Outbox Perihal Semester Pendek di Beberapa Universitas harus menyerahkan soft file (nama, NIM, dan jumlah sks). Biaya yang diwajibkan untuk membayar semester pendek sebesar Rp. 35.000-/sks dengan jumlah maksimal 9 sks. Menurut Liris Raspatiningrum, semester pendek baiknya diadakan di setiap universitas, karena sangat membantu mahasiswa dalam menuntaskan nilai yang kurang. “Semester pendek lebih bagus dilaksanakan, karena agar dapat membantu mahasiswa menuntaskan nilai kurang memuaskan dan juga mencapai gelar sarjana,” ujar kepala divisi layanan masyarakat tersebut. Lain halnya dengan Universitas Komputer (Unikom). Universitas ini tidak mengadakan semester pendek bagi mahasiswanya. Menurut salah satu mahasiswa Unikom, Ridan Firdaus mengatakan sangat setuju jika semester pendek diadakan di kampusnya. Karena dapat meminimalisir waktu yang terbuang dan tidak menghambat jalan mencapai gelar sarjana, “ saya sangat setuju, adanya semester pendek agar tidak ada lagi waktu yang terbuang. Sehingga harus mengorbankan SKS yang telah ditempuh dan tidak mengganggu alurnya mata kuliah yang dijalani,” ujar mahasiswa tenik elektro tersebut. Ridan pun menanggapi tentang semester pendek, ia berpendapat bahwa semester pendek tidak terlalu mempengaruhi hasil nilai, melainkan hanya menunjang dan mempersingkat waktu. Mahasiswa angkatan 2012 itu pun menambahkan perihal permasalahan nilai tergantung bagaimana mahasiswanya mengikuti SP. Jikalau dilakukan dengan serius mengikutinya pasti akan mendapatkan nilai yang cukup sempurna. Otoritas setiap universitas pastilah berbedabeda, UPI dengan adanya semester pendek dan sebaliknya Unikom. Unisba pun sedang berbenah untuk mendapatkan gayanya sendiri dibidang perbaikan nilai layaknya program SP ini. Dengan berubahnya sistem perbaikan seperti tahun yang akan datang, Iyan Bachtiar berharap mahasiswa tidak lagi mengandalkan SP “untuk kedepannya semoga mahasiswa tidak selalu mengandalkan SP dan bisa lulus di kelas reguler,” ucap Kabag Akademik tersebut. (Agam Rachmawan/SM)
Pemimpin Umum Bobby Agung Prasetyo, Wakil Pemimpin Umum Gana Kanzi Hutomo, Sekretaris Umum Tiara Pascanoviera, Bendahara Umum Nindy Novrinawati, Pimpinan Redaksi Adil Nursalam, Sekretaris Redaksi Desyane Putri, Redaktur Pelaksana Sugiharto Purnama, Ravi A. Fauzan, M. Roby Iskandar, Redaktur Ghaisani Maulina, Teti Diana Ayu, Insan Fazrul R., Intan Silvia Dewi, Khalida Sakinah, Siti Putri Attiyah, Winda Rahma N., Redaktur Foto Regina Cahya A., Nahjul Istihsan, Muthia Meilanie P.J., Artistik Luthfi Apriliasari, M.Kahfi Jati, Syifa Luthfiati, Agam Rachmawan, Pimpinan LitBang Indiana Primordi A., Sekretaris LitBang Yulianti, SDM Desy Amalia, Karel, M. Ghafur Fadhillah, Rangga Mahardika, Raisha Hillary, Riset dan Data Rimma Artarini, Faza Rahim, Wildan A. Nugraha, Hasbi Ilman Hakim, Dokumentasi dan Rumah Tangga Nadya Oktarina, Risqo Syuri P., Maynolitta, Pimpinan Perusahaan M. Noris Thamher, Sekretaris Perusahaan Putri N. Salma, Promosi dan Iklan Annisa Alifia Ulfah, Riska N. Wijaya, Sirkulasi Rima Mega Klara, Tanesia Naufal G.N., Produksi Harris Darussalam, N.Nita Siti Nurjanah, Firdaus M. Alhaq
