Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
35
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
WAWASAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL IMAM RIJALI DALAM PERSPEKTIF DAKWAH Oleh: Syarifudin Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon email: syarifiainambon99@gmail.com
Kata Kunci: Pendidikan, Multikultural, Imam Rijali, Pembelajaran. ABSTRAK; Penelitian ini berkaitan dengan Tokoh dan ulama Maluku yang menyebarkan Islam pada tahun 1539. Penelitian ini bercorak kualitatif, menggunakan artefak sebagai sumber data yang dipotret dengan Perspektif Dakwah. Kajian ini menemukan bahwa seorang guru yang dapat mengajarkan pendidikan multikultural ketika guru memiliki kompetensi AISYATEK (Kecerdasan Aqidah, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Syari’ah, Kecerdasan Akhlaq, Kecerdasan Entrepreneurship dan Kecerdasan Teknologi. Kompetensi ini temua disertasi Syarifudin yang biasanya digunakan dalam mengkur komptensi mubalig. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa nilai-nilai pendidikan dalam ritual pukul sebagai pesan simbolik yang digelar dalam ritual pemukulan fisik setiap selesai bulan suci Ramadhan. Tradisi puku sapu sebagai simbol pendidikan untuk mencegah manusia melakukan kemungkaran. Kemungkaran menurut Ibnu Suleman adalah mencegah manusia untuk berprilaku negatif pada diri sendiri dan orang lain. Efek sosial dari ritual ini adalah media untuk menggerakkan masyarakat di Maluku menjadi terhormat. Ajaran pedidikan Imam Rijali ini sebagai sang pencerah di tengah masyarakat.
36
Gagasan Pendidikan multikultural Imam Rijali sebagai model percontohan pendidikan multikultural yang dapat menjadi pilihan akademik bagi pengembangan wawasan Pembelajaran secara simbolik. Key word; Education, Multicultural Society,The Priest Rijali, Learning. ABSTRAC This Research connected with this figure and scholars who spread Islam Maluku in 1539. This Research striped qualitative research, using artifacts as source that is seen through the perspective. This study found that a teacher who can teach multicultural education when teachers have competency AISYATEK (intelligence Creeds, Intellectual, intelligence Shari'a, the intelligence morality, intelligence Entrepreneurship and intelligence Technology. This Order temua dissertation Syarifudin that usually used in mengkur komptensi mubalig could stifle. This research proved that the values education in rituals at as a message that was held to celebrate the symbolic ritual beatings physical holy month of Ramadan after. Tradition puku broom as a symbol education to prevent people cut off. According to Ibnu Suleman Denial is to prevent people to acted very modestly negative impact on themselves and others. Social Effects of this ritual is to move media community in Maluku to honor. Equip teaching priest Rijali this as the pencerah in the middle of society. Multicultural Education ideas Priest Rijali as a model that can be a pilot multicultural education become the first choice for development of the vision academic learning in a symbolic manner.
PENDAHULUAN
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
model peradaban Islam Maluku Mdidesain oleh berbagai unsur budaya sehingga membentuk citra yang sangat kompleks dengan paradigma dan perspektif masing-masing. Kekayaan khazanah peradaban Islam Maluku ketika tidak di jaga, dirawat, dan dilestarikan dengan baik maka akan berwajah buruk dalam proses pengembangan budaya kedepan dengan ancaman imprealisme budaya global dan aliran transnasional yang mengkonstruksi struktur masyarakat Maluku sangat kuat dengan berbagai macam faslitas teknologi, gaya hidup, dan model penataan Negara dengan sistem demokrasi yang akan berimplikasi pada spirit peradaban Islam yang berwawasan pancasila dalam bingkai multikultural yang diakomodir dalam perspektif pemikiran dakwah Imam Rijali. Dominasi imprealisme budaya global ini membutuhkan metode adabtasi budaya dengan tidak meninggalkan budaya timur sebagai identitas diri dan wajah budaya Maluku. Perjumpaan panca indra budaya inilah sebagai wawasan untuk mendapatkan rumusan baru jejak pergerakan peradaban Islam melalui arefak budaya berupa naskah kuno, tarian, yang dikonstruksi secara turuntemurung kepada umat Islam yang bermukim di Maluku dewasa ini. Kekayaan khazanah peradaban ini membutuhkan ilmuan budaya untuk mengungkap kronologis yang membentuk citra sebuah peradaban. Karena pentingnya rekaman jejek-jejak tersebut sebagai khazanah keilmuan dari para ulama masa lalu sebagai kerangka dasar mendesain sebuah peradaban di masa yang akan datang. Tulisan ini akan berupaya menginventarisasi dan memotret peradaban Islam Maluku
37
sebagai paradigm budaya yang bercorak multikultural yang ber-wawasan Islam kepulauan dan kemaritiman dalam bingkai multikultural. Secara historiografi peradaban Islam Maluku yang datang dari timur tengah dan melintasi ruang, waktu, teknologi, dan berbagai macam daratan budaya sehingga membentuk karakter baru dengan berakulturasi dengan budaya lokal sehingga lahirlah peradaban Islam Maluku. Peradaban Panca indra budaya peradaban Islam yang tinggal di Maluku saat ini adalah Islam yang ingklusif dari Timur Tengah yang melintasi berbagai macam perjumpaan budaya, bahasa dengan melalui berbagai daratan, laut, dan corak pemikiran.1 Selain itu Islam berakulturasi dengan budaya setempat sehingga membentuk karakter baru yang disebut oleh Rektor IAIN Ambon adalah corak Islam Mazhab Maluku. Islam Maluku ini dikenal dengan budaya Salam-Sarani sebagai buah dari peradaban Maluku dalam menjaga kerukun-an antar umat beragama di Maluku. Peradaban Maluku juga dikenal dengan Seni Budaya Qasidah dan artikulasi religi melalui sajak-sajak atau dikenal dengan kapatakapata yang sarat dengan spirit wawasan pendidikan multikultural warisan pemikiran Imam Rijali. Petuah bijak sang Ulama Maluku Imam Rijali tampak dalam konten kapata yang mengndung nilai-nilai dakwah dalam liriknya mengandung spirit multikultural, penulis mengduga kuat cerminan masyarakat hari ini sangat
1
Azyumardi Azrah, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII (Cet. II; Jakarta: Prenada Media, 2008), h. 44.
