selembar Suara Mahasiswa
Edisi VII. Maret 2016
BULETIN TERBITAN PERS SUARA MAHASISWA
New Message
Dosen Dianggap Faktor Utama Lambannya Peng-Updetan Nilai
Seorang Staf Puslahta tengah memperlihatkan lamaan view.unisba.ac.id di gedung Rektorat lantatiga, Puslahta pada Selasa (23/2)
Suaramahasiswa - Enam tahun sudah laman view.unisba.ac.id dipergunakan oleh Unisba, namun keaktualan nilai disitus tersebut masih dinilai lamban. Pasalnya, diminggu perwalian saja masih ada nilai yang belum di update diweb, seperti Fakultas Syariah, Mipa, Hukum, Tarbiyah, Fikom, dan Teknik. Alfin Syah, mahasiswa Fikom pun turut mengungkapkan rasa kekecewaaannya “Aku males buka web karena terasa disfungsional aja itu si web téh,” ujarnya. Ditanyai perihal tersebut, Yan Bachtiar, Kabag. Akademik Unisba menjabarkan, jika masalah ini masih ditelusuri kesalahannya ada di siapa? “Nanti kita akan lihat di mana permasalahannya, apakah belum dientry atau di dosen yang belum mengeluarkan nilai,” tuturnya. Ia pun menambahkan, bisa saja keterlambatan itu karena faktor pengentryan nilai. Jika misalnya nilai belum diupdate mungkin lama di operator karena pengentryan membutuhkan waktu. Beberapa solusi Yan tawarkan, salah satunya pembatasan waktu mengumpulkan nilai selama dua minggu setelah ujian. Tetapi masih belum ada sanksi tegas dari universitas untuk dosen yang terlambat memberikan
nilai. Selain itu, universitas telah merancang sistem yang bersifat online untuk dosen menginput nilai. “Dosennya yang bersangkutan tinggal memasukan nilai, jadi dia login sebagai dosen dan nanti terlihat dia ngajar mata kuliah apa saja, kelas apa beserta mahasiswanya. Jadi dosen tinggal memasukan persentase kehadiran, UAS, UTS dan lain - lain, yang kemudian akan muncul nilai akhirnya,” jelasnya. Namun hal ini masih dalam tahap costumize, menurutnya, semester kemarin harusnya bisa dipergunakan tapi masih ada kendala pada sistem. Ia pun mencanangkan ide, jika kedepan Unisba memakai sistem scan, tapi hal ini menunggu persetujuan pihak yayasan. “Tapi sistem baru ini harus didukung dengan ketepatan waktu dari dosen, nah kalau dosennya lambat juga yah sayang juga buat Scannernya, jangan sampe mubajir si mesin scannya,” tungkasnya. Lain halnya dengan Yan, Agus Mumung selaku Kabag. Puslahta mengisahkan, bahwa operator dalam memasukan nilai kedalam sistem itu tidak membutuhkan waktu lama. Setidaknya hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk menginput nilai satu kelas. “Ada juga dosen yang telat ngasih nilai sampe berbulan-bulan,” keluh Agus.
Agus pun mengomentari ungkapan Yan ikhwal sistem scan, ia mengaku tidak tahu akan rencana tersebut. Menurutnya, jika ada sistem scan tidak akan memecahkan masalah. “Jadi gini, kalau sistem manualnya gombal, kamu mau pake sistem apapun tetep gombal. Tapi kalau sistem manualnya bagus pake excel sekalipun itu bisa,” jawabnya. Ia pun pernah menutup sistem, sehingga dosen yang telat memberikan nilai harus mengurusnya ke puslahta. Baru beberapa jam ditutup, telepon Agus berbunyi tidak berhenti mendapat panggilan dari dosen. ”Telepon saya krangkring, banyak telepon dari dosen. Seharusnya akademik minta turunkan SK dari warek 1, kalau dosen yang telat setor nilai mau diapakan. Pengen yang konkrit? berikan tindakan yang tegas pada dosennya baru sistemnya benar,” urainya. Anneke Iswani, wakil Dekan 1 Mipa turut angkat bicara perihal kurang updatenya view.unisba.ac.id. menurutnya, ini masalah yang dialami oleh setiap fakultas. Jika nilai tidak keluar berbulan-bulan hingga tahunan itu kesalahan dari dosen. Kalau operator paling telat sehari atau dua hari, jelas Anneke ketika diwawancarai oleh Suara Mahasiswa. Ia