4 minute read

TREN ‘FRIEND WITH BENEFIT’ (FWB) ALA REMAJA CERDAS

Next Article
APRESIASI

APRESIASI

Tahukah kalian kalau

Indonesia segera memasuki puncak bonus demografi pada tahun 2030 mendatang? Di masa itu, jumlah penduduk berusia produktif akan lebih banyak dibandingkan penduduk nonproduktif. Per tahun 2020 saja, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk usia produktif atau angkatan kerja sebanyak 140 juta jiwa dari total 270,20 juta jiwa penduduk Indonesia. Apalagi pada tahun 2030, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat pesat. Pemerintah tentu saja telah melakukan ragam upaya untuk menyiapkan bonus demografi untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter. Tentunya manusia yang paling berperan besar adalah kita, remaja Indonesia.

Advertisement

Masa remaja menjadi transisi dari anak-anak ke dewasa. Oleh sebab itu, pola pikir akan berubah dan berproses menuju dewasa. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Lalu, menurut World Health Organization (WHO), remaja merupakan masyarakat yang berada di rentang usia 10 sampai 19 tahun. Sementara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merumuskan remaja sebagai suatu periode kehidupan manusia yang mana terjadi pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikologis, dan intelektual secara pesat.

Remaja memiliki ciri khas berupa rasa ingin tahu yang tinggi, cenderung berani mengambil risiko dari perbuatannya tanpa mempertimbangkan dengan matang, dan menyukai hal-hal berbau petualangan. Masa remaja adalah masa penting, sebab merupakan masa pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja juga disebut masa pubertas, yakni masa transisi yang ditandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis, Peran remaja sebagai agen perubahan. Artinya pemuda memiliki peran untuk menjadi pusat kemajuan bangsa. Dalam hal ini dapat dilakukan melalui pembekalan perubahan lingkungan masyarakat, baik secara nasional maupun daerah, menuju arah yang lebih baik di masa depan. Pendidikan merupakan landasan dari berbagai peran di atas, tanpa pendidikan yang kuat, pemuda Indonesia tentu akan merasakan kesulitan dalam menjalankan perannya sebagai generasi penerus bangsa Indonesia. Oleh karena itu, wajib belajar juga penting ditanamkan pada generasi muda bangsa Indonesia. Pemasangan semangat perjuangan yang tinggi pada generasi muda baik sekarang maupun dulu. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain selalu berusaha semaksimal mungkin untuk dapat meraih prestasi yang membanggakan bangsa Indonesia di mata dunia, menghilangkan semangat mudah menyerah, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, dan lain sebagainya.

Namun, dibalik peran strategis ini, banyak penelitian menunjukkan bahwa remaja mempunyai permasalahan yang sangat kompleks. Masalah yang menonjol pada remaja adalah per masalahan sepu tar seksualitas, HIV dan AIDS serta NAP

ZA, dan rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja. Data dari

Badan

Pusat Statistik (BPS) tahun

2022 menun jukkan bahwa

33,76% pemuda di Indonesia memi liki usia kawin perta manya di rentang 19-21 tahun. Kemudian, sebanyak

27,07% pemuda di dalam negeri memiliki usia menikah pertama pada 22-24 tahun.

Hal yang menjadi penyebab masalah perilaku seksual remaja adalah kurangnya pemahaman dan penerapan ilmu agama yang dimiliki remaja dalam kehidupan sehari-hari, masalah ekonomi, serta kurangnya pendidikan seksual dari keluarga yang merupakan tempat belajar pertama dari remaja. Oleh karena itu, remaja yang memiliki keingintahuan yang besar, akan mencari sendiri informasi yang dibutuhkannya melalui media sosial. Seringkali informasi yang diperolehnya tidak benar dan memberikan pengaruh yang tidak baik bagi perkembangan dan menjadi awal untuk terjun dalam suatu permasalahan seks bebas.

