16 minute read
Pembangunan Masjid Al-Wasi’i Tak Kunjung Selesai
Amril ma’ruf Siregar, Dosen Teknik Sipil yang juga turut mengawasi proyek pembangunan LPK Al-Wasi’i menjelaskan bahwa pembangunan sudah dimulai kembali. Ia juga menuturkan proses pembangunan akan berlanjut ketika tahapan pemeliharaan selesai.
“Pembangunan sudah kembali dilaksanakan dan saat ini masih seleksi siapa yang berkompeten membangun kita cek dulu. Karena ada masa pemeliharaan (garansi), jadi selama enam bulan setelah selesai bulan Desember mereka bertanggung jawab kalau ada kerusakan sampai nanti proses pemeliharaan selesai baru kita lanjut,” tuturnya.
Advertisement
Amril juga menambahkan pada proses pembangunan terdapat pertimbangan struktur untuk mengukur usia bangunan. Dalam hal tersebut ia menyampaikan ada tahapan proses pengujian hingga penentuan waktu pengerjaan.
“Karena ada usia bangunan, makanya jadi benar pengujian dan dicek dulu betonnya udah sesuai belum, teknis-teknisnya dari sipil, kualitasnya, waktu pelaksanaannya kita atur supaya tidak telat,” jelasnya.
Sementara untuk saat ini, aktivitas ibadah jamaah Masjid AlWasi’i masih berpusat di Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN) Unila. Ariyanto selaku Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Masjid Al-Wasi’i mengung- kapkan keluhan yang dirasakan oleh jemaah.
“Salat wajib dan salat Jum’at berada di lantai empat dan beberapa kali lift tidak diaktifkan karena ada problem di teknisi. Jadi jemaah naik tangga, karna naik tangga banyak jemaah yang kelelahan,” ungkapnya.
Salah satu jemaah yang juga Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Muhammad Nurwahudin mengeluhkan jarak yang cukup jauh untuk melakukan aktivitas ibadah di RSPTN. Ia juga berharap agar pembangunan Masjid Al-Wasi’i segera diselesaikan.
“Yang tadinya salat berjamaah dekat sekarang sudah jauh. Saya berharap Masjid Al-Wasi’i segera jadi dan selesai seratus persen secepatnya,” ujarnya.
Harapan yang sama pun disampaikan oleh Wardana (Ilmu Pemerintahan’22). Ia berharap pembangunan Masjid Al-Wasi’i dapat segera selesai untuk mempermudah mahasiswa melakukan aktivitas ibadah dan belajar.
“Kita kan mata kuliah agama ke Masjid yang ada di RSPTN, kalau lebih baiknya yang di sini cepat selesai pembangunannya agar mempermudah mahasiswa,” harap Wardana.
Selaras dengan keluhan yang telah disampaikan, Bima Sastria Pratama (Administrasi Negara’21) mengungkapkan kekecewaannya dengan pengerjaan pembangu- nan Masjid Al-Wasi’i yang memakan waktu cukup lama.
“Merasa kecewa karena pembangunan Al-Wasi’i tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat karena melihat kebutuhan masyarakat sekitar Al-Wasi’i yang mana butuh banget pengadaan masjid tersebut,” ungkapnya.
Bima juga berpendapat penundaan proyek pembangunan tersebut menjadi kendala jamaah. Menurutnya Masjid Al-Wasi’i selain digunakan sebagai tempat ibadah juga digunakan sebagai tempat kegiatan keagamaan.
“Sebagai masyarakat yang memang jemaah yang sering salat di Al-Wasi’i dan kami merasakan kendala aja gitu, karena memang untuk Al-Wasi’i selain dari tempat ibadah tentu juga bisa mengadakan kegiatan di sana seperti kegiatan keagamaan contohnya kajian,” ujarnya.
Bima juga berharap, pembangunan Masjid Al-Wasi’i segera diselesaikan. Ia juga berharap hasil yang ditampilkan dapat memuaskan sehingga bisa digunakan oleh masyarakat.
“Harapannya untuk pembangunan masjid Al-Wasi’i semoga segera rampung karena banyak sekali masyarakat yang membutuhkan untuk beribadah dan juga lebih mudah tempatnya,”
Keamanan. Seorang mahasiswa memberikan STNK kepada Satpam untuk dicek sebelum meninggalkan area parkiran, pada Senin (27/3). Pengecekan dilakukan untuk keamanan dan menghindari pencurian motor.
