Suara kampus edisi 129

Page 1


Editorial

Salam Redaksi

Pendidikan Senjang “Kalau hanya Rupiah yang ada di kepala, tak guna pendidikan yang ada.... Impian anak bangsa kini telah berakhir, pendidikan tanpa batas si kaya. Ampas doktrnisasi datang untuk si miskin, kesenjangan pun semakin menaja�. Demikian potongan lirik sebuah lagu Punk yang sedikit banyak menggambarkan keadaan pendidikan di Indonesia. Kesenjangan memang masih jadi persoalan utama. Kalangan berduit lebih berpeluang mendapatkan pendidikan dibanding mereka yang tidak mampu. Memang banyak faktor penyebab kesenjangan pendidikan, namun faktor ekonomi menjadi yang paling kerap disalahkan. Betapa banyak keluarga kurang mampu yang menyuruh anaknya terlibat mencari nafkah dibanding duduk di bangku sekolah. Mau tak mau kalangan kurang mampu akan memilih jalan untuk memperoleh uang ketimbang menyekolahkan anak-anak yang memaksa mereka mengeluarkan uang. Meski pemerintah telah mengupayakan berbagai program agar pendidikan formal bisa dinikmati semua kalangan, namun faktanya masih banyak anak negeri yang tak mampu mengenyam nikmatnya pindidikan. Hal serupa pun terjadi di Padang. Di sejumlah titik persimpangan lampu lalu lintas, banyak dijumpai anak usia sekolah yang berkeliaran. Sebagian dari mereka memilih mengamen atau sekadar berkeliaran di jalan ketimbang duduk di sekolah. Berbeda lagi dengan yang terjadi di pasarpasar, anak usia sekolah terlihat bekerja membantu orang tua mengais uang untuk makan. Serupa dengan keadaan anak-anak di pinggir pantai. Tuntutan biaya memaksa mereka terlibat melaut mencari ikan. Jika ini dibiarkan, bukan tak mungkin pendidikan menjadi sebuah komoditas yang hanya dapat diraih orang beruang, bukan lagi hak semua wagra tanpa pandang kaya atau miskin, mampu atau tidak. Namun tak adil juga rasanya jika hanya sibuk mencari kekurangan pemerintah menyediakan hak pendidikan untuk semua. Tak dapat dipungkiri pemerintah telah mencoba menyetarakan pendidikan meski hasilnya belum maksimal. Kesadaran orang tua rasanya juga pantas dipertanyakan. Ketika pemerintah telah mengupayakan pendidikan murah, sudah sejauh mana orang tua mengupayakan bisa menikmati pendidikan murah jika mereka kurang mampu? Dan lebih pantas dipertanyakan lagi, sejauh mana kesadaran mereka yang mampu untuk membantu mereka yang kurang? []

Ciloteh

Selamat Jalan Andika

Alhamdulillah, Tabloid Edisi 129 Suara Kampus kembali hadir di tengah-tengah kampus Islami ini. Edisi 128 lalu tabloid tersebar di seluruh pembaca setia kami. Berselang beberapa Minggu edisi kedua kepengurusan 2014 ini siap-siap untuk disajikan, tentu dengan tema yang baru dan informasi yang aktual. Tidak hanya sibuk dengan terbitan, anggota Suara Kampus juga kembali membuka pendaftaran bagi mahasiswa yang ingin menambah ilmu di bidang tulis-menulis. Panitia sudah dibentuk dari ketua sampai jajarannya beberapa pekan sebelum pendaftaran dibuka.Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami, antara membagi kesibukan terbitan atau menjadi panitia penerimaan anggota baru. Ditambah dengan jadwal perkuliahan yang tidak akan ditinggalkan. Bersyukur, kami berhasil mengatur waktu itu, terbukti dengan tabloid edisi 129 sampai di tangan pembaca dengan tema pendidikan. Karena moment terbit ini dekat dengan Hari Pendidikan Nasional. Sedangkan pada rubrik suara khusus kami

Cerminia

Sayang, HP Cerdas Tak Berpulsa

Siapa yang tak sayang pada Hape Cerdas. Sebelum melelapkan mata, barang terakhir dipegang adalah Hape. Saat membuka mata barang pertama dipegang pun Hape. Tentu Sayang, Hape cerdas sangat memanjakan pemiliknya. Hape Cerdas mampu menyampaikan pesan hanya dalam hitungan detik, hingga informasi dari seluruh penjuru dunia bisa dicicipi penggunanya kapanpun dan di manapun. Tapi siapa yang akan sayang pada Hape Cerdas tanpa pulsa. Jelas, Hape cerdas tanpa pulsa hanya sekadar alat penunjuk waktu semata. Dipegang sebelum tidur pun hanya untuk alarm, dipegang saat bangun pun hanya untuk mematikan alarmnya, sayang. Esesnsinya, segala jenis Hape tujuan utamanya untuk pengembangan manusia dalam konteks komunikasi ataupun relationship guna manambah wawasan dan pengetahuan penggunanya, serta mempermudah menunaikan hakikat manusia sebagai makhluk komunikatif. Sejauh ini, jika kita berangkat dari fungsi dasar Hape, percuma memiliki Hape cerdas yang mahal tapi tidak berpulsa, artinya tidak produktif. Lebih baik menggunakan Hape

+ Misteri Aktivis Mahasiswa - Aktivis atau antu balau? Pakai misteri lo gai + Pembangunan Setengah Hati - Tu satangah lo lamaknyo pak? + Memacu Tekad Meraih UIN - Cerita lama keleeess.

Pelindung: Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Prof. Dr. H. Makmur Syarif S. H., M.Ag. Penanggung Jawab: Wakil Rektor III IAIN Imam Bonjol Padang Prof. Dr. H. Asasriwarni, MH Kepala Biro AUAK Drs. Dasrizal, MA Pembina: Yulizal Yunus, Sheiful Yazan, Suardi Sikumbang, Abdullah Khusairi, Muhammad Nasir, Sudarmadji, Andri El Faruqi

Desain: Ahmad Bil Wahid

Alm. Andika Putra kembali melirik ke belakang, mencari informasi tentang pembangunan kampus IAIN Imam Bonjol Padang. Rubrik lainnya, redaksi juga mengupas berita di dalam maupun luar kampus. Informasi seputar kampus IAIN IB Padang tidak hanya dilihat di tabloid saja, tapi juga bisa di situs http//www.suarakampus.com. Berhasilnya kru membagi waktu tidak

hanya terlihat pada tabloid saja. Tapi, juga terlihat siapnya calon anggota baru dilatih di bidang menulis, setalah mereka mendaftar pada stand yang dibuka di Blog M selama tiga Minggu lalu. Namun, Mujua ndak dapek diraih, malang ndak dapek dipinteh, pribahasa itu tepat utuk mengambarkan hari-hari menuju penerbitan. Malam itu hampir semua bahan tabloid sudah terkumpul di kantong masingmasing redaktur. Dengan planing tiga hari ke depan bahan itu siap layout. Di sela malam itu jua kabar duka datang ke kantor redaksi Suara Kampus. Salah seorang kru Suara Kampus Andika Putra, wartawan Suara Kampus kembali ke pangkuan sang pencipta. Kabar duka ini tidak menyurutkan niat kru Suara Kampus untuk tetap menerbitkan tabloid tersebut. Tabloid ini akan dijadikan doa dari kami untuk almarhum, semoga beliau diterima di sisi Allah SWT. Banyak kenangan yang tersisa di benak, kami bercanda, bergurau, mencari, meliput, bergurau bersama. Kini semua tinggal kenangan semata. Selamat jalan Andika.[]

Dewan Redaksi: Arjuna Nusantara, Andika Adi Saputra, Ridho Permana, Urwatul Wusqa, Ikhwatun Nasra, redaksi@suarakampus.com

Taufiq Siddiq Koordinator Liputan LPM Suara Kampus

biasa yang fiturnya sama dengan Hape Cerdas yang tak berpulsa tapi produktiv. Tidak salah jika membeli Hape Cerdas yang tidak berpulsa (produktif) hanya untuk gaya-gayaan. Orang membeli Hape cerdas, kita juga membeli tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan kapasitas kita. Kognitif pemakai dan sejauh apa keperluanya juga perlu dipertimbangkan. Selain itu, kapasitas dan sejauh apa kebutuahan pengguna juga wajib dipikir ulang . Hape cerdas tanpa diimbangi kecerdasan pemakaipun sia-sia, karena untuk menjalankan kecerdasan gadget tersebut harus dengan kecerdesan pemakai juga. Maka intinya adalah produktifitas kita terhadap sesuatu. Hape Cerdas atau tidak itu tergantung kepada kecerdasan kita sebagai pengguna, disitulah letak cerdasnya Hape atau tidak.

Saat kita memakai Hape biasa namun tidak produktif, Untuk apa kita kocar-kacir berkerja keras untuk mendapatkan Hape cerdas yang begitu mahal jika nantinya sama nasibnya dengan Hape biasa yang tidak produktif. Seperti akhir-akhir ini, usaha kita untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari yang telah kita punya begitu kuat. Namun apakah yang kita miliki sudah produktif dalam interprestasi dari Tri Dharma perguruan tinggi? Sudahkah status kita hari ini sesuai dengan seharusnya? Untuk apa kita mendapatkan hal yang baru jika nasibnya sama atau tidak berubah dari keadaan status kita sekarang. Artinya jika kita mendapatkan status tersebut maka esensinya hanya perubahan nama semata. Secara personal, tidak ada yang menolak untuk mendapatkan yang lebih baik dan baru, namun Hape Cerdas tanpa pulsa, bagaikan perubahan yang mahal tanpa ada perubahan yang spesifik dari keadaan hari ini. Naik kelas atau tidak, status ini tergantung pada produktifitas kita, buat apa harus pontang-panting mendapatkan Hape

Pemimpin Umum: Zulfikar. Sekretaris Umum: Sri Handini. Bendahara Umum: Nela Gusti Hasanah. Pemimpin Redaksi: Ahmad Bil Wahid. Pemimpin Perusahaan: Dosfrianto. Kepala Divisi SDM & Litbang: Septia Hidayati. Redaktur Pelaksana: Restu Mutiara Sari. Koordinator Liputan: Taufiq Siddiq. Redaktur: Yogi Eka Saputra, Elvi Safri Dinyyati Rahmatika. Divisi Periklanan & EO: Zul Anggara. Divisi Umum & Adm: Jeki Pernandos. Reporter: Evi Candra, Rahmawati Matondang, Nur Khairat, Ari Yuneldi, Gusriana Luxtriana, Tri Bayu Lestari, Yuni Marsela, Chairil Anwar, Lusi Sri Suhasti, Weli Ramadhani, Boby Irawan, M Akmal, Novia Amirah Azmi, Ade Irwansyah, M. Zahir Ikhlas, Annisa Efendi, Arif Nur Setiyawan, Eka Putri Oktaridhaillahi, Delli Ridha Hayati, Bustin, Hervina Harbi, Annisa Fitri, Esti Wandani, Rosi Elvionita, Iis Sholihat Damanik. Anggota Magang: Eka Dasman, M. Arif, Sulaiman, Jel Hendri, M. Fadil MZ, Romlan Heriyadi, Nurcahaya Dalimunthe, Kamaruddin, Novi S. Nur, Adril Maiyanto, Syafriko, Nurhayati, Uci Yusvitha Sari, Axvel Gion Revo, Amaliatul Hamrah, Annisaul-Husna, Atmelia Sari, Aidil Ridwan Daulay, Destiwi Zurima, Deliani, Defriandi, Eka Sapta Desi, Farhatun Layali, Fitratul Rahmi, Febri RahmaSuci, FitriaWati, Friyosmen, Gusnanda, Irda Yona, Jamal Mirdad, Kanadi Warman, Khairul Ummah, Lailaturrahmi, Muhammad Yunus, Marlediana, Mukhtar Syafi’i, Muhammad Ilham, M. Yasir Arafat Hasibuan, Meldhiany Ramadhona, Nico Citra Wandi, Nofri Migo, Netra Dewita, Pepi Oktaviani, Rahmadina, Risya Wardani, Ria Oktaviantina, Redy Saputra, Rasihan Anwar, Rafika Ramadani, Rahmad Putra Kampai, Rahmadi, Rice Juli Asnita, Reski Kochan Jasandra, Siti Saodah, Sakinah, Syofil Apri Yanil, Salfin, Salvianti, Tri Yulinatati, Tesalia Putri, Ulfa Fauziah, Veni Andriani, Warnida, Wike Oktaviani, Yahya Sakynah, Yandri Novita Sari, Yunita Oktavia, Zaitil Akbar, Ilham Hamdani, Fanidiya Refani.


Opini Pembaca

Kolom

Pendidikan untuk Orang Pinggiran

M

engurus pendidikan itu rumit, banyak masalahnya namun mulia. Kerumitan dan problematika pendidikan itu sulit diselesaikan secara tuntas, akan terus bertambah sejalan dengan perkembangan kemajuan. Kemuliaan akan tampak melalui pendidikan, manusia dapat menemukan martabat, harkat dan ketinggian kemanusiaannya. Soal pendidikan terus diperbincangkan, dikritisi dan pada waktu tertentu juga patut diapresiasi. Hal ini merupakan wujud kepedulian terhadap pentingnya dunia pendidikan. Kerisauan tentang keadaan pendidikan di negara yang sudah merdeka lebih setengah abad ini, terus menggelayuti beban pikiran baik pakar pendidikan, akademisi, praktisi pendidikan dan para penentu kebijakan tentang pendidikan. Sulit memang mengurai benang kusut pendidikan, yang kadar kekusutannya akan membuat siapa pun untuk memilih cara praktis dengan membeli benang baru. Semua pihak ingin pendidikan membaik, tapi hendak dimulai dari mana? Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), akhirnya memulai dari pendekatan uang. Anggaran pendidikan dipatok minimum 20 persen. Dana subsidi untuk bantuan ke sekolahsekolah, ternyata tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Pemberian dana sertifikasi satu kali gaji pokok bagi guru dan dosen, menurut penelitian banyak pihak belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Justru kreativitas bahkan lebih sering buntu ketika segala sesuatu termudahkan. Dana BOS yang langsung masuk ke rekening sekolah tak semuanya membawa manfaat. Malah cenderung mengundang masalah, ada yang saling curiga, ada yang secara nyata “menyelewengkan” uang yang berujung terpidana kepala sekolah. Setali tiga uang BOS APBD yang meningkat tajam di kolom pendidikan membuat banyak daerah kebingungan sendiri, ini uang mau diapakan? Mencerdaskan Orang Pinggiran Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap 2 Mei tiap tahunnya adalah saat yang tepat untuk mendiskusikan pendidikan, khususnya bagi masyarakat yang berada di pinggiran kota. Orang-orang yang terpinggirkan dari sisi ekonomi (miskin), komunitas yang masih belum tersentuh oleh sarana prasarana jalan yang menyebabkan terpinggirkan dalam kemajuan teknologi dan peradaban modern adalah pihak-pihak yang harusnya mendapat perlakuan khusus oleh pemerintah. Perlakukan pemerintah, dunia swasta dan pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan orang pinggiran, tidak hanya penyediaan sarana pendukung pembelajaran, seperti gedung sekolah, guru-guru berpenghasilan cukup, atau juga metode ajar. Semua itu penting, tapi ada yang lebih penting dari itu, yaitu kultur belajar dan semangat maju. Masyarakat yang hidup di pinggir atau yang masih terpinggirkan, perhatian mereka lebih terfokus pada hiburan yang ada di televisi

Duski Samad Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang

daripada membaca. Senang dan gemar bertutur -maota- sehingga tak terbiasa untuk menulis. Lebih banyak diajari cara menghafal daripada menalar. Sistem yang membuat semuanya jadi begini, sistem juga yang mestinya diperbaiki. Iklim pendidikan yang lebih mengedepankan kultur menonton, mendengar dan berbicara akibat pengaruh kehidupan komunal perlu diubah dengan budaya pendidikan baca, pikir dan tulis. Ketinggalan akan tetap sulit diubah bila kultur membaca, berpikir dan menulis tidak dikembangkan sedemikian rupa. Karena lewat berfikir, membaca dan menulis membuat orang mampu menciptakan dan mengubah diri menuju ke arah yang lebih baik. Pendidikan yang menjadi wasilah terwujudnya orang-orang berilmu, diyakini dapat memperbaiki orang-orang pinggiran. Knowledge Reshapes Distiny (ilmu pengetahuan mengubah nasib) adalah motto yang dipahatkan di sebuah bagunan di National Univercity of Singapura (NUS) yang beralamat Bukit Timah Road, Singapore 259770. Motto singkat dan padat ini menjadikan pikiran cerdas, ternyata ada hubungan erat antara nasib manusia dengan capaian keilmuan yang diperolehnya. Kalimat singkat ini juga mengingatkan, bahwa nasib bukan takdir yang tak bisa diubah. Nasib dapat berubah dengan menguasai ilmu pengetahuan, begitu juga halnya mengubah nasib orang pinggiran menjadi orang maju dan berperadaban lewat pendidikan. Sayangnya, budaya pragmatis dan konsumtif yang dibawa oleh liberalisasi telah juga melindas dunia pendidikan. Akses terhadap dunia pendidikan yang mestinya dapat dijangkau oleh semua komunitas, tanpa disadari mulai berubah menjadi dunia industri. Sekolah-sekolah pilihan berlabel premium, sekolah internasional yang memang terbukti menjanjikan hasil lebih baik mematok biaya super tinggi. Kelumrahan suatu mekanisme pasar di mana prinsip “ada harga ada rupa” menjadi keniscayaan. Sedangkan sekolahsekolah kelas ekonomi di pinggiran atau pelosok, dengan gedung-gedung tua yang hampir roboh dan kurikulumnya yang dibuat massa. Memaksa anak-anak bangsa ini menelan semua pelajaran ala kadarnya dari pengajar bergaji rendah, yang sehari-hari sibuk mencari penghasilan tambahan entah berdagang atau jadi tukang ojek demi kelangsungan hidup keluarganya. Dampak lanjutan dari dunia pendidikan orang-orang pinggiran yang kalah atau dikalahkan oleh perkembangan global adalah

memaksa anak-anak itu meninggalkan bangku sekolah (droup out), bersaing dalam dunia kerja yang keras, mereka lebih sering tersingkir untuk alasan yang sulit dibantah, low skill. Maka kisah wajib belajar, apakah 9 atau 12 tahun itu, kerap tak banyak mengubah hidup “orang-orang pinggiran” dalam pengertian pendidikannya terpinggirkan ini. Generasi pekerja akhirnya akan bernasib sama dengan guru-guru mereka di sekolah dulu menjadi buruh bergaji rendah. Di pasar kerja internasional, sebagian besar orang Indonesia masih harus mengisi kebutuhan tenaga kasar industri kuli di perkebunan atau pembantu rumah tangga yang kerap teraniaya di kota. Kalaupun ada yang menjadi professional worker, bisa dipastikan sejarah pendidikannya bukan dari kelas ekonomi tadi. Kebanyakan mereka lulusan pendidikan premium, hanya peristiwa istimewa bin langka yang bisa membalik logika ini. Tukul, pria ndeso tapi mujur itu, adalah salah satu contohnya. Bersamaan dengan itu, upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan patut dihargai, dengan telah ditetapkan beberapa undang-undang tentang pendidikan, UndangUndang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Undang-Undang No 15 tahun 2005 tentang guru dan dosen dan seperangkat peraturan pemerintah dan kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lebih nyata lagi adalah penetapan 20 persen anggaran negara, APBN, ABPD untuk sektor pendidikan adalah bukti nyata keseriusan pemerintah untuk mengurus dunia pendidikan. Namun, sampai saat terakhir, pemerintah belum mampu menyelesaikan pendidikan melalui undang-undang dengan baik, bijak dan adil. Kesenjangan pendidikan masih banyak masalah yang perlu diselesaikan. Level sosial saja mereka sudah terpinggirkan, apalagi level perundangan-undangan, hukum, dan pelayanan pendidikan dari pemerintah dan instansi terkait. Jadi sangat logis jika ribuan bahkan jutaan nasib “orang-orang pinggiran” di dunia Pendidikan Nasional dalam kategori di bawah standar. Apalagi daerah-daerah terpencil. Hanya dengan dan didorong oleh semangat warisan leluhur, maka masyarakat bisa sekolah dan mendirikan sekolah untuk kecerdasan masyarakat. Akhirnya patut untuk diingatkan bahwa pendidikan untuk semua, pendidikan sepanjang hayat adalah kerja mulia yang harus dilakukan lebih baik lagi. Kemajuan dan keadaban suatu bangsa diukur dengan tingkat pendidikan warganya. Pendidikan adalah kerja besar yang memerlukan perencanaan sistimik, berkesinambungan dan tak boleh tambal sulam. Belajar pada sejarah, ganti pemerintah bertukar pula kebijakan adalah ancaman bagi keberlangsungan dunia pendidikan. Perhatian terhadap pendidikan bagi orang pinggiran bukanlah sekedar program populis, tentu diharapkan memberi jaminan bagi masa depan mereka. Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2014. []

InBox 08318067XXXX Pak bisa ndk dibuek gedung khusus tuk kantin, buliah keren lo kampus wak ko pak, mode kampus-kampus nan lainnyo, pak.

08318278XXXX Pak, bUKak Ce FAKULTAS PETERNAKAN lai Pak. Patang ko Banyak Kambiang. Kn kambiang ndk dow, tibo lo WAWAU.. Kiro2 bsk ko hewan apo nan ka kami sambut lai tu pak?

08576657XXXX Pak tlng sadioan Tong samPah organik N anorganik, buliah ndak merajalela ce sarok2 tu pak...MANA “Anna zofatul minal iman tu pak....?

08576379XXXX Lahan parkir di tiap-tiap fakultas ini, tolong dibuat pak. Tak payah la kendaraan masyarakat di kampus ini tertata rapi.

08527499XXXX Pak, Fasilitas di kelas ko tolong dilengkapi. Masak iyo, ado kelas yang lantainyo pacah-pacah jo atok nan bocor. Kos wak ce rancak pak. 08779259XXXX Satpam di muko tu a gunox pak??. Ka duduak2 cantik se pak?. Beko Pesta Maliang lo di kmpus ko pak, lah ptang ko do pengoroyokan.