Di Indonesia, ada sekitar 4,5% remaja laki-laki dan 0,7% remaja perempuan usia 15- 19 tahun yang mengaku pernah melakukan seksual pranikah. Pada remaja usia 15-19 tahun, proporsi terbesar berpacaran pertama kali pada usia 15-17 tahun. Sekitar 33,3% remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun mulai berpacaran pada saat mereka belum berusia 15 tahun. Pada usia tersebut dikhawatirkan belum memiliki keterampilan hidup (life skills) yang memadai, sehingga mereka berisiko memiliki perilaku istilah FWB identik dengan TTM atau Teman Tapi Mesra. Dari pengertian tersebut, nampak aktivitas FWB lebih menjurus kepada pelegalan hubungan seks bebas yang dibungkus dengan label pertemanan. Dalam FWB, laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan dapat dengan bebas melampiaskan naluri seksualnya tanpa tuntutan komitmen atau tanggung jawab apapun. Hubungan ini hanya berupa hubungan seksual semata. Gaul bebas ini nampaknya telah menjadi lifestyle bagi anak muda milenial di kota besar saat ini. Tren ini tentunya membawa banyak dampak negatif. Seks bebas apalagi yang tidak aman dan tanpa adanya komitmen semacam ini sangat berbahaya bagi remaja. Mereka rentan terkena penyakit infeksi menular seksual seperti sifilis, gonore (kencing nanah), HIV HPV, herpes, trikomoniasis, kandidiasis, klamidia, dan lainnya. Salah satu dampak lainnya yaitu kehamilan di luar nikah karena terlibat relasi FWB dengan orang yang tidak bertanggung jawab.

Masalah kehamilan ini kemudian membuat terjadinya bersama teman kita demi terhindar dari suatu bentuk permasalahan seks bebas. Cara membangun relasi yang baik adalah dengan bergabung dalam forum yang kita minati. Jika kita ingin bertemu dan menjalin pertemanan dengan orang baru, melakukan interaksi dengan para ahli, serta memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan menginspirasi orang lain, maka bergabunglah ke sebuah komunitas. Hal ini akan menjadi awal bagi ini untuk bertukar kebermanfaatan dengan teman kita. Tidak hanya itu, kita juga dapat mengikuti kegiatan lomba sebagai wujud pengembangan diri. paca - ran yang tidak sehat antara lain melakukan hubungan seksual pranikah. Hubungan seksual pada remaja kini kian mengarah kepada tren yang sangat bertentangan dengan norma yang berlaku, trend tersebut dikenal sebagai Friend With Benefit (FWB).

Selanjutnya adalah aktif dalam kegiatan relawan. Ada banyak sekali manfaat yang bisa kita dapatkan saat mengikuti kegiatan sosial, mulai dari mampu melatih sifat emosional, menjanjikan lingkup pertemanan yang baru, hingga meningkatkan insting kepekaan terhadap orang-orang yang mungkin sedang membutuhkan bantuan. Terjun langsung dalam kegiatan sukarelawan artinya kita harus siap untuk menghadapi orang-orang dari berbagai usia dan background pekerjaan. Serta yang tidak kalah penting adalah kesempatan untuk membangun relasi di media sosial terbentang dengan luas. Di sini, kita bisa bertemu dengan lebih banyak orang potensial secara daring, sehingga memungkinkan kita untuk bebas berinteraksi dan saling terhubung dengan siapa saja tanpa batas. Ada banyak sekali ilmu yang bisa kita dapatkan dengan terkoneksi bersama para pengguna di media sosial selama kita pandai menggunakannya untuk hal-hal yang positif.

Friends With Benefit dapat diartikan sebagai hubungan pertemanan yang terjadi antara dua lawan jenis, yang di dalamnya melibatkan hubungan seks tanpa adanya komitmen dan perasaan cinta satu sama lain dan mengarah pada hubungan romantis. Dalam bahasa Indonesia

Remaja cerdas harus memaknai tren ini sebagai perspektif yang baik dan membangun. Kita harus mampu menjalin relasi dengan teman sebaya yang dapat melengkapi kekurangan kita. Bagi remaja peranan kelompok teman sebaya adalah memberikan kesempatan untuk belajar tentang cara berinteraksi dengan orang lain, mengontrol tingkah laku sosial, mengembangkan keterampilan dan minat yang relevan dengan usianya serta dapat menjadi jalan untuk saling bertukar perasaan dan masalah.

Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk memaknai tren ini ke arah yang lebih positif

Eksistensi bangsa Indonesia sebagai negara berkembang yang akan menghadapi bonus demografi di tahun mendatang amat memerlukan peran strategis remaja sebagai tulang punggung bangsa. Seiring dengan berjalannya waktu, tidak dipungkiri remaja akan menghadapi berbagai problema yang menantang seperti godaan seks bebas dikalangannya dan erat pula kaitannya dengan tren Friend With Benefit. Tren ini sejatinya dapat dimaknai kearah yang progresif bagi kita dan remaja lainnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk cerdas dalam menjalin dan mengembangkan relasi demi terhindari dari efek domino seks bebas di bumi pertiwi=

This article is from: