Gerbatama ini UI! April 2010

Page 1

EDISI 44 | APRIL 2010

?

?

Buletin Gerbatama dapat diunduh di www.suma.ui.ac.id

? ?

SK Terlambat Turun, UKM Terkatung free


Edisi 44, April 2010

editorial

Pemimpin Redaksi Rifqi Nasron Wakil Pemimpin Redaksi Cininta Aryadini Redaktur Pelaksana Andi Nur Faizah Redaktur Bahasa Maharddhika Redaktur Artistik Lisa Hartati Redaktur Foto Vidi Amelia Reporter Risky Kusuma, Yohana Gabe, Eki Kusumadewi, Nurul Sakina, Natasia Rumondang, Puspa Ayu, Hapsari, Aryanto Aji, Rahardika Arista, Alin Aun, Siti Fatimah Fotografer Naisha Haraini, Fahmi Adlan Syah, M.Iqbal, Ginanjar Rahmat, Quliah Alfendah, Rahmat Ihsan Desain Tata Letak dan Pracetak Galuh Rahmat, Wisma Risusanti Tim Riset M.Reza, Irfani Rahmah, Noviyanti, Cindy Bangun Admaja, Akbar, Nurlatipah

Sebagai mahasiswa, kita diberikan kebebasan untuk mengenyam pendidikan sebaik mungkin di kampus ini. Bahkan mahasiswa bisa mengembangkan minat dan bakat di unit kegiatan mahasiswa (UKM). Kampus berupaya memfasilitasi UKM dari penyedian tempat hingga pendanaan untuk berjalannya aktivitas mahasiswa dalam UKM. Masalah yang terjadi dalam tiga bulan terakhir di UKM adalah keterlambatan turunnya SK kepengurusan UKM yang berdampak pada kegiatan UKM itu sendiri termasuk dalam terlambatnya permintaan dana. Namun setelah beberapa bulan menunggu, SK kepengurusan dari rektoratpun akhirnya turun. Informasi masalah UKM ini dihadirkan sebagai laporan utama. Bukan hanya masalah UKM yang tersorot dalam edisi kali ini, fenomena kehidupan kampus juga perlu diketahui. Fenomena pedagang liar yang ada di kampus tentunya sering kita jumpai. Mereka mencari makan dengan menjajakan jualannya seperti penjual siomay, gorengan, pelajar jualan koran, tisu, dll. Masih ada fenomena lain yang dihadirkan dalam Gerbatama, ini ui! edisi 44/April. Semoga Gerbatama menjadi corong informasi yang mengungkapkan fakta yang ada di kampus ini. Redaksi

Iklan Febrian Alsah, Bintarti Mayang Sari Sirkulasi dan Promosi Dody Cahyadi Rismal, Ristia Icha Pramesi, Indra Setiawan, Ibnu Fahran, Yulio E.G.C Kirana, Peny Ramadhani Kulit Muka Ilustrasi: Galuh Rahmat

RALAT

Gerbatama edisi 43 Pada rubrik bentang, artikel berjudul “Waspadai, Tindak Kriminal di Lingkungan UI� terdapat kesalahan penulisan nama. Tertulis Dadan Erwan, seharusnya Dadan Erwandi. Atas kesalahan tersebut redaksi mohon maaf.

2

Tata Letak: Wisma Risusanti Lisa Hartati


surat pembaca Di Antara Pro-Kontra Pedagang Liar Kampus Kita “Tisunya Kak, korannya juga kak, atau permennya kak”. Ya, itulah kalimat yang sering mereka ucapkan ketika menawarkan dagangan diantara penuh sesaknya kantin kampus setiap harinya. Mereka adalah pedagang liar yang berada sekitar kampus kita yang sekarang dianggap sebuah permasalahan pro-kontra. Bagi yang mengganggapnya masalah ketika mereka banyak mengganggu aktivitas mahasiswa dan menjadikan suasana kampus yang menjadi tidak nyaman, kumuh serta adanya kerawanan tindakan pencurian. Ada juga yang beranggapan keberadaan mereka bukan masalah bahkan keberadaan mereka justru membantu kita tidak perlu repot mencari tisu, koran ataupun barang lainnya. Win-win solution adalah jawabannya, tentu dengan aturan yang jelas dengan implementasi yang jelas pula. Sekian..

reminder 21 April 24 April (1955) 1 Mei 2 Mei

: Hari Kartini : Penutupan Konferensi Asia - Afrika. : Hari buruh sedunia : Hari pendidikan nasional

20 Mei

: Hari kebangkitan nasional

suara nyata

Iwo Damar Anarkie Ilmu Politik UI 2009

1 2 3 4 5 6 7 8

agenda

26-30 April Festival timur tengah di FIB 26 & 28 April Cangkir ( Bincang Kastrat in Here ) Psikologi 6 Mei Seminar Force ( Fight for Cervical Cancer ) PSJ 8-9 mei computer festival. (COMFEST) 2010

“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” Soekarno

DITERBITKAN OLEH BADAN OTONOM PERS SUARA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Pemimpin Umum Bathara Rangga Sekretaris Umum Dian Kusumawardhani Bendahara Umum Karina Larasati, Aisyah Ilyas Manajer Penerbitan Sri Wulandah Fitriani Manajer Riset Roy Nababan Manajer Perusahaan Ghita Yosanti Kesekretariatan Nilam Winanda Manajer SDM Laras Larasati Manajer Website Yunus Kuntawiaji Manajer Humas Aisha Ayu Syahputri Kadiv Reporter Adi Pratama Kadiv Fotografer Vidi Amelia Kadiv Desain, Tata Letak, dan Pracetak Novia Eka S Kadiv Marketing Raisha Shadrina Kadiv Event Organizer Budiono Kadiv SDP Yoga PradiptaAlamat Redaksi, Sirkulasi, Iklan, dan Promosi : Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) Lantai 2 Kampus Universitas Indonesia, Depok, 16424 Email : redaksisumaui@gmail.com website http:/suma.ui.ac.id/

3


laporan utama

foto: Ginanjar Rahmat/SUMA Pentingnya dukungan dana dari rektorat disamping pendanaan Mandiri UKM untuk kegiatannya.