menceritakan, jika di Universitas Lampung (Unila) Dosen yang memasukan nilainya sendiri, jadi semua online. Kemudian juga diberi jangka waktu, jika melewati waktu tersebut, maka dosen yang bersangkutan harus minta izin untuk memasukan nilai langsung ke rektor. “Kuncinya ada di universitas karena kalau fakultas memberikan punishment apa yang bisa kita hukum, enggak ngasih ngajar? Enggak mungkin karena itu tugas dosen,” sahutnya Senada dengan Anneke, wakil dekan Tarbiyah, Mujahid Damopolii menilai, mestinya ada SK dari rektor. “Biasanya SK dari rektor itu lebih dipatuhi dari pada dari dekan,” katanya. Ia sudah mencoba melakukan hukuman dosen yang telat, namun hal ini tidak berjalan. Yang ia khawatirkan ketika mahasiswa akan sidang namun masih harus mengurusi nilai yang belum keluar. Dekan Teknik, Hilwati Hindersah mengungkapkan jika teknik memang ada mata kuliah yang satu paket dengan praktikum. Praktikum itu sendiri banyak dan biasanya ada keterlambatan di situ, karena adanya beberapa jadwal yang bentrok jadi praktikum setelah ujian. “Itu dulu, sekarang kita sudah mengikuti sistem Universitas, karena ada jeda waktu selama dua minggu untuk memasukan nilai,” ujarnya. Hilwati menyayangkan terkait terlambatnya dosen yang memberikan nilai, sebab belum ada ketegasan untuk dosen yang terlambat memberikan nilai dari Universitas.“Masa dosenya disuruh berhenti kerja, sementara kita sendiri susah untuk mencari tenaga pengajar. Nanti prodi juga kelimpungan,” jelasnya. Kasie. Akademik Hukum, Wahyu mengungkapkan, jika nilai yang diinput di web terkadang lama terinput oleh sistemnya. Namun, ada juga dosen yang lamban dalam menyetorkan nilai. “Biasanya kalau dosen telat setor nilai, bakal di kurangi pakasi tugasnya,” tandasnya.
Mahasiswa Syariah, Dean Wulan Permatasari pun merasa kecewa dengan View.unisba.ac.id sebab, hal ini mengganggu keperkuliahan. “Ngeganggu KKL, ‘kan ada persyaratan minimal SKS. Nah, di kita tuh 110 SKS, terus ada satu mata kuliah yang belum keluar karena belum keluar. Jadi enggak bisa PKL,” tuturnya. Selain itu menurutnya, mahasiswa yang akan menghadapi sidang, harus mengejar-ngejar dosen karena nilai yang belum keluar di web. (Wulan Yulianti/SM)
Editorial
Secarik Masalah Akademik Kampus Biru
Sebelumnya, atas nama Suara Mahasiswa, saya wajib mengutarakan maaf. Maaf ini perihal konten kami yang acapkali kurang sigap untuk permasalahan-permasalahan akademik. Hal ini mulai disadari saat seorang mahasiswi Fakultas Syariah mencurahkan permasalahan akademiknya kepada kami. Sungguh, merasa terhormat sekali, mendapat keluhan macam itu. Masih berkutat tentang bangku perkuliahan, kalender akademik baru saja menunjukan jadwal perwalian. Sekali lagi kita (Mahasiswa Unisba), harus mengelus dada. Pasalnya, selagi akan menandatangani jumlah SKS yang hendak ditempuh, nilai mata kuliah yang lalu pun tak kunjung jelas rimbanya. Kru liput kami, mendapati hal ini disebabkan faktor kedisiplinan dosen dalam meng-update nilai. Pelik memang, sejumlah pihak mengharapkan adanya sanksi keras atas kelalaian para pensyrah ini. Sekeras apa sanksi itu? Mungkin wajib dipertimbangkan. Mengingat sejumlah fakultas masih krisis rasio dosen dengan mahasiswa. Sementara itu, sejumlah pihak (terutama mahasiswa) merasa dirugikan karena leletnya nilai keluar. Di antara mereka bahkan gagal mengambil mata kuliah krusial, seperti Praktek Kerja Lapangan, Job Training, Seminar, bahkan Skripsi karena belum paripurnanya jumlah SKS tempuh. Niat hati ingin cepat lulus, nyatanya terjagal keteledoran pihak tidak bertanggung jawab. Amat disayangkan, adalah dua kata paling halus yang bisa kita ucapkan untuk permasalahan ini. Dengan segudang permasalahan