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
tergantung pada karya pemikiran masa lalu termasuk tokoh Maluku yaitu Imam Rijali untuk menjaga ekosistem publik dalam mealuka interaksi sosial antar umat Bergama. Islam Maluku terkenal dengan pantong, nyanyian, cigulu-cigulu, kapatah tentang rasa, serta kearifan lokal lainnya yang diduga kuat bersumber dari akulturasi budaya lokal dengan Islam yang datang dari tanah Arab.2 Perjumpaan budaya inilah yang memberikan keunikan bagi Islam di Maluku yang ada di negeri Raja-Raja ini. Selain pemahaman tersebut Islam yang ada di Maluku memiliki tradisi yang sampai saat ini menjadi khazanah budaya antara lain; Pemancangan Tiang Alif Masjid di Maluku, Masjid Tua Wapauwe, Abda’u di Tulehu Maluku Tengah, Pukul Sapu di Morella dan Mamala, Aroha di Pelauw Maluku Tengah, Dabus di Geser Seram bagian Timur, Ritul Memandikan Kain Gajah dan Kora-Kora di Banda, Naskah Kuno di Morella dan Hila, dan tarian Sawat dari kabupaten Tual (Maluku Tenggara). Peradaban Islam nusantara ini yang ada di Maluku menjadi bukti atau fakta sejarah bahwa Maluku perlu dieksplorasi budaya keislamannya untuk menjelajahi factor apa saja yang mengkonstruksi corak Islam di Maluku sehingga memiliki banyak peradaban dan ritual keagamaan yang sampai saat ini belum mendapat penjelasan secara komprehensip melalui metodologi dan kajian filosofi-historiy yang mendalam. PEMBAHASAN
2
Kementerian Agama Republik Indonesia: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar (Jurnal Al-Qalam Volume 19 Nomor 2 November 2013), h.232
38
Wawasan pendidikan multikultural Imam Rijali dalam lintasan sejarah sangat sedikit kecuali karya monumentalnya hikayat Tanah Hitu. Tetapi fakta lisan di tengah masyarakat sangat banyak yang dikonstruksi sebagai bagian dari pemikiran pendidikan multikultural Imam Rijali yang diwariskan secara lisan turun-temurun sampai saat ini.3 Sebelum memberikan pengertian terhadap istilah yang digunakan dalam kajian ini perlu dipahami bahwa yang dimaksudkan dengan peradaban Islam Maluku adalah Umat Islam yang tinggal selama lima tahun berturut-turut sehingga ia beradabtasi dan berinteraksi dengan budaya lokal dan budaya migrasi dari berbagai etnis, suku, dan corak pemikiran sehingga ia terbentuk satu budaya Islam yang disebut peradaban Islam mazahab Maluku.4 Pengertian peradaban yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah semua karya umat Islam yang ada di Maluku yang dijadikan sebagai ritual yang tidak bertentangan dengan syari’at, akal, budaya, dan agama Islam. Islam Maluku adalah agama yang telah beradabtasi dengan budaya lokal dan membentuk corak pemahaman baru sesuai dengan nilai-nilai syari’ah Islam. Dari pengertian tersebut maka dapat digambarkan bahwa cerminan peradaban Islam Maluku menurut data klasik/kuno yang didapatkan di Morella, Hila, dan Seram Bagian Timur, memberikan gambaran bahwa corak Islam Maluku adalah Islam Syiah-Sunny yang memiliki pemahaman Islam tasawuf 3
Lating(Sejarawan Masjid Tua Wapauwe) wawancara di Hila, 13 Desember 2014. 4
Jafar Laein(Imam Masjid Tua Wapauwe) wawancara di rumanya 23 Oktober 2014.
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
dengan keunikan dalam berbagai aspek kepercayaannya dalam melakukan ritualritual dalam berbagai aspek.5 Misalnya aspek pemahaman tentang Haji, Khutbah Jumat, dan budaya lainnya yang diupacarakan saat datang bulan suci ramadhan, pasca bulan suci ramadhan dan bulan-bulan tertentu yang dianggap sakral berdasarkan warisan dari tuang Guru yang dianggap ‘alim oleh masyarakat Maluku. Buah pena para ulama klasik di Maluku yang telah menorehkan peradaban Islam sampai saat ini belum pernah dipentaskan secara akademik sehingga warisan pendidikan secara simbolik masih sangat kurang di Maluku. Sistem pendidikan simbolik di Maluku perlu dikaji dan dikembangkan untuk memberikan wawasan pendidikan multikultural yang bijak dan arif kepada generasi selanjutnya melalui media artefak sejarah dan ritual pukul sapu sebagai media silaturrahmi kebudayaan. Fakta sejarah ini menunjukkan bahwa Islam di Maluku memiliki peradaban yang cukup signifikan dan terpelihara secara baik sampai saat ini lewat tradisi lisan. Kerangka Konseptual. Dalam mengungkap dinamika pendidikan multikultural Imam Rijali dari Perspektif Dakwah, sesuai jejak peradaban Islam di Maluku penulis menggunakan teori dakwah Mula Sadra yang mengungkapkan bahwa ekspresi suatu fenomena peradaban Islam sangat dipengaruhi oleh tiga paradigm yakni
39
paradigma burhani, bayani, dan irfani.6 Menurut Mula Sadra ketiga aspek metode berpikir inilah yang sangat menentukan arah dan gerak sebuah peradaban Islam. Teori ini relevan dengan paradigma berpikir Syekh Ali Mahfuz pemikir Mesir yang kutip oleh Andi Faisal Bakti mengungkapkan bahwa peradaban itu dapat diketahui melalui tiga metode sistem berpikir. Ketiga sistem berpikir ini melahirkan corak budaya dan mazhab pendidikan dengan menelaah cara memahmi objek, menjelaskan objek, dan membahasakan objek pendidikan multikultural dari perspektif dakwah.7 Paradigma ini sesuai dengan Azyumardi Azra bawah gerak sebuah peradaban sangat ditentukan oleh kemampuan daya nalar sebuah komunitas. Semakin canggih daya nalar membaca fenomena Tuhan semakin baik rumusan peradaban yang dihasilkan. Olehnya G.E. Von Grunebaum berpendapat bahwa Perdaban Islam ketika bertemu dengan peradaban Asing, memunculkan tiga sikap, pertama, peradaban itu akan menyerap jika peradaban Asing itu tidak bertentangan dengan Aqidah/ajaran Islam, kedua, peradaban itu akan memodifikasi, jika peradaban itu memiliki relevansi, dan ketiga, peradaban itu akan ditolak jika peradaban asing itu akan bertentangan dengan Aqidah Islam.8 6
H. Rustam E. Tamburaka, Ilmu Sejarah, Teori Sejarah, Filsafat, dan IPTEK (Cet. II; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 91. 7
5
Muhammad As’ad dan Muh. Idham dkk, Buah Pena Sang Ulama (Cet. I; Jakarta: Orbit Publishing Jakarta: 2011), h. 242.
