OPINI
6 Cenderawasih Pos SIUP No. 245/SK/Menpen/SIUPP/A.7/1987 Diterbitkan oleh : PT. Cenderawasih Arena Intim Press Pembina : DAHLAN ISKAN Direktur Utama : SUYOTO Direktur : Nurul Hidayah Komisaris Utama : HM. Alwi Hamu Wakil Komisaris Utama : Zaenal Muttaqin Komisaris : Frans Siriwa, SH, Ny. Maraya Bangri Ombudsmen : Hendrik Tomasoa, SH.,MH (Ketua) arga Iklan : Hitam Putih (BW) Rp. 14.500,- per milimeter kolom, Warna (FC) Rp. 24.000,- per milimeter kolom, Permintaan Halaman Plus 100 %, Halaman 1 Plus 200 %, Iklan Baris Rp. 12.000 perbaris minimal dua baris Harga Langganan : Rp. 140.000,- perbulan (luar kota tambah ongkos kirim) Pemimpin Umum : Frans Siriwa, SH. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : N. Lucky Ireeuw, Redaktur Pelaksana : Wenny Firmansyah, Redaktur : N. Lucky Ireeuw, Japriana, Sundari. S, Thomas Loli, Wenny Firmansyah, Yonathan, Agung Tri Handono, Mahfud Rohman N . Redaksi : Daud Sony, Rahmatia, Rambat Sri Handoyo, Muhammad Nur, Kornelis Watkaat, Isak Womsiwor, Abdel Gamel Naser, Muslimin, Sindung, Jimmy Fitowin, Seno Ariwibowo, Fiktor Palembangan (Biak), Rosmini, Tupono (Sorong), Octovianus D, Sumaryoto (Timika), Laode Mursidin (Manokwari) Ronald Manurung (Wamena), Julius Sulo (Merauke) Grafis/Pracetak : Nur Said (Koordinator), Lasmin, Sumardi, M. Azinar Ismail, Regi Shabara. Sekretaris Redaksi : Sugiyono, Bagian Hukum : Hendrik Tomasoa, SH.,MH Keuangan dan Umum : Nurul Hidayah, Suhari, Nico Tafares, Sumarwan. Iklan : Mansoer Anwar (Koordinator) Sukirno, Wigunoto, Agus R. Wibowo (Iklan Jakarta). Pemasaran : Yoris Tabuni, Lutfi, Sri Utami, Arsyad, Rizky, Karim. Percetakan : Agus Susilo, Ashari Kurniawan, Sunaryo. Pemasaran : Jl. Cenderawasih No. 10 Entrop Jayapura, Kotak Pos 1377 Jayapura 99224 Jayapura. Telp. (0967) 532417 (hunting) Fax. (0967 532418. Perwakilan Sorong (Radar Sorong) : Jln. Rumberpon No. 10 Remu Selatan Telp. (0951) 332565-66-67, Biro Biak : Jalan Budaya No. 2 Fandoy Telp. (0981) 22252. Perwakilan Timika (Radar Timika) : Jln. Yos Sudarso No. 46 Sempan Timika Telp. (0901) 322528. Biro Merauke : Jl. Kuda Mati Gang Grj. Katolik Telp. 08124894590. Kantor Perwakilan Surabaya : Jl. Ahmad Yani No. 88 Telp. (031) 8283333, 8282214. Kantor Perwakilan Jakarta : Gd Graha pena Lt. 6, Jln. Raya Kebayoran Lama No. 12 Jakarta Selatan Telp. (021) 53699602. Fax. (021) 53651173. Nomor Rekening : BPD (SIMPEDA) 18.1000-12162.3, Bank Mandiri R/K 154-00.94003021 A/N Suyoto/ Cenderawasih. Wartawan Cenderawasih Pos dibekali dengan kartu pers/identitas yang selalu dikenakan selama bertugas, dilarang menerima uang atau barang dari sumber berita. Jika mengetahui wartawan Cenderawasih Pos melanggar ketentuan ini, silahkan menghubungi HP nomor 081344067676 atau 0811489674. Redaksi Cenderawasih Pos tidak menerima tamu diatas pukul 20.00 WIT, Redaksi Cenderawasih Pos tidak menerima tamu dalam keadaan mabuk..