akademik dan nonakademik yang dihadapi, baiknya membuka mata mahasiswa untuk mampu berkontribusi dalam pembenahan kampus biru ke arah yang lebih baik. Apapun caranya. Bahkan baiknya Humas Unisba mencoba jujur, dengan mengganti status facebook-nya menjadi complicated. Seperti permasalahan yang tengah kita hadapi sekarang, leletnya nilai, remedial yang minim sosialisasi, matinya tiga batang pohon, staf kampus yang tidak kooperatif, tidak efektifnya plang larangan merokok, hingga segudang permasalahan fasilitas penunjang perkuliahan lainnya. *Maaf, permasalahan kita terlalu banyak hingga membuat tulisan ini meluas kesejumlah permasalahan di atas. Muhammad R. Iskandar Pimpinan Redaksi
Inbox
SK Rektor Tentang Remedial, Fakultas pun Punya Kebijakan
Suaramahasiswa - Beranjak dari Surat Keputusan (SK) Rektor, remedial harus diselenggarakan oleh Unisba. Hal ini pun sudah disosialisasikan ke tiap fakultas. Namun, kebijakan itu dikembalikan kepada fakultas masing-masing. Ali Mubarak selaku Kasie Akademik Fakultas Psikologi menanggapi, bahwa memang betul diadakannya remedial, karena adanya SK rektor. Akan tetapi bukan berarti fakultas pun tidak memiliki kebijakan. Menurutnya, fakultas harus memiliki kebijakan dan peraturan untuk sistem remedial bagi dosen dan mahasiswanya. “Surat keputusan (SK) rektor itu hanya sebagai penunjang saja, karena setiap fakultas pasti memiliki kebijakan masing-masing. Di Psikologi sendiri, memiliki aturan remedial; dosen wajib mengumpulkan nilai ujian yang sudah ditetapkan oleh akademik. Apabila nilai yang diberikan dosen kepada pihak akademik sudah lewat deadline yang ditentukan, maka mahasiswa tidak diperbolehkan untuk mengikuti remedial mata kuliah tersebut, dan itu memang sudah menjadi konsekuensi sekaligus tanggung jawab bagi dosen yang tidak mematuhi peraturan yang ada,” ungkap Ali pada Selasa (23/2).
Sesuai dengan kebijakan akademik, Ali pun menjelaskan Fakultas Psikologi memang baru mengadakan remedial di semester ini saja. Karena sebelumnya, bukan remedial melainkan Semester Pendek (SP). Selain itu, remedial di Fakultas Psikologi ini diadakan selama dua gelombang. Gelombang pertama, untuk remedial mata kuliah yang ujiannya ada pada minggu pertama UAS, dan gelombang kedua yaitu mata kuliah yang ujiannya ada pada minggu kedua UAS. “Adanya kebijakan seperti ini, guna untuk membantu dosen agar ada jeda waktu untuk menilai mata kuliahnya,” ujar Ali. Yunita Dwijayanti Mahasiswi Fakultas Psikologi 2013 ikut berkomentar, ia mengiyakan remedial memang baru diadakan di semester ini saja. Sebelumya, hanya ada
Semester Pendek (SP) yang sistemnya lebih lama dan tidak bisa cepat lulus dengan nilai yang bagus. Mahasiswi psikologi itu pun menggangapnya (Baca: Semester Pendek) ini adalah sebuah kendala bagi mahasiswa tingkat atas, karena nilai yang kurang baik disemester sebelumnya tidak bisa diperbaiki dengan cepat melainkan harus mengulang di reguler. “Ya, aku sih ngerasa dirugikan saja. Soalnya nilai yang jelek sebelumnya enggak bisa diperbaiki dengan sistem yang cepat. Sedangkan untuk angkatan yang sekarang dari awal nilainya bisa bagus karena langsung remedial dan bisa cepat lulus,” jelasnya. Yati, mahasiswi Syariah ikut menggapai hal ini. Berbeda dengan Yunita, Yati lebih mengeluhkan pada persoalan nilai UAS yang telat keluar, saat keluar pun bersamaan dengan penutupan akhir remedial. Sehingga mahasiswa tidak bisa mengikuti remedial di mata kuliah tersebut. Nursidah, Kasie. Administrasi dan Keuangan Fakultas Syariah menjelaskan keluhan mahasiswanya. Menurut ia, nilai mata kuliah yang baru keluar di akhir penutupan remedial itu, berarti memang tidak ada remedial di mata kuliah tersebut. “Iya mungkin belum semua mahasiswa mengetahui tentang prihal ini, karena kebijakan kembali pada setiap dosen yang mengadakan remedialnya, baik bentuk tulisan ataupun lisan,” ucapnya. Nursidah menambahkan, penutupan remedial Fakultas Syariah pun bahkan sempat diundur, yang tadinya berakhir di tanggal 5 menjadi tanggal 12 Februari karena banyaknya mahasiswa yang terus berdatangan untuk remedial. Kebijakan akademik yang seperti itu didasari agar mahasiswa yang masih kurang nilainya bersemangat untuk mengikuti remedial. “Seharusnya mahasiswa bisa berusaha semaksimal mungkin dalam memperbaiki nilainya, karena terus diundurnya pendaftaran remedial. Jadi masih ada waktu untuk mempelajari mata kuliah yang harus di remed,” tuturnya sambil tersenyum. (Devi Misilu/SM)
Nursidah, selaku Kasie Administrasi dan Keuangan Fakultas Syari’ah, tengah memaparkan ikhwal kebijakan fakultas terkait remedial semester ini. Bertempat di ruangannya, Jalan Ranggagading, Rabu (24/2)
Inovasi Perwalian Online FEB, Tidak Didukung Universitas
Suaramahasiswa - Universitas Islam Bandung sudah memasuki pekan perwalian untuk semester genap. Namun, dengan semakin canggihnya teknologi yang tersedia, kampus ini masih saja menggunakan perwalian secara konvensional. Namun, ada salah satu fakultas di Unisba, yang sudah menggunkana sistem perwalian online agar mempermudah pelaksanaannya, yakni Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Yuhka Sundaya Wakil Dekan satu fakultas tersebut menjelaskan, FEB sudah mempunyai kanal yang menyediakan perwalian secara online sejak tahun 2013. Portal ini berasal dari Belanda, mempunyai akses yang gratis, hanya membayar 3.5 juta rupiah pertahunnya. “Seharusnya Unisiba terlebih dahulu yang memiliki portal ini, namun nyatanya FEB duluan yang lebih maju.” Ketika FEB mengajukan sistem tersebut, pihak kampus merespon negatif inovasi tersebut. Universitas berdalih, ketidak setujuannya karena ditakutkan akan ada hacker. Padahal menurut Yuhka, pada awal pembuatan sistem ini, bermaksud untuk menghemat waktu pelaksanaan perwalian dan tidak boros konsumsi kertas. “Sampai saat ini sistem tersebut masih aman-aman saja,” ungkap Yuhka saat ditemui di ruangannya, pada Selasa (23/2).
rock tersebut menjadi malas untuk mengurusi lebih lanjut. Wakil Dekan satu Fakultas MIPA, Anneke Iswani menguraikan, menurutnya sistem ini ada kelebihan juga disertai kekurangan. Dengan sistem online, saat mahasiswa sedang tidak berada di Bandung, tentu menambah efisiensi perwalian. Tetapi ada kekurangan, karena mahasiswa tidak bisa berkonsultasi dengan dosen wali, tatkala akan memilih mata kuliah. “Konsultasi tersebut tidak didapat bila dilakukan secara online, segi efisein dapat, tapi kurang efektif,” tuturnya. Yuhka menambahkan, kenyataanya sekarang, universitas sedang membuat laman perwalian online yang masih dalam tahap perakitan selama setahun kebelakang. Kepala bagian Puslahta Agus Mumung memastikan hal ini. Kepastian penyedian perwalian online segera dilakukan. Namun, dengan adanya sistem yang belum sempurna, serta ada sejumlah kendala belum bisa diluncurkan dalam waktu dekat. “Pada awal perwalian semester ini universitas melakukan uji coba, ternyata saat pelaksanaan masih ada yang lose. Jadi yang belum bayar Uang Kuliah Tetap (UKT) nanti tidak bisa ikut perwalian,” jelas Agung.
Yan Bachtiar, Kasie. Akademik universitas ikut menanggapi hal ini. Menurutnya, dengan adanya perwalian online yang dilakukan FEB dirasa percuma. Musababnya, perwalian harus di-input juga dengan cara manual, yang artinya ada dua kali tahap pemasukan data. Hal ini dikarenakan tidak adanya sambungan antara database fakultas dengan universitas.
