SM Selembar / Edisi ke 4 periode 13/14 (April 2014)

Page 1

Outbox

“Sesungguhnya golput dapat memberikan peluang bagi kandidat yang tidak kredible untuk menjadi wakil rakyat dalam memimpin bangsa kita” elang pemilu, riuh kampanye politik semakin terasa. Sembilan April kian mendetik, sebagai tanda rakyat untuk segera memutuskan dan memilih sang pemimpinnya. Hiruk pikuk kampanye membuat berbagai pertanyaan terlontar, siapa figur pemimpin ideal untuk menduduki jabatan vital di pemerintahan. Dibalik tindakan golput karena pesimisme masyarakat terutama kaum muda terhadap calon pemimpinnya. Ternyata masih ada sekelompok anak muda yang gencar menyuarakan gerakan anti golput dan money politics. Mereka tergabung dalam Komunitas Anak Muda Online Indonesia (KAMOE Indonesia) yang dibentuk sekitar bulan Desember 2013, sebagai wadah kreatifitas dan aspirasi bagi anak muda. Genderang politik dan isu golput yang makin menggurita, melatarbelakangi komunitas ini untuk melakukan aksi sosialisasi dan berorasi. Salah satu aksi mereka, digelar di Car Free Day Dago (CFD Dago), Minggu (30/3). Selain itu, mereka melakukan sosialisasi ke beberapa kampus seperti LP3I, BEM Kampus Perguruan Tinggi Swasta (PTS), dan perwakilan dari beberapa SMK/SMA Kota Bandung untuk mengkampanyekan gerakan anti golput dan money politics. Timbul keresahan golput yang akan menjadi mayoritas, hal tersebut dilatarbelakangi data Tim KAMOE Indonesia dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebanyak 60% jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh kaum pemuda, jumlah itu tidaklah sedikit. Arif Irawan sebagai Ketua KAMOE Indonesia regional Bandung mengungkapkan pada pemilu periode 2004 dan 2009 jumlah pemuda yang menggunakan hak pilih hanya setengah dari jumlah keseluruhan.

J

Pimpinan Umum: Chaedar A., Wakil Pimpinan Umum: Bobby Agung P., Sekretaris Umum: Tiara P., Bendahara Umum: Neneng D. S., Pemimpin Redaksi: Adil Nursalam, Sekretaris Redaksi: Luthfi A., Redaktur Pelaksana Cetak: M. Roby Iskandar, Redaktur Pelaksana Online: Ravi A. Fauzan, Redaktur Bahasa: Regina A., Desyane P., Redaktur Foto: M. Ghofur, Redaktur: Ghaisani Maulina, Artistik: Sugiharto P., M. Kahfi Jati, Syifa L., Teti Diana, Tri Wahyu, Pemimpin LitBang: Karel, Sekretaris LitBang: Desy A., Sumber Daya Manusia: Gana K., Yulianti, Risqa S., Penelitian dan Pengembangan Media: Oryzandi S., Dimas S., Indiana P., Rimma A., Rumah Tangga: Dara Q., Nadya O., Pemimpin Perusahaan: Harris D., Sekretaris Perusahaan: Nindy N., Promosi dan Iklan: Putri N., Rima M. K., Produksi: Ajeng S. F., Sirkulasi: Muhammad N., N. Nita S.

4

www.suaramahasiswa.info

Edisi 4 periode 13/14 (April 2014)