Keterlambatan Turunnya SK Kepengurusan UKM Dana UKM Terganjal Birokrasi Rektorat Depok, Gerbatama—Keterlambatan turunnya SK Kepengurusan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) UI sampai SK tersebut keluar pada Rabu (14/4), sempat menghambat UKM dalam mengupayakan dana ke rektorat. Keterlambatan ini disebabkan adanya perubahan administrasi di rektorat mengenai pengaturan UKM. Akibat terhambatnya permintaan dana, di satu sisi, UKM berupaya mencari dana sendiri dan di sisi lain dapat menghambat kegiatan UKM. SK Terlambat, UKM Terkatung UKM UI sempat merasa kesulitan dalam mendanai aktivitasnya, sebelum akhirnya SK kepengurusan UKM tahun 2010 dikeluarkan pada 14 April 2010. Setidaknya, turunnya SK ini melegakan hati beberapa UKM. Humas Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala), Fariska Aryani, mengatakan, “Lega kami melihat SK sudah turun”. Hal serupa juga diungkapkan Aisyah Herni Febriyanti, Ketua Marching Band (MB) yang dihubungi via telepon (17/4), “Kami senang melihat SK sudah turun. Sekarang kami sudah mendapat kejelasan mengenai berapa besaran anggaran yang kami peroleh”. Menurut A.G Sudibyo, Kepala Pengembangan

4

Minat dan Bakat Mahasiswa UI, keterlambatan turunnya SK Kepengurusan UKM tahun ini disebabkan adanya perubahan administrasi. Sebelumnya, SK ditandatangani oleh direktur kemahasiswaan, namun kini yang berhak menandatangainya hanyalah rektor. Selain itu, A.G Sudibyo menjelaskan bahwa keterlambatan turunnya SK juga disebabkan karena keterlambatan penyerahan Rancangan Keuangan Awal Tahun (RKAT) oleh beberapa UKM. Keterlambatan turunnya SK, cukup disayangkan oleh UKM yang ada. Sebagian besar menyesalkan hal ini karena berdampak langsung pada terhambatnya permintaan dana ke rektorat. Setiap kali beberapa UKM


UKM Mencari Dana Secara Mandiri Sebelumnya hampir tiga bulan, terhitung Februari sampai dengan 14 April 2010, keterlambatan SK yang berdampak pada terhambatnya UKM meminta dana ke rektorat, membuat beberapa UKM berusaha untuk mencari dana sendiri dan akhirnya berusaha untuk mandiri. Fariska, Humas Mapala, saat ditemui pada (8/4) menjelaskan, “Untuk menanggulangi keterlambatan turunnya SK, Mapala menggunakan dana anggota bahkan meminjam dana dari berbagai anggota”. Natalia Ria Lucky, bagian eksternal division, English Debating Society (EDS) juga mengatakan akhirnya mereka berjualan kaos dan barang-barang tertentu ketika adanya perlombaan debat untuk mencari dana. Pencarian dana dapat dilakukan dengan cara yang kreatif walaupun dengan cara yang masih terbatas. Yoga, wakil ketua Center for Enterpreneur Development (CEDS) menanggapi positif adanya keterlambatan turunnya dana tersebut. “Makanya ini menjadi tantangan. Rektorat hanya memberi beberapa persen, tidak full. Positifnya kita mencari dana, bukan hanya tinggal dapatnya saja, lalu tinggal jalan”, ujar Yoga. Akan tetapi, tidak dapat dikesampingkan, keterlambatan dana yang turun membuat beberapa UKM menjadi terhambat dalam kegiatannya. UKM yang tidak bersifat menghasilkan seperti UKM bela diri

mengatakan, “Gaji pelatih kami dari Januari sampai April belum dibayar. Selain itu beberapa program kerja yang kami buat jadi berantakan karena keterlambatan itu”, kata Januarita Eki P, Sekretaris Umum Taekwondo. Menanggapi akan hal ini A.G Sudibyo mengungkapkan, “Tidak bisa semuanya dana dari kita (rektorat-red). UKM harus belajar mengoptimalkan dana untuk menjalankan kegiatannya dan peran kita adalah stimulus bagi setiap UKM”. Beliau juga menambahkan bahwa setiap keluhan dari UKM akan dapat diatasi asalkan juga ada keaktifan dari sisi mahasiswa untuk menyampaikan keluhannya kepada beliau, sehingga masalah mengenai UKM dapat diketahui dan diselesaikan. UKM Robotik mengungkapkan pendapat. “Kalau dana mungkin prosedurnya saja kali yang dipermudah dan dukungan morilnya juga agar kita bertanding dengan semangat“, ujar Syukron, Ketua Robotik, yang dijumpai pada (7/4) yang saat ini sedang sibuk mempersiapkan lomba kontes robot pada Mei mendatang. Sementara Alice sebagai wakil ketua UKM Orkes Simfoni Mahawaditra berpendapat, ”UI mestinya lebih mendukung UKM kalau ingin menjadi World Clas University”. Apapun halangan atau tantangan, sekalipun dalam pendanaan, tidak akan menyurutkan niat mahasiswa untuk menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan terus mengembangkan intelektualitas dan kreativitas. Namun pihak rektorat lebih dapat memperhatikan permasalahan ini karena kelangsungan kegiatan UKM juga merupakan bagian dari kesejahteraan mahasiswa sehingga mahasiswa dapat diberikan apresiasi dalam setiap kegiatan di UKM yang diikuti. Risky Kusuma, Yohana Gabe, Eki Kusumadewi

foto: Ginanjar Rahmat/SUMA

meminta SK dan dana ke rektorat, tidak ada kepastian jawaban. “Sebenarnya dari ketua dan pengurus lainnya sendiri sudah sering sekali menghampiri dan bertanya ke rektorat bagaimana SK kok belum turun”, ujar Alice, wakil ketua UKM Orkes Simfoni Mahawaditra. “Ya nanti sedang diusahakan”, kata Alice mengingat jawaban dari pihak rektorat ketika ditanyai mengenai SK. Untuk mendapatkan dana, UKM harus melengkapi kelengkapan yang telah ditetapkan. “UKM harus mengumpulkan RKAT terlebih dahulu. Selanjutnya kami (rektorat-red) dapat memeriksa anggaran tersebut. Jangan sampai UKM terlambat mengumpulkan RKAT karena dapat memperlambat pemeriksaan kita disini”, kata Pak Sudibyo yang juga merupakan dosen Komunikasi FISIP. Selain itu, menurutnya, setiap kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan, misalnya setiap kwitansi kegiatan harus mempunyai kejelasan toko dan ada cap stempel. Pihak rektorat akan mengaudit pertanggungjawaban tersebut. Dengan demikian dana bagi UKM dapat dikeluarkan. Disisi lain ada hal yang berseberangan. Meskipun ada UKM yang dari awal januari telah memasukan anggaran, tetapi SK rektor tetap saja terlambat turun sehingga tidak bisa mendapatkan dana. “Kita sudah ngajuin dari januari dan sampai sekarang (9/4) SK rektornya belum turun. Karena SK rektornya belum turun jadi dana belum dapet”, kata Alice. Namun menurut Fariska, Humas Mapala, setelah SK turun, dana bulan Januari hingga Maret dapat diperoleh karena sebelumnya telah mengajukan RKAT ke pihak rektorat.

Tersendatnya dana yang berasal dari rektorat mengancam kelancaran kegiatan UKM

5


liputan khusus

Nasib Pedagang Liar di Lingkungan UI

foto: Fahmi Adlan Syah/SUMA Pedagang-pedagang liar seringkali dijumpai ”mangkal” di pinggir danau ui.

“Liar namun digemari”. Mungkin itu kalimat untuk menggambarkan kondisi dari para pedagang liar yang ada di UI, seperti pedagang siomay sepeda, pedagang kopi, dan sebagainya. Mereka memang tidak memiliki izin, tapi kehadirannya juga memberikan manfaat bagi warga kampus. Pedagang liar terkesan negatif, tapi mereka sangat dekat dan menjadi bagian dari hidup para mahasiswa. Pedagang tersebut dikatakan ‘liar’ karena mereka tidak memiliki izin untuk berjualan di sekitar kampus UI. Dibalik kata ‘liar’ yang disandangkan kepada mereka, lagi-lagi mereka juga hanyalah manusia biasa yang sedang ‘mencari makan’. “Tidak dengan cara melarang berdagang atau mengusir, karena kesannya, UI sombong ‘banget’ sama masyarakat kecil yang ingin ikut cari makan disini. Lebih baik diadakan lokalisasi atau penempatan. Jika alasan para pedagang tersebut, menyewa kios kantin mahal, maka buatkanlah area kosong dimana mereka bisa berjualan dengan syarat mereka tidak akan berkeliaran lagi dan membayar iuran kebersihan. Jika mereka keberatan karena takut tidak laku, maka berikanlah pengarahan bahwa pembatasan ini juga untuk keamanan dan kenyamanan bersama khususnya para civitas akademik”, jawab Astuti Rahayu, dosen

6

MPK Bahasa Inggris. Sebenarnya, pedagang yang ingin menjajakan barang dagangannya dapat menyewa kios di kantin fakultas yang mereka inginkan melalui aturan yang sudah ada berdasarkan kebijakan yang dibuat universitas. UI tidak memperbolehkan adanya pedagang asongan disekitar lingkungan kampus. “Pedagang asongan ini dari segi ketertiban, biasanya mereka tidak tertib, dari segi higienitas, mereka tidak higienis”, ujar Pak Dadan Erwandi, Kasubdit Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) UI. Selain itu, dari segi keamanan, Menurut Namin, Kepala Satpam UI, bisa saja apabila ada pedagang yang berhenti di sekitar tempat parkir dijadikan tempat bagi orang yang berniat jahat untuk memantau keadaan di sekitar itu. PLK telah membuat peraturan yang melarang para pedagang asongan ini. Sayangnya kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak pedagang asongan yang menjajakan barang dagangannya di lingkungan UI. Untuk ‘membersihkan’ para pedagang ini dari lingkungan UI bukanlah perkara mudah. Para pedagang tidak resmi ini memilih berdagang di UI karena banyak mahasiswa yang menyukai barang dagangan mereka. Harga yang murah dan cukup enak menjadi daya tarik utama dari para pedagang ini. Hasil


yang mereka dapat juga tidak sedikit sehingga mereka tidak jera untuk berdagang. “Kalau saya ingin makan gorengan di kampus, saya biasanya membeli gorengan gerobakan. Habis harganya murah”, ujar Steviani, mahasiswi komunikasi. Selain tukang gorengan, masih ada pedagang liar lainnya, seperti Rizki yang berjualan koran keliling atas inisiatifnya sendiri sejak 2006. Setelah melihat kakaknya yang berjualan koran di FISIP, ia jadi tertarik untuk membantu mencari biaya hidup. Kesulitan ekonomi yang terus meningkat, mengakibatkan banyak bocah lain seperti Rizki ikut berjualan keliling. Jumlahnya kian hari kian bertambah. Tak hanya koran, ada yang berjualan tisu, cemilan, dan masih banyak lagi. Bagi para pedagang lain yang memiliki izin resmi, kehadiran pedagang asongan tidak dianggap sebagai gangguan. “Ya, kita, kan, sama-sama cari makan, jadi, ya, nggak apa-apa kalau mereka mau berdagang juga,” jelas seorang pedagang Teh Poci yang telah memiliki izin untuk berdagang di dalam lingkungan kampus UI. Heri, pedagang Takoyaki di FISIP, mengatakan sebenarnya tidak merasa terganggu dengan keberadaan pedagang liar tersebut apalagi merasa

tersaingi.” Agrita Widiasari, Mahasiswi Filsafat 2008 juga berpendapat. “Selama keberadaan pedagang tersebut tidak menganggu ketertiban umum, dalam hal ini adalah menganggu jalan seperti trotoar, itu tidak apa-apa. Tapi, lebih baik lagi kalau ada pengaturan, ya, seperti pengaturan hari, seperti dalam satu minggu hari apa saja yang boleh dimasuki oleh pedagang liar tersebut” ujar Agrita. Permasalahan ini memang terlihat seperti dua sisi mata uang. Jika dibiarkan, perkembangan pedagang liar akan semakin banyak dan tak terkendali. Namun, bila dilarang secara tegas, banyak orang, yang bergantung hidup dengan cara seperti itu, yang akan menjadi korban. Hendaknya, selain ada peraturan dan tindakan pembatasan, UI menyiapkan terlebih dahulu solusi terbaik bagi kaum margin ini, agar tidak merugikan pihak manapun nantinya.