Sampaikan keluh kesah, kritikan ataupun saran anda tentang kampus via SMS ke 083897810144 dengan format: Nama-JurusanNIM-Pesan, Contoh: Udin-Perbankan Syariah-Pesan.

Pendidikan Menuntut Cerdas

M

e n dapa ti d u n i a pendidikan saat ini, alih fungsi pendidikan kian hari kian marak diracuni. Tidak jarang pendidikan dididik Zulfikar dengan kekerasan, Pemimpin Umum seolah pendidikan Suara Kampus hanya sekedar pelampiasan amarah yang tidak kunjung surut untuk mendapatkan suatu inovasi. Miris memang, tidak hanya kurikulum yang terusmenerus ditindas, peserta didik pun juga ikut mendapatkannya. Mulai dari kurikulum pendidikan yang lahir dengan prematur. Menganggap suatu perkembangan zaman harus merubah paradigma dan jalur pendidikan tersebut. Pendidikan nasional telah menjelaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa, bukan penindasan bagi penerus bangsa. Dilema yang patut untuk kita renungi bersama, kesalahan pendidikan bukan berarti penyiksaan. Semakin menarik nama kurikulum atau jenis pendidikan yang di pamerkan, semakin terasa pembodohan yang didapatkan. Bukankah pendidikan tiang dari suatu negara, baik atau buruknya pendidikan akan berpengaruh terhadap perkembangan suatu negara tersebut. Menyalah artikan pendidikan hanya sebagai batu loncatan agar memiliki lembaran kertas dengan pernyataan lulus. Tak jarang, pendidikan yang didesain sedemikian rupa menjadi acuan dari standar-standar kurikulum dalam menanggapi perkembangan zaman, katanya. Dunia pendidikan bukan dunia pragmatis. Mendapatkan jalur pendidikan baik formal maupun nonformal, mengharapkan selembar kertas yang bertuliskan ijazah dan standar dalam hasil berupa angka yang dijadikan sebuah patokan demi mendapatkan lapangan pekerjaan. Yang perlu diperhatikan, lapangan pekerjaan itu hadir bukan dari angka-angka yang diperoleh melalui jenjang pendidikan. Tapi, sebuah kemampuan dalam mencerna dan memiliki skill di bidang yang digeluti. Berhasil atau tidak suatu pendidikan, bukan berarti kurikulum yang diterapkan harus di gonta-ganti dengan alasan penyempurnaan. Bukankah kurikulum yang telah diterapkan sebelumnya, melahirkan manusia-manusia intelektual? Kemerdekaan Indonesia bukan lahir dari orang-orang yang medapatkan pendidikan karakter ataupun kurikulum berbasis kompetensi. Namun, semua itu lahir karena kesadaran dan keinginan demi mewujudkan Indonesia yang memiliki penerus bangsa yang cerdas dan berkompeten dalam suatu bidang yang ditekuni dan dibutuhkan negara yang kita sebut dengan negara berkembang. Persoalan pendidikan di Indonesia yang kian hari kian rumit kita dapati. Mulai dari sistem, perencanaan dan kesadaran pendidik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa perlu untuk dipertanyakan kembali. Kesalahan yang terjadi bukan karena kurikulum yang diterapkan tidak relevan. Tapi apakah tenaga pendidik sadar dengan tujuan kependidikan tersebut? Mendidik bukan sekadar profesi belaka, dengan memenuhi kuota jam mengajar yang ditetapkan. Melainkan, harus sadar dengan tanggung jawab dan cita-cita pendidikan bahwa kecerdasan anak bangsa sangat dibutuhkan. Sudah cukup persoalan kekerasan terhadap peserta didik kita nikmati, ingatlah mendidik itu tidak mudah dan tidak semua orang bisa untuk mendidik. Jika seorang pendidik itu melaksanakan pendidikan dengan kekerasan. Tidak dapat kita salahkan, jika peserta didik tidak memiliki sikap dan perilaku yang baik. Pendidikan karakter seharusnya diberikan kepada pendidik bukan peserta didik. []


Menguatkan Pendidikan Anak Pinggiran

Beberapa anak-anak sedang belajar bersama mahasiswa di Kelurahan Lambuang Bukik, Kenagarian Sulukai, Pauh. Foto: Doc. WK Soskem

Pendidikan jadi masalah tiada akhir di negara berkembang. Meski pemerintah menggemborgemborkan pendidikan murah untuk rakyat, masih banyak anak negeri yang belum mengecap bangku pendidikan formal. Akibatnya, mereka yang masih menginjak usia sekolah terpaksa meninggalkan sekolah dan menjalani aktifitas lain. Ada yang memilih sebagai pekerja, pengangguran, dan tak sedikit juga yang memilih hidup di jalanan.

M

eski pemerintah telah meluncurkan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang bertujuan meringankan beban biaya pendidikan, program tersebut seakan belum mampu mengatasi masalah itu. Dari data yang dihimpun Dinas Pendidikan (Disdik) kota Padang pada 2013, angka siswa putus sekolah masih mengkhawatirkan. Selama tahun 2013, tercatat sebanyak 1. 658 siswa kota Padang putus sekolah dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Dari data itu, angka putus sekolah tertinggi tercatat di Kecamatan Lubuk Begalung.

Sebanyak 307 siswa dari tingkat SD sampai SMA angkat kaki dari sekolah dalam kurun satu tahun. Berbagai alasan membuat mereka memilih jalan lain di luar pendidikan.

nyam pendidikan. Namun, karena tuntutan ekonomi keluarganya, mereka terpaksa turun ke jalan dan menjadi tulang punggung keluarganya. Mereka lebih mementingkan

dan doktrin dari orang lain juga menjadi penyebab mereka tidak duduk di bangku sekolah. “Anakanak tersebut belum pernah tersentuh pendidikan karena mereka berada di

Yoszya Silawati

Firdaus Ilyas

Kepala UPT-PKLK Disdik Kota Padang

Kepala Dinsosnaker Kota Padang

Dengan adanya program itu, kita berharap tidak ada lagi siswa yang putus sekolah Pengamat pendidikan Universitas Negeri Padang (UNP), Z. Mawardi Effendi menilai, persoalan ekonomi menjadi masalah utama penyebab tingginya angka putus sekolah dan menjamurnya anak jalanan. “Anakanak tersebut seharusnya menge-

Tidak hanya dinas pendidikan saja yang membantu anakanak supaya sekolah, kami juga membantu

sesuap nasi dibandingkan pendidikan,” jelas Mawardi ketika ditemui Suara Kampus di kediamannya, Jalan Patenggangan, Air Tawar, Padang, Rabu (23/4). Selain masalah ekonomi, Mawardi menilai faktor geografis

daerah terpencil. Keadaan geografis yang kurang mendukung menjadikan pemerintah sulit untuk menjangkau mereka,” ujar Mawardi. Mawardi menambahkan, doktrin dari orang tua yang tidak bertanggungjawab dan melihat kawan-

kawan mereka menerima uang dari hasil mengamen, menjadikan mereka malas bersekolah. “Orang tua memanfaatkan anaknya dengan menyuruh anaknya ikut mencari nafkah. Padahal, anak tersebut sepatutnya bersekolah. Karena mereka beranggapan tanpa pendidikan mereka sudah dapat menghasilkan uang dan membiayai kehidupan,” jelas mantan Rektor UNP itu. “Bagi mereka uang lebih penting dari pada pendidikan dan pengetahuan,” pungkasnya. Upaya Minim Hasil Menyikapi masalah itu, Disdik kota Padang mengaku telah menjalankan program sekolah anti drop out (DO) untuk menampung siswa putus sekolah. Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK), Yoszya Silawati mengatakan, Disdik kota Padang telah membentuk program sekolah gratis untuk menampung anak jalanan dan kalangan tidak mampu. Yoszya mengatakan, pada tahun 2013 program sekolah gratis itu menampung 250 siswa. Sementara untuk tahun 2014, pihaknya memasang target mampu menampung 400 siswa. Ini mengindikasikan belum efektifnya program sekolah gratis dalam memberikan kesetaraan hak pendidikan. “Dengan adanya program itu, kita berharap tidak ada lagi siswa yang putus sekolah,” kata Yoszya saat ditemui di ruangannya, Jumat (25/4). “Sekolah gratis itu juga telah menjadi sekolah percontohan tingkat nasional,” tambahnya. Dia menga-


takan, di sekolah itu siswa diberikan perlengkapan sekolah seperti tas dan alat tulis. Yoszya juga menjelaskan, saat ini lima sekolah telah dijadikan lokasi sekolah gratis, yaitu SMP Sahara, SMP Yapi, SD PLK Yapi, SMA PLK Yapi, dan SMP Filial 15 Padang. “Kita juga sedang menjalankan program sekolah berbasis boarding school di Kecamatan Bungus,” lanjut Yoszya. Dia mengatakan, pihaknya memilih lokasi tersebut karena di sana banyak terdapat anak nelayan dan keluarga kurang mampu. “Di sekolah yang terpilih nanti, kita akan mengembangkan siswa dengan life skill sesuai dengan potensi daerahnya,” jelas Yoszya. “Seperti di daerah Bungus, kita akan berikan life skill mengolah ikan menjadi keripik. Karena di sana banyak terdapat anak-anak nelayan,” terangnya. Selain Disdik, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Padang juga menunjukkan kepeduliannya pada nasib pendidikan anak jalanan. Kepala Dinsosnaker Kota Padang, Firdaus Ilyas memaparkan beberapa program terkait anak jalalan yang putus sekolah. Salah satu program tersebut adalah pembinaan terhadap pemuda yang putus sekolah di Balai Latihan Kerja Indonesia (BLKI) di Bandar Buat, Padang. “Di sana pemuda akan belajar menjadi mekanik, tukang las dan keterampilan lainnya,” ujar Firdaus di ruang kerjanya, Rabu (23/ 4). “Tahun ini kita mendaftarkan 16 pemuda di BLKI itu. Pembinaan untuk mereka sudah dimulai Senin

Jika masih ada anak-anak usia sekolah yang melewatkan kesempatan pendidikan dasar, seharusnya orang tua mereka layak mendapatkan hukuman Z. Mawardi Effendi

(21/4). Ini salah satu langkah Dinas Sosial mengurangi angka pengangguran,” tambahnya. Lanjut Firdaus, program kedua berupa PKH (Program Keluarga Harapan) yaitu pemberian dana bantuan untuk anak jalanan dan anak kurang mampu agar bisa mengenyam bangku pendidikan. “Program ini berasal dari pemerintah pusat dan dikelola oleh Dinas Sosial Padang. Total dana yang diturunkan sebanyak satu miliyar,” terangnya. “Tidak hanya Dinas Pendidikan saja yang membantu anak-anak supaya sekolah kami juga membantu. Insyaallah Oktober 2014 program ini rampung. Sekarang masih dalam tahap pembentukan tim pengawas untuk di lapangan nanti,” lanjut Firdaus. Selain itu, Firdaus juga menargetkan menghidupkan kembali Rumah Singgah yang sudah tidak ada lagi tahun 2013. Rumah Singgah merupakan tempat belajar anak jalanan dan orang miskin agar tidak

ada lagi yang berkeliaran di jalanan. “Saya baru dua bulan dinas disini. Programnya masih program yang diajukan tahun 2013 lalu. Rencananya 2015 kita akan mengajukan kembali beberapa program salah satunya menghidupkan Rumah Singgah tersebut. Tahun 2015 kita akan ajukan program lebih banyak lagi,” kata Firdaus. Tambah Firdaus, pihaknya lebih memfokuskan program ke arah sosial. Dinas Sosial tidak ada kerja sama dengan siapa pun termasuk Dinas Pendidikan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam menangani masalah anak jalanan khususnya bidang pendidikan. Tanggung Jawab Semua Pihak Menilai program yang dijalankan pemerintah, Z Mawardi berpendapat seharusnya tidak ada lagi anak-anak putus sekolah atau belum tersentuh pendidikan. Karena pemerintah sudah berusaha untuk mengatasinya. “Pemerintah pusat juga telah

kekurangan kita, sedikit dari kita yang mau menyuarakan kekitaan itu secara keras. Ini adalah kita, bukan kamu saya,” pungkasnya. Mawardi mengatakan banyak cara masyarakat untuk mengatasi masalah pendidikan anak jalanan. Di antaranya, mendirikan sekolah gratis untuk anak-anak jalanan. “Kegiatan belajarnya bisa dilakukan kapan saja, di mana saja dengan syarat sekolah yang tentunya tidak seberat sekolah-sekolah formal. Pada sekolah ini, tidak ada batasan umur, gratis dan waktu bersekolah pun bisa fleksibel, tergantung kemampuan anak-anak jalanan,” terangnya. “Modelnya juga bisa seperti perpustakaan keliling di mana guru yang mendatangi tempat-tempat yang biasanya digunakan anak-anak jalanan untuk berkumpul serta memberikan materi pelajaran di tempat tersebut,” tambah pria asal Batusangkar ini. Mawardi juga mengatakan program Rumah Singgah juga bisa jadi solusi. “Dengan Rumah Singgah, mereka tidak hanya mendapatkan pengetahuan umum tapi lebih kepada keterampilan tertentu sesuai minat dan bakat mereka,” lanjutnya. “Mereka adalah bagian dari penerus dan tunas harapan bangsa di masa depan. Kalau bukan kita yang peduli dengan mereka, lantas siapa lagi yang akan peduli dengan keadaan mereka,” tutup Mawardi.

menganggarkan dana pendidikan sebesar 20 persen,” tuturnya. “Maka, jika masih ada anak-anak usia sekolah yang melewatkan kesempatan pendidikan dasar. Seharusnya orang tua mereka layak mendapatkan hukuman,” pungkasnya Mawardi menambahkan, masalah anak jalanan ini adalah masalah kita semua, bangsa Indonesia. Keberadaan anak jalanan di kota Padang adalah masalah masyarakat kota Padang. “Kita semua bertanggung jawab untuk menanganinya secara bersamasama. Bukan malah membebankannya kepada pemerintah saja,” ujarnya. “Kita masyarakat Indonesia ini harus sadar. Tidak bisa saling menyalahkan,” lanjutnya.“Sudah saatnya kita membuka mata dan mengulurkan tangan kita untuk [Ahmad Bil Wahid, Hervina H, membantu mereka. Agar mereka bisa Yogi Eka S, Jeki, Bustin, Kanadi merasakan pendidikan,” ajak W (Mg)] Mawardi. “Tetapi, di sana jugalah

UKM WK Soskem

Wujudkan Kepedulian Pendidikan Di tengah ketidak pedulian berbagai kalangan dengan nasib pendidikan anak jalanan dan kaum pinggiran, ternyata masih ada sekelompok orang yang terjun langsung ke dunia itu. Mereka adalah mahasiswa yang tergabung dalam Wadah Kajian Sosial Kemanusian (WK Soskem). WK Soskem merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Universitas Putra Indonesia (UPI) "YPTK" Padang. Sesuai dengan namanya, UKM ini bergerak di bidang sosial dan kemanusian. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Wk Soskem, Edo Prasetyo Pratama mengatakan, Wk Soskem ini didirikan tanggal 16 September 2008 oleh 30 orang mahasiswa salah satunya bernama Redho Apriano. "Didirikannya UKM ini karena khawatir hilangnya kepedulian mahasiswa terhadap orang-orang pinggiran. UKM ini bertujuan menumbuhkan kesadaran dan kepedulian mahasiswa terhadap sesama manusia, termasuk membantu pendidikan anak jalanan dan pendidikan luar sekolah," terang Edo. Dia menambahkan, pada 2011 lalu WK Soskem telah membentuk

Antusias anak-anak saat iberikan pengajaran oleh WK Soskem di Kelurahan Lambuang Bukik, Kenagarian Sulukai, Pauh. Foto: Doc. WK Soskem

kelompok belajar untuk anak jalanan di Purus, namun tidak berjalan lama. "Selain itu, kami juga pernah melakukan observasi mengenai anak jalanan," kata Edo. "Saat ini kami fokus di pendidikan anak yang putus sekolah. Kami memiliki rumah belajar di Kelurahan Lambuang Bukik, Kenagarian Sulukai, Pauh," lanjutnya. Edo menambahkan selama ini orang beranggapan sosial indentik

dengan bantuan dan bantuan identik dengan barang. "Tapi kami mencoba menghilangkan hal itu, seperti halnya uang jika diberikan sekali, berarti habisnya sekali itu saja. Untuk menghindari hal itu, makanya kami tak mau memberikan uang. Kami lebih memberikan ilmunya," ujar Edo. Dia mengatakan, terbentuknya rumah belajar di Pauh berawal dari sosialisasi IT. "Saat itu adik-adik di sana bersemangat sekali. Melihat

karena minat belajar mereka berbeda dengan anak yang sudah sekolah. Dalam kegiatannya, tenaga pengajar tidak hanya dari anggota WK Soskem, namun juga dari mahasiswa Jurusan Psikologi dan ekonomi UPI "YPTK". Selain itu, tenaga pengajar dari mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) juga bergabung. Edo mengatakan, saat ini pihaknya masih fokus di Kelurahan Lambuang Bukik, sedangkan daerah lain kami juga mengadakan kegitan namun tidak terencana," kata Edo. "Seringkali untuk daerah lain kami lebih sering melakukan hal sosial secara dadakan," lanjutnya. Tiga bulan pertama, lanjut Edo, Wk Soskem fokus pada pendidikan anak putus sekolah di Kelurahan Lambuang Bukik. "Namun seiring berjalannya waktu kami juga merambah dunia lain, yaitu kepada masyarakatnya juga, dengan kegitan pemberian bibit ikan larangan yang bekerjasama dengan Dinas Perikanan," jelas mahasiswa Fakultas Ekonomi ini. Edo mengatakan, hingga kini WK Soskem belum bekerjasama dengan pihak manapun termasuk pemerintah dalam menjalankan program pendidikannya. "Untuk sumber dana kami peroleh dari uang operasional kampus, sukarelawan anggota, kemudian dari hasil ngamen anggota," jelasnya.

semangat mereka yang luar biasa tersebut, membuat kami semakin ingin memberikan pelajaran," jelas Edo. "Kegiatan ini berlangsung setiap hari Minggu," lanjutnya. WK Soskem tidak hanya mengajar anak putus sekolah, tapi juga mengajar mereka yang masih sekolah. Edo mengaku, awalnya WK Soskem mengalami kesulitan dalam mengajak anak yang putus sekolah, [Rosi Elvionita, Aidil RD (Mg)]


Hati-hati, Pembangunan Setengah Hati

Rektorat: Beberapa masyarakat kampus melintas di depan pagar gedung rektorat yang roboh, pagar roboh itu perlu perhatian khusus pihak kampus, Kamis (08/05). Foto: Mukhtar Syafi’i

Bagaikan pungguk merindukan bulan. Tampaknya pepatah ini yang cocok untuk pembangunan kampus II IAIN Imam Bonjol Padang di Lubuk Lintah.

E

nam tahun sudah Sumatera Barat digoncang gempa. Kejadian yang memporak porandakan Kota Padang itu masih membekas bagi Civitas Akademika IAIN Imam Bonjol Padang. Akhir 2013 lalu, beberapa bangunan di IAIN Imam Bonjol Padang kembali diperbaiki. Januari 2014 lalu masyarakat kampus sudah menikmati hasil renovasi itu. Walaupun, ada beberapa bangunan yang belum juga rampung, bahkan gedung yang sudah bisa difungsikan kembali rusak. Contoh saja gedung F5 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, kejadian mengejutkan terjadi di gedung itu. Sebagian plafon yang baru dibangun beberapa bulan lalu kembali runtuh ketika perkuliahan berlangsung. Berbeda dengan perenovasian masjid Baitul Hikmah yang sudah rampung pasca gempa lalu. Sebagian infrastruktur masjid ditambah seperti di bagian WC, mulai dari pembuatan lantai keramik, penambahkan 79 kran air dan pembuatan toilet baru. Awal Januari 2014 pembangunan Masjid Baitul Hikmah itu selesai. Tapi entah apa yang terjadi, semua renovasi hanya sia-sia. Berselang beberapa hari setelah renovasi yang ditangani dinas Pekerjaan Umum (PU) tersebut atapnya bocor, kran yang cukup banyak itu hanya bisa difungsikan sekitar 20 buah, pasalnya air tak sebanyak kran yang ada. Tidak hanya itu toilet yang dibangun juga tidak bisa difungsikan, hari ini masjid itu seperti diruntuhkan gempa lagi. Lain pula kisah pembangunan gardu listri yang dibangun dengan anggaran 400 juta

tersebut. Kontraktor sudah mulai bekerja akhir 2013 lalu. Tapi tuhan berkata lain juga, gardu yang berada di samping Aula H. Mansru Dt. Nag ari Basa itu terbengkalai. Karena kontraktor tidak bisa menyelesaikan dengan waktu yang ada. Angan-Angan Diedisi tabloid Suara Kampus 126 tahun lalu, semua pembangunan mempunyai target setiap tahunnya. Bangunan kampus di Lubuk Lintah targetnya selesai 2013. Sedangkan 2014 ditargetkan untuk kampus III Sungai Bangek IAIN Imam Bonjol Padang selesai. Namun, untuang ndak dapek diraih, malang ndak dapek dipintehi, target itu hanya berlalu begitu saja. Beberapa kemalangan ditemukan seperti kontraktor yang bermasalah serta dana yang minim. Sehingga 2014 ini target kampus tiga hanya wacana, begitupun dengan target kampus Lubuk Lintah sampai sekarang masih ada bangunan yang terbengkalai. Namun, saat ditemui di ruangan kerjanya, Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Makmur Syarif mengatakan, 2014 IAIN fokus pembangunan kampus Lubuk Lintah dan 2015 adalah kampus III Sungai Bangek. Makmur juga berangan-angan di saat jabatannya habis, IAIN Imam Bonjol Padang sudah berubah status jadi UIN Imam Bonjol Padang. “Itukan harapan kita semua, temanteman cuma melihat pekerjaan kita dari segi fisik saja. Padahal kita semua sedang bekerja, nanti kita akan mempresentasikan proposal UIN juga,” jelasnya dengan tersenyum, Selasa (22/04) Makmur mengakui banyaknya tantangan yang dihadapi setiap pekerjaan. “Memang banyak tantangan di setiap gebrakan yang kita buat. Ketika membuka program S3 pasca sarjana saja, juga banyak yang menentang. Toh sekarang sudah bisa kuliahkan di sana,” jelasnya. Menurut guru besar Fakultas Syariah itu tantangan biasa bagi dirinya. Ditempat terpisah Kepala Bagian (Kabag) Rumah Tangga, Nahrul mengatakan, semua