Mahasiswa Kampus Cabang Kesulitan Pengurusan Administrasi
Unila-Tek: Sulitnya proses pengurusan berkas administrasi di kampus cabang mendapat banyak keluhan dari mahasiswa. Seperti diketahui bahwa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) memiliki beberapa program studi yang letaknya terpisah dari kampus pusat. Program Studi Pendidikan Tari dan Pendidikan Musik berada di kampus A Panglima Polim, sedangkan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) berada di kampus B Kota Metro.
Keluhan tersebut dilontarkan lantaran proses pengurusan berkas administrasi harus dilakukan di kampus pusat, sehingga mahasiswa di kampus cabang perlu melakukan mobilitas yang lebih ketika akan mengurus administrasi. Hal tersebut disampaikan oleh Desta Riski Yuwanda (Pendidikan Seni Tari’20).
“Iya karena mungkin kendalanya ya, karena kalau misalkan administrasi kita pasti kaitannya sama kampus pusat. Nah itu kan perlu mobilitas dari Polim ke pusat kan lumayan. Nah mungkin dari beberapa teman-teman di Polim terkendalanya di situ,” ungkapnya saat diwawancarai pada Kamis, (23/02).
Selain itu, Desta juga mengeluh kesulitan saat mengurus perizinan peminjaman tempat atau gedung. Padahal tempat atau gedung yang dipinjam ini nantinya akan digunakan untuk pementasan yang berkaitan dengan mata kuliah saat Ujian Akhir Semester (UAS).
“UAS kami kan selalu berupa penampilan, pertunjukan kaya festival gitu. Nah kegiatan kami ini dominannya malam dan kami sangat sulit untuk mendapatkan izin kegiatan malam sedangkan itu syarat mata kuliah kami. Pertunjukan kami gak bisa diadain siang hari, harus malam,” katanya.
Sama halnya dengan Desta, mahasiswa di kampus B Kota Metro pun mengeluhkan hal yang sama, hal ini diungkapkan Ferdyansyah (Pendidikan Guru Sekolah Dasar’20). Mahasiswa PGSD merasa kesulitan dan keberatan dengan adanya sistem administrasi yang mengharuskan para mahasiswa ke kampus pusat. Terlebih lagi, mahasiswa di kampus B didominasi oleh perempuan, sehingga ditakutkan banyak risiko yang harus ditanggung ketika melakukan perjalanan Metro-Bandarlampung.
“Notabenenya mahasiswa PGSD itu lebih banyak perempuan, lebih banyak risiko yang siap ditanggung gitu kalau balik Metro ke Balam misal hari ini masukin surat ataupun borang, transkrip dan sebagainya terus besok diambil itu artinya dua kali gitu bolak balik ke Metro-Balamnya itu,” katanya. Ferdy juga mengeluhkan bahwa pengurusan administrasi di kampus pusat belum tentu selesai di hari yang sama. Tak hanya itu, ia juga menyampaikan kendalanya dari sisi transportasi. Menurutnya, mahasiswa di kampus B harus mengeluarkan ongkos transportasi yang lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa yang berada di kampus pusat.
“Kemudian kalau dari sisi mahasiswanya, tentu kendaraan yang tentunya kita bayar, mengeluarkan uang untuk transportasi yang lebih dari temanteman mahasiswa di pusat, yang di (Balam). Nah itu yang tentunya kan semuanya pasti mengalami hal itu. Dua kendala itu sih yang paling disorot dari kesulitan administrasi ini,” ujarnya.
Ferdy berharap sistem administrasi yang mengharuskan mahasiswa PGSD untuk ke kampus pusat bisa diminimalisasi dengan adanya penggunaan jasa kurir yang dipekerjaan untuk mengantar berkas administrasi para civitas academica di kampus B Metro.
“Ada transportasi atau kurir gitu yang bener-bener dikerjakan atau staf dari FKIP yang dia itu sifat kerjanya untuk mengantarkan administrasi baik untuk mahasiswa dan dosen, karena kalau hal ini terus dibiarkan khawatirnya risiko yang ditanggung akan lebih besar. Gak mungkin kita harus menunggu kejadian dulu baru bergegas mengubah sistem administrasi,” harapnya.