Nurul Sakina, Natasia Rumondang, Puspa Ayu

7


bentang

Parang Topo yang Memprihatinkan

foto: Naisha Haraini SUMA

Universitas Indonesia memiliki sarana dan infrastruktur penunjang pembelajaran dan riset penelitian pengembangan yang lengkap. Namun, tidak semua fasilitas sarana dan prasarana perkuliahan dapat terjaga, terawat, dan berfungsi dengan baik. Salah satu dari fasilitas itu adalah laboratorium Parang Topo yang kini memprihatinkan. Parang Topo merupakan laboratorium yang didirikan sekitar tahun 1994 oleh dosen Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Laboratorium ini terletak di antara FMIPA dan FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat), berjarak sekitar seratus meter dari FMIPA. Pada awal berdirinya, Laboratorium yang namanya sama dengan nama pendirinya ini difungsikan sebagai sarana penelitian pengembangan energi matahari, “Pada mulanya Parang Topo difungsikan sebagai tempat penyimpanan alat-alat pemanfaatan tenaga surya,” tutur Malvino, pengurus dan pengawas laboratorium tersebut. Fungsi ini kemudian mengalami beberapa perubahan. Parang topo kemudian dialihfungsikan menjadi industri kecil

8

yang memproduksi minuman dan obat berbahan lidah buaya bernama Kavera. Kini, laboratorium tersebut telantar dan hanya berfungsi sebagai gudang penyimpanan Kavera pasca berhentinya proses industri. Nasib industri Kavera sendiri tidak jauh berbeda dengan nasib praktik fungsi pendahulunya. Menurut Malvino, masalah internal keuangan dan manajemen yang kurang baik menjadi sebab terhambatnya proses industri. Keadaan ini telah berlangsung sejak Februari lalu. “Statusnya sih nggak jelas. Sebenarnya, karena ada masalah internal, dari bulan Februari tahun ini udah nggak jalan,” kata Malvino. Demi bangkitnya kembali proses produksi Kavera, Malvino dan pengurus lainnya masih terus berupaya membangun kerja sama dengan berbagai perusahaan. “Kita sedang terus coba untuk mengadakan kerja sama dengan perusahaan lain,” tambahnya. Tanggung Jawab pengelolaan Parang Topo kini dipegang oleh pihak dekanat FMIPA. Hal ini dapat dikatakan tidak mengalami perubahan. Karena sejak berdirinya, Laboratorium yang memiliki luas 5000 meter persegi juga ditangani oleh Pak Parang Topo sendiri yang saat itu merupakan dekan FMIPA dan ketua jurusan Fisika. Pengalihfungsian Laboratorium menjadi industri Kavera sendiri, seperti telah sedikit disinggung di atas, terjadi karena alat-alat pendukung penelitian berangsur habis dicuri orang-orang tidak bertanggung jawab. “Dulu peralatannya di sana lengkap, ada alat untuk mengukur kecepatan angin, arah angin, ada peralatan klimatologi, curah hujan, itu komplit di situ. Tapi yang terjadi itu di sana sering kemalingan, alat-alat yang tadi itu hilang dicuri”. Jelas Dr. A. Harsono Soepardjo, M.Eng selaku salah seorang rekan Pak Parang Topo, saat ditemui di ruang kerjanya. Kondisi fisik bangunan laboratorium ini terlihat memprihatinkan. Pagar keamanan pembatas wilayah sudah lapuk termakan karat dan terlilit tumbuhan merambat. Kondisi ironis ini juga makin lengkap dengan halaman depan laboratorium yang tertutupi rumput dan ilalang tinggi yang semakin menyamarkan keberadaan Parang Topo. Keadaan itu dibenarkan oleh Ali Hasan, mahasiswa FMIPA UI, “kalau saya lihat gedungnya seperti tidak kerawat . Gedungnya agak ke dalam terus rumput depannya juga tinggi-tinggi.” Kondisi ini adalah salah satu kondisi yang harus diperbaiki untuk membangun koherensi antara teori dan manifestasi di balik nama besar UI sebagai World Class Research University. Perhatian pihak universitas hendaknya ditambah untuk masalah yang menyangkut sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran dan penelitian. Arianto Aji, Hapsari Kusumaningdyah


sosok sosok Dr. Rose Mini A. Prianto, M. Psi., Penggagas Sekolah Berbasis Multiple Intelligence

Sosok mbak Romi tentu tidak asing lagi bagi mereka yang sering menonton ajang pencarian bakat yang tayang di salah satu TV swasta pada awal tahun 2000-an. Bunda Romi, begitu ia biasa dipanggil, kini juga kembali terlibat sebagai pembimbing peserta dalam acara pencarian bakat anak yang ditayangkan setiap hari Sabtu dan Minggu. Selain sibuk di dunia pertelevisian, ia kini sedang mengelola jurusan baru bagi mahasiswa S2 yakni Psikologi Anak Usia Dini. Kariernya di bidang Psikologi diawali ketika ia ditawari menjadi asisten dosen pada masa kuliah hingga akhirnya sampai sekarang ia menjadi dosen yang mengkhususkan diri pada bidang Psikologi Pendidikan. Ketika masih duduk di bangku SMA, ia sebenarnya ingin sekali menjadi dokter, tapi ia menyadari bahwa bakatnya ada pada bidang psikologi sebagai ilmu yang mengkaji hubungan antarmanusia. Ketika ditemui di ruang kerjanya di Fakultas Psikologi UI, psikolog serta dosen bernama lengkap Dr. Rose Mini A. Prianto, M. Psi ini berbagi tentang ketertarikannnya dengan dunia pendidikan dan anak. Jauh sebelum ia menikah, ia sudah jatuh cinta dengan dunia anak-anak. “Mungkin juga karena saya anak tunggal yang tidak punya adik, jadi saya suka sekali dengan anak kecil,” ujarnya. Menurutnya, sejak kecil, anak memang sebaiknya diberikan berbagai macam pengalaman. Pengalaman itu harus diterima oleh anak sesuai dengan kebutuhan dan proses perkembangannya. Atas dasar itulah ia berpendapat bahwa pendidikan anak seharusnya dirancang berdasarkan individu anak masing-masing. Dengan didasari oleh multiple intelligence—program atau kurikulum sekolah disesuaikan dengan minat, bakat, dan kebutuhan anak—mbak Romi mendirikan sekolah untuk anak usia 2 hingga 6 tahun. “Di sekolah itu, program dibuat sama, namun dapat memenuhi kebutuhan anak secara individu. Semua anak dapat melakukan apa yang dia inginkan pada saat bersamaan. Setiap 3 minggu sekali, tema sekolah diganti, misalnya tema kali ini laut, maka sekolah akan dirombak layaknya seperti dalam laut,” terangnya mengenai sekolahnya itu. Di sekolah itu pula bahkan tersedia kebun binatang kecil untuk memperkenalkan anak-anak didiknya tentang flora dan fauna secara nyata. Rencananya, tahun ini ia akan membuka Sekolah