H. Faisal Bakti, Nation Bilding: Kontribusi Komunikasi Lintas Budaya Terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta: Curia Press, 2006), h. 91. 8
Samiang Katu, Pasang Ri Kajang : Kajian tentang Akomodasi Islam dengan Budaya Lokas
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
Selain teori tersebut juga menggunakan teori AGIL yang sangat relevan dalam menjelaskan pergerakan peradaban Islam di Maluku sebagai instrument dalam memahami, menjelaskan dan membahasakan konsep peradaban Islam yang ada di Maluku. Teori AGIL ini termasuk aliran structural fungsional dari Talcot Pason yang mengungkapkan bahwa peradaban sejarah itu sangat ditentukan oleh kecenderungan manusia yang terdiri dari; cara beradabtasi, cara menentukan tujuan, cara melakukan integrasi budaya, dan laten (alam bawa sadar) yang tersimpan dalam memorinya yang berdampak dalam prilakunya.9 Teori Talcot Parson ini relevan dengan paradigma pendidikan multikultural Imam Rijali. Sistem produksi pendidikan Imam Rijali dalam mengkonstruksi sistem pendidikan multikultural di Maluku dapat dilihat dalam peta keilmuan sebagai berikut; Model Pemikiran Pendidikan Imam Rijali. Pemahaman tentang Tiang Alif di Maluku salah satu peradaban sejarah Islam di Maluku yang sangat monumental adalah tradisi ritual tiang alif. Tradisi ini mengandung wawasan pendidikan aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Tradisi pemahaman Islam Maluku dalam pendidikan tiang alif dapat dimaknai dari berbagai aspek. Tiang alif difahami oleh masyarakat Maluku adalah sebab dari segala sesuatu dan ia adalah kehormatan
di Sulawesi Selatan, (Makassar: PPIM, 2000), h. 63. 9
Talcott Parson, Sistem Interactional Civil Society (New York: Sage publishing, 2003), h. 210.
40
umat manusia dalam menjalani 10 hidupnya. Atas dasar inilah sehingga ketika melakukan shalat jumat maka mereka menggunakan tongkat saat khutbah jumat sedang berlangsung. Karena tongkat difahami sebagai kekuatan bagi kaum pria dan kesejahteran bagi kaum wanita. Model pemahaman agama ini cukup sederhana dan menjadi corak dan cara beragama bagi Islam Maluku dalam menjelakan ajaran Islam di Indonesia. Apabila kita perhatikan dengan seksama, maka huruf "Alif" dalam Islam itu mengandung arti dan makna yang amat dalam. Betapa tidak. Coba kita renungkan, Asma Allah, diawali dengan huruf "Alif". Abjad huruf Arab juga diawali dengan huruf "Alif". Angka Arab ditulis dari kanan kekiri, maka angka satu itupun dilambangkan dengan huruf "alif". Coba kita perhatikan kitab Suci Al Qur'an. Surat Al-Fatihah, juga diawali dengan huruf "Alif". Kata syukur dan terima kasih kepada Ilahi, dinyatakan dengan kata " Alhamdulillah', segala puji bagi Allah, diawali dengan huruf "Alif". Pada waktu wahyu Tuhan untuk pertama kali turun dan Al-Qur'an disampaikan Allah melalui malaikat Jibril, maka Nabi Muhammad SAW diajari Jibril dengan kata-kata : "Iqra", bacalah, wahyu Tuhan yang pertama turun kepada Muhammad sebagaimana tertera dalam Surah Al Alaq, adalah diawali dengan huruf "Alif".11
10
Bapak Lating tokoh agama di Hila, wawancara dirumahnya 12 Desember 2014. 11
Bapak Tete Pelu tokoh agama di Hitu Lama, wawancara dirumahnya 20 Nopember 2014.