Keluhan tersebut justru berbanding terbalik dengan yang disampaikan oleh Albet Maydiantoro selaku Wakil Dekan II Bidang Umum dan Keuangan FKIP. Terkait peminjaman tempat bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Tari, menurutnya pihak FKIP tidak pernah mempersulit perihal perizinan peminjaman gedung selagi gedung tersebut sedang tidak digunakan dan peminjamannya memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Kalau sampai di saya, sampai hari ini ya tidak ada yang bermasalah menurut saya. Kalau mau pinjam asal gedungnya itu gak digunakan silakan gitu, boleh. Jadi kalau sampai sekarang asal satu, di hari Senin-Sabtu kemudian kedua, ruangan itu memang tidak digunakan, ketiga mengajukan permohonan form peminjaman gedung atau ruangan yang ada di subbagian umum,” jelasnya.
Menurut Albet, pihaknya juga telah menanggapi aspirasi dan keluhan mahasiswa yang dihimpun dan disampaikan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Unila. Sebelumnya pada November 2022 lalu, BEM FKIP Unila melakukan penjaringan aspirasi dan keluhan para mahasiswa FKIP. Dilansir dari akun istagram @bemfkipunila, aspirasi dan keluhan tersebut diaudiensikan langsung kepada Dekan terpilih,
Prof Sunyono. Salah satu aspirasi yang diajukan adalah dari para mahasiswa PGSD terkait sulitnya pengajuan administrasi.
Albet menanggapi bahwasanya pengurusan berkas administrasi untuk mahasiswa di kampus B Metro tidak lagi harus dilakukan di kampus pusat. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengurusan administrasi dalam jangka pendek serta sebagai solusi atas keluhan mahasiswa di kampus B.
“Jadi mereka adik-adik mahasiswa itu cukup mengurus ke admin prodi melalui kaprodi juga, disampaikan ke kaprodi dan nanti setiap hari itu ada tim kita yang dari Metro membawa berkas itu, dari Metro ke kampus induk. Dari kampus induk itu nantinya sudah kembali ke sana dibawa oleh staf kita atau pegawai kita itu yang sudah jadi,” ungkapnya.
Menanggapi keluhan dari mahasiswa di kampus A dan B, ia mengatakan bahwa pihaknya sudah membuat suatu sistem administrasi berbasis digital yang ditargetkan akan rampung sebelum pertengahan semester depan.
“Kita punya target memang sebelum pertengahan semester depan sudah ada sistem yang bisa digunakan oleh adik-adik mahasiswa itu secara lebih mudah. Jadi poinnya adalah untuk memberikan layanan kemudahan kepada adik-adik semua sehingga tidak repot lagi gitu kan,” pungkasnya=
Unila Revitalisasi Jaringan Internet
Oleh: Cindy Putri Jussyca Sari
Unila-Tek: Universitas Lampung (Unila) menjalin kerja sama dengan Alcantel-Lucent guna merevitalisasi jaringan internet. Alcantel-Lucent merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi asal Prancis. Unila memutus kontrak dengan perusahaan sebelumnya karena meningkatnya harga dari pihak tersebut.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Muhamad Komarudin. Menurutnya, pemilihan teknologi ini dikarenakan harganya yang lebih rendah, ditambah teknologinya yang dapat bersaing.
“Kalau dulu kita pakai teknologinya switch itu sekitar 20 miliar, teknologi ini habis kira-kira kalau tidak salah jauh dari seperempatnya, sekitar 7 miliar atau kurang dari itu,” ujarnya.
Kawasan Sekitar Embung B Kotor
Unila-Tek: Kawasan sekitar Embung B Rusunawa Universitas Lampung (Unila) sering kali tampak kotor dipenuhi sampah bungkus makanan. Salah satu pengunjung, Wanda Julia (Perikanan dan Kelautan’22) mengeluhkan kondisi sekitar embung yang kotor.
“Jujur enggak bersih sih, yang saya liat banyak sampah,” katanya.
Wanda menyebutkan keadaan sekitar embung masih kotor walaupun sudah disediakan beberapa tempat sampah. Menurutnya, petugas kebersihan harus rutin membersihkan tempat ini.
“Buat bagian kebersihan, jangan ditumpuk (sampahnya) harus cepat diambil,” ujarnya.
Bela Dwi Rahmadani (Kehutanan’19) mengatakan bahwa pengunjung perlu menanamkan kesadaran akan kebersihan.
Oleh: Dede Maesin
Selain itu, menurutnya peran petugas kebersihan juga lebih dibutuhkan.
“Semoga pengunjung di sini sadar kebersihan, sampah enggak ditinggal gitu aja. Langkah yang seharusnya diambil, mungkin ada petugas kebersihan kali ya, yang bisa bersihin sekitar embung sini semisalnya pengunjungnya kurang kesadaran,” katanya.
Kepala Subbagian Rumah Tangga, M Zumri Zaman mengaku pihaknya telah menyediakan banyak tempat sampah di sekitar embung.
“Jadi kita itu dari rumah tangga sudah memberikan tong-tong sampah itu sudah banyak, sudah hampir keliling di embung itu. Hanya saja memang kesadaran dari masyarakat sendiri yang masih kurang,” katanya.
Selain itu, Zumri juga menambahkan bahwa sudah ada petugas kebersihan yang membersihkan kawasan embung. Menurutnya, di Unila terdapat total 30 orang petugas kebersihan yang dibagi tiga lokasi.
“Lokasi yang pertama bundaran air mancur, beringin sampai ke bawah FKIP. Dari seputaran beringin sampai bundaran rektorat dibagi ke kelompok kedua. Untuk kelompok ketiga dari bundaran depan rektorat sampai embung dan perpustakaan,” jelasnya.
Zumri juga berharap pengunjung yang datang ke embung dapat ikut menjaga kebersihan lingkungan dengan cara membuang sampah di kotak sampah yang telah disediakan.
“Jadi, saya berharap untuk adik-adik mahasiswa bisa ikut membersihkan sampah dengan membuang sampah pada tempatnya,” pungkasnya =
UKM Keluhkan Kondisi dan Lokasi Student Center yang Baru
Unila-Tek: Kabar pemindahan Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) menuai keluhan dari berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat Universitas Lampung (Unila). PKM yang saat ini berada di belakang Gedung Rektorat, direncanakan akan dipindahkan ke gedung yang berada di belakang parkiran terpadu bernama Gedung Student Center
Walaupun belum rampung dibangun sejak 2018 lalu, berbagai keluhan telah muncul dari beberapa UKM lantaran ukuran ruangan di gedung tersebut yang terlihat lebih sempit. Ruangan tersebut dinilai tidak mencukupi kebutuhan barang inventaris para UKM. Hal ini disampaikan Ketua Umum Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), Muhammad Fariz Assuja (Teknik Mesin’20) pada Selasa (11/4).
“Secara logika, untuk Mapala enggak cocok karena barang-barang mapala ini banyak dan penuh. Kalau emang mau pindah kami minta fasilitas yang memadai,” ujar Fariz.
Selaras dengan Fariz, Hani Dayanti (Teknologi Hasil Pertanian’19) selaku Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) pun berpendapat hal serupa. Menurutnya dengan fasilitas ruangan tersebut tidak dapat menampung barang-barang dari UKMBS yang cukup banyak.
“Kalau dari kita (UKMBS) enggak setuju kalau mau pindah kare-
Oleh: Della Amelia Putri na di sana tuh kecil banget, ya itu tadi barang-barangnya enggak muat,” katanya.
Hani juga menambahkan keluhannya terkait lokasi gedung PKM baru. Menurutnya gedung tersebut berjarak cukup dekat dengan pemukiman warga. Ia mengkhawatirkan akan ada tindakan protes dari masyarakat, karena kegiatan UKM akrab dengan situasi dan kegiatan latihan yang berisik.
“Terus soal lokasi, kita kan sering latihan kan apalagi latihan teater jerit-jerit ya itu di sekitar kampung kan kita juga bingung sebetulnya gimana nanti diprotes warga,” tutur Hani.
Ketua Umum Koperasi Mahasiswa (Kopma), Syahril Fajri Pratama (Ilmu Komputer’20) menyayangkan perpindahan gedung PKM baru. Menurutnya perpindahan gedung tersebut menjadi pekerjaan rumah untuk mempertanyakan status kontrak sewa tempat yang digunakan UKM Kopma dalam bidang usaha.