foto: M.Iqbal /SUMA

Pendidikan dan anak pada dasarnya merupakan dua topik besar yang saling berhubungan. Ketika berbicara pendidikan tentu akan berkaitan dengan anak sebagai subjeknya dan juga sebaliknya. Keduanya adalah sesuatu hal yang sulit untuk dipisahkan. Mbak Romi, begitu beliau biasa dipanggil, menjadikan pendidikan dan anak sebagai bagian dari hidupnya. Ia memandang anak sebagai sesuatu hal yang luar biasa dan pendidikan adalah media yang tepat bagi perkembangan makhluk luar biasa itu.

?

Dasar dengan model yang hampir mirip dengan sekolah yang sekarang.“Saya ingin anak masuk sekolah itu seperti masuk ke dalam rumah. Jadi anak-anak tidak terbebani dengan pekerjaan rumah dan lainnya,” ujarnya. Untuk masuk ke sekolahnya, tidak ada syarat

khusus, tidak ada pula tes masuk. Ketika dimintai tanggapan mengenai pendidikan di Indonesia, ia mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia itu pada dasarnya memiliki ide yang sudah bagus, namun pengaplikasiannya dianggap kurang sempurna. Sumber daya manusianya pun kurang mendukung akibat kurangnya sosialisasi terhadap guru-guru. Cita-citanya yang ingin mencerdaskan guru-guru di Indonesia dibuktikan melalui seminar-seminar untuk guru yang diadakan secara gratis dan berkala. Hal ini juga merupakan dharma baktinya kepada sekolah sekaligus kepada dunia pendidikan Indonesia. Guru-guru yang mengikuti seminar diwajibkan untuk melakukan workshop yang mengharuskan mereka membuat sesuatu yang nantinya dapat diterapkan di sekolah mereka masing-masing. Diakhir perjumpaan, psikolog yang juga memiliki biro konsultasi ini, berpesan agar anak-anak perlu dibiarkan mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya sejak dini, tapi tentu tetap dalam pengawasan orang tuanya, karena menurutnya, otak anak itu seperti sponge yang mudah menyerap air. Air disini diumpamakan sebagai pengalaman, maka sebenarnya anak membutuhkan banyak pengalaman, karena kalau tidak, dia tidak akan mendapat informasi yang banyak. “Tapi tentunya pengalaman-pengalaman yang positif. Free sex dan narkoba itu buang jauh-jauh deh, karena kalau pengalaman itu sudah pernah dicoba nantinya akan menjadi nothing to lose. Jadi, jika anak ingin bereksperimen, biarkan saja, karena hal tersebut merupakan penambahan dari ilmunya,” ujarnya mengakhiri sesi wawancara. Siti Fatimah

9


kilasan Mendidik Masyarakat Untuk Mewujudkan Kota Cerdas Belum lama ini dikti mengadakan sebuah program yang bernama Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tulis (PKM GT). Program ini mengajak mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia untuk ikut serta dan mengirimkan gagasannya mengenai lingkungan sekitar dalam bentuk proposal. Peserta yang proposalnya berhasil lolos akan mengadakan kegiatan foto: Rahmat Ihsan SUMA sesuai dengan proposalnya dengan dibiayai oleh dikti. Salah satu tim yang lolos adalah tim yang berasal dari UI, terdiri dari Muhammad Soleh (Fisika 2008), Muhammad Misbahul Muzakki (Teknik Industri 2008), Indah Kusumawati (FKM 2008), Eka Satriani (FKM 2008), dan Rivan Tri Yuono (Fisika 2009). Sektor penelitian yang dipilih adalah kesejahteraan masyarakat dengan kota cerdas sebagai tema proposal mereka. Melalui proposal tersebut mereka mengungkapkan gagasan mereka mengenai menerapkan prinsip cerdas kepada masyarakat. Kegiatan pertama mereka diadakan pada 14 Maret 2010 yang terdiri dari opening ceremonial yang dihadiri oleh mahalum, stadium general, pembinaan, dan closing ceremonial yang diadakan nanti setelah para peserta menerapkan hasil pembinaan. Pada tahap pembinaan peserta diberi materi mengenai urgensi pendidikan, kewirausahaan, fundraising, dan kedermawanan sosial. Peserta yang mengikuti

kegiatan ini ada 21 orang yang terdiri dari para pengemis maupun tuna karya. Melalui kegiatan ini akan dilihat perkembangan para peserta dan yang terbaik akan diberi hadiah sebuah kios ketika closing ceremonial. Kegiatan pembinaan dilakukan di salah satu daerah di Depok yaitu Kampung Lio yang merupakan rujukan dari Dinas Tenaga Kerja dan Sosial

Depok. “Tujuan kegiatan ini agar kita para mahasiswa peka terhadap kehidupan sosial dan juga untuk mengamalkan tri darma” ujar Zakki ketika diwawancara. Alasan mereka memilih pengemis sebagai peserta dari kegiatan ini karena masih ada kesenjangan sosial antara mahasiswa dengan lingkungan sekitarnya. “Banyak kegiatan-kegiatan baksos dilakukan di tempat jauh padahal banyak sekali masyarakat yang butuh diperhatikan di sekitar Depok” tambah Indah. Selain itu, mereka berlima adalah penerima beasiswa Etos Dompet Dhuafa Republika yang dituntut untuk berguna bagi lingkungannya, maka dari itu mereka ikut serta dalam PKM GT ini. Untuk lebih ke depannya mereka berharap agar mahasiswa lebih mengetahui kegiatan seperti ini dan lebih peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Natasia Rumondang