pembangunan diakhir 2013 sudah kembali direncanakan seperti penambahan ruang dosen, renovasi perpustakaan institut, pembangunan gedung kuliah bersama, pembangunan garasi mobil operasional, pembuatan pagar kampus, pembangunan gedung arsip, penambahan mobil dinas, penambahan daya listrik dan pengembangan Informasi Teknologi (IT). “Beberapa perencanaan itu ada yang berjalan lancar, ada juga yang tidak berjalan sama sekali seperti pembangunan klinik, bangunan itu tinggal menunggu pembangunan gardu selesai. Karena klinik itu kan menggunakan listrik, jadi tunggu pembangunan gardu listrik selesai dulu,” tutup Nahrul. Revisi Dana Rektorat Tahun 2012, tahap pertama pembangunan rektorat gagal. Dana yang diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Daftar Isian Penyelenggaraan Anggaran (DIPA) hanya terpakai 500 juta, sedangkan 9,2 Miliar kembali ke negara. Pembangunan tersebut gagal karena pemborong yang tidak konsekuen melaksanakan pekerjaan. PT Rio Indo Jaya dari Jakarta yang mengambil alih tahap pertama itu dikenakan hukuman. “Pembangunan rektorat tahap pertama tersebut tidak sesuai dengan yang terjadi, dana itu dikembalikan lagi ke negara dan kita ajukan kembali anggaran untuk 2013 pada bulan Juli,” ujar Nahrul. Kemudian, tahun 2013 pembangunan rektorat dilanjutkan tahap kedua. Pembangunan tersebut terkesan lambat terlaksana. Pasalnya, anggaran yang diajukan bulan Juli itu lambat turunnya dari pemerintah pusat. Angaran tersebut baru cair sekitar bulan Agustus. Bulan itu juga pembangunan gedung rektorat masuk tahap lelang. Bulan September gedung rektorat tahap dua mulai dikerjakan oleh PT. Ari Putra Utama dari Padang. “Gedung rektorat melalui tiga tahap pembangunan. Untuk pembangunan pertama

gagal pada tahun 2012 dan hanya terselesaikan 3,35 persen, memakan dana 300 juta. Untuk tahap kedua, pembangunan tersebut terlaksana 36 persen dan memakan dana 5,2 M,” kata Nahrul. Lanjut Nahrul, pelelangan gardu sudah dimulai bulan Mei 2014 dan pelelangan ini berlangsung selama satu bulan. “Agustus 2014 pembangunan gardu direncanakan selesai bila tidak ada kendala. Selanjutnya penambahan daya ini awalnya hanya 66.000 watt/pa dan sekarang akan menjadi 345.000 watt/pa,” ujarnya. Lebih lanjut Nahrul menjelaskan, pembangunan tahap tiga gedung rektorat masih dalam pelelangan. Pelelangan tersebut dikirim ke Layanan Pengadaan Elektronik (LPSE) Kementerian Agama (Kemenag) sesuai Peraturan Presiden (Perpres) nomor 70 tahun 2014. Tahap tiga diperkirakan selesai selama 6,5 bulan dan Desember 2014 ditargetkan selesai dan sudah bisa difungsikan. Tambah Nahrul, jika pelelangan tender tersebut tidak mencukupi tiga penawar dari kontraktor, maka waktunya pelelangan ditambah satu bulan. Di sisi lain Nahrul mengatakan, pembangunan gardu listrik guna penambahan daya tanggal 02 September 2013 lalu gardu di samping Aula H. Mansur Dt. Nagari Basa itu sudah mulai dibangun dengan anggaran dana 1 Miliar. Ditargetkan akhir Desember 2013 pembangunan gardu itu kelar dan Civitas Akademika IAIN Imam Bonjol Padang sudah memiliki daya listrik yang sesuai dengan kebutuhan. Tapi dipertengahan pembangunan gardu, kembali terkendala dengan beberapa permasalahan salah satunya dengan kontraktor. “Pembangunan gardu listrik terpaksa dihentikan karena masa kontrak kerja tahun 2013 telah berakhir. Cepat atau lambat gardu listrik ini harus dibangun, cuman tergantung dengan persetujuan Menteri Keuangan terhadap Rancangan Kerja dan Angaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL-


red) yang telah diajukan,” jelasnya ketika ditemui wartawan Suara Kampus di ruangannya, Rabu (08/01). Nahrul berharap agar semua Civitas Akademika IAIN Imam Bonjol Padang bersabar sampai pembangunan gardu ini selesai. Solusi yang dapat diberikan saat ini hanya pemakaian genset. “Setiap fakultas untuk sementara agar menggunakan genset apabila listrik terputus. Insyaallah pembangunan gardu listrik selesai pertengahan tahun 2014,” katanya. Saat ditemui di ruangan kerjanya, Afrizal Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan mengatakan, dana pembangunan gardu listrik hasil revisi anggarn pembangunan rektorat. Secara keseluruhan pembangunan rektorat memakan dana 12 Miliar untuk tahap ketiga. Karena banyak pembangunan yang tidak selesai tahun 2013 lalu, harus diselesaikan secepatnya. Karena, pembangunan tersebut dianggap penting untuk kelancaran aktivitas akademik kampus salah satunya gardu listrik. Berdasarkan kebijakan pimpinan IAIN Imam Bonjol Padang, dana yang rektorat 12 Milyar itu direvisi menjadi 10 Miliar. Sebanyak 2 Milyar lagi untuk pembangunan lainnya yaitu gardu listrik 600 juta, gedung bantu layanan utama yang di samping rektorat 600 juta, sedangkan sekitar 600 juta lagi digunakan untuk melanjutkan proses pembangunan kampus tiga yaitu pembuatan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) untuk tanah di Sungai Bangek. “Dana rektorat ini direvisi karena gardu listrik sangat penting sekali untuk kemajuan proses perkuliahan dan birokrasi di kampus kita ini. Apalagi di bagian Akademik Mahasiswa (AKAMA-red) sangat memerlukan kestabilan listrik karena semua sistem yang mereka kerjakan memerlukan listrik, ini merupakan keputusan sangat bijak dari pimpinan kita. Demi kebersamaan dana ini direvisi,” ungkapnya. Afrizal menegaskan bahwa pembangunan tahun 2014 ini ditargetkan selesai 27 Desember. Semua anggaran pembangunan IAIN Imam Bonjol Padang dari dana DIPA. Afrizal juga menjelaskan dana DIPA berasal dari beberapa item yaitu PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dana ini diperoleh dari uang perkuliahan yang dibayar mahasiswa. Jadi, banyaknya dana PNBP tersebut tergantung jumlah mahasiswa. Kedua, DIPA berasal dari rupiah murni Kementerian Agama (Kemenag), ketiga BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) yaitu jumlah besarnya dana yang diturunkan pusat tergantung jumlah mahasiswa. “Dana untuk pembangunan rektorat sebesar 12 Miliar berasal dari dana DIPA pada item yang kedua yaitu rupiah murni dari Kemenag. Dana itulah yang akan direvisi

menjadi 10 Miliar untuk gedung rektorat. Revisi ini merupakan revisi kedua, sedangkan yang revisi pertama yaitu buka blokir. Buka blokir merupakan revisi yang digunakan untuk menurunkan dana dari pusat yang berbintang. Revisi pertama ini kita gunakan pada pertengahan Maret 2013 lalu,” papar Afrizal menerangkan. Lanjutnya, untuk proses pembangunan 2014 ini IAIN Imam Bonjol Padang bekerjasama dengan kejaksaan advokasi dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai tim pendamping

gedung fakultas, pengurus untuk renovasi masjid, setelah masing-masing laporan akan diajukan dananya untuk tahun 2015. Di tempat terpisah, Rektor IAIN Imam Bonjol, Makmur Syarif menjelaskan bahwa sebagian dana dari rektorat sudah dialihkan ke gardu listrik. Pasalnya pembanguan gardu yang tidak selesai tepat waktu dan otomatis dana tersebut kembali ke kas negara. “Kita sudah merevisi anggaran ini, gardu harus cepat selesai,” tegasnya. Tidak hanya pembangunan yang ditenderkan, lanjut Makmur, tukang bersih

Gedung rektorat lantai tiga tidak akan pakai keramik. Karena dana awal kita revisi Afrizal Kabag Perencanaan IAIN Imam Bonjol Padang dalam proses pembangunan. “Kejaksaan Advokasi tidak ada intervensi apapun mereka mempunyai beberapa tugas di antaranya mengarahkan kegiatan teknis pembangunan, mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Sedangkan, untuk tugas BPKP adalah menjadi penengah apabila terjadi konflik pembangunan, melengkapi aspek-aspek yang dibutuhkan, mengkaji ulang progres yang tidak berjalan lancar,” jelas Afrizal kepada Suara Kampus. Tambah Afrizal, sebelum masuk masa lelang pihak IAIN Imam Bonjol Padang harus mintak persetujuan kejaksaan advokasi dan BPKP terlebih dahulu. Setiap tahap pembangunan pihak kampus akan dipangil oleh kejaksaan dan BPKP tersebut. Afrizal juga menegaskan permintaan dana yang direvisi ini diajukan melalui Kemenag, karena dana dari Kemenag IAIN hanya pelaksana. “Dana dari pusat kita hanya pelaksana. Tapi, kalau uang kuliah mahasiswa kita mengolah,” tutupnya. Dia menambahkan, untuk perenovasian bangunan yang kembali rusak kita menunggu laporan dari masingmasing pengelolah seperti dekan untuk

kampus juga akan ditenderkan, karena para pekerja kebersihan tidak serius melakukan pekerjaannya saat ini. “Kita juga akan tenderkan masalah kebersihan, itu para pekerja sebentar-sebentar sudah pulang. Mereka tidak serius bekerja,” tegasnya. Lantai Tiga Rektorat Tanpa Keramik Gedung rektorat yang berada di depan Masjid Baitul Hikmah diperkirakan selesai dan dapat difungsikan akhir 2014. Namun, lantai tiga gedung rektorat tanpa pakai keramik. Pasalnya, dana yang diangarkan sudah dikurangi. Tidak hanya pakai keramik lantai paling atas itu juga tidak dilengkapi aksesoris lainnya seperti AC. Hal tersebut dibenarkan Afrizal, kepada Suara Kampus Jumat (02/05) di ruangan kerjanya. “Dana rektorat yang diangarkan sebelumnya karena dikurangi otomatis bagian dari gedung tersebut juga dikurangi,” jelasnya. Senada dengan Afrizal, Wakil Rektor II Bidang Administrasi dan Keuangan IAIN Imam Bonjol Padang, Salmadanis menje-

lasakan, kemungkinan lantai tiga gedung rektorat tidak memakai keramik. “Kita cari asas manfaatnya dulu, mana yang penting didahulukan. Kita lebih mengutamakan gardu listrik. Jika hanya satu saja yang dibangun sementara gardu listrik, toilet, merehap bangunan yang bocor, bagaimana? Jadi hal ini dilakukan secara otomatis saja mana yang lebih penting itu dikerjakan. Untung saja dana cepat cair tahun ini, kita sudah mulai proses pembangunan Maret 2014,” ungkapnya. Salmadanis juga menegaskan, jika pembangunan gedung baru rektorat selesai maka gedung rektorat yang lama akan dijadikan lokal. Kabar Kampus III Pada tabloid Suara Kampus edisi 126 2013 lalu, kampus tiga direncanakan mulai pekerjaan tahun 2011. Kampus yang terdiri 19 gedung tersebut dianggarkan menghabiskan dana 100 Miliar yang berasal dari dana Islamic Development Bank (IDB). Pembangunan kampus III tersebut direncakan pada masa Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Sirajudin Zar. Sampai saat ini proses pembangunan kampus III itu baru pembelian tanah. Saat kami konfirmasi terkait kampus III itu, Afrizal mengatakan, kampus III sudah memasuki masa pembuatan Amdal. Dana berasal dari revisi kedua anggaran pembangunan rektorat sebesar 600 juta. Pembuatan Amdal merupakan syarat mengajukan dana IDB. IDB merupakan kerjasama IAIN Imam Bonjol Padang dengan investor asing untuk mendapatkan dana pembangunan kampus III tersebut. Pengajuan IDB IAIN Imam Bonjol Padang untuk kampus III melalui Kemenag. “Tidak bisa kita perkirakan kapan kampus III bisa dikerjakan, karena dana yang diturunkan tergantung sama investor turun dana baru kita bekerja. Lama lagi untuk kampus III itu. Syarat IDB sangat banyak seperti dokumen lain yang diperlukan. Masih panjang perjalanan kita untuk menikmati kampus III. Jadi tidak bisa ditentukan kapan dimasukkan, diajukan ataupun pekerjaannya dimulai. Yang diperlukan proses pembanguan kampus III adalah lobi tingkat tinggi salah satunya lobi kepada kementerian dalam negeri supaya mereka berikan dukungan,” ujarnya. Reporter: M Zahir Ikhlas, Eka Putri, Jamal Mirdat (Mg), Elvi SDR

Gardu Listrik: Mahasiswa melintas di depan gardu listrik. Bulan Agustus 2014 bangunan tersebut akan selesai dibangun. Dana berasal dari revisi angaran pembangunan rektorat, Kamis (09/05).Foto: Mukhtasr Syafi’i


Fatimah Metamorfosa Wanita Baja Siang itu, suasana di Bank Nagari IAIN Imam Bonjol Padang mulai sepi. Setelah beberapa hari diramaikan oleh mahasiswa yang ingin mengurus ATM dan melegalisir kartu mahasiswa untuk beasiswa. Wanita (38) ini duduk bersama rekan kerjanya sambil melayani mahasiswa yang datang. Di sana, wanita berkarakter tomboy ini menghabiskan waktu, sejak pagi hingga sore untuk bekerja sebagai petugas keamanan.

Curriculum Vitae Nama Tempat/tgl lahir Alamat Pekerjaan Ayah Ibu Anak

: Fatimah : Padang, 7 Januari 1976 : Teluk Kabung : Wiraswasta : Anas (63 tahun) : Nuhlis (57 tahun) : - Litund Zira (4 tahun) - Kazalika (2 tahun) - Faizunah (2 bulan)

Pendidikan : 1. SD Impres 3/77 Teluk Nibung, 1989 2. SMPN 19 Bungus, 1990-1995 3. Paket B, 1998 4. Paket C, 2004 5. Pendidikan Security Padang Besi, 2004 6. Universitas Taman Siswa (Tamsis), 2005-2011 Prestasi : 1. Juara 3 Prapon Nasional, perunggu, 1995 2. Juara 2 Pon Tingkat Nasional kelas junior, perak, 1996 3. Juara 2 Tingkat Nasional, 1997 4. Juara 2 junior-senior Tingkat Nasional, 1998 5. Juara 2 PABBSI, perak, 2001 6. Juara 3 Pra-Pon XV, 2000 7. Kejuaraan Kelas 52 kg, emas, 1999 8. Kejuaraan PON Tingkat Nasional, perak, 2002 9. Kejuaraan Tingkat Provinsi, emas, 2006 10. Juara 1 Tingkat Provinsi, 2010 11. Kejuaraan Olahraga Tingkat Provinsi, emas, 2012 12. Kejuaraan Tingkat Provinsi, Desember 2014 Pekerjaan : 1. Bank Nagari Cabang Utama Padang, 2004 2. IAIN Imam Bonjol Padang, 2007- sekarang

B

oy, begitulah panggilan yang kerap diberikan kepada Fatimah. Wanita kelahiran Padang, 7 Januari 1976 ini dikenal akan tipicalnya yang ramah, murah senyum serta humoris. Setiap nasabah yang datang, Boy melayani dengan senyuman. Sesekali terlontar canda dari Boy, “Di sini dibuat nama pewarisnya, kalau pacar juga boleh jadi pewarisnya,” guyonan Boy sambil tertawa. Belasan tahun Boy mengabdikan diri untuk Bank Nagari tersebut, ia juga memiliki dedikasi yang tinggi. Tetapi, tidak semua orang yang tahu dengan latar belakang kehidupan Boy dahulunya. Boy merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Masa lalunya diselimuti perilaku dan sifat yang tidak pantas untuk diteladani. Minum-minuman keras, berjudi dan merokok tak lepas dari dirinya. Disamping pribadinya tersebut, Boy juga memiliki jiwa seorang atlit. Dia pernah menjadi atlit angkat besi. Boy pun tak sungkan bercerita bagaimana dulunya ia menapaki kehidupan tersebut kepada wartawan Suara Kampus. Sewaktu Boy duduk di bangku kelas 2 SMP, ia memutuskan berhenti sekolah dengan alasan malas. Baginya sekolah tak begitu penting, hanya membuang-buang waktu. Ibu tiga anak ini mengaku, dulu ia merupakan seorang anak yang nakal. Pada jam sekolah, Boy sering kali tidak masuk. “Jam sekolah saya bermain domino bersama teman-teman,” ujarnya. Boy mengaku sering minumminuman keras hingga berkelahi dan menyebabkan ia harus merasakan jahitan di salah satu bagian tubuhnya. “Sekali minum menghabiskan 12 botol bir, dan merokok juga pernah menghabiskan empat bungkus. Bahkan melukai pacar adik dengan golok karena melarang mereka pacaran. perkelahian tersebut, saya mengalami luka dengan lima jahitan,” ungkapnya. Nilai akademik yang diraih Boy hanya satu bertinta hitam yaitu bidang studi agama, selebihnya tertulis dengan tinta merah, dalam artian di bawah (Kriteria Ketuntasan Minimal) KKM. Bagi Boy, pelajaran agama adalah mata pelajaran yang disukainya. Keputusan untuk berhenti sekolah diambil karena ingin menjadi seorang atlit. Pada tahun 1994, Boy memulai karir menjadi seorang atlit angkat besi. Berawal dari pertemuannya dengan seorang atlit dayung. Boy diajak mengikuti latihan angkat besi. Dengan senang, Boy menerima tawaran yang diajukan oleh atlit dayung itu. Namun, orang tua Boy tidak memberikan lampu hijau menjadi seorang atlit. Karena olahraga angkat besi biasanya digeluti laki-laki dan wanita tidak layak untuk menggeluti bidang tersebut. Keinginan dan kemauan Boy yang keras menjadi atlit, menuntutnya mengikuti latihan dan lomba secara diam-diam. Ketika awal latihan, Boy hanya mampu mengangkat besi dengan berat 40 kg. Pada masa itu, Boy tidak memiliki biaya untuk mendaftar jika ingin mengikuti lomba, sehingga harus bekerja dengan pamannya untuk mendapatkan uang. Kemauan keras membuatnya mampu memenangkan

berbagai lomba angkat besi, baik tingkat nasional dan daerah. Tak cukup menjadi atlit angkat besi, Boy juga menggeluti bidang pekerjaan lainnya. Boy bekerja sebagai petugas keamanan pada Bank Nagari Cabang Pembantu (Capem) di IAIN Imam Bonjol Padang. Menjadi petugas keamanan bukanlah hal yang biasa bagi seorang wanita, tapi Boy tak pernah membayangkan menjadi petugas keamanan. Sebelumnya Boy pernah bekerja sebagai petugas keamanan di Bank Nagari Pusat yang berada di depan Plaza Andalas Padang. Meskipun tak bermodalkan ijazah, Bank Nagari menyekolahkan Boy di Semen Padang. “Jadi tukang sapu pun saya tak masalah, asal saya bisa bekerja,” jelasnya. Ketika Boy bekerja sebagai petugas keamanan di Bank Nagari, baru terlintas di pikiran Boy akan pendidikannya di bangku SMP dan SMA yang belum tuntas. Boy mengejar ketertinggalan dengan mengambil paket B dan C. Pada tahun 2005, Boy mulai kuliah di Universitas Taman Siswa (Tamsis) dengan Jurusan Hukum. Sembari kuliah, Boy tetap bekerja sebagai petugas keamanan. Pada usia 32 tahun, petugas keamanan ini menikah dengan sosok pujaan hati yang tidak jauh dari rumahnya. Suami Boy, Ade yang bekerja sebagai seorang pedagang dan juga garin masjid di tempat tinggal mereka. Setelah menikah kebiasaan Boy masih belum berubah, masih sering minum dengan temanteman prianya. Boy yang dulunya bergelimang dengan perbuatan dosa sekarang sudah mulai memperbaiki diri, ingin lebih taat kepada Allah, dengan memulai perubahan sedikit demi sedikit, mulai dari berjilbab meskipun belum syari’i tapi dia tetap berusaha terus memperbaiki akhlak Pernah suatu hari Boy minumminuman keras bersama temantemannya, asyik minum terdengar suara yang begitu merdu menggema di telinga dan meyentuh hati kecil Boy. Azan dikumandangkan oleh pria yang kini jadi suaminya, sejenak Boy tertunduk dan diam. “Saya malu kepada Allah, suami menyerukan panggilan salat sedangkan saya sibuk dengan hal-hal yang dilarang agama,” paparnya. Air mata Boy pun tumpah tanpa ia sadari hingga memutuskan untuk pergi mengambil air wudhu. “Saya salat dulu,” ujar Boy kepada temanteman. Setelah melaksanakan salat, Boy tidak berkumpul dengan temantemannya. Boy sangat sedih melihat teman-temannya yang meninggal sebelum bertaubat. Teman-teman Boy meninggal saat berpesta minumminuman keras, Boy bersyukur masih diberi umur panjang oleh Allah Swt. Ia menceritakan, Boy bertemu teman sejawat yang dahulu suka minum-minuman keras. Mereka menawarkan untuk singgah dan minum, tetapi ibu tiga anak ini bertekad untuk menjauhi kehidupan yang kelam tersebut dan menjadi ibu teladan bagi anak-anaknya. “Saya tidak ingin nanti anak-anak meniru perilaku ibunya seperti dahulu,” harapnya. Pribadi yang Luwes dan Baik Belajar dari pengalaman hidup Boy di masa yang kelam, menjadi acuan dalam melakoni hidup yang tak tahu akan akhirnya. Sikap profesional