www.suaramahasiswa.info
Edisi 1 Periode 13/14 (Juni/14)
E d i to r i a l KEBIJAKAN Kebijakan, kebijakan dan kebijkan. Itulah satu kata yang merepresentasikan bahwa kampus ini berjuang untuk menjadi lebih baik. Kebijakan baru kadang didukung kadang dilawan. Pro dan kontra selalu muncul untuk menjadi pembahasan yang berminyak, gurih untuk ditulis dan renyah untuk disajikan kepada khalayak. Kampus yang semakin lugu ini semakin tak konsisten dalam mendisiplinkan mahasiswanya. Contoh saja kartu UAS yang konon, kala mahasiswa telat mengambilnya di bagian akademik akan terkena denda yang sudah diatur tarif dendanya. Namun hal itu bisa saja terjadi tawar menawar antara pihak mahasiswa dan akademiknya. Lalu bagaimana dengan nasib Semester Pendek (SP), yang selalu menjadi perbincangan sebelum pelaksanaan setiap tahunnya. Flashback tahun lalu, menjadi perdebatan kala biaya SP naik. Tahun ini, perdebatan muncul kala SP akan dihapuskan untuk tahun depan. Lalu apa sebabnya? Simak di Suara Mahasiswa Selembar kali ini. Selamat membaca ! Adil Nursalam Redaksi
Ne w Message Ragam Kebijakan Soal Kartu UAS
S
udah tidak asing lagi bagi kita sebagai mahasiswa, setiap semesternya selalu melaksanakan Ujian Akhir Semester. Universitas Islam Bandung sebagai salah satu Perguruan Tinggi swasta juga memberlakukan UAS di setiap semesternya. Dalam menghadapi UAS para mahasiswa dikenai sejumlah prosedur oleh pihak Universitas maupun fakultas, salah satunya yaitu membawa kartu yang telah disediakan ketika ujian berlangsung. Menurut Iyan Bachtiar selaku Kasie Akademik Universitas Islam Bandung mengenai kartu memang dari dulu sudah ada, alasan diberlakukan kartu UAS adalah sebagai pengingat bagi mahasiswa akan mata kuliah yang diikutinya. Tujuan adanya kartu UAS sendiri adalah untuk tanda legal sebagai peserta ujian. “Tujuannya sendiri adalah sebagai tanda legal bahwa mahasiswa tersebut adalah peserta UAS,” tukas Iyan. Unisba memiliki sepuluh fakultas yang mempunyai kebijakan masing-masing mengenai kartu UAS. Kebijakan yang diberlakukan adalah mengenai pengambilan kartu yang memang sudah ditetapkan waktu untuk pengambilannya. Fakultas Hukum salah satunya, fakultas ini mengenakan sanksi berupa denda bagi mahasiswa yang terlambat mengambil kartu UAS. “Kalau disini ada sanksi, jadi untuk kartu itu sudah diumumkan batas akhir pengambilannya, kalo telat ya di denda Rp 10.000,-” ujar Wahyudin
sebagai Kasie Akademik Fakultas Hukum. Wahyudin menambahkan tujuan dari adanya sanksi tersebut adalah mendidik mahasiswa supaya disiplin. Dana dari hasil denda tersebut akan masuk ke bagian kemahasiswaan dan fakultas, yang notabenenya untuk kembali lagi kepada mahasiswa melalui pelayanan yang tersedia. Mahasiswa menanggapi persoalan kartu UAS dengan positif, Ryan Nur Iman mengungkapkan bahwa dengan adanya peraturan tersebut akan mendidik mahasiswa agar disiplin dan