Menikmati Senja Bersama Mahawaditra Pukul empat sore menjelang senja, 19 Maret 2010, Orkes Simfoni Universitas Indonesia (OSUI) Mahawaditra memulai acaranya: Alunan Simfoni Senja Mahawaditra. Acara tersebut diselenggarakan di Auditorium Gedung IX FIB UI dan sudah dipadati penonton sejak awal acara. Kurang lebih 550 tiket penonton sudah terjual habis. Kali ini, Mahawaditra tampil dengan format chamber orchestra (orkes kamar), strings ensemble, dan wind ensemble yang merupakan gabungan dari woodwind dan brass ensemble. Dalam konser ini, dibagi dalam 2 sesi. Sesi pertama, Mahawaditra berkolaborasi dengan vokalis Felix Firyanto dan Silvia Age Gid eon. Selain itu, juga dengan GADSBY, memainkan lagu Always and Forever yang disambung dengan penampilan GADSBY yang membawakan lagu A Wish For The Better. Sebagai

10

penutup sesi satu, chamber orchestra OSUI Mahawaditra membawakan lagu Doraemon No Uta yang mengundang tepuk tangan yang sangat meriah dari penonton. Sesi kedua diawali dengan penampilan band tamu, Trikel (Trio Keladi), yang membawakan lagu Sugar Tea dan Sabda Alam. Berikutnya, wind ensemble membawakan Ballet Scene from Swan Lake dan Jurrasic Park yang dilanjutkan oleh penampilan chamber orchestra memainkan lagu Simfoni Raya, The Typewritter, dengan solo mesin tik yang dimainkan oleh Bona Sidjabat, dan diakhiri Andai Kau Datang dengan vocal Silvia. “Konser kali ini memang berbeda, karena featuring dengan band dan solo vokalist lain,” ujar Tamya Kasman, PO Alunan Simfoni Senja Mahawaditra. Satrio Abdillah Wirataru


visit us www. suma.ui.ac.id


resensi

Eat, Pray, Love

foto : istimewa

Judul : Eat, Pray, Love Penulis : Elizabeth Gilbert Penerbit : Abdi Tandur Teks Bahasa : Indonesia Novel karya Elizabeth Gillbert yang menceritakan perjalanan hidup seorang perempuan yang berusaha keluar dari tekanan depresi dan kehilangan pegangan arah hidup. Sebagai langkah untuk keluar dari tekanan depresi tersebut maka diceritakan bagaimana kisah tokoh dalam novel Eat, Pray, Love menjalani sebuah proses bertahap yang terdiri dari Makan (belajar untuk menikmati hidup), Doa (belajar untuk berdevosi dan

mendekatkan diri dengan Tuhan), dan Cinta (menjaga keseimbangan antara kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan suragawi). Perjalanan pegenalan ini dimulai dari Italia, India hingga akhirnya berakhir di Bali dengan ditemukannya keseimbangan dan juga pengalaman cinta. Pada waktu memasuki usia tiga puluh tahun, Elizabeth Gilbert memiliki semua yang diinginkan oleh seorang wanita Amerika modern, terpelajar, ambisius, suami, rumah, karir yang cemerlang. Tetapi ia tidak merasa gembira dan puas, tetapi malah menjadi panik, sedih dan bimbang. Ia merasakan perceraian, depresi, kegagalan cinta dan kehilangan pegangan akan arah hidupnya. Untuk memulihkan ini semua, Elizabeth Gilbert mengambil langkah yang radikal. Dalam pencarian akan jati dirinya, ia menjual semua miliknya, meninggalkan pekerjaannya, meninggalkan orang-orang yang dikasihinya dan memulai satu tahun perjalanan keliling dunia seorang diri. Makan, Doa, Cinta merupakan catatan kejadian di tahun pencarian tersebut. Keinginan Elizabeth Gilbert mengunjungi tiga tempat di mana dia dapat meneliti satu aspek kehidupannya. Di Italia, ia belajar seni menikmati hidup, belajar bahasa Italia, India merupakan negara untuk belajar seni berdevosi, dengan bantuan seorang guru setempat ia memulai empat bulan penuh disiplin dalam eksplorasi spiritual. Akhirnya, Indonesia, di sini akhirnya menemukan tujuan hidupnya: keseimbangan - yaitu, bagaimana membangun hidup yang seimbang antara kegembiraan duniawi dan kebahagiaan surgawi. Mencari jawaban atas pertanyaan tersebut di pulau Bali, ia menjadi murid dari seorang dukun tua dari generasi ke sembilan dan ia juga jatuh cinta dengan cara yang sangat indah tanpa direncanakan. Sebuah riwayat hidup yang disajikan dengan gamblang, bijaksana, menggetarkan dan lucu mengenai pencarian jati diri. Nurlatipah

kerjasama

media partner hubungi

1 2 3 4 5 6 7 8

12

febrian alsah

081319910916


ragam

Mimpi Gerakan Lingkungan Untuk UI

Gaya hidup ramah lingkungan telah menjadi bagian dari masyarakat modern. Namun, di kampus UI, sedikit orang yang sadar memilah sampah, menghemat air, memakai kertas bolak-balik dan membatasi penggunaan plastik. Gerakan lingkungan antar komunitas mengatasi persoalan ini dengan mengintegrasikan ilmu dan aksi.