yang diperlihatkan oleh Boy, membuat Pimpinan Bank Nagari Cabang IAIN Imam Bonjol Padang, percaya akan kinerja Boy sebagai petugas keamanan. “Sebagai petugas keamanan wanita, Kak Boy sangat luwes. Sejak awal penempatan kerja hingga sekarang, tidak diragukan lagi. Ia juga mau membantu apa saja yang dapat ia kerjakan,” ujar Rini Marsita. Bagi Rini, Boy jauh lebih kuat daripada petugas keamanan laki-laki. Ia tetap mempertahankan Boy sebagai petugas keamanan di Bank Nagari Cabang IAIN Imam Bonjol Padang. “Saya tidak memandang dia sebagai wanita. Lebih kepada kinerja yang bagus, dapat menjamin keamanan, memberikan kualitas pelayanan yang baik pada nasabah serta memiliki loyalitas yang tinggi,” tegasnya. Boy pernah bertugas di Kantor Pusat Bank Nagari depan Plaza Andalas, ia telah menjalankan tugas standarnya sebagai petugas keamanan profesional. Seperti membukakan pintu mobil tamu, membuka pintu masuk ke lobi serta melayani tamu yang bertanya. Boy menyesuaikan diri di mana ia bekerja, hanya saja dengan gaya pelayanan yang berbeda disesuaikan pada situasi dan kondisi yang ada. “Dia sangat baik, pelayanan dan kinerjanya bagus, dan dia sudah memenuhi kriteria profesional seorang satpam. Ditambah lagi Kak Boy telah memiliki sertifikat sebagai satpam dan diangkat sebagai pegawai tetap,” kesan Rini. Senada dengan Rini, pegawai Bank Nagari Cabang IAIN bagian arsip, Dasrul menuturkan Kak Boy itu orangnya gaul, kocak, tegas dan bersahabat. “Kak Boy ketika bertugas ia menjadi sosok yang tangguh,” jelasnya. Dasrul tidak mempermasalahkan Boy sebagai petugas keamanan. Laki-laki maupun perempuan sama saja. Zaman sekarang laki-laki bekerja begitu pula wanita juga bekerja. Boy juga suka membantu apa yang dapat ia kerjakan, serba bisalah,” tambahnya. Wirda Nengsih, salah seorang nasabah Bank Nagari mengatakan, Fatimah adalah wanita yang hebat. “Ibu Fatimah itu sangat luar biasa. Dia bisa mengkondisikan nasabah agar mendapatkan pelayanan yang baik. Apapun yang kita tanya selalu direspon dengan baik dan dijawab tuntas,” ujarnya. Wirda mengaku bangga dan senang dengan perubahan yang ada pada Boy, apalagi sekarang Boy mengenakan jilbab. Wirda senang dengan kepribadiannya dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. “Harapan saya Ibu Fatimah hijabnya dipertahankan,” tuturnya. Lain lagi dengan Zainab, mahasiswi Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ini, menuturkan wanita tidak wajib bekerja. Karena zaman yang menuntutnya untuk bekerja, apalagi pekerjaan tersebut sangat keras bagi seorang wanita. Namun, Zainab senang dengan pribadi Boy yang tangguh namun tetap lemah-lembut pada orang lain. “Terkadang dia belum terbiasa dengan tugasnya. Dia hanya fokus dengan nasabah yang berada di dalam ruangan,” tambahnya. [Eka Putri, Yandri Novita Sari (Mg), Delli Ridha, Veni Andriyani (Mg)]


Gusmen Hendri

Menjemput Peluang Bertani Bawang Menunggu peluang tidak cukup untuk bisa memulai usaha atau berbisnis, tapi hari ini peluang itu harus dijemput, prinsip ini yang membawa Gusmen Hendri menjadi petani dengan penghasilan belasan juta tiap panennya di tahun keempat ia sebagai mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakulas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang.

D

ewasa ini tuntutan zaman mendorong mahasiswa untuk sedikit keluar dari koridornya sebagai agen perubahan, bukan tampa alasan, mahasiswa mulai merambah dunia usaha selain untuk mencari tambahan dana demi kelancaran perkuliahan sampai ke mahasiswa yang terpanggil untuk bisa hidup dan menghidupkan mimpi-mimpinya. Diantaranya Gusmen Hendri, ia tak pernah menyangka bisa menggeluti usaha pertanian ini. Kisahnya berawal saat mengikuti Praktek lapangan (PL) perkuliahan di Alahan Panjang Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok, ia menemukan banyak lahan kosong yang belum digarap, waktu itu Gusmen mengaku masih belum kepikiran untuk memulai usaha tersebut. “Masih mikir-mikir untuk memulainya dan mempertimbangkan dengan usaha lain,” terangnya. Namun, Ia menyadari bahwa prinsip peluang itu harus dijemput, hingga mendorongnya untuk memulai usaha sebagai petani muda, modal demi modal dari tabungan yang di kumpulkanya sejak awal kuliah dan sebagain beasiswanya, Gusmen investasikan demi memulai usaha pertanianya. “Modalnya awal usaha dulu itu tabungan dari semester I,” terangya. Keyakinan untuk berusaha dalam dunia pertanian semakin menggebu saat pertimbangan demi pertimbangan mengapung dengan segala ambisinya. Kondisi dearah Alahan Panjang yang berada di ketinggian 1.400–1.600 mdpl dengan curah hujan rata-rata 212 hari per tahun membuat Gusmen merasa semakin yakin untuk memulai usaha taninya,

Nama Tempat/tgl lahir Status Perkawinan Golongan Darah Agama Alamat alamat e-mail

“Tidak ragu lagi untuk memulai usahanya dengan keadaan daerah Alahan yang pas ini,”ujarnya. Banyak faktor yang mendukung Gusmen terjun untuk memiliki sebuah usaha, salama ini saat ia hanya menjadi mahasiswa yang hanya kuliah pulang-kuliah pulang tanpa ada arti sebagai mahasiswa ia merasa selalu dipandang sebelah mata. “Saat hanya kuliah saja saya dipandang sebelah mata oleh orang lain,” terangnya. Tapi sekarang Gusmen merasa lega, ia bisa membuktikan kepada orang lain bahwa ia sebagai mahasisiwa bisa melakukan sesuatu yang tidak lagi mahasiswa kupu-kupu. “Ini pembuktian diri saya,” tegasnya. Selain itu anak dari lima bersaudara ini bertekat untuk tidak ingin membebankan orang tuanya, anak dari Petani Gaharu ini ingin meringankan beban orang tuanya. “Meringankan beban orang itu adalah tekat saya untuk terjun dalam dunia usaha,” ungkapnya.

Yang namanya usaha ya harus dituntut berusaha dengan maksimal, jatuh bangun itu biasa, menurut gusmen untuk hasil yang memuaskan harus dengan kerja keras. Mimpinya untuk menjadi inspirasi bagi orang sekitar masih ia kejar untuk menyadari bahwa peluang

Meringankan beban orang itu adalah tekat saya untuk terjun dalam dunia usaha Gusmen Hendri

untuk berhasil itu harus cari, bukan ditunggu. Prinsip ini yang sudah mengubah hidup Gusmen dari yang dulunya sebatas mahasiswa KupuPahit Manis Bertani kupu menjadi petani muda dengan Sekarang setiap sekali panen omset belasan jutaan. dalam tiga bulan Gusmen bisa raih Sekarang Gusmen tidak mengomset kotornya 17 juta dari 2 ton garuk kepala lagi untuk bisa memebawang, petani muda ini sudah membuka lapangan pekerjaan bagi pribumi sekitar persawahannya, sekarang dari sawah sepetak itu beberapa keluarga mengantungkan perekonomian mereka di petakan sawah gusmen, dalam sehari Gusmen menggaji Rp, 50.000 untuk setiap petaninya. “Yang bekerja sehari-hari itu petani saya,” terangya. Karena masih disibukkan dengan Kita akan arsipkan perkuliahan Gusmen hanya bisa seluruh usaha mahasiswa memantau sawahnya saat libur dan akan memberikaan semester saja. “Pas libur bisa memanapresiasi tau ke Alahan,”ungkapnya. Pahit manisnya menjadi petani sudah dicicip lidah pekerja kerasnya, nuhi kebutuhannya baik sebagai setiap usaha terkadang tidak berjalan mahasiswa ataupun sebagai petani, dengan mulus seperti yang sudah dari hasil panen Gusmen sudah direncanakan sebelumnya, menurut menjadi anak yang mandiri. “KebuGusmen gagal itu wajar. “Namanya tuhan sehari-hari dan perkuliahan juga usaha tentu jalan tak selalu sudah tertutupi dari hasil pamulus,” guraunya. nen,”ulasnya. Beberapa kali Gusmen berhaKepuasan Gusmen belum terpedapan dengan kondisi yang hampir nuhi, jiwa pebisnisnya masih haus gagal panen yang d isebabkan oleh dengan hasrat-hasratnya uuntuk bisa banyak hal. “Hampir gagal panen melebarkan sayap wirausahanya. Ia karena musim hujan yang deras mengatakan, masih banyak keibanget atau serangan hama,” nginannya ia untuk melakukan usahakatanya. usaha yang lain. “Masihnya keingin-

PENGALAMAN ORGANISASI 1. Ketua Bidang Usaha periode 2013/2014 di UKM Koperasi Mahasiswa (Kopma) IAIN Imam Bonjol Padang Sebagai 2. Sebagai Pengawas periode 2014/2015 di UKM Koperasi Mahasiswa (Kopma) 3. Sebagai Ketua Bidang Anggota periode 2014/2015 di Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) Sumatera Barat

Buka Usaha : Kebun bawang dan tomat di Alahan Panjang, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok

ingin mencoba bisnis dunia kuliner,” katanya. Di Mata Dosen dan Kawan Mempunyai mahasiswa seperti Gusmen membuat Ilman Nasution bangga menjadi dosen dan ketua jurusan PGMI. “Saya bangga dengan

: Gusmen Hendri : Taratak Panas, 05 Juli 1989 : Belum Kawin :A : Islam : Taratak Panas, Kenagarian Amping Parak Timur, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan : Hendri_Gusman@yahoo.com

USAHA

an saya untuk menambah usah yang lain,” ungkapnya. Untuk ke depanya Gusmen ingin mencoba melalang buanakan jiwa bisnisnya ke ranah bisnis kuliner, namun sejauh ini Gusmen mengatakan hasrat tersebut masih dalam wacananya. “Untuk kedepan saya

Ilman Nasution anak kita yang kreatif dan berani berusaha,” terangnya. Ke depanya menurut Ilman Pihak jurusan berencana akan memberikan apresiasi bagi mahasiswa seperti Gusmen dan mendata segala bentuk usaha yang dimiliki oleh mahasiswa lalu akan kami jadikan arsip. “Kita akan arsipkan seluruh usaha mahasiswa dan akan memberikaan apresiasi,” katanya.

Untuk bentuk apresiasi-nya, Ilman mengatakan masih membutuhkan pembicaran lebih lanjut dengan jajaran jurusan untuk memutuskan bentuk apresiasi yang akan diberikan. Ilman berharap agar Gusmen dan mahasiswa lainnya yang berkerja agar tetap menjadi kuliah prioritas yang pertama. “Jangan sampai meninggalkan kuliah, namun nilai akademiknya harus ditinggikan,” tuturnya. Lebih Lanjut Ilman berpesan agar kegiatan kesibukan mahasiswa dalam bekerja atau berusha harus diimbangi dengan tuntutan sebagai mahasiswa. Selain disibukan dalam perkuliahan, mahasiswa berdarah A ini aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi Mahasiswa (Kopma). Tahun Kepengurusan 2013/2014, Gusmen dipercaya sebagai Kepala Divis Usaha Kopma dan sekarang Gusmen diberi Mandat sebagai Dewan Pengawas Kopma. Di Kopma, Gusmen dikenal sebagai pribadi yang gigih, Wahyu Rivaldo rekan Gusmen di UKM Kopma mengatakan, Gusmen itu orangnya gigih dan berani dalam berusaha, sempat dulu ia ingin menggadaikan motornya demi kelancaran usahanya. “Dia gigih dalam menekuni usahanya,” ungkapnya. Wahyu menambahakan, selain itu Gusmen juga dikenal dengan sosok yang rendah hati dan mudah bergaul dengan siapa saja. “Dia suka menolong, sering membantu orang lain baik itu kepada junior atapun senior,” ungkap Kepala Bidang Usaha Kopma ini. Bukan hanya di Kopma, di rumah kos tempat Gusmen tinggal, ia merupakan sosok yang menjadi inspiratif bagi kawan-kawannya. Rolis Putra teman kos Gusmen mengatakan, Gusmen adalah sosok yang inspiratif baginya dan yang lain. “Gusmen itu membuat orang lain termotivasi untuk berusaha,” terangnya. Rolis menambahakan, dibalik tu semua gusmen merupakan pria yang humoris. “Kita di kos sering karokean bareng-bareng, terkadang Gusmen karakoen itu sendiri, ia hobi banget nyanyi,” kata Rolis. [Elvi SDR, Putra (Mg), Revo (Mg), Inin (Mg)]


Misteri Aktivis Mahasiswa

W

isuda merupakan perhelatan paling ditunggu calon sarjana. Karena disanalah pengesahan gelar sarjana secara formalitas. Pada perhelatan wisuda IAIN Imam Bonjol Padang ber langsung, di Auditorium M. Yunus. Disetiap penghujung acara, pembawa acara mengumumkan beberapa nama yang mendapatkan penghargaan sebagai aktivis mahasiswa dari ribuan mahasiswa lainnya, yang dipilih oleh pihak kampus sendiri. Tradisi pemilihan aktivis mahasiswa tersebut sudah dimulai sebelum tahun 2009. Namun, pada saat itu aktivis yang dipilih hanya mahasiswa yang mendapatkan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) cumloude. Kemudian, semenjak tahun 2009 penghargaan untuk mahasiswa ditambah. Selain penghargaan sebagai sarjana nilai cumloude. Mahasiswa juga diberi penghargaan yang dinamakan “aktifis mahasiswa”. “Dulu hanya untuk sarjana dengan IPK di atas 3.00 dan yudisium cumloude. Sekarang, penghargaan juga diberikan kepada aktivis mahasiswa. Aktivis mahasiswa yang dipilih adalah mahasiswa yang aktif di organisasi internal maupun eksternal kampus, tentu dengan nilai yang memuaskan,” ujar Asasriwarni, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang. Perhelatan wisuda pada 29 Maret lalu, yang dinilai berjalan hikmat dan aman itu mengeluarkan 10 aktivis mahasiswa dari berbagai jurusan dan fakultas. Aktivis yang dinobatkan maju di depan ratusan sarjana lainnya dan mereka menerima penghargaan dari Rektor IAIN Imam Bonjol Padang berupa piagam penghargaan. Tentu itu sebuah kenangan terbaik bagi sarjana yang maju ke depan, selama ia menjalani perkuliahan di kampus. “Ada beberapa kriteria seorang aktivis yang kita pilih di antaranya memiliki nilai IPK di atas 3.00. Mempunyai sertifikat serta Surat Keputusan (SK) yang diperoleh selama menjabat dalam organisasi kampus maupun luar kampus, minimal dengan jumlah 50 poin. Tidak melampaui delapan semester, memiliki perilaku yang baik dan sopan serta memiliki daya kreativitas yang bagus,” ungkap Asas saat kami temui di gedung rektorat, Selasa (22/4). Sebenarnya, tujuan pemberian penghargaan kepada para aktivis kampus adalah untuk menghargai kerja kerasnya selama menjadi seorang aktivis, serta mempermudah para wisudawan yang tamat nanti untuk mendapatkan pekerjaan. “Semoga aktivis yang terpilih dapat melanjutkan pendidikan ke-S2, bagi yang bekerja silahkan bekerja dan berpandailah dalam beradaptasi di masyarakat. Banyak di antara para aktivis yang telah berhasil menjadi wakil gubernur, wakil bupati, walikota dan wakil walikota. Seperti Sarpi Hutahuro seorang aktivis yang kini menjadi Wali Kota Sibolga. Irdinansyah Tarmizi Wakil Bupati Tanah Datar dan banyak lainnya,” jelas Asas kepada Suara Kampus. Kata Asas, dalam penyeleksian nama para calon aktivis kampus sudah dipersiapkan sebulan sebelum acara wisuda berlangsung. Sebagai tim penilai atau penyeleksi yaitu Wakil Dekan (WD) III dari masing-masing fakultas. Aktivis Idaman Asasriwarni mengatakan, pihak kampus tidak pernah membedakan, memilih antara sarjana yang aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Senat, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) maupun Dewan Mahasiswa (DEMA) dan lainnya. Semua sarjana berhak mendapatkan penghargaan sebagai seorang aktivis mahasiswa asalkan kriteria di atas terpenuhi. “Setiap mahasiswa akan dapat meraih penghargaan aktivis kampus tersebut. Asalkan, mereka menjadi terladan di masingmasing fakultas artinya memiliki keterampilan serta memimpin di organisasi yang ia geluti,” pungkas calon hakim Mahkamah Agung (MA) tersebut. Lanjut Asasriwarni,

Tambah Muslim, untuk proses pemilihan aktivis kampus. Sebelum acara perhelatan wisuda. Para calon wisudawan/wati dikumpulkan di dalam ruangan. Kemudian, diberikan pengarahan tentang kriteria aktivis mahasiswa tersebut. Di dalam ruangan itu calon sarjana boleh menunjuk temannya yang dirasanya aktif di organisasi atau menunjuk dirinya sendiri. Namun, apabila tidak ada yang menunjuk keputusan aktivis kampus. Mahasiswa dapat menemui WD III membawa syarat. “Selanjutnya saya yang akan menyeleksi. Sebelum mahasiswa itu dibawa ke meja saya persyaratan menjadi aktivis kampus itu sudah dikumpulkannya,” papar Muslim saat kami temui di ruangan kerjanya.

Pemberian penghargaan bintang aktivis kampus pada wisuda ke 71 IAIN Imam Bonjol Padang, Sabtu (29/04). Foto: Humas IAIN Imam Bonjol Padang

kampus tidak memilih mahasiswa yang hanya memiliki nilai tinggi serta sertifikat yang banyak. Tapi, juga mempertimbangkan prilaku mahasiswa tersebut kesopanannya di fakultas. Serta bagaimana mahasiswa bisa bersosialisasi dengan masyarakat di fakultas. “Mahasiswa yang dinobatkan sebagai aktivis kampus sebenarnya mereka yang bisa membagi waktu antara perkuliahan dengan organisasi. Jangan sampai ia menafikan perkuliahan demi organisasi. Intinya

untuk lembaga yang di tempatinya dan nilai Akademiknya baik,” ujarnya, Kamis (24/04). Tambah Welhendra, kebanyakan mahasiswa aktif dalam organisasi tapi nilainya kurang baik, padahal tanggung jawabnya sebagai mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang harus mempunya nilai bagus. Wakil Dekan III Fakultas Adab dan Humaniora, Maksum mengatakan, untuk menjadi aktivis kampus harus mempunyai modal salah satunya memiliki jiwa

Ada beberapa kriteria seorang aktivis yang kita pilih di antaranya memiliki nilai IPK di atas 3.00 mahasiswa aktivis itu “man of analysis” mampu meyelesaikan bangku akademik dengan baik. Serta, “man of public meeting” yaitu dapat aktif, terampil dan mampu bersosialisasi di tengah masyarakat,” harap dosen Jurusan Akhwalul Syakhsiyah itu. Asasriwarni berharap, bagi calon sarjana yang ingin mendapatkan penghargaan sebagai aktivis mahasiswa. Dekan Fakulatas Syariah, Mucklis Bahar menjelaskan bahwa mahasiswa yang mendapatkan prestasi sebagai aktivis kampus adalah mahasiswa yang memiliki keaktifan di bidang organisasi serta ada progres di bidang akademik. Mahasiswa tersebut mampu menyelesaikan perkuliahannya pada waktu seharusnya mahasiswa itu tamat. “Dari segi persyaratan, mahasiswa yang akan diberi penghargaan tersebut harus melampirkan bukti-bukti yang menyangkut dengan keaktifannya di organisasi, tetapi biasanya persyaratan seperti itu untuk mahasiswa yang ikut organisasi eksternal saja. Memang, sosialisasi syarat aktivis mahasiswa itu minim. Karena, sudah merupakan tradisi yang dilakukan secara turun-temurun,” ungkapnya. Sedangkan menurut Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Duski Samad, aktivis mahasiswa merupakan mahasiswa yang terlibat diorganisasi kemahasiswaan baik eksternal dan internal yang bekerja secara fungsional. “Aktivis kampus harus bisa memerankan dirinya sebagai agent of change. Tanpa melupakan bidang akademik yang sedang dia jalani,” kata Ketua Manjelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang itu. Lain lagi dengan Wakil Dekan III Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Welhendri menjelaskan, “Aktivis itu cerdas, inovatif, mempengaruhi dunia kemahasiswaanya, kepribadianya baik dan orangnya kritis. Tahun kemarin belum ada yang benar-benar jadi aktivis. Aktivis itu selalu berbuat banyak

Asasriwarni Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang kepemimpinan. “Di Fakultas Adab prosedur penentuan aktivis kampus, pertama ditanya bagi mahasiswa yang nampak kriteria aktivisnya. Setelah dapat calon beberapa mahasiswa, lalu dimusyawarahkan bagi mahasiswa memenuhi syarat dinobatkan mereka sebagai aktivis kampus,” ujarnya. Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin, Muslim mengatakan, penghargaan untuk mahasiswa berprestasi atau cumloude yang dilihat hanyalah IPK tertinggi, sedangkan sarjana yang dinobatkan aktivis mahasiswa dinilai berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan oleh pihak kampus. “Walaupun IPnya tidak menjadi yang paling tertinggi dari mahasiswa lain. Apabila dia aktif di dalam maupun di luar kampus, berkelakuan baik, dia berhak untuk menjadi bintang aktivis kampus,” ungkapnya, Kamis (15/04/2014). Sertifikat Palsu? Menangapi maraknya mahasiswa yang memalsukan sertifikat, Asasriwarni menanggapi hal itu. Ia mengatakan, di fakultas masing-masing ada pembina ekstrakurikuler yang akan menyeleksi sertifikat itu apakah palsu atau tidak?. “Di masing-masing fakultas sudah ada tim untuk menentukan siapa yang akan menjadi aktivis mahasiswa. Setiap tim akan selalu berkoordinasi dengan Wakil Dekan III yang ada di fakultas,” jelas Asas. Namun, Muslim WD III Fakultas Ushulludin menjelaskan bahwa tim pembina ekstrakurikuler tersebut sama dengan PA (Pembimbing Akademik) yang diketahui mahasiswa. Pada syarat ujian munaqasah skripsi calon sarjana harus mengumpulkan sertifikat serta SK. Dari sana pihak fakultas menilai mahasiswa yang paling tinggi terkumpul sertifikat dan SK-nya, akan dijadikan aktivis mahasiswa. “Palsunya sertifikat mahasiswa akan diseleksi oleh PA masing-masing mahasiswa,” ujarnya.