Editorial

Ironi, Golput

Ketidak pedulian anda terhadap Negara akan membawa akibat bahwa anda akan dipimpin oleh pemimpin yang jahat dan dzolim ~Plato~. Jika tidak bisa berkontribusi untuk Negara, pilihannya adalah ikut menentukan siapa yang akan memimpin. TIDAK membiarkan pemimpin yang mempunyai akal bulus negatif menang dan hendak mendzolimi masyarakat, seperti KORUPSI di Negeri ini. GOLPUT memang tidak dilarang, tapi merupakan kemubaziran, mempunyai hak tapi tak digunakan, bukankah kita semestinya menjauhi kemubaziran? Klise memang mendengar kata Golput di setiap kelangsungan pemilu. Tidak hanya masyarakat umum yang akan memilih golput, namun akan serta hadir dibenak mahasiswa, apalagi mahasiswa rantau. Unisba ternyata menjadi salah satu penyumbang mahasiswa golput. Hal tersebut nyata berdasarkan survey yang dilakukan Suara Mahasiswa (SM) jelang pesta rakyat. Ironi memang, tidak bisa disalahkan. Apa penyebabnya? Bagaimana peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) memerangi GOLPUT? akan coba kami telusuri di edisi eksklusif Pemilu Suara Mahasiswa Selembar (SMS) kali ini. Selamat membaca. Redaksi Adil Nursalam

New Message

Menjelang Pemilu, Mayoritas Mahasiswa Angkat Tangan

H

ingar bingar menyambut Pemilu 2014 mendatang sudah terasa sangat akrab di kelima panca indra. Dari mulai pengusaha, pejabat negara, pedagang baso di persimpangan jalan, hingga loper-loper koran, seolah tak mau ketinggalan untuk memperbincangkan Pesta Rakyat ini. Tidak ketinggalan pula si Agen Perubahan seolah sibuk membuat sekte-sekte untuk membahas persoalan serupa. Tampaknya seluruh perhatian semua tertuju ditanggal 9 April mendatang. Namun tak semua mahasiswa beranggapan Pemilu mendatang adalah suatu hal yang penting. Menurut Nuran Fiqolbi kesadaran mahasiswa atas hal tersebut sangatlah rendah, terutama mahasiswa Unisba. “Kesadaran mahasiwa dalam menggunakan haknya sebagai pemilik suara sangatlah rendah. Jangankan untuk berbicara tentang negara, untuk ngobrol mengenai organisasi saja mereka sudah malas,” ujar Presiden Mahasiswa Unisba 2013-2014 tersebut. Hal itu berbanding terbalik dengan kuesioner yang dibuat oleh Litbang Suara Mahasiswa beberapa waktu lalu. Didalamnya tercantum dari 130 kuesioner yang terisi, 75% mengatakan bahwa mereka mengikuti perkembangan pemilu. Namun amat disayangkan media yang menjadi referensi dalam mengenali latar belakang parpol, caleg dan capres, didominasi oleh media sosial. Mengingat belakangan ini banyak berhadiran akun-akun profokatif yang menyebar black campaign di media-media sosial. Kehadiran situs KPU mungkin sudah dapat menjadi portal referensi yang lebih netral. Bila sedikit menoleh ke Pemilu 2004 dan 2009 lalu, jumlah kaum muda yang menggunakan hak suaranya hanya 60% dari jumlah keseluruhan di Indonesia. Hal ini di ungkapkan oleh Arif Irawan, Ketua Komunitas Anak Muda Online Indonesia (KAMOE Indonesia) Regional Bandung, ia

menginginkan bahwa kaum -Apa anda mengikuti muda yang notabennya adalah perkembangan pemilu 2014? penerus bangsa bisa lebih kritis Ya menghadapi Pemilu, dan tidak dengan mudah menjatuhkan pilihan untuk Golput. Kontras sekali memang bila melihat bagaimana dulu di era kemerdekaan, kaum muda lah (diambil dari 130 responden yang memperjuangkan apa itu dari 10 fakultas di Unisba) kata MERDEKA. Tak kenal maka tak sayang, ya istilah itu tampaknya tak berlaku bagi para caleg dan capres. Malah kini seolah berubah menjadi “Tak perlu kenal banyak, yang penting nyoblos saat di bilik nanti.” Hal ini pun kental di kalangan mahasiswa, Nuran mengeluhkan banyaknya muka-muka lama yang kembali bermain-main dengan janji. Ia pun tak yakin benar bila teman-teman mahasiswa Unisba lainya tidak memperdulikan hal tersebut dan berpandangan pesimis atas calon-calonnya. Pernyataan Nuran tampaknya tak meleset, hasil senada pun didapati oleh Litbang Suara Mahasiswa. Dari Kuesioner, tertulis bahwa sebesar 81% mahasiswa tidak yakin dengan Pemilu mendatang. Mereka berpandangan ada atau tidaknya pemilu, toh tak akan didapati perubahan yang signifikan bagi perkembangan bangsa ini. Mahasiswa Fakultas Teknik 2010 ini memprediksi tingkat golput dikalangan intelek masih tetap tinggi. Hal ini disebabkan dari kegamangan para pemilih muda yang notabennya adalah mahasiswa. Sebesar 65% koresponden pun mengaku mengalami krisis kepercayaan terhadap dunia politik Indonesia saat ini. “Dari beberapa survei yang pernah