foto : Quliah Alfendah/SUMA

Selain berjuang mengubah gaya hidup warga UI untuk lebih peduli terhadap lingkungan, gerakan yang belum memiliki brand ini memiliki impian agar UI memiliki pusat daur ulang sampah seperti yang terdapat di Jepang, yakni sampah kertas dan plastik yang diolah kembali menjadi buku serta bolpoin untuk keperluan mahasiswa. Gerakan ini adalah wadah Pengalaman ini pernah komunikasi dari berbagai disampaikan oleh seorang komunitas lingkungan intra mahasiswa Jepang yang hadir kampus, pengajar, serta di pertemuan gerakan. Mimpi alumni yang berkomitmen ini bermula dari keprihatinan untuk melakukan aksi nyata anggota gerakan terhadap mencintai lingkungan. sistem pengelolaan sampah di Bermula dari pertemuan UI. David Imanuel Sihombing, sederhana yang difasilitasi oleh mahasiswa Teknik sipil 07 yang komunitas Lantan Bentala, juga Co-founder GARUDA kini gerakan telah melibatkan Youth Community, menyatakan, Green Community UI (GC-UI), “ UI menyumbang volume Garuda Youth Community sampah yang cukup besar bagi (GYC), Fisip Love Environment kota Depok, namun hingga (FLOEM), Sakuntala, mahasiswa kini belum memiliki sistem Departemen Kesehatan pengolahan sampah yang baik, Lingkungan FKM UI, Sosmas bahkan dibeberapa tempat, BEM UI, dan beberapa pihak sampah hanya di bakar sehingga lainnya. Mereka bersinergi menimbulkan polusi.” Terkait menyusun suatu gerakan sistem pengolahan sampah ini, bersama untuk memberikan GYC sedang terlibat dengan dampak yang lebih luas rektorat untuk merealisasikan terhadap kelestarian lingkungan. sistem pengolahan sampah yang Mengubah gaya hidup mendekati zero waste. Contoh perilaku sederhana mahasiswa untuk warga kampus menjadi lebih Yudithia, koordinator Green menjaga lingkungan eco-friendly adalah target Community UI menuturkan awal dari gerakan ini. Setiap orang yang bergabung di harapannya terhadap gerakan ini, “GC-UI sih gerakan mengambil peran sebagai teladan bagi orang- berharap gerakan ini gak hanya jalan sesaat tapi orang disekitarnya. Misalnya menjadi teladan untuk berkesinambungan, jangan memikirkan masalah yang memilah sampah pribadi, membawa tas kain ketika terlalu luas tapi dimulai dari diri sendiri , dari komunitas, berbelanja, membuang sampah pada tempatnya, dan menjadii contoh yang baik bagi orang-orang membawa botol minum yang dapat dipakai berulangsekitar”. Mahasiswa Teknik Lingkungan ’08 tersebut ulang dan menggunakan kertas bolak-balik. Ketika juga menambahkan bahwa melalui gerakan ini akan bisa “tampil beda” dengan melakukan hal-hal tersebut, lebih banyak mahasiswa UI yang peduli terhadap orang lain akan tertarik untuk mengkuti apa yang lingkungan tanpa harus dipaksa melakukannya. dilakukan sehingga gaya hidup ramah lingkungan ini Beberapa rekan kita di kampus telah bergerak menjadi trend di lingkungan kampus. untuk lingkungan yang lebih baik. Sudah siapkah Sebagai gerakan lingkungan yang melibatkan mengubah gaya hidup menjadi lebih ramah sivitas akademika, integrasi ilmu pengetahuan lingkungan dengan memulai hal-hal kecil tapi berarti? dengan aksi menjadi keharusan. Gerakan ini membagi Rahardhika Arista, Alin Aun pasukannya untuk menyusun model gerakan dalam bidang sains, teknologi, dan kesehatan, sosial dan Tips Ecofriendly: media, serta advokasi politik. Pembagian bidang • Pakai sapu tangan untuk menghemat kertas tisu ini memuingkinkan adanya inovasi teknologi dan • Bawa botol minum dari rumah, hemat uang jajan dan selamatkan gagasan ilmiah yang mendukung gerakan, perluasan lingkungan gerakan melalui sosialisasi media, dan advokasi untuk • Fotokopi dan print kertas bolak-balik, makalah di jilid ga pake plastik mendesak dikeluarkannya undang-undang maupun • Bawa kantong kain saat berbelanja peraturan yang lebih ramah lingkungan. Diharapkan • Matikan keran air jika tidak dipakai dengan adanya integrasi ilmu pengetahuan • Memilah sampah pribadi (organik-non organik) ini, gerakan dapat berjalan dengan efektif dan • Bike to campus memberikan pengaruh yang luas.

13


opini R. A. Kartini dan Kekuatan Budaya Menulis Oleh : Natalia Rialucky Tampubolon*

Benih dari upaya perjuangan emansipasi wanita yang dilakukan oleh Raden Ajeng Kartini adalah kekuatan ide mengenai pembebasan perempuan yang dituangkan dalam tulisan. Melalui surat –suratnya yang dibukukan dalam Habis Gelap Terbitlah Terang”, Kartini mencerahkan bangsa Indonesia akan kesetaraan antara pria dan wanita. Keberhasilan Kartini tidak terlepas dari media tulisan yang ia gunakan sehingga dapat merambah kalangan intelektual pada masa itu. Budaya menulis memberikan ruang pendapat yang tidak terbatas bagi siapa saja mengenai hal siapa saja. Melalui medium tulisan, seseorang dapat mengelaborasikan suatu ide, betapapun kontroversial, secara terstruktur dan memperlihatkan kekuatan ide tersebut kepada khalayak luas. Contohnya dalam salah satu surat Kartini mengenai agama, Kartini mengungkapkan kegelisahannya bahwa sering kali agama dijadikan pembenaran bagi superioritas pria seperti poligami dan bagaimana seharusnya Quran dimengerti bukan sekedar dihafalkan. Belajar dari pengalaman Kartini, budaya menulis sebagai salah satu media informasi dan media ekspresi diri memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh budaya lisan. Sebagai media ekspresi, budaya menulis melatih kita untuk bertanggungjawab terhadap pendapat yang kita utarakan. Dengan tertulisnya hitam di atas putih, keabsahan dari suatu pernyataan dapat dipertanyakan oleh khalayak luas. Penulis memiliki tanggungjawab terhadap konten dari tulisan tersebut. Tulisan informatif dapat diverifikasi kebenarannya sedangkan tulisan yang bersifat ekspresif dapat ditangguhkan argumentasinya serta mendapat pengakuan terhadap keseluruhan pendapat yang diajukan. Karakteristik budaya tulisan ini melatih budaya kritis yang bersifat timbal balik antara penulis dan pembacanya. Proses verifikasi pesan dan pendapat yang dipaparkan dalam tulisan dapat berlangsung terus menerus tidak terbatas ruang dan waktu karena nilai pesan yang terwujudkan dalam susunan huruf dan kata tidak akan berubah atau terdistorsi dalam proses penyampaian pesan kepada masyarakat luas. Walaupun budaya lisan maupun budaya tertulis merupakan media ekspresi namun lingkup pengaruh dan penggunaan budaya lisan hanya terbatas dari pengakuan atau kepercayaan dari pendengar terhadap apa yang diutarakan oleh pembicara pada saat penyampaian pesan dilakukan. Pesan tidak dapat dinikmati masyarakat secara luas apabila tidak di publikasikan melalui berbagai jenis media lainnya

