakan. Kompas memberikan rujukan arah tertentu, sehingga sangat membantu dalam bidang navigasi. Arah yang terbagi menjadi arah utara, barat, timur dan selatan secara umumnya, membuat perlunya kehadiran alat ini, agar mudah menentukan kemana arah yang akan kita tuju. Ketika para petualang hendak berkeliling ke berbagai wilayah, maka alat ini juga menjadi incaran bagi mereka. Perjalan yang menggunakan kompas, biasanya perjalanan yang mengarah ke lokasi terbilang jauh dari keramaian seperti hutan yang rimba atau ke semak-semak, sehingga sulit sekali bertanya agar mengetahui kemana selanjutnya akan berjalan. Tentunya, jika ingin menggunakan alat ini, maka harus memilih terlebih dahulu mana kompas yang benar-benar dapat menjadi petunjuk arah, dan mana kompas yang sudah rusak sehingga tidak dapat lagi menjadi alat bantu bagi kita untuk menentukan suatu arah atau tempat. Dalam hal ini, kalau terjadi kesalahan kecil dalam memilih, maka pastinya arah yang akan dituju tidak

Friyosmen Redaktur Pelaksana Suara Kampus

akan ditemukan. Dengan demikian, alat ini tentu harus diseleksi terlebih dahulu sebelum digunakan, dan di cek apakah layak untuk dibawa sebagai alat penunjuk arah atau sudah rusak. Alat ini akan memberikan kemudahan jika kondisi alat yang bagus dan tidak dalam keadaan rusak. Akan tetapi, ketika alat ini sudah tidak dapat digunakan lagi, sedangkan para petualang masih menggunakannya maka tujuan yang dimaksud tidak akan ditemukan bahkan akan mengarahkan kepada tempat yang salah. Jika hal ini terjadi bagi para penggemar petualang ke alam bebas, akan membahayakan sekali. Salah arah akan menghantarkan nyawa mereka kalau tidak berhati-hati dalam menentukan arah yang harus dan boleh dilalui. Kompas ini kebanyakan digunakan oleh mereka yang berkecimpung di bidang pramuka, kemudian komunitas pencinta alam, sehingga dengan jiwa petualang mereka yang sangat membara mengharuskan mereka untuk mempersiapkan alat ini atau yang sejenisnya. Karena untuk zaman sekarang, kompas tidak lagi dalam bentuk atau model

kuno seperti yang dulu kita kenal, yaitu hanya berbentuk kompas bulat atau petak. Sementara untuk sekarang, dengan kecanggihan teknologi, maka kompas sudah bisa digunakan pada smartphone, atau kompas yang terdapat pada jam tangan, sehingga tidak memerlukan ruang untuk menghadirkan alat yang satu ini. Jika kita perhatikan, kompas ini sudah mulai banyak tidak digunakan, mengingat peran dan urgensi dari alat ini tidak mengikuti perkembangan masa. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka alat navigasi penunjuk arah sudah dikonversikan menjadi peta arah seperti Google Map, atau aplikasi yang sejenisnya. Hanya saja itu tergantung kepada kita, apakah kompas sebagai penunjuk arah tetap kita pertahankan sebagai alat yang crusial atau kita beralih kepada alat atau aplikasi yang lain. Pada intinya keberadaan dari benda ini masih ada tetapi pemungsiannya terminimalisirkan dengan munculnya berbagai pilihan baru. Jadi, ketika kita akan berpergian, khususnya akan melakukan perjalanan ke wilayah yang jauh dari keramaian, maka kompas dapat menjadi salah satu penolong. Pergunakanlah kompas atau alat sejenisnya, agar tidak mudah tersesat atau bahkan menimbulkan akibat yang fatal jika tidak menggunakannya.

Pemimpin Umum: Rahmadi | Sekretaris Umum: Nofri Migo | Bendahara Umum: Rahmi Yati | Pemimpin Redaksi: Aidil Ridwan Daulay | Wakil Pemimpin Redaksi: Mukhtar Syafi’i | Redaktur Pelaksana: Sherly Fitri Yanti, Silvia Wulandari, Friyosmen | Koordinator Liputan: Axvel Gion Revo | Redaktur: Miftahul Ilmi, Agusrianti, Meilia Utami, Lisa Fauziah | Bidang Pracetak: Ulvia Rahmi, Khairul Nasri| Editor Video: Rita Yulia Sari | Pemimpin Perusahaan: Amaliyatul Hamrah | Manager Iklan & Usaha: Khairuddin | Manager ADM & Sirkulasi: Sartika | Koordinator ADM: Anindia Padsun | Kepala SDM & Litbang: Risya Wardani | Koordinator Litbang: Audia Meliza

Wartawan: Salman Yuziro , Muhammad Iqbal, Siti Sundari, Zulfaiza Fitri, Naufal Ash Siddiq , Cici Yulhendri, Devi Susanti, Cani Silpina, Syifa Aulia , Ganti Putra W, Dina Audya, Tika Refendra, Mulyadi, Harpen, Dolly Dui Tifa, Fatma Sari, Utia Safitri, Gustina, Intan Sari Andini, Yulia Agustriani, Suci Mawwaddah, Arianto, Nadia Muhajiroh, Melan Utama, Miftahul Jhannah, Riki Rianto

SUARA KAMPUS.com Twitter: @suara_kampus | Email: lpmsuarakampus@gmail.com | redaksi@gmail.com | Fanpage : Suarakampus.com



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.