juga membantu pihak fakultas dalam menjalankan tugasnya. “Peraturan itu harus tetap diadakan, supaya mahasiswa terlatih disiplin dan untuk membantu kinerja pihak fakultas,” ujar mahasiswa Fakultas Hukum 2011 tersebut. Lain hal dengan Fakultas Hukum, denda tidak diberlakukan di Fakultas Dakwah. Bahkan tidak ada sanksi apapun jika mahasiswa terlambat mengambil kartu UAS, alasannya adalah karena jumlah mahasiswa Fakultas Dakwah yang minim sehingga dikhawatirkan membuat ketidaknyamanan bagi mahasiswa. “Karena loyalitas Fakultas Dakwah itu harus dipakai, kalau terlalu tegas dikhawatirkan mahasiswanya malah berontak dan berdampak pada berkurangnya kuantitas, apalagi sanksi berupa denda,” tukas Daud Abdullah selaku bagian administrasi Fakultas Dakwah. Sebagian besar mahasiswa berpendapat bahwa sanksi berupa denda yang diberlakukan
www.suaramahasiswa.info
Desain: Agam Rachmawan
M
ahasiswa telah menempuh alur Ujian Akhir Semeter, tiba saatnya semester pendek (SP) segera dilaksanakan. Di Unisba Pelaksanaan semester pendek sendiri biasanya diadakan setelah beberapa minggu hasil UAS diumumkan. Setiap tahunnya ada saja mahasiswa yang mengikuti program tersebut guna memperbaiki nilai yang dirasa kurang memuaskan. Bagian akademik mengumumkan tahun ini akan menjadi akhir keberlangsungan semester pendek di Unisba, yang akan diganti menjadi remedial di tahun selanjutnya. Iyan Bachtiar menjelaskan bahwa kurikulum telah beranjak dari berbasis konten menjadi KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Maka dari itu, SP berganti rupa menjadi remedial, sehingga mahasiswa tidak perlu mengulang kembali semua materi mata kuliah yang kurang, melainkan hanya mengulang materi tertentu untuk menuntaskannya. Hal ini diberlakukan ke depannya agar tidak terlalu banyak mahasiswa yang mengikuti semester pendek dan lulus di kelas reguler. Sama halnya dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), semester pendek telah menjadi program untuk membantu mahasiswa dalam memperbaiki dan menuntaskan nilai yang belum memuaskan. Namun hanya sebagian prodi/jurusan di UPI yang mengadakan semester pendek. Salah satu prodi yang tidak mengadakan semester pendek adalah Sastra Inggris. UPI pun memiliki Persyaratan tertentu bagi peserta yang mengikuti semester pendek, yang pertama peserta merupakan mahasiswa UPI jenjang S-1 yang terdaftar sebagai mahasiswa tetap. Lalu mahasiswa
sebagian fakultas di Unisba itu tidak tepat. Terbukti dengan hasil riset yang dilakukan oleh tim Litbang Suara Mahasiswa, 62,5% mahasiswa berpendapat bahwa sanksi tersebut tidak tepat. Sementara 37,5% mahasiswa beranggapan kebijakan tersebut tidak efektif. Iyan Bachtiar mengungkapkan bahwa pihak Universitas memang tidak membuat peraturan mengenai keterlambatan pengambilan kartu UAS. Universitas sendiri menyerahkan persoalan itu kepada otoritas masing-masing fakultas. “Dari Universitas memang belum ada kebijakan yang berlaku untuk memberi sanksi, tapi akhirnya fakultas mengambil langkah sendiri,” ujarnya.