“Kami ingin menuntut jika mau dipindahkan harus punya dasar yang jelas, karena di balik itu ada kontrak selama setahun ke depan nah itu harus dipertanyakan,” keluh Syahril.
Ia juga menambahkan, bahwa selama kurun waktu sepuluh tahun belakang, Kopma telah memiliki target pasar dan branding di gedung PKM lama.
“Sudah berjalan sepuluh ta- hun, Kopma mart dan digital memang selalu di sini tempatnya. Kita sudah punya pasar dan branding di sini (gedung PKM lama),” tambahnya.
Menyikapi keluhan dari para UKM-U, Anna Gustina Zainal sebagai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, mengatakan bahwa ada beberapa hal yang kondisinya harus diperbaiki dulu sebelum pemindahan ke PKM yang baru supaya mahasiswa bisa merasa nyaman.
“Kondisinya ada beberapa tempat yang memang perlu kita perbaiki dulu supaya mahasiswa bisa nyaman di sana. Ada fasilitas yang harus dilengkapi dulu seperti air itu belum memadai dan beberapa sudut-sudut yang harus dibenahi dulu,” katanya Senin, (17/4).
Anna juga menambahkan, bahwa pihaknya berkomitmen akan mempercepat proses perbaikan dan melengkapi fasilitas gedung PKM baru. Ia mengupayakan pemindahan gedung tersebut dilakukan secepatnya.
“Ternyata jumlah slot ruangan yang tersedia dengan jumlah Ormawa dan UKM yang ada di Unila masih kurang. Nah itu nanti sekalian kita perbaiki, lengkapi fasilitas, nanti juga menambah ruang-ruang. Kami berkomitmen secepatnya akan dipindahkan, kalau bisa kita upayakan semester ini kita pindah,” pungkasnya=
Selain itu, penggunaan teknologi ini lebih mudah dalam segi perawatannya. Hal ini membuat biaya yang akan dikeluarkan juga lebih sedikit. Tak hanya itu, penggunaan jaringan internet menggunakan teknologi ini diharapkan menjadi langkah awal kerja sama bidang akademik dan mahasiswa.
“Kita juga menggandeng teknologi ini untuk juga bisa masuk ke perguruan tinggi, dan kita bisa berkerja sama dalam hal bagaimana kurikulumnya bisa dimasukkan di kurikulum IT kita, sehingga mahasiswa dan tenaga kerja mampu terserap di dunia kerja,” katanya.
Komarudin juga menjelaskan bahwa jaringan yang telah terpasang saat ini adalah teknologi dengan versi yang lebih baru dari sebelumnya. Menurutnya, untuk merasakan perubahan kehandalan teknologi ini juga bergantung pada perangkat yang digunakan masing-masing.
“Di sisi lain perangkat kita juga harus menyesuaikan dengan teknologi ini. Sudah access point-nya tinggi nih, tapi mungkin laptop kita, HP kita masih jadul, jadi harus juga dimbangi seperti itu. Sehingga kecepatan infrastruktur yang tinggi itu, perlu diimbangi juga dengan perangkat-perangkat yang baik,” ujarnya
Menanggapi keluhan mengenai jaringan internet yang lambat, menurutnya permasalahan tersebut bukan hanya disebabkan oleh teknologi yang digunakan, tetapi juga dari faktor lain. Hal ini membuat jaringan internet di Unila tidak bisa dipastikan selalu stabil setiap waktu.
“Ada persoalan petir, hewan, dan mungkin juga terganggu pohon. Itu yang kemudian juga menganggu jaringan lingkungan kita. Jadi sumbernya banyak hal, bukan karena teknologi saja,” katanya=
Kekurangan Lahan Parkir, Mahasiswa Parkir Sembarangan
Oleh: Ummul Padillah
Unila-Tek: Universitas Lampung (Unila) saat ini hanya menyediakan dua lahan parkir terpadu di luar fakultas, yakni di belakang shuttle bus dan di sekitar Unit Pengelolaan Terpadu (UPT) Bahasa. Hal tersebut membuat para pengguna kendaraan roda dua dan empat kerap kali memarkirkan kendaraannya sembarangan di bahu jalan.