14

seperti televisi maupun melalui teknologi internet. Tidak ada hitam di atas putih dalam budaya lisan yang secara konkrit memanifestasikan ide seseorang sehingga dapat diminta pertanggungjawaban atas pesan yang diutarakan. Karakteristik budaya lisan ini membuka kesempatan terjadinya distrosi pesan sehingga orisinalitas dan kekuatan ide yang telah di kemukakan tidak seperti apa yang dimaksud oleh pemberi pesan. Habis Gelap Terbitlah Terang merupakan salah satu contoh nyata untuk mempelajari kekuatan dari sebuah ide yang dituangkan dalam budaya tulisan. Kartini membuka pikiran kaum masyarakat tradisional Jawa mengenai wanita dengan ide emansipasi-nya. Wanita yang pada masa tersebut terbiasa diperlakukan inferior terhadap pria dan selalu berada di bawah perintah pria diusik dengan nilai dimana seharusnya pria dan wanita duduk setara. Tanpa adanya tulisan – tulisan ini mungkin Kartini hanya dapat memajukan wanita Jepara di sekitar tempat tinggalnya, namun dengan dibukukannya surat – surat dan hasil pemikiran Kartini buah pemikiran pembebasan wanita dapat dinikmati wanita di berbagai tempat di Indonesia hingga saat ini. Surat – surat Kartini sebagai salah satu bukti nyata kekuatan budaya menulis berhasil mengajak masyarakat Indonesia –khususnya kaum perempuanuntuk melihat kebenaran isi dari tulisan – tulisan Kartini. Wanita – wanita Indonesia dimanapun mereka berada, layak mengenal dan berterimakasih atas hasil karya Kartini yang dengan tulisannya mampu merubah stigma terhadap wanita di Indonesia. Budaya menulis berhasil memberi kemajuan bagi bangsa Indonesia karena tulisan tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat luas dan memperkecil kemungkinan terjadinya distrosi pesan serta dapat dipertanggungjawakan kebernarannya. Masyarakat Indonesia dididik untuk menjadi kritis terhadap apa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari – hari. Melalui kekuatan ide yang tertuangkan dalam karya tulisan, kita dapat melakukan perubahan.

*Ketua Delegasi Universitas Indonesia untuk Harvard Model United Nations 2010 Penulis dapat dihubungi melalui email -natalia.ria@live.com


riset Pedagang Ilegal di Lingkungan Kampus, Mengganggukah atau Justru Mempermudah? Bukanlah hal yang baru lagi bagi kita mahasiswa berjaket kuning melihat atau bahkan menjadi salah satu konsumen para pedagang illegal yang berjualan di area kampus berlambang makara ini. Akan tetapi tidak semua dari kita mempunyai opini yang sama tentang keberadaan mereka, hingga timbulah pertanyaan bagaimana respon para mahasiswa UI tentang eksistensi mereka yang berjualan di area kampus UI tanpa izin resmi atau bisa dibilang illegal. Dan pada pertengahan April lalupun, TIM RISET Badan Otonom Pers SUMA UI telah melakukan polling dengan menyebar 133 kuesioner ke mahasiswa berbagai fakultas di kampus UI Depok dan Salemba. Dari hasil polling disamping, bisa disimpulkan bahwa mahasiswa UI tidak merasa terganggu dengan keberadaan mereka. Hal ini dibuktikan dengan data lebih dari 60% mahasiswa menjawab tidak merasa terganggu dengan keberadaan mereka, dan diperkuat lagi dengan 9% yang menyatakan sangat tidak terganggu. Bahkan 64 % mahasiswapun merasa membutuhkan kehadiran para pedagang tersebut, kemudian dari 133 responden 83% mengaku pernah menjadi salah satu konsumen di jajanan illegal ini dengan alasan dominan mereka lebih mudah ditemui 1.Bagaimana tanggapan Anda tentang keberadaan pedagang illegal di lingkungan kampus UI?

5% 9%

2. Sejauh manakah kebutuhan mahasiswa UI akan keberadaan pedagang illegal di lingkungan kampus?

dan menyediakan kebutuhan yang tidak tersedia di kantin atau koperasi. Disisi lain alasan sosial dan harga yang murahpun menjadi dasar pendukung lain bagi responden ketika memilih untuk membeli dagangan para pedagang illegal ini. Walaupun tak bisa dipungkiri tetap ada 23% mahasiswa yang merasa terganggu dan tidak merasa membutuhkan kehadiran para pedagang yang notabennya tidak resmi berjualan di area kampus ini. Akan tetapi jumlah mereka tidak terlalu signifikan, berkaca pada hasil polling yang menunjukan hanya 17% responden yang belum pernah sama sekali menjadi salah satu bagian dari konsumen pedagangpedagang tanpa izin tersebut. Singkatnya, keberadaan para pedagang illegal yang berjualan di area kampus UI bukanlah suatu hal yang mengganggu, bahkan mereka mempermudah kita dalam memenuhi kebutuhan yang tidak disediakan oleh kantin ataupun koperasi fakultas/ universitas. *Survey telah dilakukan terhadap 133 Mahasiswa di kampus UI Depok dan Salemba pada tanggal 12-19 April 2010. Tingkat kepercayaan terhadap survey ini adalah 95%. Irfanni Rahmani 3. Apakah Anda pernah membeli dagangan para pedagang illegal tersebut?

17%

83%

23%

20%

23%

63%

9% sangat mengganggu

tidak mengganggu

20% ya

mengganggu sangat tidak mengganggu

48%

12%

4%

64%

15 15

4. Jika Ya, apa alasan Anda memilih membeli dagangan pada pedagang illegal tersebut?

sangat membutuhkan

tidak

harga yang lebih murah

membutuhkan

mudah ditemui (tidak ada di kantin atau koperasi)

tidak membutuhkan

alasan sosial

sangat tidak membutuhkan

lainnya

15


opini foto

“Jangan fasilitas terus yang ditambah, kebersihan juga dijaga...�

Coming Soon

Majalah Suara Majalah Suara Mahasiswa edisi Mahasiswa edisi 2626


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.