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
Nilai pendidikan multikultural yang didapatkan dalam model pendidikan seperti ini bahwa ilmu alif itu adalah mata air segala ilmu ketika manusia telah menguasai ilmu alif maka tuntaslah pelajaran dunia akhirat. Nilai pendidikan lain dari tradisi alif ini saat membangun masjid ada pesan simbolik yang mengandung makna persatuan, perdamain, dan silaturrahmi antar sesama muslim saat prosesi pembangunan tiang alif. a) Nilai Pendidikan Multikulutral di Masjid Tua Wapauwe. Masjid wapauwe sebagai pusat pendidikan multikultural Imam Rijali sebagai bukti artefak dan sekaligus jejak peradaban Islam di Maluku sangat berkembang dengan adanya rumah ibadah masjid Wapaue sebagai pusat organisasi membangun peradaban Pendidikan, artefak sejarah masjid ini sebagai madrasah yang dibangun pada tahun 1414, dan salah satu ulama Islam yang pernah menjadi Imam di Masjid tersebut adalah Imam Rijali. Masjid ini awalnya berada di atas Gunung tetapi ketika terjadi perang Wawane pada tahun 1682 maka bangsa Belanda menyuruh pindahkan masjid ini di dekan pantai, tetapi akibat tidak ada tenaga yang kuat berkat ilmu supranatural Imam Rijali maka dalam satu malam masjid Wapauwe pindah dengan tidak ada yang rusak ia berpidah sesuai dengan bentuk dan bangunan aslinya.12 Menara kubah Masjid Negeri Hila secara spritual memiliki makna simbolik. Pemahaman masyarakat Negeri Hila 12
Jafar Lein (Imam Masjid Tua Wapauwe) wawancara di Hila Kaitetu, 11 Desember 2014.
41
terhadap tiang alif tidak menyebut ‘menara kubah’ seperti lazimnya masyarakat lain. Masyarakat lebih menyebutnya sebagai tiang alif yang berarti huruf pertama dalam abjad Arab, atau berdiri tegak lurus di puncak kubah dengan memberi mahkota, maka memperindah seluruh fisik bangunan masjid itu dari berbagai sudut pandang. Apalagi ditambah dengan ornamen seni tangan mengukir mengelilingi ruang Masjid. Ada ukiran delapan sisi pada menara Masjid mengandung makna penjuru mata angin bagi aktifitas manusia secara ekonomi, agraria, melaut. Empat kipas diperut tiang alif maknya adalah memberi perlindungan kepada masyarakat. Ukuran panjang tiang mencapai lima meter mengisyaratkan shalat lima waktu.13 ‚Makna paling mendalam dan memiliki hubungan kaualitas dengan kehidupan manusia khususnya masyarakat Negeri Hila sebagai negeri Islam yang memiliki ketekunan atas adat istiadat yang ditinggalkan para leluhur sebelumnya,‛ ujar Suleman. Dirinya mengakui, begitu panjang jika diungkit satu persatu manuskrip pembangunan masjid yang terletak dulunya di pesisir tanah Hitu ini. Berdasarkan buku Hikayat Tanah Hitu dalam Al-Kisah XXVI yang ditulis salah satu penyiar Islam di Maluku khususnya tanah Hitu, Imam Ridjali yang kemudian dikutip penulis Eropa. Rumpius tahun 1700 menjelaskan, pembangunan masjid Negeri Hila dilaksanakan dalam tiga fase
13
Hj. Suleman Launuru, Ketua Panitia Pemasangan Kubah Masjid Negeri Hila
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
dengan tiga bentuk atau arsitektur bangunan masjid yang berbeda. 14 ‚Masjid Negeri Hila dibangun pada masa siar Islam di Maluku. Dulunya kawasan ini dikenal dengan Tanah Hitu. Hal ini diungkapkan oleh Imam Ridjali salah satu tokoh dan penyiar Islam dalam cerita Hikayat tanah Hitu. Kemudian, kembali disaling oleh seorang Jermanis yang dulunya menulis soal flora dan fauna Maluku yakni Rumphius, ‛kisahnya. Bangunan Masjid pertama berdiri pada abad 12 berbentuk surau tergantung dengan empat pilar penyanggah. Bangunan masjid kedua pada abad 14 berbentuk piramid dan bangunan ketiga abad 18 dan masih bertahan hingga saat ini. Kejadian ini ketika dianalisis secara ilmiah maka sulit dibuktikan dengan fakta-fakta tetapi konstruksi informasi yang diceritakan secara turun temurung semua data dalam bentuk tutur menisbahkan seperti itu. Sebuah suku terdiri dari beberapa klan yang dihimpun melalui suatu proses pengorganisasian. Sementara sebuah klan terdiri dari beberapa keluarga.15 b) Abda’u di Tulehu Maluku Tengah Pelaksanaan tradisi abda’u ini Peradaban Islam Maluku yang ada di Kabupaten Maluku tengah yang dilakukan setiap hari idul adha atau hari raya kurban. Ritual abda’u dilakukan setelah selesai shalat idul adha.16 Adapun 14
Jafar Lein (Penjaga Masjid Kaitetu), wawancara di Rumahnya 23 Juni 2014. 15
Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia Arab. Terj. Usuluddin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing (Yogyakarta : Pustaka Iqra, 2001), h. 16 16
J. Saleh Ohorella (Raja Negeri Tulehu), Wawancara, di rumahnya 19 Juli 2013.
42
persiapan ritual dilakukan dengan berpuasa selama tiga hari berturut-turut sebelum masuk menjadi peserta napatatilas sejah Ibrahim yang diperankan dalam bantuk teater abda’u ditengah masyarakat negeri Tulehu yang berada di kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Mengakatan ritual napaktilas perebutan bendera yang bertuliskan
Lailaha
Illah
Muhammadurrasulullah
sebagai simbol perjuangan. Apa pelajaran yang bisa diambil dari refleksi sejarah keluarga Nabi Ibrahim as sebagai modal dasar memperkokoh keluarga kita? Dan apa saja pelajaran yang sesuai dengan permasalahan hidup kita di era modern ini? Inilah yang akan direfleksikan melalui khutbah idul adha yang mubarakah ini. Informasi dalam Al-Quran Allah menjelaskannya dalam peristiwa ‘idul kurban keluarga Nabi Ibrahim merefleksikan tiga figur secara simbolik yang dapat diteladani untuk memecahkan persoalan sosial yang kita hadapi sekarang ini. 17 Sosok/profil keluarga Ibrahim as yang tangguh memiliki empat pelajaran besar antara lain; Pelajaran spiritual Nabi Ibrahim, Ketangguhan Sitti Hajar menghadapi masalah, dan ketaqwaan Ismail as sebagai anak menghadapi tantangan hidup yang berat melalui gersangnya padang pasir sembari bermunajad pada Allah.18 Pengorbanan keluarga Ibrahim sebagai simbolisasi haji melalui perjalan sa’i, tawwaf, wukuf di arafah adalah 17
Abd Rahman Umarellah (68 Tahun), Mantan Dosen IAIN Ambon wafat pada tahun 2011 di Tulehu, wawancara di rumahnya 17 Juli 2002. 18
Abdullah Lestaluhu (Imam Masjid tulehu), Wawancara, di rumahnya 17 Juli 2014.