Arkan (Ilmu Hukum’20) selaku pengendara mobil mengaku merasa kesulitan karena jarak lahan parkir terpadu yang cukup jauh dari fakultasnya. Ia pun mengaku untuk menghindari keterlambatan saat masuk perkuliahan, dirinya terpaksa harus parkir sembarangan.
“Parkir terpadu kejauhan apalagi kalau telat kelas dan fakultasnya jauh makanya parkirnya sembarang-sembarangan aja. Kalo saya aman, tapi temen saya kena dikempesin bannya,” ujarnya.
Risky Sanjaya (Pendidikan Sejarah’22) mengatakan bahwa parkir sembarangan di bahu jalan membuat tatanan kampus terlihat berantakan. Selain itu, menurutnya hal tersebut juga menyebabkan terjadinya kemacetan di sekitar kampus.
“Buat pemandangan kampus kurang baik, terlihat lebih berantakan dan enggak kesusun dengan baik di setiap pinggiran jalan area kampus. Kadang juga yang bikin resah parkir sembarangan itu yang mahasiswa bawa kendaraan roda empat parkir di pinggir jalan, kadang makan bahu jalan jadi sering macet,” ungkapnya.
Risky juga menambahkan sebaiknya perlu dilakukan perluasan lahan parkir di setiap fakultas yang akan berguna untuk mengurangi parkir sembarangan.
“Perluasan lahan parkir di setiap fakultas, biar mahasiswa itu bisa langsung masuk ke area fakultas, jadi enggak ada lagi tuh yang parkir sembarangan di bahu jalan,” ujarnya.
Komandan Satuan Pengamanan (Satpam), Akhwan mengatakan bahwa pihaknya sudah menyediakan lahan parkir untuk wilayah kampus (29/03). Menurutnya, berdasarkan peraturan yang dikeluarkan pimpinan, terkait kendaraan yang parkir pada lahan yang tidak sesuai, maka akan mendapat konsekuensi.
“Ya artinya kalau (sudah) kami ingatkan masih (parkir sembarangan), dengan sangat terpaksa kami harus kempeskan (bannya),” katanya.
Akhwan menjelaskan bahwa tugas Satpam bukan hanya menjaga lahan parkir, tetapi juga melakukan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli.
“Tugas kami ini bukan jaga motor. Tugas kami ini pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli bukan jadi tukang parkir. Mengingat harta pribadi itu ada di lingkup tempat kami, kerja mau dan tidak mau, suka dan tidak suka, kami turut serta untuk melakukan keamanan,” pungkasnya =
Satgas Ppks Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual
Unila-Tek: Sejak diresmikan pada Januari 2023 lalu, Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Universitas Lampung (Unila) sudah menangani sebanyak empat kasus kekerasan seksual. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Satgas PPKS Unila, Chandra Perbawati (27/2). Ia mengungkapkan bahwa kasus-kasus tersebut sedang dalam tahap pelaporan dan ada yang di tahap penyelidikan.
“Kalau ditahap pelaporan (ada) 1, tapi yang sudah di tahap penyelidikan (ada) 3,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan bahwa kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh Satgas PPKS, bukan hanya yang terjadi dalam lingkup internal Unila, namun juga termasuk pihak eksternal.
“Banyak (kasus) antara mahasiswa dengan mahasiswa di Unila, ataupun mahasiswa atau mahasiswi dengan pihak luar,” katanya.
Menurut Chandra, dalam melakukan proses tindak lanjut kasus kekerasan seksual, perlu adanya persetujuan dari korban. Karena persoalan tersebut bisa saja berdampak buruk pada mental dan psikis korban.
“Kalau memang harus lanjut ya kita lanjut sesuai dengan permintaan korban, jadi si korban juga harus menyetujui apabila persoalan ini berdampak dengan psikis dan mental, sampai tahap penyelidikan, selanjutnya sampai verifikasi sampai nanti saya ketua satgas membuat rekomendasi ke Rektor,” ujarnya.
Dirinya menuturkan bahwa peran Satgas PPKS berfokus pada penanganan korban sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Selain bertugas menangani kasus kekerasan seksual, Satgas PPKS juga telah menyosialisasikan dan membuat pedoman pencegahan kekerasan seksual.