Andi Ulfaizah Amal salah seorang mahasiswa Unisba memberikan komentar. Menurutnya, sejumlah universitas lain sudah memanfaatkan teknologi yang canggih. “Seharusnya universitas lebih melek lagi, terutama dalam hal teknologi serta bisa dimanfaatkan dengan seksama,” ungkap mahasiswa Fakultas Dakwah ini.
Yuhka pun berpendapat, memang untuk saat ini sistem yang tersedia masih secara manual karena tidak adanya linkage antara FEB dengan universitas. Harusnya, urai Yuhka, jika universitas mendukung, bisa saja menyediakan konektisitas ini. Namun sampai sekarang, universitas tidak menyediakan penguhubungnya, membuat pria yang menggemari musik
“Seharusnya Unisba menjadi universitas ‘kota’. Jangan kalah dengan universitas pinggir kota yang lebih maju teknologinya. Coba berkaca pada kampus yang lebih maju. Bukannya malah tidak mendukung fakultas yang ingin berinovasi,” tutup Yuhka. (Amelia/SM)
Beberapa mahasiswi Fakultas Psikologi tengah melihat Formulir Rencana Studi (FRS) untuk mengontrak mata kuliah yang akan diambil pada semester genap 2016, bertempat di Pelataran Khez Muttaqien Unisba, Jalan Tamansari no.1 Bandung, Rabu (24/2). Perihal Fakultas Ekonomi dan Bisnis dalam pengajuan sistem perwalian online, tidak direspon dengan baik oleh pihak universitas.
Lika-liku Kematian Pohon Kiara Payung Salah satu pohon Kiara Payung yang mati di halaman parkir Unisba Jalan Tamansari No. 1. Sudah ada laporan terkait pohon mati kepada pihak universitas. Namun, belum ada tindakan nyata hingga saat ini.
Suaramahasiswa - Kita sudah biasa menjumpai Pohon Kiara Payung yang berbaris apik di parkiran mobil Unisba Tamansari No. 1. Namun coba perhatikan, ada tiga diantaranya yang tidak bernyawa lagi. Bahkan ada kawat yang terbelit di tubuh pohon yang dinodai cat merah itu. Sepele memang tapi sangat berpengaruh, kalimat itu keluar dari mulut Saripullah Anwari, Mahasiswa Jurnalistik 2013 yang risau akan matinya si penghasil oksigen. Tidak hanya Saripullah, mahasiswa lain pun menyatakan keprihatinannya. Ialah Novan Riandhy yang berpendapat bahwa matinya tiga pohon Kiara Payung ini memperkuat bahwa mahasiswa dan pihak kampus mengabaikan lingkungan. “Dengan matinya tiga pohon Kiara Payung, membuktikan bahwa mahasiswa seakan mengabaikan, dan pihak kampus mendiamkan,” ujar mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi 2010. Hal tersebut menggugah para punggawa Studi Teater Unisba (Stuba) untuk menggelar panggung musik pada Jum’at (23/10) dan dilanjutkan seminggu setelahnya di hari yang sama. Agenda tersebut sebagai upaya dalam menyadarkan mahasiswa ihwal kerusakan kecil yang terjadi di lingkungannya. Tidak hanya itu, mereka (Baca: Stuba) juga menggantung kertas warna-warni bertuliskan harapan mahasiswa pada pohon yang mati. Akhirnya Suara Mahasiswa pun menyambangi M. Agung Sundoro, Kepala Bagian Umum guna mengkonfirmasi perihal ini, pada Selasa (16/2). Dengan membawa harapan agar pihak universitas dapat menindak lanjutinya. Sayang hasilnya nihil, Agung yang hendak diwawancarai mengaku sibuk dan menganggap wawancara itu tidak penting, sehingga tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaan. Waktu terus berjalan, tak terasa terhitung sudah lewat empat bulan sejak peringatan matinya pohon