Kata Mahasiswa Mahasiswa angkat bicara tentang aktivis kampus. Misalnya saja, Refki Fernando mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islan (PAI), menurutnya kriteria untuk aktivis mahasiswa belum ada kejelasan yang telah ditentukan oleh pihak kampus. “Mengetahui aktif atau tidaknya mahasiswa dalam berkreativitas adalah lingkungan sekitarnya sendiri, bukan hanya dari pihak kampus. Seharusnya ada dari pihak kampus yang mensurvei atau langsung turun ke organisasi yang digeluti oleh mahasiswa calon aktivis mahasiswa itu. Guna melihat bagaimana perkembangan dia di organisasi itu. Apakah logis seorang yang disebut aktivis harus tamat 3,5 tahun?,” kata Refki. Lain lagi dengan mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam, Fitriani mengaku heran dengan pemelihan aktivis mahasiswa pada wisuda beberapa bulan yang lalu (Sabtu (29/ 04/2014)-red). Pihak kampus terkesan mengutamakan mahasiswa yang aktif di bagian akademik seperti Senat dan HMJ. “Aktivis kampus merupakan mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi, bukan hanya sekedar aktif di akademik saja,” ungkapnya. Suara Kampus juga mencari sarjana yang tepillih menjadi aktivis mahasiswa wisuda angkatan 71 beberpa bulan lalu. Salah satunya, Thaib Rizki, sarjan tamatan Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Ia mengaku kaget waktu pembawa acara pada perhelatan wisuda di Auditorium M Yunus itu memanggil namanya ke depan untuk menerima penghargaan tersebut. “Saya tidak menyangka akan terpilih menjadi aktivis kampus. Saya aktif di HMJ Pendidikan Bahasa Arab,” paparnya saat ditemui di tenda biru Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Kamis (24/04/2014). “Alhamdulillah, IP saya tidak pernah di bawah 3. Insyaallah rencananya saya akan melanjutkan S2 di Universitas Islan Negeri (UIN) Malang,” tutup sarjana yang pernah meraih juara lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat kabupaten dan provinsi itu. Dia menambahkan, untuk menjadi aktivis dia menggumpulkan persyaratan piagam keagamaan, yaitu piagam lomba MTQ Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, piagam hafalan hadis se-Sumbar dan SK HMJ PBA, dan IPK 3,87. Berbeda dengan Riski, Sarjulianto mengangap yang ia raih sebagi aktivis kampus hanya simbol semata. Karena, belum ada yang layak menjadi akivis dilihat dari kinerjanya yang belum jelas. “Aktivis ialah mahasiswa yang berkecimpung dan eksis di kampus, melek dengan kebijakan-kebijakan yang baru, selalu up date dalam berita, tak pernah diam di organisasinya dan menentang kebijakan yang tidak sesuai dengan sebenarnya,” ujar Sarju saat ditemui Suara Kampus, Kamis (24/04/2014). [Amaliyatul Hamrah (Mg), Yogi Eka Sahputra, Khairul Ummah (Mg), Destiwi Zurima (Mg), Zaitil Akbar (Mg), Syofli Apri Yanil (Mg), Defriandi (Mg).]


Hujan Tuntutan Dibalik Sukses KPU

Pasca pengumuman hasil rekapitulasi pemilu legislatif (Pileg) 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) 14 Mei, ratusan gugatan terkait hasil Pileg 9 April menggunung di Mahkamah Konstitusi (MK). 702 gugatan tercatat mengapung di MK dari berbagai kasus, mulai dari kecurangan-kecuranagan yang terjadi dalam penyelanggaraan pemilu sampai hasil rakapitulasi Pileg. Baik kalah atau menang, Parpol silih berganti mengajukan gugatan ke MK dari berbagai Daerah Pemilihan. Gugatan tersebut diterima baik oleh KPU, Amnasmen Ketua KPU Sumatera Barat menerima segala bentuk gugatan parpol terkait penyelenggaran pemilu sampai hasil rekapitulasi pemilu. “Gugatan itu merupakan hak Parpol sebagai peserta pemilu,” ujarnya. Amnasmen menerangkan, KPU siap untuk mengahadapi gugatan-gugatan dari Parpol tersebut. Ia menilai ini merupakan hal yang wajar saat Parpol menggugat hari pelaksanaan rekapitulasi hasil Pileg. Ia manambahkan, gugatan ini lumrah karena pemilu merupakan hal yang sensitif. “Gugatan itu upaya parpol untuk memeriksa hasil dari KPU,” terangya. Amnasmen berpendapat, gugatan merupakan ruang umpan balik antara penyelenggara dengan peserta pemilu, dimana parpol menggapi hasil Pileg tersebut. Bagaimanapun menurut Amsasmen gugatan tersebut merupakan hal yang sudah dirancang dalam undang-undang. “Kita ikuti undangundang saja, kan sudah diatur,” tuturnya. Khusus di Sumbar, KPU belum mendapat laporan terkait gugatan parpol ke KPU Sumbar. “Kita masih tunggu dari MK dulu, kalau ada gugatan, KPU Sumbar sudah siap,” tegasnya. Amnasmen berharap gugatan parpol itu tidak ada yang dilayangkan ke KPU Sumbar. Dilihat dari jalannya pemilu di Sumbar, Amnasmen optimis tidak akan medapatkan gugatan tersebut. “Pemilu di Sumbar cukup mendapat nama baik dalam penyelenggaraan pemilu sekarang,” katanya. Beberapa hari yang lalu, lanjutnya, KPU Sumbar mendapat pujian dan ucapan selamat oleh beberapa parpol terkait penyelenggaraan pileg. Tingginya jumlah suara dari Sumbar diyakini Amnasmen menjadi alasan dari ucapan dan selamat oleh parpol tersebut. “Suara kita tinggi di Indonesia,” ulasnya. Hal tersebut yang membuatnya pesimis akan mendapatkan gugatan dari Parpol. “Semoga dengan suara yang tinggi tersebut mengurangi peluang kita akan mendapatkan gugatan dari parpol,” harap Amnasmen. Asrinaldi pengamat politik Universitas Andalas berpendapat, semua itu tergantung saat KPU menyelenggarakan pemilu kemarin, jika sudah sesuai dengan prosedur dan

Ilustrasi: Taufiq Siddiq

mekanisme menurutnya, tidak akan ada tuntutan. “KPU harus hati-hati selama proses pemilu ini,” ujar pria yang akrab dipanggil Aldi ini. Bukan hanya KPU, kata Aldi, masyarakat harus bisa mengambil peran dengan baik sebagai bagian yang penting dalam pemilu. Terkait dengan gugatan parpol terhadap

waktu dekat,” terangnya. Tapi bagaimanapun, Adi mengatakan tidak menutup kemungkinan jika keputusan dari gugatan parpol tersebut memberikan dampak terhadap hasil rekapitulasi pileg dan perkembangan politik. “Jika ada dampak, saya rasa itu hanya akan memberikan dampak kecil saja,” terangnya. Kecuali nanti

Asrinaldi

Amnasmen

Pengamat Politik

Ketua KPU Sumbar

KPU ke MK, Aldi menilai ini akan menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi KPU, karena semua gugatan tersebut harus dituntaskan 14 hari jelang pemilihan presiden. “Ini merupakan pelajaran bagi KPU dari penyelenggaraan pemilu tahun ini,” himbaunya. Asrinaldi menilai gugatan parpol tidak akan berdampak besar terhadap perkembangan politik atau pemilu, karena MK dan KPU harus menyelesaikannya dalam waktu dekat. “MK dan KPU harus tunjuk orangorang berkompeten untuk mengusut kasus ini,” terangnya. Terkait hasil rekapitulasi pileg, menurut Adi hasil atu dampak dari gugatan tersebut tidak akan berdampak begitu luas terhadap hasil rekapitulasi KPU. “Proses memang butuh waktu lama untuk menyelesaikan gugatan tersebut, namun mau tidak mau MK dan KPU harus bisa menuntaskannya dalam

keputusan MK, lanjut Aldi ada selisih yang membuat keputusan MK itu akan berubah. “Jika begitu maka akan sangat berdampak.” katanya. “Namun gugatan-gugatan parpol tersebut akan sulit dikabulkan oleh MK karena butuh waktu dan persiapan yang panjang dalam mempersiapkan pemilu,” ungkapnya. Menurutnya, kerja KPU telah sistematis sesuai dengan undang-undang dan akan menjadi poin yang membuat MK tidak akan mengabulkan gugatan parpol tersebut. Ditambah lagi menurutnya kinerja dari KPU telah sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Asrinaldi menambahkan, sangat kecil peluangnya MK mengabulkan gugatan dari gugatan dari para caleg itu, walaupun ada, tidak beberapa nantinya, karena melihat dari kinerja KPU sejauh ini.”Sangat kecil

kemungkinan dikabulkan oleh MK, “ ujarnya. Putih Usai Pesta Demokrasi Terkait dengan angka golput yang marak terjadi, baik itu di kalangan masyarakat atau khususnya mahasiswa sebagai ujung tombak penentu kemajuan negeri ini, menurut Asrinaldi golput terjadi karena kesalahan teknik. “Golput pada mahasiswa saya rasa itu salahnya di administrasi dan kurang sosialisasi, bukan golput mutlak,” ujarnya. Adi menilai KPU telah berhasil menumbuhkan kembali minat memilih masyarakat. “Cuma kalangan kecil saja saat ini yang tetap memilih untuk golput. Karena mereka menilai tidak akan merubah hidupnya, ditambah dengan penilaian pribadi terhadap pemimpin”, ujarnya. Namun dilihat dari pemilu sebelumnya, menurut Asrinaldi, KPU telah melaksanakan tugas dengan baik, karena pemilu kali ini KPU mampu meminimalisir angka golput pada pemilu, tentunya berkat kinerja dari mekanismenya juga. Dia sepakat bahwa kesadaran masyarakat akan politik mulai tumbuh kembali, karena adanya harapan-harapan baru yang diinginkan masyarakat untuk mengubah negeri ini agar lebih baik menjadi poin dalam penurunan angka golput. “Masyarakat telah mulai memikirkan atau berpatokan, tidak hanya lagi pada partai polotik saja namun juga telah menilai bagaimana sosok dari pemimpin tersebut, artinya pemilih sudah mulai cerdas menentukan pilihannya,” ungkapnya. Jelang Pilpres Untuk pilpres, Asrinaldi mempredikisi akan terbentuk tiga poros kolalisi. “ Poros pertama dengan koalisi parpol PDIP, Nasdem, PKB dengan mengusung Jokowi sebagai calon Presiden dan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden. Poros kedua parpol Gerindra, PKS dan PAN, dengan mengusung Prabowo sebagai calon presiden dan Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden. Sedangkan pada poros ketiga yaitu Partai Demokrat, Golkar, Hanura, namun pada poros ketiga ini belum mendapat keputusan yang pasti siapa yang akan diusung menjadi calon presiden dan calon wakil presiden,” ungkapnya. [Taufiq Siddiq, Zul Anggara, Deli]


Salah seorang pengunjung menikmati suasana muara sarasah. Foto: Mukhtar Syafi’i (Mg)

Para pengunjung tengah melewati jalan setapak menuju Sarasah. Foto: Mukhtar Syafi’i (Mg)

Sarasah Air Terjun Tujuh Tingkat di Pelosok Padang Di daerah dengan cuaca panas serta padatnya bangunan menjulang tinggi, sulit rasanya menemukan tempat yang alami dalam menghadirkan kesegaran. Namun, bukan berarti tempat seperti itu tak ada di kota yang dijuluki sebagai kota bengkoang, yakni Kota Padang. Sesekali cobalah menyempatkan diri mengunjungi objek wisata, sebuah air terjun yang masih alami dan menarik untuk dikunjungi. Air Terjun Sarasah, itulah namanya.

G

emericik suara air terjun yang jatuh meningkahi dinding-dinding batu, diiringi kicauan burung dan semilir angin yang berhembus, menjadi musik alam nan syahdu di tengah hutan belantara. Udara nan sejuk dan bebas dari polusi serta jauh dari kebisingan. Suasana yang sedemikian indahnya membuat pengunjung dapat melepaskan rasa lelah serta meringankan beban pikiran, setelah menggeluti berbagai aktivitas sehari-hari. Itulah sekelumit gambaran dari objek wisata yang terletak di Desa Koto Baru, Gadut, Kelurahan Limau Manis Selatan, Kecamatan Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat. Objek wisata ini mampu memancing

minat wisatawan lokal, terutama para kawula muda. Mereka sekadar bersantai ria sambil menikmati indahnya air terjun tujuh tingkat, yang bersumber dari bukit. Air terjun yang dinamai Sarasah itu terletak 17 Km sebelah Timur dari pusat kota, atau 2 km dari Lembaga Inventarisasi Kehutanan (LIK) Gadut. Dahulunya, air terjun ini banyak terdapat Ikan Gariang, karena itu masyarakat sekitar Ulu Gadut menamakan Air Terjun Sarasah. Selain dengan kendaraan pribadi, akses ke Sarasah dapat ditempuh dengan menaiki angkutan kota (angkot) jurusan Pasar RayaUlu Gadut. Setelah sampai di LIK Gadut, perjalanan dapat dilanjutkan dengan angkot jurusan Koto Baru sampai pemberhentian terakhir angkot. Se sampai dipemberhentian t e r ak h i r, di lanjutkan dengan berjalan kaki melewati jalan setapak sepanjang lebih dari 6 Km atau sekitar 2 jam perjalanan. Jika menggunakan sepeda motor dari pemberhentian terakhir, perjalanan menuju tempat parkir sepeda motor yang ditempuh selama 20 menit. Meski perjalanan cukup menguras tenaga serta menempuh jarak yang cukup jauh. Namun, tak akan melelahkan jika ditempuh bersama dengan rombongan. Suasana teduh dari pepohonan disertai sejuknya hembusan angin juga mampu menepis rasa lelah di perjalanan. Setelah berjalan kaki melewati pepohonan

Aliran air Sarasah yang mengalir dari tingkat paling tinggi. Foto: Mukhtar Syafi’i (Mg)

rindang dan tumbuhan belukar, suara desiran air akan terdengar jika sudah mencapai jarak puluhan meter dari Sarasah. Suara airnya yang menghempas bebatuan di bawahnya menambah kealamian hutan di sekitarnya. Ketika berada tepat di Sarasah, rasa yang lebih menakjubkan akan hadir. Berdiri di depan air terjun dan dikelilingi hutan rindang membuat pikiran kian tenteram, seakaan terpisah dari hiruk pikuknya kota dengan kepadatan gedung-gedungnya. Sarasah memiliki keunikan tersendiri dibanding air terjun di berbagai tempat. Kebanyakan air terjun hanya memiliki satu tingkatan saja, Sarasah punya tujuh tingkatan dari dasar hingga puncaknya. Setiap tingkat memiliki tinggi sekitar sepuluh meter. Tak hanya itu, airnya yang berasal dari perbukitan terasa segar saat menyentuh bagian tubuh. Biasanya, setiap pengunjung yang datang ke Sarasah tak ingin melewatkan kesejukan airnya. Kemudian mereka akan mencoba menaiki tingkat demi tingkatan batu melalui sisi air terjun. Wisatawan seringkali hanya sampai pada tingkat keempat saja. Karena kelelahan dan khawatir susah untuk turun kembali, membuat para wisatawan mengurungkan niatnya mendaki ke tempat tingkatan yang lebih tinggi. Walau hanya sampai pada air terjun tingkat empat, para wisatawan terlihat takjub merasakan sensasi Sarasah. Tak lupa mereka mengabadikan momen saat berada di tengah

Biasanya ada yang datang kesini dari Denmark belanda

Sarasah. Bahkan, sebagian wisatawan memilih menceburkan diri ke dalam lubuk di muara Sarasah. Aliran airnya yang jernih memancarkan percikan serta semilir yang memancing untuk semakin menikmati lebih jauh. Ditambah lagi keadaan alam sekitar sarasah yang masih ditumbuhi pepohonan besar yang menghijau kian membuat tenteram setiap orang yang rindu akan rasa asli dari alam. Biasanya Sarasah ramai didatangi pengunjung pada hari libur. Salah seorang penjaga parkir, Retmayanti mengatakan tidak hanya wisatawan lokal yang sering datang, wisatawan luar negeri juga kerap terlihat mendatangi air terjun ini. “Biasanya yang datang kesini ada dari Denmark, Belanda,” kata Retmawati, Senin (20/4). Selain itu, Sarasah juga menjadi lokasi pilihan mahasiswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan. Yudi seorang petani di sekitar Sarasah mengatakan, mahasiswa biasa memilih Sarasah sebagai lokasi perkemahan. “Biasanya selama dua minggu dan ada juga turis yang datang,” ujarnya, Senin (20/4). Maski begitu, Sarasah yang memiliki tujuh tingkat ini butuh perhatian dari pihak pemerintah. Akses jalan yang sulit menjadi keluhan bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan tempat tersebut. Meskipun tempat wisata ini sudah dikunjungi oleh pemerintah setempat, namun dari pihak pemerintah tidak ada upaya untuk memperbaiki akses jalan yang sulit dan tempat wisata itu. Hal tersebut diharapkan oleh salah satu pengunjung, “Bagusnya akses jalan objek wisata ini diperhatikan oleh pemerintah. Jalannya yang licin, sangat membahayakan bagi para penginjung,” ungkap Rosi salah seorang pengunjung Sarasah, Senin (20/4). [Mukhtar Syafi’i (Mg), Kanadi Warman (Mg)]




Ramayulis, Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang

Sukses UKT Tergantung Eksekusi Pagi masih muda dan matahari begitu terang memancar ke dalam rumah guru besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang itu, cahaya masuk melalui bagian kaca rumahnya yang jernih. Beberapa ketukan kami ke pintu rumahnya di Komplek PGMI Padang mengangu kesibukan profesor yang baru beberapa hari yang lalu pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Cara dia menyambut tamu menerangkan keramahan dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan itu.

B

eberapa koran berjajar di atas meja. Tawarannya untuk kami mengawali wawancara kami tentang nasip perguruan tinggi dan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sistem UKT di beberapa perguruan tinggi sudah mulai diberlakukan. Namun, banyak menciptakan kasus-kasus yang berkaitan dengan mahasiswa, ada yang cuti bahkan berhenti kuliah. Gelembung-gelembung akurium di ruangan tamu rumahnya menemani percakapan kami saat itu. Membicarakan masalah UKT sangat menarik saat ini. Apalagi baru-baru ini beredar kabar UKT sudah berlaku di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Pejajakan untuk menetapkan sistem UKT itu sudah berjalan, tinggal finalnya yaitu dari masing-masing Badan Operasional Perguruan Tinggi (BOPT). Jadi, besaran UKT setiap perguruan tinggi berbeda. Perbincangan dengan Ramayulis membahas seputar kelayakan UKT untuk PTAIN tersebut. Apa pendapat bapak tentang UKT? UKT merupakan sistem yang sangat bagus menurut saya, dimana mahasiswa membayar berdasarkan kemampuanya yang kaya membayar agak mahal dari yang belum kaya. Namun yang disayangkan sejauh ini UKT belum terlakasana dengan maksimal. Sejauh ini bagaimana perkembangan UKT? Ya, karena UKT merupakan hal baru dan masih butuh pengkanjian yang berkelanjutan untuk menyempurnakanya. Kalangan mahasiswa yang menolak ya karena itu tadi, realisasi UKT yang belum maksimal.

Apa yang membuat UKT masih ditolak oleh beberapa kalangan ? Saya rasa akar pemasalah UKT itu adalah eksekusi yang belum maksimal dari sistem yang sudah disusun. UKT bagus jika semua sistemnya berjalan dengan baik. Selama ini masih ada yang menolak disebabkan oleh eksekusi dari UKT tidak masksimal. Bagaimana eksekusi UKT tersebut agar berjalan dengan perencanaan dan diterima oleh semua kalangan ? Harus ada seleksi yang terorgansir untuk menentukan mahasiswa untuk setiap level UKT. Yang pantas dapat level satu yang memang mahasiswa yang membutuhkan, dengan langsung melihat bukti real dari mahasiswa tersebut UKT di IAIN, apa komentar Bapak ? Saya rasa bagus, karena kita tahu kebanyakan latar belakang perekonomian mahasiswa kita itu menengah kebawah. Nah kampus harus bisa adil dalam menentukan siapa yang memang berhak dan sesuai dengan perekonomian mahasiswanya. Kampus kita memang harus mampu mensortir dengan baik mahasiswa untuk setiap levelnya. Apakah akan ada penolakan juga oleh mahasiswa terhadap UKT di kampus kita ? Ditolak atau diterima itu tergantung eksekusi dari kampus. Jika eksekusi dari IAIN nanti sempurna tampa cacat saya rasa tidak akan ada yang menolak, namun jika eksekusinya cacat saya rasa akan ada gerakan penolakan nantinya. Seperti Apa Eksekusi UKT tersebut agar berjalan dengan baik ? Harus ada menajemen yang kuat di kampus kita untuk bisa mengatur jalannya UKT dengan baik. Hitungan kuota per fakultas dan setiap level pun harus sangat jelas dan teliti. Misalnya Fakultas Tarbiyah dan keguruan itu pasti bagiannya akan lebih besar dibandingkan Fakultas Adab dan Fakultas Usuluddin, disitulah dibutuhkan menagemen literatur yang sempurna. IAIN harus menujuk orang yang tepat dan kompeten sebagai penanggung jawab dari UKT tersebut,

jangan sampai salah orang karena jika sudah salah orang ya seperti janji tuhan tunggu saja kerusakan lagi. Apakah UKT akan Memberikan Pengaruh Terhadap Dunia Pendidikan ? Berpengaruh atau tidak UKT tersebut, ya tergantung dengan realisasinya, jika UKT itu berjalan dengan lancar dengan menetapkan mahasiswa memang berdasarkan kemapuan ekonominya ya itu akan menunjang pendidikan kampus kita.[] [Taufiq Siddiq, Mukhtar Syafi’i (Mg)]


Bundo Kanduang Tampek Bapayuang Bundo Kanduang, limpapeh rumah nan gadang, umbun puruak pagangan kunci, umbun puruak aluang bunian, pusek jalo kumpuan tali, sumarak di dalam kampuang, hiasan dalam nagari, nan gaadang basa batuah, kok hiduik tampek banasa, kok mati tampek baniat, kaunduang-unduang ka madinah, kapayuang panji ka saruga, ka pai ka tampek batanyo, ka pulang ka tampek babarito.