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
pelajaran besar yang perlu diangkat untuk dijadikan sebagai rumus menyelesaikan problematika sosial kita di Maluku menurut Syarifudin yang dikuti dar Tuang guru Tete Haji Ali bahwa pelajaran abda’u setiap tahun diperingati untuk mendapatkan hikmah dan ibrah dari perayaan Idul Adha untuk mencapai keluarga yang sakina melalui spirit pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail. c) Pukul Sapu di Morella dan Mamala Secara bahasa, akulturasi diartikan dengan ‚proses percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi‛.19 Secara istilah akulturasi adalah proses perubahan sebuah kebudayaan karena kontak langsung dalah jangka waktu yang lama dan terus-menerus dengan kebudayaan lain atau kebudayaan ‚asing‛ yang berbeda. Kebudayaan tadi dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan lain. Yang lambat laun dan secara bertahap diterimanya menjadi kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian aslinya.20 Unsur kebudayaan asing itu diterima secara selektif yang akhirnya akan muncul beragam penilaian, unsur kebudayaan asing yang dengan mudah diterima, ada yang dengan sukar diterima atau bahkan ditolak. Islam yang kami maksud disini adalah Agama Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits, pengamalan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. yang merupakan satu kesatuan yang 19
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 20 20
Hasan Lauselang (Dosen Syari’ah IAIN Ambon), Wawancara, di rumahnya 16 Juli 2014..
43
utuh, dalam analisis kesejarahan muncul adanya aspek aqidah (Iman), Aspek Syari’ah (aturan-aturan formal) dan aspek Ihsan (moral spiritual).21 Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat,22 sedangkan local adalah di suatu tempat (tempat pembuatan, tumbuh, produksi, hidup, dsb).23 Jadi yang dimaksudkan dengan Kebudayaan Lokal adalah hasil dari sebuah karya cipta dan rasa suatu masyarakat di suatu tempat/daerah tertentu. Proses Akulturasi Islam dengan Budaya Lokal, Agama Islam yang disebarkan oleh Nabi Muhammad saw. dari Mekkah ke Madinah adalah Islam yang masih murni yang memancarkan nilai-nilai Syar’i, yang belum dipengaruhi oleh budaya lokal, akan tetapi justru kehadiran Islam telah merubah budaya Arab Zaman Jahiliyah. Yang menyembah berhala, dan inilah kemusyrikan yang nyata.24 Sementara Islam hadir untuk menyampaikan serta memperkenalkan agama Tauhid, yang hanya menyembah satu Tuhan, yaitu Allah swt. Budaya Pukul Sapu di Mamala Nilai-nilai pendidikan multikultural yang ditemukan dalam tradisi pukul sapu. Ritual. Setiap tahunnya selesai bulan suci ramadhan setiap tanggal satu syawal acara ritual pukul sapu mulai di 21
Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa, (Jakarta : Teraju, 2003), h. 7. 22
Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi (ed.) Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta: Fakultas ekonomi UI, 2008), h. 113. 23
Mahdi Malawat (Anak Raja Mamala), Wawancara, di ruang kerjanya Fakultas Dakwah dan Ushuluddin 9 Mei 2014. 24
Sitti Yulia Malawat (Anak Raja Mamala), Wawancara, di rumahnya 9 Juli 2014..
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
semarakkan dengan berbagai atraksi seni budaya Islam seperti sawat, hadrat, dan seni buju anak para tidor. Kekayan peradaban Islam ini setiap bulan syawal ada puasa sunat selama 6 hari menjelang pukul sapu mulai dari tanggal 2-6 syawal. 25
Setelah puasa ada acara tahlilan untuk mendoakan para leluhur dan lainnya mengambil lidi dari pohon enau. Setelah itu membuat minyak mamala dengan menggunakan guci dan membaca ritual di ruma raja Mamala. Minyak mamala setelah ritual pembacaan mantra didistribusikan dalam bentuk botol-botol kecil untuk persiapan masing-asing kelompok saat acara pukul sapu di mulai.26 Sebelum acara pukul sapu (uku ala maihate) di mulai persiapan personil sebanyak seratus orang satu kelompok berjumlah 50 orang dan berbaris dengan saf yang rapi seperti saf saat shalat. Sapu lidi yang sudah disiapkan setiap orang mendapat satu genggam sapu lidi sebagai yang siap dipakai unuk memukul lawan main. Dari jumlah pemaian ini menelusuri lorong dan menyanyikan lagu spiritual sebagai spirit membangkitkan semangat jihat Tatatertib dalam dalam pembukaan ada durasi waktu yang disediakan 1-3 menit untuk saling berbalas cambukan. Pelajaran dari sistem cambuk ini lebih pada ajaran simbolik mencambuk sifat-sifat negatif dalam diri, sehingga fisik lebih ditonjolkan dengan cara membuka baju untuk dicambuk sebagai
25
Abdullah Malawat (Raja Mamala), Wawancara, di rumahnya 12 Juli 2014.. 26
Mahdi Mawalat(Ketua Jurusan Jurnalistik IAIN Ambon) wawancara di ruangan kerjanya di Jurusan Jurnalistik 19 Juni 2014.