kiara payung itu digelar. Namun belum ada tindakan nyata dari pihak universitas. Padahal, Stuba telah berupaya menyampaikan keluhan pohon mati kepada pihak universitas bahkan rektor. Arief, salah seorang anggota Stuba mengatakan, jika memang tidak ada tindakan, mereka berencana akan menggalang dana sendiri untuk menghijaukan kampus biru. Arief mengaku kecewa dengan sikap staf yang berada di bawah rektor. Pasalnya, rektor sudah menunjukan simpatinya untuk melakukan penanaman kembali tanaman tersebut, namun staf rektorat belum menunjukan sikap senada. “Berulang kali kami mendatangi bagian umum untuk meminta kejelasan namun hanya dijanjikan di bulan Januari,” tuturnya. Permasalahan ini pun sampai ke telinga presiden mahasiswa Unisba, Fadhli Muttaqien. Pria berkaca mata itu mengakui dirinya belum bisa berkomentar lebih jauh mengenai pihak universitas. Menurutnya bukan hanya jajaran petinggi universitas yang harus menjaga, tetapi seluruh masyarakat Unisba. “Kita belum bisa memberikan komentar, yang jelas bukan pihak kampus saja yang harus menjaga tetapi semuanya,” jelasnya. Di penghujung pembicaraan, Fadhli berharap agar semua pihak bisa menjaga lingkungan, serta berpartisipasi aktif. Bukan hanya mengandalkan salah satu kubu, tapi semua harus ikut turun tangan menjaga lingkungan dimulai dari hal kecil. “Mulai dari plastik dan cup bekas kopi yang tidak dibuang sembarangan, itu bagian dari menjaga lingkungan,” pungkasnya. Hingga saat ini, masih belum ada kejelasan akan nasib dari tiga pohon Kiara Payung tersebut. Pihak rektorat pun masih belum menampakan keseriusannya tentang permasalahan lingkungan di kampus yang acapkali kampanye go green ini. (Rifka S./SM)
PEMIMPIN UMUM Gana Kanzi H. WAKIL PEMIMPIN UMUM Indiana Primordi A. SEKRETARIS UMUM Desyane Putri BENDAHARA UMUM Putri N. Salma PIMPINAN REDAKSI Muhammad R. Iskandar SEKRETARIS REDAKSI N. Nita Siti Nurjanah REDAKTUR PELAKSANA Insan Fazrul R., Nahjul Istihsan, REDAKTUR Winda R. Nelly, Intan Silvia D., Muthia Meilanie P.J., Khalida Sakinah, Wulan Yulianti, Devi Fajriati H., Amelia, Rifka Silmia S., REDAKTUR FOTO Rangga Mahardika O.N., M. Febi Ardiansyah, ARTISTIK Agam Rachmawan, M. Reza Firdaus, PIMPINAN LITBANG Wildan A. Nugraha SEKRETARIS LITBANG Faza Rahim K.P. SDM Salma Nisrina F., Raisha Hillary RISET, DATA DAN PENGEMBANGAN Hasbi Ilman H., Firhan Adi S., Wiwin Fitriyani RUMAH TANGGA Maynolitta, PIMIPINAN PERUSAHAAN M. Noris Thamher SEKRETARIS PERUSAHAAN Riska N. Wijaya PROMOSI DAN IKLAN Marlina Sari, Annisa A. Ulfah SIRKULASI Firdaus M. Alhaq, Siti Rohimah, PRODUKSI Tanesia Naufal ANGGOTA : Vigor M. Loematta, Sugiarto, Agistha V. Safitri, Maharani N. Putri, Fadhila N. Rizky, Riska Andriyani, Ressy R. Utari, Elgea N. Balzarie
KIARA PAYUNG Memudar, memudar, memudar, dan mati. Begitulah kondisi tiga pohon Kiara payung (Filicium decipiens) yang terletak di kampus utama Unisba, Jl. Tamansari No. 1 Bandung. Menurut Arief Stuba, penyebabnya banyak. Salah satunya adalah tenda-tenda yang dibentangkan dalam jangka waktu lama sehingga menutupi fotosintesis sang pohon. Kematian tiga pohon ini tak pelak menimbulkan dinamika baru juga polemik yang tiada berujung; diawali dengan aksi yang dilancarkan Stuba, hingga janji-janji manis Bagian Umum yang belum jua mengabulkannya.
Oktober, setelah tenda dilepas, pohon mati. Stuba melancarkan aksi ‘kertas harapan’ yang ditempel di Pohon Kiara payung sebagai ganti dedaunan yang kering.
Esoknya, kertas-kertas harapan itu dicabut. “Disuruh sama Bagian Umum, pak Agung,� kata Arief, menirukan ucapan satpam yang mencabuti kertas itu.
September, taaruf mahasiswa baru dihelat. Tenda dibentangkan selama berminggu-minggu lamanya.
Stuba mengadakan pagelaran seni untuk memperingati kematian pohon tersebut di depan akuarium.
Beberapa perwakilan bertemu Bagian Umum. Bagian Umum berjanji untuk mengurusinya di bulan Januari.
Namun tercatat hingga akhir Februari, masih belum ada tindakan apapun terhadap tiga pohon ini.