“Kita sudah bekerja menangani masalah-masalah pencegahan dan kekerasan seksual dan sosialisasi, kemudian kami juga membuat suatu pedoman pencegahan dan kekerasan seksual,” katanya.
Dengan beranggotakan sembilan orang yang terdiri dari dosen, tenaga pendidik dan mahasiswa, Chandra optimis Satgas PPKS tidak kesulitan dan akan konsisten dalam menangani kasus.
“Enggak ada (kesulitan), konsistensi aja, si korban mau ditangani, si pelaku kita proses, kemudian pihak rektorat harus secara serius, karena rekomendasinya ke Rektor jadi Rektor harus bekerja sama dengan satgas dengan Wakil Rektor III ataupun Dekan,” pungkasnya=
Penggunaan Tiga Bahasa, Upaya Pelestarian dan Pemahaman Bahasa
Oleh: Revina Azzahra dan Afeby Ade Habibansyah
Unila-Tek: Anjuran mengenai penggunaan bahasa Internasional dan daerah pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) disampaikan dalam Surat Edaran Dekan nomor: 882/ UN26.13/KP/2023. Surat edaran tersebut menganjurkan semua civitas academica FKIP untuk berbahasa Inggris dan berbahasa Lampung di satu hari dalam seminggu pada hari yang telah ditetapkan. Dalam surat edaran yang berlaku mulai Februari 2023 ini, disebutkan bahwa hari Rabu untuk berbahasa Lampung, serta hari Jumat untuk berbahasa Inggris.
Dekan FKIP Unila Prof. Sunyono menjelaskan bahwa tujuan dari penggunaan bahasa daerah yang dalam hal ini yaitu bahasa Lampung adalah sebagai bentuk konstribusi FKIP dalam pelestarian budaya dan bahasa yang ada di Lampung.
“Inilah kontribusi kami terhadap penanaman sekaligus pemeliharaan budaya dan bahasa Lampung, ini adalah konstribusi kami kepada Provinsi Lampung,” katanya.
Ia juga menambahkan jika penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional juga dilatih agar dapat dipahami dan mampu mengembangkan diri.
“Minimal kita paham bahasa Inggris karena itu bahasa Internasional, bahasa komunikasi sekarang ini kalau kita enggak tahu bahasa Inggris sangat sulit untuk bisa berkembang,” tambahnya.
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Hermi Yanzi menjelaskan mekanisme sosialisasi penerapan surat edaran dekan tersebut. Ia menutur- kan bahwa penerapan berbahasa Internasional dan daerah ini akan dimulai dari Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi.
“Kita menggalakkan itu mulai dari Kajur ke Kaprodi kan kalau untuk level kemahasiswaannya, tapi kalau untuk ke dekanat kita sudah mulai walaupun hanya satu kata dua kata diupayakan semuanya bergerak untuk bisa,” tuturnya.
Nurul Aini (Bimbingan Konseling’21) menyambut baik kebijakan tersebut. Menurutnya, penggunaan bahasa Inggris dan bahasa Lampung di FKIP adalah kebijakan yang bagus. Namun begitu, menurutnya saat ini proses penerapannya masih kurang melibatkan civitas academica FKIP.
“Aku mengapresiasi ya kebijakan itu, sebenernya bagus banget. Cuma kalau di sini tuh yang disayangkan sistemnya tuh masih kurang bagus, masih kurang melibatkan mahasiswa maupun dosen dalam penerapannya,” ujarnya.
Aini juga mengaku mengetahui surat edaran tersebut lewat pesan berantai yang dikirimkan oleh rekannya. Padahal menurutnya kan lebih baik jika sosialisasi penggunaan tiga bahasa tersebut seharusnya terlebih dahulu ditekankan kepada dosen, supaya penerapannya dapat berjalan dengan baik pula.