44
bukti bahwa tuntutan fisiklah yang banyak memengaruhi manusia. Ritual ini memberikan pendidikan bahwa pemukulan fisik dengan sapu lidi sebagai simbol pendidikan kebutuhan fisik perlu ditata untuk mencegah manusia melakukan kemungkaran. Kemungkarang menurut Ibnu Suleman adalah mencegah manusia berprilaku negatif pada diri sendiri dan orang lain. Pendidikan Budaya di Morella Asal mula Negeri Morella adalah penggabungan dari beberapa Aman ( Hena) atau Negeri Lama, yakni Negeri Lama Kapahaha, Negeri Lama Iyal Uli, Negeri Lama Putulesi dan Negeri Lama Ninggareta. Keempat Aman atau Negeri Lama inilah yang membentuk suatu Aman atau Negeri Hausihu Morella. Menurut tua-tua adat, leluhur yang tinggal di Negeri-negeri lama tersebut berasal dari Ula Pokol. Ula Pokol merupakan pusat negeri pertama sejak dulu, juga merupakan tempat yang sangat disakralkan oleh masyarakat Morella karena dipercayai sebagai tempat hunian Roh-roh Gaib (Rijalal Gaib). Ula Pokol terletak di pegunungan Salahutu, mulamula yang hidup ditempat tersebut adalah Uka Latu Tapil, Beliau berasal dari Timur Tengah. Uka Latu Tapil datang ditempat tersebut dengan membawa seekor burung Manulatu (Burung Raja). Dikisahkan pula oleh para Tua-tua Adat setelah Uka Latu Tapil berada di Ula Pokol muncul tiga orang yang masing-masing mengklaim dirinya sebagai pendahulu atau penemu daerah baru tersebut, ditengah peredebatan sengit itu tiba-tiba mereka mendengar kicauan Burung Manulatu. Akhirnya mereka menyadari ternyata daerah itu
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
telah berpenghuni dan mereka bertiga pun bersepakat untuk menemukan pemilik Manulatu tersebut. Ketiga orang tersebut adalah Tuhe, Meten dan Hiti. Tidak beberapa lama kemudian Tuhe, Meten dan Hiti menemukan orang yang dicari di Ula Pokol tersebut, saat itu dia sedang duduk bersemedi (Bersembahyang). Dihadapan orang yang sedang duduk itu, mereka mengikrarkan ‚ Upu Tapil Ame‛ yang bermakna Tuanku Pelindung/Junjungan Kami, beliaulah
Uka Latu Tapil. Tuhe, Meten dan Hiti kemudian dikukuhkan sebagai Hulubalang atau pengawal Uka Latu Tapil, selanjutnya Uka Latu Tapil kemudian meletakkan tiga buah batu di Salahutu sebagai ‚ Hatu Manuai Telu‛ atau Batu Tiga Tuan Tanah karena disinilah tempat pertemuan Tuhe, Meten dan Hiti. Dalam perkembangan selanjutnya Tuhe Meten Dan Hiti meminang seorang putri yang bernama Hatuatina yang berasal dari Nusa Ina (Pulau Seram) tepatnya di pusat tiga aliran sungai Eti, Tala dan Sapalewa di Nunusaku Salahua untuk menjadi istri Uka Latu Tapil, dari perkawianan itu Uka Latu Tapil dan istrinya memperoleh tujuh orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Dari ketujuh anak laki-laki tersebut hanya anak yang bernama Tuharela / Umarella yang menjalani kehidupan normal sebagai manusia, sedangkan keenam lainnya menjalani hidup sebagai Sufisme Tulen (Gaib). Tuharella beristrikan seorang perempuan yang bernama Alungnusa dari Pulau Seram. Dari perkawinan inilah melahirkan/ beranak pinak sebagian besar warga Morella sekarang. Melalui proses perkawinan maka semakin banyak manusia di tempat itu
45
(Ula Pokol) dan karena keadaan alam, merekapun mengadakan perpindahan ke beberapa tempat di daerah pegunungan yaitu ke Ama Ela (Gunung Kukusan) kemudian berpindah lagi ke Kapahaha dan sebagian ke Iyal Uli, Ninggareta, dan Putulessy. Walaupun ke-empat negeri lama ini terpisah jarak satu dengan yang lain namun kehidupan mereka bersatu dalam sistem kehidupan sosial kemasyarakatan, dimana pusat pemerintahan adatnya berada di Kapahaha yang saat itu pimpinan adat tertinggi di pegang oleh Tuhe, Meten, dan Hiti (Salamoni). Sementara pelaksanaan keagamaannya di pusatkan di Iyal Uli. Dari abad keabad kehidupan empat negeri lama ini dalam keadaan rukun dan damai, sampai pada akhir abad ke-6 ketika Bangsa Penjajah bercokol di Maluku, ke empat negeri lama ini bersatu untuk mempertahankan wilayah mereka dari serangan kaum penjajah. Kapahaha kemudian dijadikan sebagai pusat pertahanan untuk melawan kaum penjajah tersebut hal ini dikarenakan letaknya yang strategis dengan Kapitan Telukabessy (Ahmad Leikawa) sebagai panglima perang. Pada saat itu beberapa benteng pertahanan di Maluku sudah di taklukkan oleh Belanda sehingga para kapitan dan malesi dari daerah-daerah tersebut di tambah dengan bala bantuan dari daerah-daerah lain bergabung di Benteng Kapahaha seperti dari Kerajaan Ternate, Kerajaan Gowa, Tuban, Alaka, Huamual, Iha, Buru, Nusa Laut, Banda dan lain-lain. Mereka melakukan perlawanan terhadap kaum kompeni yang berlangsung dari tahun 1637 sampai dengan 1646. Ketika pada tahun 1646 Kapahaha berhasil ditaklukkan oleh kaum penjajah
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
Belanda, maka semua rakyat kapahaha, para kapitan dan malesi serta seluruh personil bantuan tersebut diturunkan dari Bentang Kapahaha dan ditawan di pantai Teluk Telapuan (Teluk Sawatelu Morella). Setelah adanya pengumuman pembebasan tawanan perang kapahaha oleh gubernur Van Deimer, maka mereka mengadakan acara perpisahan sebelum kembali ke daerah masing-masing, dalam acara perpisahan itu di isi dengan lagulagu dan tari-tarian adat serta sekelompok Pemuda Kapahaha mengadakan Atraksi Pukul Sapu Lidi. Hari itu yang bertepatan dengan tanggal 27 Oktober 1646 mereka memberikan nama bagi Rakyat Kapahaha yang akan mereka tinggalkan dengan gelar Hausihu yang bermakna Kobaran Api Perjuangan (Kapahaha Hausihu Holi Siwalima). 27 Sementara itu, Rakyat Kapahaha Hausihu oleh belanda tidak diperkenangkan untuk kembali lagi ke Negeri Lama dipegunungan dengan maksud untuk memudahkan pengawasan Belanda terhadap mereka. Maka mereka kemudian menempati wilayah kurang lebih 3 km kearah selatan dari arah Sawatelu yaitu wilayah Morella sekarang dengan nama negerinya Hausihu Morella. Negeri Hausihu Morella termasuk dalam wilayah Ulisailessy bersama dengan Negeri Liang dan Negeri Waai. Kapata-kapata di Morella Kapata-kapata dan cigulu-cigulu adalah modep peradaban Islam dari aspek arth communication. Kapata ini terdiri dari berbagai model ada kapata agama,
46
budaya, yang dilombakan TPQ-TPQ yang ada di Morellah dan bahkan di Mamala antar kampong. Saat ini kedua kampong ini konflik horizontal mulai dari 2012 sampai sekarang. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada adat yang sudah terdegradasi dengan imprealisme budaya global. Negeri Morella terdapat beberapa dati-dati kecil seperti :
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Huta Haha sebagai dati Tuhe Ima Uli sebagai dati Manilet Sia’ Aman sebagai dati Sialana Uli Kau sebagai dati tawainlatu Uli Ina sebagai dati Leikawa Ninggareta sebagai dati Ulath Putulessy sebagai dati Latukau Sipil sebagai dati Lekai Ula Pokol sebagai dati Sasole 28
Kapata Hubungan Pela-Gandong Soya-Morella. Berikut ini adalah sebuah Lani (Kapata) di Negeri Morella yang mengisahkan sejarah hubungan Negeri Morella dan Negeri Soya :
Meten Tuhe Hiti Naistita Nusa (Meten Tuhe Hiti Keliling Pulau)
Pasoutama Nusa Yupu Latu Tapi (Utusan Pemuka Pulau Latu Tapi)
Tou Nusaniwe Sirimau Mahu (Pandang Nusa Niwe Jauh Terpisah)
Niwe Paukala Apono Paso Soko (Menggalak Niwe Dan Apono Menyatu) Meten Lehe Nusa Niwe (Meten Mendarat Ke Nusa Niwe) Mo Ete Sohu Siri Mau (Kamu-Kamu Liput Sirimau) Supu Yama Raila Yisasehu (Jumpa Yama Raila Sendiri) Sirimau Pamau Yamaraila (Sirimau Pelindung Yamaraila) Meten Peha Luasi Mae (Meten Berseruh Keduanya)
27
Yus Kerubun, Sawat Morella Berpadu di Arena Pukul Sapu Lidi Tahun 2010 Date Picture Taken : 17-09-2010.
28
Hasan Lauselang, Sawat Morella wawncara di kantornya IAIN Ambon 2014
47
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
Tuhe Hiti Naikeulai (Muncul Tuhe Dengan Hiti)
Hata-Hiti Hutu Lia Yulapoko (Empat Berangkat Menuju Yulapoko)
Sailaputi Wela Wela Anomia (Lambang Putih Lamai Meria) Yupu Latu La Hate Reihata (Latu Restu Empat Berjumpa) Soya Souhatu Sabila Maralesi (Jatuh Cinta Sabila Maralesi) Le Atane Hale Nusa Niwe (Pindah Tempat Ke Nusa Niwe) Nisa Simi Yupulatu Yisa Sehu
(Turunan Yupulatu Yisa Sehu) Kapata Hubungan Pela-Gandong Morella-Waai Kapata (Lani) di Negeri Morella yang menceritrakan sejarah hubungan pela gandong Negeri Morella dan Negeri Waai. Menurut hasil penelitian tahun 2013 Aisya Ipaenin mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam di IAIN Ambon mengungkapkan bahwa pela terdiri dari dua macam; a) Pertama; Pela berdasarkan akangkat saudara akibat ada kesamaan nasib dalam perjuangan bersama saat membawa upeti di Ternate. Model pela ini masih bisa menikah. b) Kedua; Pela gandong yang kebetulan saat belanda menjajah orang Maluku selama 350 tahun kedua bersaudara berpisah karena Bangsa Belanda memasukkan mereka agama Kristen. Pela seperti ini terjadi di Desa Seit dan Ou dimana Ou yang beragama Kristen dan Seith Bergama Islam. Kedua desa ini tidak bias saling menikah
karena satu kandung.29
dara
atau
satu
Pela gandong dan pela bukan gandong ini semua memiliki peradaban kapata-katapa yang digunakan saat pembinaan keluarga, masyarakat, dan pemerintahan. Keunikan dari artikulasi kapata-kapata ini kontengnya sangat universal karena ada spirit kerukunan antar umat beragama yang di konstruksi dalam kapata itu.
Letekori Lau Yupu Towa Paila (Zaman Nenek Moyang Sejak Dahulu Kala) Sane Taha Lepaila Tuharella (Turunan Dari Moyang Tuharella) Rula Tahinano Yina Tatielya (Dengan Istrinya Nenek Tatielia)
Huni Yulapoko Amanuela (Penghuni Ulapoko Amanuela)
Sane Kutika Luwai Tapasala (Disuatu Saat Timbul Masalah)
Wali Aa Kilingsina Tapiula (YaituKedua Kakak Beradik Kilingsina dan Tapiula)
Rihu Sama Kilingsina Tapiula (Berpisah Tempat Tinggal Kilingsina dan Tapuila).