www.suaramahasiswa.info

1

Desain: M. Kahfi Jati

Gerakan Anti Golput & Money Politics, Sumbangsih Untuk Indonesia Lebih Baik

“Yang kami kritisi disini adalah pemuda itu sebagai generasi penerus bangsa, kalau tidak dibiasakan memilih dari sekarang, ya kapan lag? Melihat pengalaman 2 musim pemilu terakhir (2004 dan 2009) tingkat golput dari kalangan anak muda sangat besar dan kehawatiran kami, tingkat golput meningkat pada pemilu 2014,” keluh mahasiswa STMIK Amik Bandung ini saat ditemui pada Minggu (30/3). Sesungguhnya golput dapat memberikan peluang bagi kandidat yang tidak kredible untuk menjadi wakil rakyat dalam memimpin bangsa kita. Begitupun dengan politik uang bila menerima, sama saja mempersilahkan para koruptor untuk menduduki kursi “panas” pemerintahan. Arif menambahkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan wajib melakukan tahap seleksi untuk menentukan calon pemimpin ideal. “Kita diberikan kesempatan untuk melakukan partisipasi politik, untuk itu gunakan kesempatan ini dengan cara menggunakan hak pilih kita sebaik- baiknya,” tuturnya. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, ia tetap optimis dengan upaya komunitas ini bahwa fenomena golput dan money politics di tahun ini dapat diminimalisasi dari periode sebelumnya. “Fenomena civil organization yaitu sebagai agent of change (agen perubahan), social control (kontrol sosial) dan moral force (kekuatan moral) dapat membawa perubahan untuk Indosesia lebih baik, perubahan ini hanya akan berdampak 25% dari presentasi masalah keseluruhan 100%. Pembawa perubahan itu adalah 25% pemerintahan, 25% media dan 25% pengusaha, jadi bila kita berjalan dan membangun bersama-sama maka akan dipastikan kita akan dapatkan negeri kita yang lebih baik,” tuturnya. Sementara itu, Naufal Fadhillah ikut menanggapi akan fenomena golput yang diprediksi akan menjadi mayoritas. Ia pun mengaitkan dengan pasal 22 E Undang Undang Dasar 1945 yang berisi : “Memerintahkan pergantian kekuasaan diikuti dengan perubahan kebijakan pemerintah, dilakukan melalui pemilihan umum setiap 5 tahun sekali. Para wakil rakyat yang akan menduduki kursi DPR/DPRD akan ditentukan rakyat melalui pemilu.” Atas dasar itu, ia pun akan menggunakan sebaik mungkin hak memilihnya. “Indonesia kan negara demokrasi kalo aku ya memilih dan menggunakan hak pilih itu, karena posisi aku sebagai pemilih berhak menentukan siapa yang menjadi perwakilan kita di kursi legislatif. Jadi kalau tanggal 9 april ada yang memilih golput, jangan protes kalau nantinya negara engga membawa aspirasi mereka (red: golput),” ujar mahasiswa Fakultas Teknik Pertambangan Unisba ini. (Luthfi Apriliasari/SM)