B

undo kanduang di Minangkabau me rupakan sosok penting pembentuk poros umat. Terbukti dengan dituangkannya tugas dan fungsi Bundo Kanduang dalam petatah petitih adat seperti yang dituliskan di atas. Peran penting Bundo Kanduang tidak bisa dipisahkan dari tumbuh kembang kaumnya, hingga Bundo Kanduang dilibatkan di limbago dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN). Seperti yang diterangkan salah seorang pakar budaya Yulizal Yunus , Bundo Kanduang memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis dalam menanamkan nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau, terutama membentuk akhlak generasi muda. Petatah adat di atas menerangkan bahwa bundo kanduang adalah Limpapeh rumah nan gadang maksudnya Bundo Kanduang sebagai wanita di dalam rumah gadang yang bebas bergerak di rumah gadang guna memperhatikan anak dan kemenakan. Adat memberikan peran yang sangat besar terhadap Bundo Kanduang untuk memperhatikan dan mengayomi anak kemenakan. Bundo Kanduang melahirkan anak-anak yang akan meneruskan tali keturunan di sebuah kaum. Dari Bundo Kanduang berkembang anak kemenakan yang kemudian berkembang menjadi masyarakat Minangkabau. Kok iduik tampek banasa, kok mati tampek baniat, artinya Bundo Kanduang menjadi tumpuan harapan anak kemenakan. Kaunduang-unduang ka Madinah, kapayuang panji ka sarugo, mengartikan bahwa Bundo Kanduang merupakan pelindung dan pengayom bagi anak kemenakan dalam keadaan susah dan senang. Ka pai tampek batanyo ka pulang tampek babarito, artinya Bundo Kanduang berfungsi sebagai penasehat dan tempat mengadu bagi anak kemenakan. Yulizal Yunus juga menuturkan, bundo kanduang memiliki dua peranan khusus di Minangkabau. “Bidang adaik bundo kanduang ko sabagai pamegang pusako tinggi, limpapeh rumah nan gadang, ka unduang-unduang ka madinah, kapayuang panji ka sarugo, ka pai ka tampek batanyo, ka pulang ka tampek babarito. Kudian bundo kandung dalam organisasi kemasyarakatan, Ibu yang aktif yang bisa mamimpin, mandidik dan mengajarkan dalam masyarakat,” ungkapnya. Sementara, wanita yang layak disebut Bundo Kanduang di Minangkabau adalah seluruh padusi minang yang dituakan serta memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk memimpin kaum dan organisasi masyarakat. “Seorang yang dihormati dan memiliki

wawasan yang luas dalam mengambil kebijakan. Tidak akan ada penghulu kalau tidak ada restu dari Bundo Kanduang,” terang dosen fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang ini. Mempertimbangkan peran penting Bundo Kanduang di Minangkabau, Pemerintah Daerah Sumatera Barat mencantumkan kata Bundo Kanduang dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintah Nagari. Pada Bab III mengenai Pengurusan Nagari, dalam Pasal 5 ayat 3 tercantum bahwa Badan Musyawarah Adat dan Syarak Nagari terdiri dari utusan Ninik Mamak, Alim Ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kanduang dan komponen masyarakat lainnya yang tumbuh dan berkembang dalam nagari. Terkait hal tersebut, dalam pandangan Islam garis keturunan berdasarkan dari garis keturunan bapak, sementara di Minangkabau sendiri berdasarkan sistem matrinial. Jika dilirik dari sudut status keturunan, perempuan Minangkabau tetap mencantumkan nama bapak atau orang tua laki-laki di belakang namanya. Ini relevan dengan ajaran Islam yang memiliki maksud untuk memelihara dan menyelamatkan anak manusia, sejalan dengan makna Islam sendiri yang artinya menyelamatkan. Telah dijelaskan ajaran dan ketentuan dalam ajaran Islam yang tujuan utamanya untuk menyelamatkan manusia. Salah satunya, mendirikan salat yang bertujuan untuk membiasakan diri dalam membagi waktu. Tantangan Bundo Kanduang Fungsi dan peran Bundo Kanduang yang telah dipaparkan sebelumnya, harus menjadi motivasi bagi para Bundo Kanduang hari ini melakukan sesuatu untuk membentuk karakter

Bundo Kanduang Kontemporer Mengingat pentingnya peran penting Bundo Kanduang tersebut, maka hendaklah setiap padusi di minang dipersiapkan dan mempersiapkan diri, fisik dan mental agar mampu membimbing dan bersama dengan limbago adat lainnya menjadi pemimpin kaum. Namun, fenomena yang kita temukan hari ini bahwa secara substansi nilai-nilai Bundo Kanduang itu sendiri telah dinafikan oleh masyarakat bahkan wanita minang. Menanggapi itu Muhammad Rifa’i, Alumni Fakultas Syariah mengatakan Bundo Kanduang kini sudah jauh berubah jika dibandingkan dengan Bundo Kanduang yang seharusnya. Bahkan posisi Bundo Kanduang hari ini hanya dipandang sebagai formalitas saja. “Bundo Kanduang urang nan didahulukan salangkah, ditinggikan sarantiang, kato-katonyo didanga, peran dan subtansinya sebagai Bundo Kanduang tidak terlalu tampak, hanya sebagai label saja, eksistensinya tidak terlihat lagi seperti dulu,” ujarnya. Dia menuturkan peran dan fungsi Bundo Kanduang harus dikembalikan sebagai limpapeh di rumah nan gadang, mangurus rumah gadang, manjago harato pusako. “Sangat disayangkan sekali orang yang dahulunya sangat dihargai di nagari sekarang fungsinya sudah mulai pudar. Itulah yang harus kita bina sekarang, jangan sampai peran Bundo Kanduang ini pudar dan bahkan hilang dimakan masa,” harapnya. Begitu juga Syafriadi, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) mengatakan dewasa ini peran Bundo Kanduang sudah berkurang. Dahulu Bundo Kanduang betulbetul menjadi teladan, baik berkata, bersikap, berpakaian, dan segala aspek lainnya sesuai dengan filosofi minang “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”. Syafriadi menjelaskan keadaan seperti ini dipengaruhi oleh arus westernisasi yang kuat dan degradasi budaya minang yang juga mempengaruhi Bundo Kanduang. “Westernisasi itu adalah arus pengaruh dunia barat terhadap budaya yang dipengaruhinya. Degradasi budaya itu adalah hilangnya nilai budaya di masyarakat. Misalnya masyarakat acuh tak acuh terhadap budaya dan tidak mengindahkan nilai budaya bukan sesuatu hal yang sakral lagi,” paparnya. Menurutnya adat istiadat minang harus dipelajari lagi oleh generasi penerus di Minangkabau. “Oleh karena itu, Bundo Kanduang jangan sampai kehilangan sifat arifnya. Kemudian untuk perempuan yang belum menikah belajarlah sungguh-sungguh, persiapkan diri menjadi Bundo Kanduang kelak,” tambahnya. Begitu juga Yulizal Yunus, berharapkan agar tugas, wewenang dan fungsi Bundo Kanduang dapat dijalankan dengan bertanggung jawab terhadap kaum dan lembaga masyarakat yang dipegangnya,” tutupnya.

remaja di Minangkabau. Problema masyarakat Minangkabau dewasa ini, baik yang tinggal di daerah asal maupun di rantau menjadi tantangan bagi wanita minang zaman ini. Di antara problema tersebut, nilai-nilai agama dan adat boleh dikatakan tidak menjadi acuan bagi masyarakat dalam berperilaku terutama dalam hal berpakaian, etika pergaulan, akhlak ataupun aspek lainnya. Bundo Kanduang merupakan perempuan yang menjadi anggota atau bagian dari masyarakat. Tanpa adanya perempuan maka tidaklah cukup unsur yang disebut sebagai masyarakat. Tanpa adanya perempuan maka rumah tangga, korong kampuang, nagari tidak akan semarak. Menjadi penghantar keturunan yang dibesarkan dan dihormati serta diutamakan dan dipelihara. Bando Kanduang harus memelihara dan mendudukkan diri sendiri dengan aturan dan agama Islam, menjauhi segala larangan agama dan adat tersebut. Termasuk dalam bidang pendidikan, Bundo Kanduang dalam perannya membentuk karakter generasi kaum muda tak bisa dinafikan menjadi posisi penting. “Fungsi Bundo Kanduang di bidang pendidikan terlihat dengan adanya organisasi wanita, bergerak di bidang kemasyarakatan melalui penyuluhan, bimbingan dan konsultasi pada masyarakat seperti dharma wanita, forum HAM perempuan, wanita Islam dan lain sebagainya,” tegasnya. Yulizal melanjutkan, Bundo Kanduang harus mampu melaksanakan seluruh tugas yang dibebankan padanya. Berperan aktif dalam organisasi wanita dan kemasyarakatan mampu bertanggung jawab terhadap adat dan masyarakat. “Ini merupakan peran nyata Bundo Kanduang itu sendiri,” ungkap lelaki [Rosi Elvionita, Arif Nur Setiawan, Yandri yang kerap disapa Yuyu tersebut. Novitas S (Mg)]


Presentasi Proposal IAIN-UIN

(Proposal) UIN Selangkah Lagi Suara K ampus- Proposal Konversi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Padang telah sampai di Kementerian Agama. Presentasi proposal pun telah dilakukan pada Senin 28 April lalu di Hotel Baoutiq, Jakarta. Namun, berdasarkan keputusan tim penilai, beberapa data dalam proposal butuh penyempurnaan. Perjuangan memacu tekad IAIN menjadi UIN tak berhenti sampai di sana. Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Makmur Syarif mengungkapkan, pihak Kementerian Agama memberi waktu selama satu bulan untuk melakukan penyempurnaan proposal. “Akhir Mei (31Mei 2014) kita akan ajukan kembali proposal yang telah disempurnakan itu ke Kementerian Agama,” ungkap Makmur Syarif ketika dihubungi Suara Kampus via telepon, Kamis (15/05). Makmur Syarif menjelaskan, setelah presentasi proposal di Kementerian Agama diterima, selanjutnya akan diteruskan peninjauan ke Menteri Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN), Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) dan terakhir ke Sekretaris Negara. “Proses yang akan kita lalui cukup panjang. Tetapi, kita harapkan sebelum Oktober 2014 proses selesai dan IAIN segera berganti status menjadi UIN,” tutur Makmur ketika ditemui Suara Kampus di ruangannya. Guru besar Fakultas Syariah ini mengatakan, pada presentasi itu dijelaskan tentang tingkat pendidikan dosen, jumlah mahasiswa dan alumni, sarana dan prasarana serta arah dan tujuan didirikan UIN. “Yang ikut ke Jakarta saya, wakil rektor I,II,dan III, kepala

Rektor IAIN Imam Bonjol Padang, Makmur Syarif menerima formulir hasil penilaian alih status IAIN ke UIN dari tim penilai Ditjen Pendis Kemenag RI. (28/4). Foto: Humas IAIN Imam Bonjol

biro dan dekan,” ujarnya. “Kita tetap optimis dan bekerja keras. Di samping itu saya mohon doa dan dukungan mahasiswa dan seluruh civitas akademika agar usaha ini berhasil,” katanya mengakhiri wawancara siang itu. Menanggapi hal tersebut Wakil Rektor bidang Akademik Syafruddin menjelaskan, dalam perbaikan proposal tersebut terkait data sejarah berdirinya IAIN Imam Bonjol Padang hingga perkembangan terkini di kampus ini. Namun, data tersebut belum tercantum dengan

lengkap dalam proposal konversi. “Menurut tim penilai, naskah akademik kita harus disempurnakan,” tuturnya ketika ditemui Suara Kampus di ruangannya, Jumat (16/05). Kilas Balik Persiapan Proposal Pada 23 April 2012 mulai dibicarakan tentang penggantian IAIN menjadi UIN. Kemudian dibentuk panitia, selanjutnya dilakukan rapat dan dibentuk panitia kecil yang akan mengerjakan proposal. Mereka dianta-

WR III Lulus Administrasi Seleksi Hakim Agung Suara Kampus- Wakil Rektor (WR) III IAIN Imam Bonjol Padang, Asasriwarni wakili Sumatera Barat (Sumbar) pada seleksi Hakim Agung di Jakarta. Asas lulus seleksi administrasi setelah mendaftar pada 21 Maret lalu yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Seleksi Hakim Agung tersebut diikuti oleh 72 peserta, 64 di antaranya lulus seleksi tahap Administrasi, Jumat (02/05). Asasriwarni menjelaskan, untuk mengikuti seleksi Hakim Agung harus melengkapi beberapa syarat yang ditetapkan. “Gelar doktor atau magister bidang hukum, diusulkan instasi, pengalaman jabatan kurang lebih 20 tahun, harus direkomendasikan minimal 3 orang, mengisi daftar riwayat hidup serta sehat jasmani dan rohani,” paparnya. Dia mengaku, untuk seleksi Hakim Agung tahun ini dibuka kesempatan untuk seluruh hakim, seperti salah satunya hakim perguruan. “Mungkin yang merekomendasikan merasa saya melengkapi persyaratan tersebut dan lolos hakim di peradilan agama,” ujar WR III ini.

Lanjut Asas, pada seleksi tersebut mengikuti tiga tahap seleksi, satu di antara ketiga tahap seleksi berhasil dilalui. “Masih ada dua tahap lagi yang harus dilewati. Tes pada tahap kedua membuat keputusan kasasi Mahkamah Agung, kasus-kasus pelanggaran, kode etik hakim, makalah yang berkaitan dengan putusan hakim serta persepsi diri,” ucapnya. Asas juga menambahkan, seleksi tahap kedua berlangsung selama tiga

hari yakni sejak 05-07 April. “Saya tidak pernah mengharapkan sesuatu, selalu berdoa yang terbaik. Jika keputusan membawa pada bidang hakim, maka saya akan jadi hakim, jika tidak maka tidak apa-apa,” ungkapnya saat diwawancarai Suara Kampus. Zulfan, Sekretaris Jurusan Ahwalul Syakhsiyah (AS) mengaku bangga dengan prestasi yang diraih oleh WR III. “Saya bangga Wakil Rektor IAIN yang juga Guru Besar Syari’ah bisa berkiprah di kancah agung,” kata Zulfan. Senada dengan Zulfan, Ketua DEMA IAIN Imam Bonjol Padang, Ferdi Ferdian senang dengan keberhasilan Asas. “Mengharumkan nama Civitas Akademika IAIN Imam Bonjol Padang di tingkat Nasional,” paparnya. Ferdi menambahkan, lolos atau tidaknya pak Asas tetap pada pengabdiannya di IAIN dan jangan lepas dari IAIN,” harap mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin ini. [Eka Putri]

ranya, Nurush Shalihin, Yasmadi, Reza Fahmi, Sarwan, Testru Hendra, Lukmanul Hakim, Benny dan Asril Naska. Nurush Shalihin, tim penyusun proposal menceritakan, perancangan proposal induk dan proposal pengembangan prodi berlangsung selama dua tahun. Dalam dua tahun itu, pembuatan proposal dilakukan sebanyak dua kali. Proposal pertama hanya pergantian IAIN menjadi UIN. Sedangkan proposal kedua ditambah dengan proposal pengembangan beberapa jurusan dan fakultas. Namun karena proposal pertama tidak direspon oleh pihak Kementerian Agama, Februari 2013 dibuat tim baru yang terdiri dari 110 orang. Tim dibagi ke dalam beberapa kelompok. Untuk proposal induk, dikerjakan oleh tim kecil yang terdiri dari enam orang. Yaitu Nurush Shalihin, Yasmadi, Reza Fahmi, Sarwan, Zulfis dan Benny. “Tim lainnya mengerjakan proposal pengembangan 19 prodi. Tim tersebut dibagi untuk mengerjakan proposal masing-masing prodi. Setelah selesai, kita kirim ke Jakarta,” ujar pria asal IV Angkek, Kabupaten Agam ini. Dia melanjutkan, dalam pengembangan menuju UIN nantinya akan menggunakan epistimologi restrukturasi. Model epistimologi restrukturasi ini akan mengkomunikasikan berbagai ilmu keislaman dengan ilmu umum. “Kita punya epistimologi berbeda dengan yang telah diterapkan UIN di seluruh Indonesia,” ujar pria yang juga menjabat sebagai kepala pusat penelitian ini. “Penyelesaian proposal ini tidak terlepas dari dukungan Bapak Makmur Syarif, sebagai Rektor, wakil rektor, dekan fakultas dan ketua jurusan dan prodi serta seluruh civitas akademika. Kita optimis proposal ini akan berhasil,” tuturnya. [ Bustin]

IAIN IB Padang Akan Punya Wifi Suara Kampus- Sesuai perencanaan tahun 2013, IAIN Imam Bonjol (IB) Padang segera miliki jaringean wifi yang akan terealisasi tahun 2014. Hal ini diungkapkan oleh Nahrul, Kepala Bagian (Kabag) Rumah Tangga IAIN IB Padang, Jumat (16/05). Nahrul menjelaskan, dana pembuatan jaringan wifi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Sistem Humas Manajemen. “Insyaallah akan rampung akhir Mei ini,” paparnya. Nahrul menuturkan, rencana pengadaan jaringan wifi merupakan program kampus sejak lama tapi baru dapat direalisasikan sekarang. “Pemasangan wifi dilakukan pada area kampus, berfungsi memperlancar pendaftaran ulang bagi mahasiswa baru nanti. Semua mahasiswa di IAIN Imam Bonjol Padang juga bisa mendapatkan akses internet lebih baik lagi,” terang Nahrul. Dia mengaku kendala dalam perencanaan tersebut kesulitan dalam komunikasi. “Menunggu pelelangan untuk terhubung dengan Telkom. Ini sangat berguna sekali bagi mahasiswa dalam memperlancar proses perkuliahan,” jelasnya kepada Suara Kampus.

Program yang dicanangkan oleh Kabag Rumah Tangga ini, disambut dengan baik oleh mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang. Salah seorang mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Rahmi mengaku senang dengan pemasangan akses internet di kampus. “Program tersebut bagus karena bisa memudahkan mahasiswa mencari tugasnya,” katanya. Dia menambahkan, mahasiswa tidak perlu lagi capek-capek dan membayar mahal untuk ke warnet. “Kan pada umumnya mahasiswa sudah memiliki laptop dan bisa akses internet di kampus,” ucap mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) ini. Hal senada diungkapkan mahasiswi semester II Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Fakultas Adab dan Humaniora, Vela menyambut baik program tersebut. “Jika memang bisa diselesaikan tahun ini, akan sangat berguna sekali bagi seluruh mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang. Yang penting pekerjaannya jangan berhenti di tengah jalan saja,” harapnya. [Rizki kochan Jasandra (Mg), Fanidia Revani (Mg)]


Kemajuan Bangsa Melalui Pendidikan dalam Konteks Sejarah Oleh: Dr. Zainal, M.Ag

Allah dengan tegas menyatakan bahwa harkat dan martabat suatu bangsa akan terangkat apabila bangsa tersebut memprioritaskan pendidikan sebagai dasar pembangunan. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat AlMujadalah ayat 11, bahwa martabat seseorang, masyarakat atau bangsa akan terangkat apabila usaha memenuhi pendidikan dilakukan secara maksimal. Artinya, kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari seberapa tinggi perhatian bangsa tersebut dalam meningkatkan aspek pendidikan.