Kebijakan yang berbeda-beda itu membuat sebagian mahasiswa merasa tidak nyaman. Dinan Aghniya sebagai salah satu mahasiswa Fakultas Tarbiyah 2011 mengungkapkan bahwa seharusnya kebijakan itu di sama ratakan. “Harusnya kebijakan itu di samain aja karena kita kan satu almamater. Kebijakan yang terlihat sepele juga bisa mengakibatkan pandangan orang lain terhadap kampus kita jadi beda,” ungkapnya. Pihak Universitas menanggapi persoalan tersebut dengan menjanjikan bahwa untuk kedepannya akan dirancang peraturan yang sama bagi setiap fakultas mengenai kartu UAS ini. “Mungkin untuk kedepannya kita akan coba buat standar yang sama, agar tidak terjadi kesalah pahamaan,” tutup Iyan. (Khalida Sakinah/SM)
Denda Kartu Uas Bisa Dinego
D
alam lingkup perkuliahan, Ujian Akhir merupakan pintu gerbang menuju jenjang selanjutnya yang selalu diselenggarakan diakhir semester. Saat ujian berlangsung peserta diwajibkan memiliki kartu ujian sebagai syarat mengikuti proses tersebut. Masa pengambilan kartu UAS sendiri, biasanya menjadi otoritas tiap fakultas. Peraturan yang variatif pun dikeluarkan tiap fakultasnya terkait mahasiswa bila terlabat mengambil kartu ujian. Salah satunya Fakultas Ilmu Komunikasi, fakultas ini memberlakukan denda sebesar Rp. 30.000,bagi mahasiswa yang melanggar. Terkait kebijakan tersebut, pihak fakultas berdalih hal ini untuk mendisiplinkan mahasiswa agar tepat waktu ketika mengambil kartu UAS. Pertanyaan pun mencuat di kepala, kemana aliran dana sebesar Rp 30.000.- tersebut? Gyan Hendra Permana menegaskan, dana tersebut akan kembali ke mahasiswa melalui pelayanan yang tersedia. “Tidak sepenuhnya dana tersebut untuk fakultas melainkan ada beberapa ke kemahasiswaan,” ucap Staff Akademik Fikom tersbut. Wandi Pratama memiliki kisah unik, mahasiswa ilmu komunikasi 2013 ini melanggar peraturan karena ia
terlabat mengambil kartu ujian. Terpaksa ia harus menrogoh kocek untuk membayar denda, namun nyatanya ia berhasil menghemat sebesar Rp. 10.000,00. Hal ini diperkuat oleh ungkapannya, “saya hanya membayar denda Rp. 20.000,00 saja, dengan alasan balada anak kosan yang minim uang.” terangnya kala diwawancari. Gyan Hendra Permana menanggaapi santai pernyataan Wandi diatas. Staff Akademik Fikom tersebut berdalih denda masih bisa saja turun, namun harus ada persetujuaan dari kemahasiswaan atau Wakil Dekan II. “Bahwa denda yang telah ditentukan oleh pihak fakultas bisa kurang dari Rp. 30.000,00 dengan alasan yang logis, jelas itu sah-sah saja bila telah berkomunikasi dengan Wakil Dekan II,” jelasnya. Meski peraturan ini tidak tertulis, namun Muammad Azmi Aula selaku mahasiswa Fakultas Teknik Planologi 2013 menganggap hal tersebut tidak fair, karena hukum dan kebijakan yang sudah ditetapkan tidak bisa dinegosiasikan. Ia pun berpendapat bahwa pihak fakultas tidak tegas dalam menjalankan peraturan yang telah dibuatnya sendiri. “Bilamana mahasiswa telah melanggar, maka berilah sanksi yang sudah ditetapkan. Mengganggap kebijakan fakultas terhadap kasus tersebut dinilai tidak tegas,” tutur mahasiwa Teknik Planologi 2013. (Nahjul Istihsan/SM)
INBOX Berubahnya Kurikulum, Alhasil SP Dihapus
S