saya lihat, kebanyakan masyarakat merasa bingung untuk mentukan pilihan. Dan tidak menutup kemungkinan angka golput akan semakin tinggi,” ucap Nuran kala ditemui di ruang BEM Unisba, Selasa (2/4). Diakhir wawancara, Nuran pun mengajak mahasiswa untuk menunaikan poin ketiga dari Tri Darma Perguruan Tinggi. Pengabdian pada masyarakat, hal ini lah yang seharusnya dilakukan mahasiswa. Anggap saja dengan menyumbangkan suara di Pilleg maupun Pilpres mendatang, adalah langkah mahasiswa untuk mengabdikan diri dan juga tetap menjaga, agar pemilihan umum akan terus dilakukan di tahun-tahun mendatang. Karena bila sebagian besar penduduk negara ini memilih untuk golput, tak ada lagi hak masyarakat untuk mengawasi dan menuntut kehidupan yang lebih baik. (M. Roby Iskandar/SM)

Golput Hak Tiap Orang, Namun Bukan Jalan Yang Terbaik Pena sejarah tengah bersiap menorehkan tintanya ditanggal 9 April mendatang. Semua elemen masyarakat pun tengah mempersiapkan pilihannya. Siapa pun itu tapi hanya satu kata yang dituju “Indonesia yang lebih baik”. Sorak sorai pemilu tampaknya harus tercoreng dengan kegaduhan corong-corong pemain lama. Ruslan K. Iskandar mengatakan bahawa 90% politisi saat ini adalah pembohong, dan mereka (red: politisi) tidak malu dengan hal itu. Terlihat dari jawaban jejak-jejak pendapat di media massa. Tapi bukan berarti saat ini semua politisi kotor, masih ada sedikit pemain baru yang berpihak pada masyarakat. Dosen Fakultas Hukum Unisba ini pun mengatakan bahwa para pemain baru membutuhkan pengawasan penuh dari masyarakat. Untuk itu lah masyarakat sangat diharapkan untuk tidak Golput. Menurutnya, berbicara mengenai Golput, berarti orang-orang yang telah terdaftar sebagai pemilih namun tidak menyumbangkan suaranya. Jadi untuk masyarakat yang tidak tercantum dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) tidak dimasukkan kedalam golongan Golput. Sebagai seorang dosen yang senantia bersentuhan langsung dengan mahasiswa, Ia merasakan sebagian besar mahasiswa tidak memiliki antusias kepada pesta rakyat nanti. Hal ini didasari dari banyaknya partai politik yang tidak mendidik masyarakat, dan akhirnya masyarakat menyadari hal

Persentase pengetahuan mahasiswa mengenali partai politik*

B.Mengenal Parpol lewat latar belakang Parpol

C. Mengenal Parpol lewat kampanye

A. Mengenal Parpol lewat Media Sosial

*diambil dari 130 responden dari 10 fakultas di Unisba

tersebut dan berujung dengan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan. Baginya Golput akan berdampak positif juga negatif, “Dampak positif dari golput yang mendominasi adalah sebagai beban mental pemerintah guna membenahi sistem. Sedangkan negatifnya, surat-surat suara berpotensi dimanipulasi guna memenangkan salah satu calon,” ujarnya kala ditemui di Ruang Dosen1 Hukum, Kamis (3/4). Senada dengan Rusli, Nuran Fiqolbi pun mengatakan apresiasi mahasiswa terhadap Pemilu saat ini amatlah rendah. Jangankan untuk berbicara persoalan negara seperti itu untuk berbicara organisasi saja sudah ogah-ogahan. Hal ini amat disayangkan bila melihat sebaiknya mahasiswa menjadi edukator masyarakat di era money politics ini. “Mahasiswa wajib mengedukasi masyarakat guna tidak terjebak money politics, baiknya mahasiswa mampu menjelaskan hal-hal terkait pemilu pada masyarakat awam, waktu H-4 ini saya rasa cukup untuk mengedukasikan itu,” tutur Ruslan. Memilih di dalam pemilu adalah tanggung jawab besar bagi tiap DPT. Bagi Ruslan memilih merupakan bentuk tanggung jawab masyarakat pada negara. Nantinya siapa pun yang terpilih juga akan memiliki tanggung jawab pada masyarakat karena telah dipilih, bukannya tanggung jawab pada partai. Pada akhirnya masyarakat pun memiliki hak untuk memantau kinerja dan menagih janji pada pilihan mereka. Pria berkacamata ini pun mengajak masyarakat kususnya mahasiswa untuk menggunakan hak pilihnya, “Sebaiknya jangan Golput, karena setidaknya masih banyak calon yang berkompeten. Saya yakin masih banyak orang-orang baik di Indonesia,” tutupnya. (M. Roby Iskandar/SM)