F

aktanya terpotret dalam sejarah per kembangan Dinasti Bani Abbasiyah. Dinasti Bani Abbasiyah mencapai puncak kejayaan ketika perhatian terhadap pendidikan mendapat dukungan yang memadai. Pendidikan dikemas secara komprehensif. Tidak dibatasi dalam bentuk pendidikan agama saja. Tetapi semua disiplin ilmu telah diintegrasikan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sehingga, ia menjadi referensi dunia, termasuk negara di bagian barat. Jauh sebelumnya, pada masa Nabi Sulaiman juga terbukti bahwa pilihan mengedepankan pendidikan cukup efektif untuk mengembangkan potensi sumber daya yang ada. Kebijakan tersebut menjadikan Bangsa Nabi Sulaiman maju dan disegani bangsa lain, baik kawan maupun lawan. Artinya, pendidikan benar-benar menjadi gerbang kemajuan dan memiliki peran yang berarti. Jepang juga telah mengalami hal yang sama. Jepang pernah terpuruk. Hirosima dan Nagasaki, dua kota ini dibom oleh tentara sekutu bersama Amerika. Tetapi, Jepang bisa bangkit kembali setelah memberi ruang yang luas bagi pendidikan. Sehingga dengan kebijakan tersebut, Jepang mampu mengatasi segala bentuk keterbatasannya. Pada awalnya Jepang berusaha meningkatkan perhatian terhadap kesejahteraan dan keselamatan guru yang tersisa. Dengan memfokuskan pada aspek pendidikan, Jepang berkeyakinan bahwa pendidikan sebagai ujung tombak gerbang perubahan, sampai akhirnya Jepang berhasil keluar dari segala bentuk keterpurukan berubah kembali menjadi salah satu negara maju dan dihormati di dunia ini. Mencermati gambaran di atas menunjukkan bahwa kemajuan suatu bangsa banyak ditentukan arah pendidikan. Terkait dengan itu, Indonesia juga telah melakukan beberapa langkah yang sifatnya meningkatkan kemajuan bangsa melalui perhatian pada aspek pendidikan. Hal ini ditandai dengan tegasnya dasar Negara Indonesia dalam UUD 1945 menyatakan bahwa urusan pendidikan menjadi tanggung jawab utama Negara, di samping tanggung jawab lainnya. Sebagai turunan dari UUD 1945 di atas, lahir beberapa regulasi dan sistem serta bagian penting lainnya yang pada dasarnya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Setelah kecerdasan anak bangsa dapat direalisasikan, dengan sendirinya dapat melahirkan generasi

yang dapat memajukan bangsa. Artinya ketika perhatian terhadap pendidikan cukup signifikan harapan mewujudkan kemajuan bangsa semakin terbuka. Tetapi, akibat beberapa kasus yang melanda dunia pendidikan Indonesia belakangan ini, peran dunia pendidikan untuk memajukan martabat bangsa mulai terganggu. Beberapa perilaku yang bertentangan dengan dunia pendidikan secara perlahan mulai terkuak. Belum lagi persoalan yang tidak terungkap karena masih mengendap dalam problem pendidikan. Contohnya, tindak kejahatan seksual dan kekerasan fisik di lingkungan dunia pendidikan. Tindakan ini datang dari berbagai kalangan. Seperti kasus pelecehan seksual terhadap salah seorang murid TK di Jakarta International School (JIS). Tersangka justru menjabat sebagai petugas kebersihan. Kemudian kasus yang menimpa Dimas Dikita Handoko, salah seorang taruna Sekolah Tinggo Ilmu Pelayaran (STIP). Dia tewas akibat ulah seniornya sendiri. Sama halnya dengan salah seorang mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Clif Muntu. Kasus-kasus ini terus bergulir. Pertanyaannya, setelah terjadi beberapa peristiwa kejahatan dan kekerasan yang melanda dunia pendidikan, apakah aspek pendidikan dapat berjalan mulus memajukan bangsa Indonesia? Kemudian, apakah pelaku tindak kejahatan dan kekerasan tidak tercerahkan oleh tujuan pendidikan? Padahal Muhammad ‘Athiyah al-Abrasi mengatakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan adalah mencapai akhlak yang sempurna. Begitu juga Ahmad D. Marimba. Dia menyebutkan bahwa tujuan akhir pendidikan adalah membentuk kepribadian yang setia (muslim). Dengan terjadinya beberapa kasus di atas, perlu dilakukan pembaharuan yang komprehensif. Dalam hal ini, Karel Steenbrink mencatat empat faktor pendorong munculnya gerakan pembaruan pendidikan. Di antaranya

pertama, sejak tahun 1900-an telah banyak muncul pemikiran untuk kembali kepada AlQur’an dan As-Sunnah. Artinya bagaimana sebuah pendidikan dikemas menjadi pandangan hidup yang mendasar. Dalam hal ini Al-Qur’an dan As-Sunnah cukup jelas menawarkan konsep pendidikan yang berkarakter dan terintegrasi. Kedua, sikap perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda telah melahirkan sikap kepercayaan diri bahwa rakyat Indonesia dapat mengurus wilayahnya sendiri dan sejajar dengan negara yang ada. Ketiga, adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasi di bidang sosial ekonomi. Artinya gerakan masyarakat selama akan terbangun melalui kebersamaan. Pada tataran inilah muncul beberapa organisasi yang berusaha melepaskan Indonesia dari segala bentuk tekanan dan jajahan bangsa asing. Dan terakhir muncul pihak yang tidak puas dengan metode tradisional dalam mempelajari Al-Qur’an dan studi agama. Keempat, secara internal muncul pemikiranpemikiran ingin memberikan pendekatan baru dalam mengembangkan sumber daya manusia. Adakalanya meninggalkan cara lama secara total. Ada juga yang mengintegrasikan cara lama dengan cara baru. Keempat gagasan di atas pada ujungnya bertujuan memodernkan bidang pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Hal itu ditandai dengan realisasi lembaga pendidikan modern yang diadopsi dari sistem pendidikan kolonial. Para pencetus berawal dari individu dan organisasi masyarakat (Ormas). Di antaranya, organisasi-organisasi reformis seperti Jami’at Kheir, Al-Irsyad, Muhammadiyah, dan sebagainya. Mereka memasukkan unsur-unsur pendidikan umum ke dalam sekolah-sekolah yang mereka dirikan. Selain itu, muncul istilah madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam. Modernisme pun mulai muncul dalam pendidikan Islam di Indonesia. Meskipun

sejatinya istilah ini sudah dikenal di dunia Islam semenjak abad ke-5 H. Seperti Madrasah Nizamiyah yang didirikan Nizam al-Mulk pada tahun 457 H. Sejak itu, muncul beberapa madrasah yang tidak hanya memberikan pengajaran agama, tetapi juga materi-materi umum. Seperti ilmu hitung, ilmu alam, bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan sebagainya. Contohnya Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Zainuddin Labay el-Sanusi pada tahun 1915 M, Madrasah Diniyah Putri oleh Rangkayo Rahmah el-Yunusiah tahun 1923 M, keduanya berdiri di Padang Panjang. Di Jawa, KH A. Wahab Hasbullah dan KH Mas Mansyur mendirikan Madrasah Taswirul Afkar pada tahun 1914. Kemudian pada tahun 1917, KH A. Halim mendirikan Madrasah Diniyah (6 tahun), Madrasah Tsanawiyah (4 tahun), dan Madrasah Pertanian (4 tahun) melalui organisasi Perhimpunan Umat Islam (PUI). Sedangkan KH Hasyim Asy’ari mendirikan Madrasah Salafiyah pada tahun 1919. Dan masih banyak lagi madrasahmadrasah yang lain. Beberapa lembaga pendidikan Islam modernis ini pun berevolusi dan meninggalkan sistem pendidikan tradisionalnya. Metode pengajarannya pun tidak hanya berpatokan pada hafalan dan muzakarah. Tetapi lebih bervariasi dengan memasukkan mata pelajaran umum di samping pelajaran agama serta memperbaiki sistem administrasi dan manajemen pendidikan. Pada giliriannya, modernisasi pendidikan Islam akan terus berlangsung. Inilah salah satu prasyarat pendidikan Islam bisa tetap survive. Demi tercapainya tujuan mulia pendidikan Islam. Yaitu menciptakan muslim paripurna atau insan kamil. Beberapa kasus yang menerpa dunia pendidikan Indonesia belakangan ini membuktikan bahwa usaha para pencetus modernisasi pendidikan di Indonesia mulai terabaikan. Pemahaman terhadap peran vital dunia pendidikan yang memajukan suatu bangsa mulai berkurang. Sekarang sedang marak beberapa lembaga pendidikan menggunakan simbol bertaraf internasional, tetapi pada realisasinya tetap saja menggunakan pola lokal malah lebih mengedepankan komersialisasi. Di samping itu, lembaga seperti ini dapat merenggangkan hubungan lembaga pendidikan itu dengan kultur peserta didiknya. Prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan seperti itu pada akhirnya melahirkan sikap tidak acuh terhadap kemajuan bangsanya sendiri. Pandangan seperti itu perlu diperhatikan kembali karena telah mengalami pergeseran yang mendalam. Harapan memajukan bangsa melalui dunia pendidikan, perlu dirumuskan kembali sesuai dengan identitas dan karakter bangsa. Pada tataran ini perhatian terhadap konsep pendidikan perlu disatukan dengan visi dan misi bangsa. Di samping itu juga memperhatikan efektivitas pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan. Belajar dari pengalaman Jepang, Bani Abbasiyah dan Nabi Sulaiman perlu ditekankan kembali pentingnya aspek pendidikan dalam mengangkat harkat martabat bangsa. Indonesia telah membuktikan, keberhasilan pendidikan sebagai memajukan bangsa. Berawal dari perkumpulan Sarekat Islam, Budi Utomo dan kiprah Ki Hadjar Dewantara membuktikan bahwa dunia pendidikan cukup signifikan dalam meningkatkan semangat bertanah air dan berbangsa. Artinya tujuan hakikat pendidikan tercapai melalui semangat bermasyarakat dan bernegara. (Penulis adalah dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Imam Bonjol Padang)


“Kau menjelma rembulan.” Dedaun pisang berkibas sesukanya umpama ekor kuda. Batang tubuhku kian gigil. Kabut membaluti Gunung Singgalang hingga lenyap mukanya. Angin semakin lembab saja. “Malam yang memintanya.” Kau menatapku. “Kian pekat ia, kian benderang Kau.” “Kian senyap pula duniaku.” Kau bungkam. Lama. Jilbabku turut berkibas. Hendak menguraikan kesah yang tiba-tiba membuncah bilamana kau singgah. “Senyapmu tertebus bila siang datang.” “Karena kedatangannya aku menghilang.” “Mengertilah,” pintamu. Mentari telah berdiri di bibir ranjang. Pekat menjelang. Malam segera datang. “Bagian mana yang mesti kumengerti?” “Bahwa nasi telah menjadi bubur. Waktu tiada kuasa kuundur.” “Kau yang tidak mengerti.” “Bagian mana yang tidak kumengerti?” “Bahwa Kau menjadikannya sedap untuk Kau makan.” “Kau pun mesti turut memakannya bila begitu.” “Silap sudah Kau rupanya.” “Ingatkanlah.” “Seberapa sedap pun, itu hanyalah nasi yang cair,” muntabku. “Bumbui saja, sedaplah bila dimakan.” “Tidak sekadar cair. Ini mutung, Abang. Mutung. Pahit di lidah.” Kau menguak katup bibir. Hendak menjejalkan suara ke liang telingaku. Lagi. “Maka tanaklah beras yang baru,” selaku. Kau telan kembali aksara yang sudah berada di ujung lidahmu. “Dan Kau telah menyuapnya. Nasi putih bersih.” Kau gusar. “Tiada niatku begini,” kau membela diri. “Kau suap nasinya. Kukunyah keraknya. Pahit bagiku.” “Ai, dik. Janganlah merajuk begitu lama,” rayumu. Bola mataku masih menatap nanar kabut yang perlahan terbungkus kelam. “Merajuk?” Kupalingkan wajahku. Bertatapan. “Menderita, abang. Menjadi nasi cair yang mutung. Lengket. Pahit. Pekat di lidah.” “Tiadalah Kau pernah mengerti.” “Begitulah lelaki menurutmu,” sahutmu sayup. Suaramu lesap. Lenyap. Kita terdiam. Lama. Jingga telah bergayut di tubir senja. Nun, Singgalang menyuruk. Kian bergelung dalam selimut tebal. Kabut yang khas. “Kau pun menjelma mentari.” “Siang yang memintanya.” “Terbenam di satu belahan dan terbit di belahan lainnya.” Kunyalakan suluh. Teranglah pelataran. Senja kian lembab saja. “Sudah suratan tangan.” Kau bertekuk. Pundak membungkuk. Kepalamu tertunduk. “Atau sebuah keinginan.”

Oleh: Yusrina Sri Oktaviani

GERHANA PENUH Karya: Yusrina Sri Oktaviani

Air mukamu berubah. Marun. “Kumohon mengertilah.” “Bagian mana yang mesti kumengerti?” Lututmu menyangga ujung kedua siku, sedangkan telapak tanganmu mengatup dan menopang kepala yang seolah berat betul. Semakin lama kau bertekuk, kian lama pula kita bungkam. “Mestikah kumengerti? Aku menjelma rembulan dan Kau menjelma mentari. Kita terpisah. Sebagaimana malam dengan siang.” “Maka jadilah bulan yang kesiangan.” “Untuk bersua denganmu mesti kutelan rasa malu? Ai, tiadalah Kau paham benar makna bulan kesiangan,” pitamku mencuat. “Saban pagi dicibir. Dituding jadah.” “Ai, kusut betul benang karenamu.” “Begitulah perempuan menurutmu.” Adalah kabar baik bilamana antara aku dan kau terdapat sebuah sidang. Berbantahan denganmu tidaklah menguraikan kusutnya perkara. Kau melirik pergelangan tangan. Gelap sudah membias. Mega mulai memudar. Itu membuatmu risau. “Pulanglah. Kau mesti terbit di belahan bumi yang lain.” Kau bergeming. Enggan beranjak. “Dan Kau pun mesti menampakkan wajah benderang di langit malam.” “Tiadalah Kau mengerti, abang.” “Bagian mana yang mesti kumengerti?” “Lihatlah lebih dekat.” Kau menoleh. Kutekuk kepala. “Pada lubang-lubang yang menganga di permukaanku. Pada tanah tandus yang terhampar di seluruh tubuhku. Tiada Kau dapati padaku kehidupan. Tiada angin yang berdesir. Tiada pepohonan yang mengibaskan ranting dan dedaunan. Tiada terdengar celoteh manusia, tiada pula

binatang yang mengaum. Tiadalah Kau paham kesenyapan itu.” Mataku berembun. Kedua mataku. Kuseka segera. Basah membekas di ujung jilbabku. “Aku mengerti.” Kau menggamit jemariku yang kaku. Beku oleh angin senja yang basah. Senja yang segera ditelan malam. Menyisakan kelam. “Karenanya Kau mendua.” “Bukan!” sanggahmu. “Bukan, tetapi memaduku. Madu dua. Madu gila. Madu yang memberiku luka.” Pitamku kini mencuatkan embun di mata. Lagi-lagi kuseka segera. “Dan Kau sebut aku rembulan.” Kau bungkam. Lama. “Aku tidak mengerti. Memang. Adakah Kau mengerti jua? Pada kepenatan yang menyelubungi tubuhku. Pada gerah dan bara yang mengangkangi ceruk demi ceruk yang berusaha kusediakan untukmu?” “Dan Kau sebut aku mentari. Mesti kubagi hidupku agar Kau dan dia benderang.” “Namun Kau dapat rehat dari siangku dan beralih ke siangnya. Tiadalah aku menginginkanmu menjadi mentari, abang.” “Semenjak Kau menjelma rembulan, aku pun menjelma mentari.” “Memang. Lantaran lubang-lubang yang menganga di permukaanku. Lantaran tiada kehidupan yang Kau dapat. Tiada angin yang mampu menyejukkan. Tiada pepohonan yang rindang tempat Kau bernaung. Bila beristrikan perempuan semacam itu, mestilah Kau mendua.” “Bukan!” “Bukan, tetapi memaduku.” “Dan Kau pun menjelma mentari.” Kau melirik pergelangan tanganmu

kembali. Gelap telah pekat. Kian lama kau bertengger di belahan bumiku, kian lama pula kau terbit di belahan lainnya. Semakin lama pula aku muncul di jendela malam. Menjadikan malam kian temaram. “Pulanglah. Kau mesti terbit.” “Biarkan aku di sini sejenak. Melepaskan penat. Rehat.” Kau merebahkan kepalamu. Matamu terpejam. Nafasmu berat. “Dia menantimu, abang. Berharap fajarmu datang. Tentu ia rindu mengusap rupamu, selepas malam lengang yang baginya tentu terasa panjang.” Kau mendesah. “Sejenak saja.” Kau masih memejamkan mata. Kuusap rambutmu. Iba berpucuk dalam sukma. Sekejap pitam melesat dan lenyap. “Kau tahu? Bilamana orang-orang bercerita perihal rupawannya kau menjadi purnama, sakitlah rasanya dadaku. Panas segenap persendian. Tiada dapat kutengok elok rupamu bila menjadi purnama. Barang sekejap pun tak bisa.” “Tengoklah, abang. Aku adalah purnamamu malam ini.” “Walau sejenak saja,” kesahmu. “Kau tetaplah rupawan, dik.” Meronalah merah jambu di pipi. Lama sudah kita tak begini. Kita bungkam. Lama. “Ada satu pintaku.” Wajahku bermakna penuh tanya. Kau menguak kedua katup matamu. “Tunggulah aku esok pagi.” “Dan aku akan menjadi bulan kesiangan?” “Bukan bulan kesiangan. Hanya rembulan yang bersetia pada kekasihnya.” Jemariku masih berada dalam dekap telapak tanganmu. “Sekejap saja,” bujukmu. “Dan kembali dituding jadah?” “Tidak akan. Kali ini tidak. Mereka akan berdecak. Percayalah.” Aku bungkam. Rembulan yang bersetia pada kekasihnya. Kata itu mengiang kembali di cuping telinga. Lesap ke liangnya. Berdenging di kepala. Pipiku kian bersemu merah jambu. Telah lama betul kau tidak merayu. Kau kembali terlelap di pangkuanku. Rupanya bumi bagian barat akan mengalami malam kepanjangan kali ini. Persuaan kita agaknya menjadikan musim ketimpangan. Aku telah menjelma rembulan. Kau menjelma mentari. Kita terpisah oleh kelam. Padanya kini kita bersua. Senja di hadapan kanopi yang basah. Manakala kujadikan kembali diriku bersetia padamu. Kita terberai oleh terang. Padanya esok kita bersua. Berpagutan. Di hadapan penduduk bumi. Sebagai gerhana. Gerhana penuh. Walau sekejap saja. Kelak mereka pun mengerti.(*) Surau Balai, 2013 Penulis adalah mahasisiwi IAIN Imam Bonjol Padang Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah dan Keguruan , bergiat di Sanggar Menulis Rumahkayu.


Membengkeli Pendidikan Saya seorang mahasiswa, yang sedang berjalan menuju lokal untuk mendapatkan sebuah pendidikan. Di tengah berjalan, saya terhenti oleh sebuah kalimat : “Belajarlah membunuh nak, hidup dimana saja perlu keterampilan” Rendi Hakimi Sadry

P

ersis seperti itu kalimat yang saya baca di sebelah UKM Teater Imam Bonjol Padang. Kiranya kalimat itu merasuki otak saya, dan saya terpaksa berpikir supaya kalimat itu segera keluar sebelum menjadikan saya seorang psikopat. Persepsi pertama saya mengenai kalimat itu adalah menolak, karena ada kata yang mendidik saya untuk menjadi seorang pembunuh. Persepsi kedua saya adalah menerima, karena ada juga kata yang mendidik saya untuk menjadi seorang yang terampil. Persepsi ketiga saya mengenai kalimat itu adalah campur aduk, karena kalimat itu mendidik dan menyuguhkan sebuah pengetahuan bahwa kenyataannya manusia berada di antara setan dan malaikat. Manusia berada di antara baik dan buruknya sebuah pendidikan. Sebuah pepatah mengatakan, “Jika guru kencing berdiri maka murid kencing berlari”. Begitulah kodratnya sebuah alam. Manusia adalah bagian alam yang berpotensi untuk meniru, belajar dan beradaptasi. Itu bukti sebuah sistem pendidikan yang memberi ruang peniruan dan peningkatan terhadap siapa saja yang dididik, tidak peduli baik atau buruk hasilnya, yang penting berkembang. Berbicara mengenai pendidikan, agar lebih berarti mari kita bicara mengenai aksiologi sebuah pendidikan. Pada hakikatnya, aksiologi berbicara tentang nilai guna sesuatu hal. Maka pertanyaan utama yang tak boleh luput adalah, apa gunanya pendidikan itu selain ijazah, pengetahuan, pendewasan dan pengalaman? Maka terhentilah pertanyaan kita pada empat jawaban tersebut. Pendidikan hanya menjawab sebatas simbol yaitu ijazah, selebihnya yang tiga seperti pengetahuan, pendewasan dan pengalaman. Tidak pun kita pelajari di sistem pendidikan kelas, kita bisa belajar di pasar dan membaca buku. Itu sedikit nilai guna bagi peserta didik, tak lebih spesifik hanya ijazah. Selebihnya kita akan melihat apa guna pendidikan itu bagi si pendidik?. Dalam banyak kasus, si pendidik katakanlah guru atau dosen menjadi sosok yang agung, pahlawan tanpa pamrih, umpama malaikat dengan segala kehebatannya yang tak terjangkau oleh murid yang masih pada tataran manusia. Begitulah agungnya mereka dengan lekat sebuah jargon

ilmiah yang terbingkai oleh kerangka pahlawan. Maka, guna pendidikan itu bagi si pendidik adalah, sebagai penyempurna mereka untuk menjadi pahlawan tanpa pamrih yang tak pernah salah dan tak boleh kalah. Sampai pada penjelasan singkat. Kita simpulkan lagi agar lebih terasa denyut nadi pembahasan ini. Negara kita memberi sebuah ungkapan pada para pendidik dengan kata pahlawan tanpa pamrih, pertanyaannya, apa yang telah diperjuangkan oleh para pendidik, dari dia menjadi seorang pendidik hingga dewasa ini. Jawabannya, pasti terhenti pada pengabdian. Maka timbullah pertanyaan yang lebih rinci lagi, pengabdian apa yang diberikan oleh seorang pendidik terhadap peserta didiknya dan negara ini? Jawabannya, pasti ilmu pengetahuan. Maka timbul lagi pertanyaan yang menjadi subtrak dari pembahasan ini yaitu mengukur. Apakah efektif sebuah pendidikan yang telah diberikan oleh pendidik di negara ini? Mari kita menjawab dengan jawaban tanpa apologia. Jawabannya adalah “Ia” jika para pendidiknya up date dalam ilmu pengetahuan, dengan satu landasan bahwa sifat ilmu pengetahuan itu adalah berkembang. Jawabannya adalah “Tidak” jika sebaliknya, kemudian para pendidik hanya berpaham feodal dan melecut peserta didik dengan sebuah bantahan “Anda belum sarjana”. Ironis dan sangat feodal. Berlari kita untuk mengejar sebuah fakta dari dua ungkapan kemungkinan di atas. Para pendidik berada di antara keduanya. Si pembaca akan menyimpulkan sesuai dengan lecutan yang didapatkan di bangku sekolah atau bangku kuliah masing-masing. Ada sesuatu yang menarik di negara ini mengenai pendidikan. Kuat kohesinya hubungan antara pengangguran dengan orang yang berpendidikan (sarjana). Terletak pada sebuah sistem dan tata cara negara memandang sesuatu dari sebuah efek sebab-akibat. Negara mengkuantitaskan atau menghitung angka pengangguran itu berpedoman kepada titel yaitu ijazah. Mereka yang mempunyai ijazah dan kemudian tidak bekerja, maka mereka mendapat sebuah gelar lagi yaitu pengangguran. Sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai ijazah dan juga tidak bekerja, maka mereka tidak dimasukkan kepada golongan yang menambah jumlah

pengangguran di negara ini. Di negara ini tolok ukur adalah ijazah dan simbol. Orang yang mengecap pendidikan kemudian berhasil menyandang sebuah gelar dan ijazah, mereka merupakan stok negara untuk menambah angka pengangguran. Ironis dan sangat feodal lagi. Ada lagi yang tak terselesaikan oleh negara ini. Puluhan ribu sarjana setiap tahunnya yang telah dicetak oleh berbagai perguruan tinggi, kemudian peliknya negara ini setiap tahun hanya menerima dalam angka ratusan saja pekerja atau pengabdi. Menyedihkan, selebihnya menjadi pasif dan menambah angka pengangguran saja. Ada lagi kepincangan pendidikan di negara ini. Dalam UndangUndang Dasar Bab XIII Pasal 31 mengenai pendidikan, negara telah memutuskan: 1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. 2. Setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. Kenyataannya pilu. Banyak masyarakat yang tidak mendapatkan pendidikan dengan alasan yang klasik, yaitu tidak mampu membiayai pendidikan karena mahalnya. Selain itu pemerintah tidak mengentaskan kemiskinan itu, pemerintah lepas tangan mengenainya. Kemudian kepincangan lainnya bisa kita temukan. Mari kita bertanya tentang pendidikan ini. Apa bedanya pendidikan dengan pabrik? Saya pikir sama saja. Bedanya terdapat pada yang memproduksi dan yang diproduksi. Kalau kita contohkan seperti pabrik roti, jelas dia menghasilkan roti yang diolah dari tepung oleh pekerja atau buruh pabrik tersebut. Kemudian kita lihat perguruan tinggi atau sekolah, mereka juga memproduksi, tetapi yang diproduksi adalah manusia yang diolah oleh guru atau dosen beserta seluruh jajaran institusi beserta pemerintah untuk menghasilkan uang dari pabrik manusia itu, dan manusia itu digantikan dengan satu lembar yang dinamakan dengan ijazah. Maka kesimpulan awamnya, tak ada bedanya manusia dengan roti di pendidikan. Itulah sepenggal subjektivitas mengenai pendidikan, objektivitasnya terdapat pada keyakinan kita masing-masing. Kalau kita rentang-rentang lagi tali pendidikan ini maka makin terlihat juga kusutnya. Yang jelas, tetap pada kesimpulan dan pengamatan, bahwa pendidikan atau perguruan tinggi hanya menghasilkan manusiamanusia yang feodal dan hanya menghasilkan para penghafalpenghafal teori saja baik yang menjadi pendidik atau yang dididik Belajarlah pada belut nak, pendidikan di mana saja perlu kelicikkan, di lokalku sampah begitu bisa menyembunyikan keberadaannya. [Penulis adalah mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Imam Bonjol Padang]