Tapiula Takata Tiri Haita Paukala (Tapiula Ke Tatiri Pantai Baguala)
Kilingsina Taka Moki Haita Tunuhala (Kilingsina Ke Moki Pantai Tunuhala)
Tapiula
Kupa
Hunimua
Metiela
(Tapiula di Hunimua Tanjung Meti ela) Kilingsina Kupa Lataela (Kilingsina di Daratan Lataela) Lea Asele Taisa Sila-Sila (Terbagi Turunan Dua Sila-sila)30
29
Sumber : Bapak Sulaiman Latukau (Tua Adat Negeri Morella)
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
Kapa-Kapa Wali Aa Kakula (Bersatu Kembali Seperti Sedia Kala)
Hanu Soa Hatu Waai Morella (Membangun Persatuan Waai dan Morella) Di sebuah rumah tua atap daun kering terpanggang abad Tiang kokoh tampak berkerut Tak ada lumut. Angin dari laut berhembus Takmampu menghalau gelisah Dalam cucuran keringat Berlelehan di tubuh tanpa sungut.31 Mungkin hanya peti besi tua Yang mampu menguak sejarah Negeri yang dulu berdiri dengan gagah Kini tampak letih - namun takmerasa kalah. Aku menemu malam bertabur bintang Dalam temaram cahayanya Gelombang laut februari terus berlari Mengejar mimpi lelaki sejati. Di dalam rumah tua Kilatan cahaya terus menerpa sejuta aksara yang tertulis di atas kertas - nasibnya sengsara seperti cinta sejati leluhur kita Engkau hapus debu yang menyelimutinya. Mungkin ada do'a para ulama di tubuhnya Kulihat cahaya melesat menembus cakrawala
30
Label : Konvoi Lagu Gandong 4 Negeri Basudara (Morella, Waai, Soya & Kaibobu) Usai Perayaan Pukul Sapu Lidi Tahun 2010 Date Picture Taken : 17-09-2010 Author : Yus Kerubun 31
Oleh: Bambang Widiatmoko
48
Barangkali juga mantera mengiringi laju perahu Tempat ikan berenag dan menunggu Di rumah tua - aku tertegun malu. Morella telah menjadi nyala api di hati Seribu kitab tersimpan dalam almari besi Menyembunyikan rasa nyeri Menyembunyikan air mata leluhur kami Menyembunyikan diriku di balik jeruji nurani. Nilai-nilai dari kapata tersebut mengandung nilai pendidikan persaudaraan, kecerdasan hidup harmoni, dan liriknya mengandung nilai religi yang sarat dengan muatan multikultural, dari tafsiran dari artefak sejarah semua warisan intelektual itu di asumsikan sebagai warisan pendidikan mutlikultural Imam Rijali. Karena asumsi kajian ini beranggapan bahwa cerminan realitas sosial hari ini adalah gambaran sistem pendidikan masa lalu yang dikonstruksi oleh para ulama dan termasuk Imam Rijali sebagai ulama Maluku yang selama ini sepi dalam dokumen sejarah, sehingga pemikirannya tentang Pendidikan multikultural dapat dikonstruksi kembali sebagai mata air keilmuan tokoh masa lalu yang cemerlang.
PENUTUP Penelitian ini membuktikan bahwa wawasan pendidikan multikultural Imam Rijali dalam perspektif dakwah memiliki dinamika yang signifikan ketika memiliki potensi 5 kecerdasan. Kelima Kecerdasan itu disingkat menjadi Teori AISYATEK (Kecerdasan Aqidah, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Syari’ah,
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin
Kecerdasan Akhlaq dan sosial, Kecerdasan Entrepreneurship dan Kecerdasan Teknologi. Ketika empat kecerdasan ini dimiliki seseorang Guru dan mubalig maka pergerakan sosial berjalan sesuai arah dan spirit Al-Quran dan Sunnah di Maluku. Konflik kekerasan dapat diminimalisasi sebesar 75%. Kelima modal kecerdasan ini sebagai standar kompetensi Guru dan Mubalig dalam menggerakkan arah pergerakan sosial di tengah masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Azyumardi Azrah, Jaringan Ulama Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII (Cet. II; Jakarta: Prenada Media, 2008. Kementerian Agama Republik Indonesia:
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar (Jurnal Al-Qalam Volume 19 Nomor 2 November 2013. Muhammad As’ad dan Muh. Idham dkk, Buah Pena Sang Ulama (Cet. I; Jakarta: Orbit Publishing Jakarta: 2011. H. Rustam E. Tamburaka, Ilmu Sejarah,
Teori Sejarah, Filsafat, dan IPTEK H.
(Cet. II; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002. Faisal Bakti, Nation Bilding:
Kontribusi Komunikasi Lintas Budaya Terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta: Curia Press, 2006). Samiang Katu, Pasang Ri Kajang :
Kajian tentang Akomodasi Islam dengan Budaya Lokas di Sulawesi Selatan, (Makassar: PPIM, 2000. Talcott Parson, Sistem Interactional Civil Society (New York: Sage publishing, 2003.
49
Hj. Suleman Launuru, Ketua Panitia Pemasangan Kubah Masjid Negeri Hila Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia Arab. Terj. Usuluddin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing (Yogyakarta : Pustaka Iqra, 2001. Abd Rahman Umarellah (68 Tahun), Mantan Dosen IAIN Ambon wafat pada tahun 2011 di Tulehu, wawancara di rumahnya 17 Juli 2002. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa, (Jakarta : Teraju, 2003.. Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi (ed.) Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta: Fakultas ekonomi UI, 2008. Yus Kerubun, Sawat Morella Berpadu di Arena Pukul Sapu Lidi Tahun 2010 Date Picture Taken : 17-09-2010. Sumber: Bapak Sulaiman Latukau (Tua Adat Negeri Morella) Label : Konvoi Lagu Gandong 4 Negeri Basudara (Morella, Waai, Soya & Kaibobu) Usai Perayaan Pukul Sapu Lidi Tahun 2010 Date Picture Taken : 17-09-2010 Author : Yus Kerubun