Mahasiswa Rantau Memilih Golput? Ini Solusinya

inggal menghitung hari saja, pesta rakyat demokrasi dimulai Rabu nanti, 9 April 2014. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar mendata, sebanyak 38 partai yang diisi 395 caleg Kota Bandung, 1.092 caleg Kabupaten Bandung, dan 522 caleg Cimahi, belum kota-kota lain yang ada di Jawa Barat, akan bersaing untuk memperebutkan 1.152 kursi DPRD Jabar. KPU pun berbenah jauh-jauh hari, jelang pemilu 5 tahunan ini.

2

kesibukan skripsinya. Ia pun tidak mengetahui akan solusi dari KPU seperti apa. “Kalau soal bisa milih di Bandung saya ga tau, harusnya pemerintah bisa lebih mempublikasikan, biar masyarakat Indonesia ga ada yang golput lagi. Kalau bisa ikut pemilu di kota rantau kan lumayan bisa mempermudah kita buat ikut berpartisipasi di pemilu,” ungkap mahasiswi Psikologi Unisba ini. Menjadi golput ternyata tak selamanya menjadi pilihan anak rantau. Kedekatan letak kota Bandung dan kota Bogor, memang memudahkan bagi Annisa untuk tetap berpartisipasi dalam pemilu. Mahasiswa Fakultas MIPA ini, berniat untuk pulang ke tanah kelahirannya di Bogor. “Saya kan sudah terdaftar menjadi pemilih, jadi ya harus berpartisipasi. Toh, nanti pemimpin yang terpilih itu tergantung dari pilihan kita, jadi harus pilih yang terbaik lah. Lagian Bogor itu ga terlalu jauh, jadi masih sempatlah untuk pulang pergi Bandung-Bogor,” tuturnya. Turut berpartisipasinya mahasiswa rantau dalam pemilu memang masih menjadi pro kontra. Namun mahasiswa mengharapkan solusi agar seluruh mahasiswa rantau tetap dapat turut andil dalam menentukan pemimpinnya lima tahun kedepan. “Pengennya sih ada TPS di Unisba khusus buat mahasiswa rantau, jadi kita ga harus golput. Atau mahasiswa dikasih waktu libur sekitar seminggu ketika pemilu. Biar mahasiswa yang kampung halamannya jauh bisa ada waktu buat pulang dulu,” ungkap Ramdhan. Berikut persentase masalah yang paling dominan bagi mahasiswa (termasuk mahasiswa rantau) dalam memberikan hak suaranya*

Inbox

T

ditenggarai oleh faktor mahasiswa rantau. Mereka kadang terpaksa harus merelakan dirinya menjadi golongan putih (golput). Tidak mau untuk kembali ke kampung halamannya, hanya untuk sekedar memilih dengan berbagai pertimbangan waktu, kondisi dan dana. “Sebenarnya sih pengen ikutan nyoblos. Tapi ya gimana, kampung saya kan di Padang, jadi ga mungkin juga pulang kesana cuma buat bela-belain nyoblos. Mahal di ongkos sih soalnya, lagian tugas kuliah saya juga lagi banyak banget,” ujar salah satu mahasiswa rantau Unisba Fakultas Ekonomi, Ramdhan Syahid. Senada dengan Ramdhan, Indah Pratiwi pun mengaku terpaksa harus golput karena tidak bisa memaksakan pulang kampung ke Balikpapan di tengah