Sajak-Sajak Syahrul Rahmat Gsc Malam di Matamu Lama aku tak melihat lagi malam di matamu, Potongan kelabu rindu bergumul bersama kail patah di ujung bambu. Para penjala telah dipasung lanun tua. Hingga malam menghianati mata penjala yang terbirit mencari pulau. Seuntai jala mulai risih, pagutan asin lautan mati mengutuki angin yang mengantar pelaut pada maut. Maut yang menguntai rindu, menyesak pelayaran duka tiada bermuara. Hingga mengantar malam pada mata buta. Ingin kukembali menatap malam pada matamu. Memotong-motong kisah dulu yang tak sengaja kuuntai pada pasir pesisir pantai. Biduk pincalang yang tiada sempat kumuat jaring, telah pecah diterpa badai yang tak mau mencumbu pulau. Tak akan pernah lagi ada malam di mata sendumu. Bukittinggi, 09 Maret 2013

Meraba Sila Raba mengusik sila yang diurak petapa. Mendekap dingin di balik kulit pucat berparas muram, yang kemaren tergeletak bisu pada langgaian pelepah bambu di mulut jurang, Kelana kau berdurja bersama belanga tanah merah, pada tatakan tungku tanpa ranting sisa semalam. Jauh di tepi rimba, selarik pesan lama mengumbar senyum padanya yang mengapit rampai kering. Tak sepenanak nasi, petapa itu mengurak sila, lantaran malam meraba. Padang-Bukittinggi, 09 Maret 2012

Sentakan di Balik Bukit Sehelai rambut telah disentak, pekan lalu, kendi-kendi retak telah diisi penuh dengan kumpulan air muara tujuh batang di hilir. Gemeretak ranting berbisik lirih di balik dangau bunian. Tiada doa pengikat angin, hanya lambaian api kemiri yang bersungut diam tanpa lolongan panjang. Kelontangan loyang iringi aroma asap kala menyusupi bentangan tenun hitam. Di sana, dia tengah bersidekap di balik kelambu sutra, hanya tinggal menyentak buhul pada petang dua belas tegak. Padang-Bukittinggi, 09 Maret 2013

Gaek Masai Ada separo malam yang menyimpan berita tentang kematian gerombolan lanun. Semakin senyap dengan dinding pucat menara tua penghuni tanjung. Coba dengarkan ceracau Gaek Masai yang menyisir bibir pantai tempat serpihan bangkai kapal lanun menyentuh darat, ia menyimpan potongan kaba ngilu. Sebelum Si Gaek mati, dengarlah ceracaunya, agar kau tahu seberapa banyak sunyi yang disandangnya setelah lanun merompak menara. Bukittinggi, 6 January 2014


Ngaku Gaul, Koq Galau

D

Identitas Buku Judul

: Ngaku Gaul, Kok Galau

Penulis

: Khalilah Demunisa

Penerbit

: Bunyan (PT Bentang Pustaka)

Cetakan

: Pertama, Februari 2014

Tebal

: 200 Halaman

Resensiator

: Fitria Marlina

ewasa ini, seringkali kita dengar istilah galau. Galau bagi sebagian remaja adalah trend untuk dibicarakan. Galau bisa datang kapan saja dan di mana saja. Galau menjadi kata-kata yang sangat bersahabat dengan kita, sehingga banyak timbul bahasa baru dalam dunia galau. Seperti galau tingkat nasional, galau tingkat dewa bahkan galau tingkat dunia sekalipun. Semua kata itu menjadi istilah yang sangat keren untuk diucapkan. Galau sangat identik dengan dunia remaja, bahkan membaca buku saja, kalau kita tidak mengerti dengan isi buku tersebut seringkali menimbulkan kegalauan. Galau sendiri memiliki beberapa faktor yang membuat orang terjun bebas dari dunianya sendiri, di antaranya galau karena urusan kuliah, orang tua, teman, keuangan atau juga karena si ‘Dia’. Nilai akademis yang tidak mampu terpenuhi sesuai dengan keinginan orang tua atau lembaga pendidikan juga jadi salah satu penyebab galau. Jika ditelaah lebih jauh, orang yang galau merupakan orang yang sangat menderita secara psikologis dan selalu berfikir negatif dalam suatu hal, karena ia dikelilingi oleh orang-orang yang berfikiran negatif dalam hidupnya, sehingga apa yang dilakukannya cenderung menghasilkan hal negatif atau tidak sesuai dengan harapan sebelumnya. Galau jika diartikan dalam hal yang positif akan menimbulkan dampak yang baik. Misalnya seseorang yang galau memikirkan masa depannya, dengan hal tersebut dia akan rajin belajar dan bekerja untuk menjadi yang lebih baik ke depannya, sehingga tidak semua galau itu menjadi hal negatif dalam kehidupan seseorang. “Habis galau, terbitlah move on”, katakata itu memberikan semangat kepada kita untuk menghilangkan galau, karena move on sendiri adalah gerak nyala, move artinya gerak sedangkan on berarti nyala. Kita harus bergerak ketika kita merasa akan putus asa dalam menjalani kehidupan kita. Dari hal- hal di atas, Khallilah membe-

Misteri di Balik Cerita Ayah

S

iapa yang tak kenal dengan Darwis Tere Liye? Ia adalah seorang penulis novel yang ternama. Bahkan beberapa dari karyanya telah diangkat ke layar lebar. Penulis novel “Ayahku (Bukan) Pembohong” ini telah banyak menghabiskan waktu untuk perjalanan karirnya, mencoba memahami banyak hal dengan melihat banyak tempat. Berbagai apresiasi ia dapatkan dari pembaca. Tak salah bila ia mendapatkan hal tersebut, karena memang novel ini mampu menjadikan cerita yang sederhana menjadi cerita yang luar biasa terhadap pembaca, sehingga mampu menguras air mata. Buku ini mempunyai banyak kisah, diantaranya “Sang Kapten, Suku Penguasa Angin, Lembah Bukhara, Apel Emas dan Danau Para Sufi”. Buku ini juga menceritakan kisah seorang anak yang dibesarkan dengan dongeng-dongeng kesederhanaan dalam hidup, kesederhanaan yang justru membuat ia membenci ayahnya sendiri. Dam merupakan seorang anak yang menjadi inti dari cerita novel ini. Awalnya dia mempercayai bahwa cerita-cerita ayahnya adalah benar, sehingga dia termotivasi untuk memenangkan lomba renang. Namun seiring berjalannya waktu, rasa penasaran tentang cerita itu mulai timbul dalam dirinya, dia mulai mempertanyakan apakah cerita ayahnya tersebut benar atau hanya sekedar sandiwara. Dua puluh tahun lamanya, Dam berhenti

mempercayai cerita ayahnya, ia bahkan membenci ayahnya. Dam menganggap ayahnya berbohong dan mengira itu hanya karangan ayahnya saja, karena setiap kali dia bertanya kepada ayahnya tentang cerita-cerita tersebut ayahnya enggan untuk menjawab, tidak dapat membuktikannya, namun ayahnya hanya mengatakan suatu saat anaknya akan tahu. Akhir cerita, ternyata Dam sadar bahwa ayahnya memang bukan pembohong. Cerita yang disampaikan selama ini memang benar, semua itu terungkap dan terjawab ketika ayahnya telah tiada. Dam sangat sedih dan sangat terpukul, ia tak sempat mengucap kata maaf pada ayahnya. Bahkan, yang lebih miris lagi dia sebagai anak tidak mengetahui bahwa ibunya adalah mantan artis yang sangat diidolakan banyak orang, termasuk mertua Dam. Ketika pemakaman ayahnya, Dam sangat terkejut dengan kedatangan “ Sang Kapten El-Capitano Elprience”, seorang pemain bola yang sangat terkenal dan sekaligus teman akrab ayahnya datang ke pemakaman. Selama ini, ia tidak pernah bertemu dengan kapten tersebut, hingga puluhan tahun lamanya, dikarenakan hilang kontak dan tidak tahu alamat tempat tinggal ayah dam. Dam sadar bahwa dongeng-dongeng masa kecil dari ayahnya tidak hanya karangan fiktif belaka dan dapat dipercaya. Ternyata semua benar adanya.

Buku ini mampu memberikan pesan dan kesan terhadap pembaca lewat cerita yang sederhana ini, gaya bahasa yang dipaparkan penulis juga lugas sehingga membuat pembaca mudah memahami setiap kata. Namun alur cerita maju mundur yang datang secara tiba-tiba membuat para pembaca kebingungan akan jalan cerita yang disampaikan penulis.

Identitas Buku Judul

: Ayahku (Bukan) Pembohong

Penulis

: Tere Liye

Penerbit

: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan

: November 2012

Tebal

: 209 halaman

ISBN

: 978- 979- 22-6905-5

Resensiator : Iis Sholihat Damanik

rikan beberapa saran terhadap para galauers bagaimana cara mengatasi galau dalam kehidupan kita. Cara itu dinamakan PINTAR (Punya Iman, Takwa, Tawakkal dan Respon). Pondasi pertama yang harus kita miliki untuk menghilangkan galau adalah Iman. Iman merupakan pondasi terpenting dalam kehidupan kita untuk menghadapi setiap masalah. Dengan iman yang kita miliki kita bisa membentengi diri kita dengan segala cobaan yang ada. Cara yang kedua adalah dengan takwa. Dengan bertakwa kepada sang pencipta, akan membantu kita dalam menghadapi segala persoalan dalam kehidupan kita. Yang ketiga Tawakkal, hal ini akan membuat kita untuk selalu berserah diri kepada sang pencipta, berserah diri terhadap segala usaha yang telah kita lakukan dan apa- apa yang akan terjadi dalam kehidupan kita, karena tidak ada tempat mengadu yang lebih baik dan bebas selain kepada sang pencipta. Terakhir adalah respon, hal ini merupakan tanggapan kita terhadap masalah apa yang sebenarnya kita hadapi agar kita benar-benar bisa mengatasinya dengan baik. Buku ini sangat cocok dibaca oleh remaja, bahasanya yang tidak kaku dan tidak terlalu sulit membuat kita semakin ingin membalik halaman berikutnya untuk dilahap sampai habis. Dari segi isi pun, Khalilah menyajikan buku ini dengan bahasa yang sistematis. Tampilan buku yang memukau pembaca membuat buku ini semakin diminati untuk dibaca. Buku ini akan sangat enak dibaca bagi remaja yang sedang galau dalam menghadapi masalah. Selain beberapa kelebihan yang di atas, bahasa dalam buku ini juga disampaikan dengan bahasa gaul, yang secara otomatis dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca remaja. Disamping itu, buku ini juga memberikan gambaran yang hanya terfokus pada remaja, tidak untuk semua usia, atau orang dewasa.


Fenomena Foto Selfie

Narsis Biar Eksis Saat ini, fungsi jejaring sosial media tidak sekadar untuk berbagi informasi penting dan serius. Ajang narsis juga kerap kali dilakukan seseorang untuk kesenangan pribadi. Melalui foto selfie misalnya. Tindakan memotret diri sendiri ini, telah menjadi bagian dari gaya hidup.

“Kadang kalau saya unggah foto, ada cacian dari para komentator. Tetapi, saya tidak menghiraukannya, saya anggap angin lalu saja,” jelas mahasiswa yang biasa dipanggil Ihsan ini. Lain Ihsan, lain pula Daeng Mulia Sari, mahasiswi Fakultas Syariah ini mengaku belum mengenal istilah foto selfie. “Kalau berfoto-foto sendiri dengan gaya narsis, saya sih sering. Tetapi kalau istilah foto selfie saya belum tahu,” ujarnya di sela tawa kecil. “Saya juga suka mengupload foto itu (foto selfiered) ke jejaring sosial. Komentar-komentar yang ada juga bisa menjadi evaluasi bagi diri agar bisa lebih baik dalam berekspresi,” tambah mahasiswi Jurusan Muamalah ini. Hal yang sama juga diakui Winda Sari. “Saya tidak tahu dengan istilah foto selfie. Tetapi saya suka mengambil foto diri sendiri dengan gaya narsis,” jelas Winda. Akan tetapi, Winda lebih suka menjadikan foto selfie sebagai arsip pribadi. “Saya jarang sekali mengunggah fotofoto narsis ke jejaring sosial. Kebanyakan hanya untuk arsip pribadi saya,” paparnya.

S

iapa yang tidak pernah menjepret foto selfie. Foto narsis diri ini, sedang trend dan jadi fenomena baru. Hal itu menjamur di semua kalangan lintas usia dan profesi. Baik kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua. Bahkan tokoh terkenal pun seperti Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Foto selfie merupakan tindakan mengambil foto diri sendiri, baik menggunakan telepon selular ataupun webcam. Biasanya, foto selfie dilakukan dengan cara mengarahkan kamera ponsel ke wajah. Lalu mata sedikit disayukan dan senyum sedikit lebih lebar. Hitungan detik, foto selfie pun jadi. Kemudian foto diunduh ke jejaring sosial. Coba lihat media sosial yang anda gunakan. Mulai twitter, facebook, instagram, path, atau media sosial apapun itu, anda akan menemukan berbagai gaya foto selfie. Tidak hanya kaum hawa yang cukup dominan dalam fenomena ini. Kaum adam pun tak kalah hebohnya. Sehingga tak heran jika foto selfie pun semakin booming. Ditambah lagi dengan perkembangan gadget multi media canggih. Kepopuleran media sosial mengangkat kepopuleran foto selfie. Meskipun foto selfie diyakini tetap eksis tanpa media sosial, tetapi booming-nya foto tersebut berbarengan dengan trend media sosial. Bahkan, ketika internet dan jejaring sosial meraih popularitasnya dalam beberapa tahun terakhir ini, foto-foto selfie juga sering beredar luas serta dijadikan cover atau profile picture seseorang dalam akun jejaring sosial mereka. Dengan angel agak tinggi, seseorang kemudian mengambil fotonya dengan menggunakan aplikasi seperti instagram untuk menambah kesan dramatis dan lainnya. Hal ini membuat aksi foto selfie menjadi sangat mudah dilakukan, kapan dan di mana pun juga. Lantas, apa sejatinya fungsi dari foto selfie? Mengapa pengguna beramairamai seakan seperti berkompetisi untuk mengunggah foto selfie? Dosen Bimbingan Konseling Islam (BKI) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Imam Bonjol Padang, Meri Susanti berpendapat, foto selfie adalah salah satu bentuk aktualisasi diri. Karena manusia membutuhkan rasa dihargai dan dihormati. “Manusia akan selalu mencari keseimbangan dalam kehidupannya. Mungkin saja dengan meng-upload foto selfie di media sosial, orang tersebut akan lebih senang, merasa dikenal dan percaya diri,” ujarnya. Akan tetapi, Meri mengharapkan agar para pecinta foto selfie tetap menjaga etika. Yaitu dengan melakukan foto selfie pada waktu dan tempat yang tepat. Dia menyesalkan mahasiswa atau pelajar yang suka berfoto-foto ketika proses belajar mengajar berlangsung. Karena tindakan itu bisa saja membuat keributan dan mengganggu konsentrasi dosen atau guru. “Kita lihat kadang-kadang etikanya tidak

Foto Selfie? Sah-sah Saja Foto selfie telah menjadi gaya hidup. Namun, kenyataannya tidak semua orang suka berfoto selfie. Di tengah maraknya fenomena foto selfie, berbagai tanggapan pun bermunModel: Fanidya Revani culan dari kalangan mahasiswa. Sebagian Foto: Ahmad Bil Wahid besar mahasiswa menilai foto selfie itu bolehboleh saja. Delvia Roni misalnya, mahasiswa Jurusan ada. Masak siap mandi, pakai handuk lalu disapa Vira ini. Manajemen Penyuluhan Islam (MPI) ini langsung foto-foto. Kemudian foto itu Vira mengaku, mulai sering berfoto selfie beranggapan, orang yang sering berfoto selfie diunduh ke media sosial,” tuturnya ketika semenjak menggunakan Android. Foto selfie berarti punya mental kuat. Apalagi sering diwawancarai Suara Kampus. bisa membuatnya bebas berekspresi. Selain meng-upload nya. Hal ini juga membuktikan “Sebenarnya tergantung bagaimana cara itu, hasil foto selfie lebih sesuai dengan yang seseorang punya rasa percaya diri yang tinggi. kita memaknai foto selfie. Namun jangan diinginkan. “Bisa jadi orang yang suka foto selfie itu sampai kita meng-upload semua momen. “Kadang kalau orang lain yang mengam- ingin melatih bakatnya sebagai model. Atau Sehingga tidak ada lagi privasi diri,” tutup bil foto, tidak sesuai dengan apa yang kita ingin menunjukkan kepada orang lain kalau Meri mengakhiri wawancara. inginkan,” pungkasnya. dia itu cantik atau tampan,” tutur Delvia Begitu juga yang dialami Muhammad kepada Suara Kampus. Alternatif di Saat Senggang Ihsan Lubis, mahasiswa Ekonomi Islam ini Hal senada dikatakan Asri Malona, Foto selfie ternyata cukup kompeten mengaku telah lama mengenal istilah foto mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dalam menggaet pemujanya. Semua kalangan selfie. Bahkan dia sering melakukannya. Inggris ini mengaku, berfoto selfie tidak ada jadi mabuk foto selfie. Begitu juga dengan “Kalau tidak ada kegiatan, biasanya saya salahnya. “Tak ada salahnya kita mengikuti mahasiswa. Mereka melakukan foto selfie foto-foto sendiri. Foto selfie kan sudah jadi era modern. Asalkan tidak berlebihan dan selama tidak mengakibatkan orang lain marah atau seseorang melakukan hal-hal negatif,” tutur Asri. Tak jauh beda dengan Asri, Vyona mengatakan, boleh saja berfoto selfie asalkan Namun jangan sampai kita tidak menampakkan sisi negatif pada diri meng-upload semua momen. seseorang. “Ada orang yang berfoto selfie sambil menjulurkan lidahnya. Orang yang Sehingga tidak ada lagi melihat pun akan ilfeel,” ujar mahasiswa privasi diri Fakultas Adab dan Humaniora ini. Selanjutnya, mahasiswa Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, Muhammad Rofis mengMeri Susanti ungkapkan , ada orang yang berfoto selfie sambil mulutnya dimonyongkan. “Berfoto Dosen Psikologi Fakultas Dakwah seperti ini bisa mengundang syahwat lelaki,” IAIN Imam Bonjol Padang pungkasnya mahasiswa semester II ini. Berbeda dengan komentar sebelumnya, Nur Rahmi, mahasiswa Tadris Bahasa Inggris dengan berbagai alasan. ajang seru-seruan bagi remaja sekarang,” (TBI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ini, Alvira Rantika Yanti misalnya, mahasiswa katanya. menilai foto selfie terlalu lebay (berlebihan). Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Dia menambahkan, ketika meng-upload “Kalau foto itu sering di-upload ke jejaringan IAIN Imam Bonjol Padang ini mengaku foto selfie ke jejaringan sosial, kita harus siap sosial bisa menimbulkan kesan pamer,” doyan berfoto selfie. Baginya foto selfie jadi dengan berbagai komentar. Terkadang akan ujarnya. alternatif untuk mengisi waktu luang. banyak yang memuji. Sehingga pemilik foto “Saya berfoto selfie untuk mencari kesi- selfie jadi terkenal. Sebaliknya, seseorang [Hervina Harbi, M. Zhahir Ikhlas, bukan saja,” tutur mahasiswi yang akrab harus siap mendapat komentar berupa cacian. Fitria Wati (Mg), Rice Juli Asnit (Mg)]




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.