“Aku tahunya dari teman, bukan dari dosen ataupun sosialisasi dari dekanat. Tahunya dari pesan berantai gitu. Seharusnya sebelum ditekankan pada mahasiswa harusnya ditekankan dulu kepada dosen. Percuma sosialisasi ke mahasiswa tapi dari dosen sendiri gak ada ketegasan,” pungkasnya=
Kelanjutan Kebun Agrowisata yang Telah Lama Terbengkalai
Unila-Tek: Kebun agrowisata milik Universitas Lampung (Unila) yang berada di jalur dua Jalan Prof. Sumantri Brojonegoro, saat ini kondisinya terbengkalai. Menurut pantauan Teknokra, lahan seluas kurang lebih satu hektare ini dipenuhi rumput liar (9/4). Sebelumnya, pada tahun 2020 lalu, lahan ini ditanami tanaman melon. Selain itu, juga dijadikan sebagai wisata edukasi yang dibuka untuk masyarakat umum. Tidak berlangsung lama, hanya satu tahun dengan dua kali panen pada September 2020 dan Mei 2021, agrowisata tersebut tidak lagi terawat dan dibiarkan menjadi lahan tidur.
Rektor Unila, Prof Lusmeilia menuturkan bahwa dalam waktu dekat lahan tersebut akan ditanami kembali dengan melon. Tempat itu nantinya juga akan dimanfaatkan sebagai tempat program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) bagi mahasiswa Unila.
“Karena nantinya mahasiswa pertanian akan melakukan Merdeka Belajar Kampus Merdeka disana untuk kerja praktik di sana, mahasiswa ekonomi akan melakukan Merdeka Belajar Kampus Merdeka kewirausahaan di sana misalnya berapa pupuk dan keuntungan,” tuturnya (9/2).
Ia juga mengungkapkan, bahwa Unila saat ini sedang dalam proses penyusunan Memorandum of Understanding (MoU) dengan mitra usaha. MoU tersebut akan membahas keuntungan dan peran untuk bekerja sama membangun lahan tersebut.
“Masalah MoU, pembagian keuntungan dan peran kita di mana sedang dibicarakan dalam waktu dekat,” ungkapnya.
Taufik Hidayat (Agronomi dan Holtikultura’18) mengatakan ketika awal dibuka sebagai kebun agrowisata melon, tempat tersebut menjadi viral di media sosial.
“Lahan tersebut sebelumnya sempat viral di berbagai media sosial ataupun media kabar karena lahan tersebut dimanfaatkan sebagai kebun agrowisata,” katanya.
Taufik menuturkan bahwa lahan tersebut bisa dijadikan sarana edukasi bagi petani yang ada di Lampung. Menurutnya, para petani lokal juga dapat menambah pengetahuan mereka mengenai berbagai jenis dan varian melon.
“Kebun tersebut bisa menjadi kebun percontohan bagi petani melon yang ada di Bandar Lampung bahkan petani di provinsi Lampung. Yang mana di dalamnya dibudidayakan berbagai jenis atau varietas melon yang sangat menarik untuk dikunjungi,” jelasnya.
Muhammad Fadhli Ramadhan (Teknik Pertanian’18) menyayangkan jika lahan tersebut hanya dibiarkan kosong. Menurutnya, lahan tersebut dapat digunakan untuk hal yang bermanfaat khususnya bagi mahasiswa Fakultas Pertanian.
“Sangat disayangkan, sesuai namanya sebagai tempat wisata kemudian ada agro yang berarti pertanian dan itu juga tidak lepas dari dunia pendidikan pertanian,” katanya.
Menurutnya, agrowisata ini dapat menjadi peluang besar untuk Unila, selayaknya seperti dulu ketika dibuka untuk umum. Dengan adanya biaya tiket masuk dan jumlah pengunjung yang ramai, dapat menghasilkan keuntungan materi.
“Unila bisa meraih pendapatan dengan adanya taman tersebut karena pada saat itu taman tersebut dibuka untuk umum dengan biaya masuk 10 ribu dan itu sendiri kita sudah tahu dengan lahan yang ada itu bisa menguntungkan Unila,” tambahnya.
Menurut Fadhli lahan tersebut dapat dibuka untuk keperluan mahasiswa dalam melaksanakan praktikum. Khususnya jurusan Agronomi dan Holtikultura yang melakukan praktik menanam buah dan sayur.
‘’Kalaupun memang tidak dijadikan taman agrowisata, saya rasa bisa jadi tempat praktikum untuk mahasiswa Fakultas Pertanian mengingat lahan tersebut cukup luas untuk teman teman jurusan Agronomi dan Holtikultura yang biasa menanam tanaman buah dan sayur,” pungkasnya=