Apa kabar mahasiswa? Ya, tentunya mahasiswa tidak bisa dilupakan begitu saja dalam ajang pesta rakyat demokrasi ini. Mahasiswa merupakan salah satu elemen penting dalam menentukan siapa pemimpin bangsa ini nantinya. Menengok ajang pemilu serupa 2004 dan 2009 lalu, sebanyak 60% jumlah penduduk Indonesia yang didominasi kaum pemuda (termasuk mahasiswa) hanya setengahnya dari jumlah keseluruhan yang memilih. Hal tersebut masih bisa saja terjadi, mengingat mahasiswa kini yang masih 'sakit' dengan kondisi apatisnya, tentu memicu tindakan golput di hari pemilu nanti. Sialnya, tindakan golput ini diperkirakan bukan karena alasan mahasiswa yang apatis saja, namun juga

www.suaramahasiswa.info

A. Minimnya sosialisasi mengenai cara pemberian hak suara dlm pemilu

B. Kondisi geografis yang bukan berada di domisili/daerah asal

C. Krisis kepercayaan pada caleg parpol yang ada

*diambil dari 130 responden dari 10 fakultas di Unisba

Mekanisme Baru PEMILU Untuk Mahasiswa Rantau Sifat Heterogen kaum mahasiswa yang sedang melakukan tugas belajarnya dirasa perlu adanya solusi dan advokasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berdasarkan surat yang dikeluarkan pada 4 Maret 2014, KPU mengeluarkan SE KPU No. 127/KPU/III/2014 tentang surat pindah memilih. Dijelaskan bahwa formulir keterangan pindah memilih (Model A.5) yang sebelumnya harus dikeluarkan oleh KPU tempat asal, kini boleh dikeluarkan oleh KPU Kabupaten/Kota domisili sekarang. Hal tersebut dilakuakan atas pertimbangan untuk melayani pemilih, khususnya untuk pemilih yang sedang melakukan tugas belajar, kerja, hingga tidak memungkinkan untuk mendapatkan formulir model A.5 dari KPU tempat mereka berasal. Yayat Hidayat, ketua KPU Jabar, memaparkan bahwa pemilu tahun 2014 ini mempunyai mekanisme lebih mudah. Khusus mahasiswa rantau di Kota Bandung, berikut mekanismenya : 1. Mahasiswa cukup datang ke KPU Kota Bandung Jl. Soekarno Hatta No. 260, untuk melapor pindah memilih. 2. KPU akan mengecek nama mahasiswa/orang bersangkutan, apakah sudah ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di tempat asalnya atau tidak. Jika tidak, mahasiswa/orang bersangkutan akan dimasukkan ke Daftar Pemilihan Khusus (DPK). 3. Setelah itu, mahasiswa rantau akan mendapatkan formulir (model A.5), adalah surat keterangan pindah memilih. 4. Kemudian KPU kota Bandung akan berkoordinasi dengan KPU tempat dia berasal untuk menghapus namanya jika terdaftar. 5. KPU Kota Bandung akan menempatkan tempat memilih bagi mahasiswa bersangkutan sesuai tempat tinggalnya di Bandung dalam Formulir A.5 tadi, formulir tersebut disimpan dan diberikan pada saat pemilu kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS). Yayat pun mengungkapkan, tidak ada alasan lain bagi mahasiswa rantau untuk golput karena tidak bisa pulang kampung, prosedur telah di publikasikan sejak awal Maret “Tidak ada alasan lain mahasiswa untuk tidak memilih, dulu-dulu karena permasalahan ini mereka menuntut solusi, tapi sekarang mekanismenya kan dipermudah,” ungkap Yayat saat ditemui Suara Mahasiswa jelang rapat koordinasinya. (Desyane & Adil Nursalam/SM)

www.suaramahasiswa.info

3


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.