emester Pendek (SP), merupakan program perbaikan nilai, yang ditujukan untuk mahasiswa yang tidak lulus dalam beberapa mata kuliah. Di Unisba, SP biasanya dilakukan beberapa minggu setelah pengumuman nilai keluar. Adapun syarat untuk dapat mengikutinya, diantaranya mahasiswa telah mengambil mata kuliah tersebut, dan melakukan pendaftaran. Tidak semua fakultas menerapkan sistem SP, Fakultas Teknik contohnya. Chaznin R selaku Wakil Dekan Teknik, mengaku bahwa ini disesuaikan dengan kebutuhan setiap prodi. Ia juga memaparkan beberapa ketentuan agar diadakan perbaikan, “kalau tingkat kelulusan mahasiswa rendah baru diadakan SP, selain itu jumlah peserta juga harus banyak,” ujarnya. Sama halnya dengan Teknik, Fakultas Dakwah pun tidak mengadakan SP. Hal ini dipertegas oleh Daud Abdullah, bagian administrasi. Menurutnya, mahasiswa di Dakwah sendiri sudah memiliki nilai yang cukup, sehingga tidak diperlukannya perbaikan. Berbeda halnya dengan kedua Fakultas diatas, SP berlaku di Fakultas Hukum. Ini bertujuan agar mahasiswa tidak memiliki hutang untuk mata kuliah yang tidak lulus. Namun SP tidak bersifat memaksa, hal ini diperjelas oleh Wahyudin, “terserah mereka, cuma buat angkatan lama mungkin akan lebih memudahkan mereka untuk cepat lulus,” ujar kasie Akademik Fakultas Hukum. Tujuan dari SP sendiri selain untuk perbaikan nilai, juga untuk menaikan prestasi tiap fakultasnya. Apabila mahasiswa lulus dengan cepat, maka nama fakultas pun akan baik. Selain itu akreditasi fakultas akan meningkat tentunya. Di berbagai Perguruan Tinggi biasanya terdapat dua macam SP, yaitu perbaikan dan pengambilan mata kuliah semester atas. SP berupa perbaikan dilakukan untuk memperbaiki nilai, agar IPK mahasiswa bisa naik. Sedangkan SP yang sifatnya
ke atas, memungkinkan mahasiswa mengontrak SKS yang ada pada semester selanjutnya. Iyan Bachtiar selaku Kabag Akademik, mengaku bahwa Unisba tidak menerapkan sistem kedua, “karena dalam 1 tahun hanya 2 semester, kalau plus SP yg sifatnya naik jadi 3 semester Itu sudah tidak sesuai dengan sistem nasional,” paparnya kala ditemui. Tahun ini merupakan terakhir kalinya Unisba mengadakan Semester Pendek. Iyan mengatakan hal ini karena, kurikulum telah beranjak dari berbasis konten menjadi KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Maka dari itu alasan SP berganti menjadi remedial. Tentunya terdapat perbedaan diantara keduanya, hal ini dijelaskan oleh Iyan, “SP mengulang semua materi mata kuliah tersebut, sedangkan remedial hanya mengulang materi tertentu yang membuat mahasiswa tidak lulus,” tukasnya. Pr o g r a m r e m e d i a l t e r s e b u t , t e l a h disosialisasikan pada rapat pimpinan beberapa waktu lalu. Selain itu, SK tertulis pun akan ada. Selaras dengan hal itu, apabila dalam kegiatan tersebut mahasiswa tidak mendapatkan pembelajaran, namun dosen mengeluarkan nilai, maka sebaiknya mahasiswa melaporkan kepada pihak Akademik Universitas. “Laporkan saja kesini, karena itu sudah masuk pelanggaran dan ditindaklanjuti, karena ini bukan pasar nilai” tuturnya. Semester Pendek tampaknya sangat diperlukan oleh beberapa mahasiswa. Tim riset kami menemukan bahwa sebanyak 87,5% mahasiswa merasa memerlukan SP, sedangkan 12,5% mengaku tidak. Selain itu, 85% mahasiswa menolak jika SP ditiadakan. Memperbaiki nilai yang belum mencapai rata-rata menjadi alasan program ini diikuti oleh mahasiswa. Terbukti dari data yang diperoleh, sebanyak 37,5% yang beralasan hanya untuk meningkatkan IPK. Iyan mengatakan bahwa semester pendek ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan mahasiswa. Namun ia mengharapkan sebaiknya mahasiswa tidak mengikuti SP dan lulus pada kelas reguler. Menurutnya hal ini dapat dicapai dengan cara belajar yang benar, “bagaimanapun SP itu hanya memfasilitasi yang tidak lulus,” tutupnya. (Intan Silvia Dewi/SM)