Gagasan
Hikmah Kekalahan Zizi BELUM berhasilnya Miss Indonesia Zivanna Letisha Siregar atau Zizi dalam ajang Miss Universe 2009 setidaknya bisa memberi kita pelajaran. Meski Zizi sempat mendominasi polling tertinggi, tampaknya, penilaian juri tidak terpatok pada polling tersebut. Hal itu seharusnya membuat kita sadar bahwa mungkin Allah tak berkenan. Selama ini ada anggapan bahwa ajang Miss Universe merupakan wahana untuk promosi pariwisata Indonesia di kancah internasional. Namun, tidakkah ada jalan lain yang lebih terhormat ? Salah satunya dengan cara membuat iklan berbentuk video yang bermuatan budaya-budaya Indonesia dengan beraneka ragam setting tempat-tempat wisata. Misalnya, Pulau Bali dan Sail Bunaken yang telah terkenal di dunia internasional. Iklan tersebut bisa dipromosikan dalam berbagai even budaya berskala internasional. (*) Ari Nendra, mahasiswa Prodi Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret, Solo .
PRODUK KWALITAS SNI
ARMOR
SERCO 470
Cenderawasih Pos
Kamis, 27 Agustus 2009
Kurma, Puasa, dan Penderita PJK SETIAP Ramadan, kurma kerap dihidangkan sebagai pelengkap menu buka puasa. Bagi penderita penyakit jantung koroner (PJK), kurma sesungguhnya baik tidak hanya saat Ramadan. Kurma yang sarat sejumlah kandungan gizi itu memberi efek protektif bagi penderita PJK. Angka kematian karena penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) di Indonesia terus meningkat. Pada 2005, sekitar 30 persen di antara seluruh kematian di dunia atau sekitar 17,5 juta kematian penduduk dunia disebabkan penyakit kardiovaskuler. Di antara jumlah tersebut, sekitar 7,6 juta kematian disebabkan PJK dan 5,7 juta kematian karena stroke. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2006) memperkirakan, pada 2015, sekitar 20 juta penduduk dunia akan meninggal karena penyakit itu, terutama karena serangan jantung dan stroke. PJK merupakan salah satu bentuk penyakit kardiovaskuler. Tingginya angka kematian karena PJK disebabkan kurangnya kepedulian serta pengetahuan sebagian besar masyarakat terhadap pentingnya pencegahan penyakit sejak dini. Hasil Survei Kesehatan Nasional 2001 menunjukkan, 3 di antara 1.000 penduduk Indonesia menderita PJK (Tjang, 2006).
Oleh : Hairrudin PJK terjadi karena gangguan pada arteria coronaria. Yaitu, arteri yang menyuplai oksigen dan zat makanan ke jantung. Patogenesis PJK didahului oleh terbentuknya plak aterosklerosis yang mengakibatkan diameter lumen arteria coronaria menyempit atau tersumbat, sehingga mengurangi atau menghentikan aliran darah ke otot jantung. Akibatnya, kerja jantung terganggu, sehingga terjadi iskemia atau infark jantung dengan segala konsekuensinya. Misalnya, angina pektoris, infark miokard, bahkan kematian mendadak. Untuk mencegah PJK, bisa dimulai dengan mengendalikan faktor risiko dan memperbaiki gaya hidup. Faktor-faktor risiko yang bisa dikendalikan, antara lain, hipertensi, dislipidemia, hiperkolesterolemia, merokok, diet, obesitas, diabetes, aktivitas fisik berlebih, dan stres. Kemudian, memperbaiki gaya hidup dapat dilakukan dengan memperbaiki pola makan (diet), yaitu menghindari lemak jenuh dan tinggi kolesterol. Konsumsi makanan berserat, lemak tak jenuh, vitamin C, kalsium, rendah natrium, dan tinggi kalium perlu ditingkatkan. NUTRISI KURMA Awalnya, banyak yang me-
nganggap bahwa kurma dihidangkan dalam berbuka puasa hanya karena kandungan vitamin di dalamnya bisa meningkatkan kebasaan lambung yang terlalu asam setelah 13-14 jam tidak memperoleh makanan dan minuman. Hasil studi kelompok ilmiah Fakultas Kedokteran Univesitas Jember (FK Unej) menunjukkan sejumlah riset yang menemukan bahwa kandungan gizi pada kurma ternyata hampir lengkap dengan komposisi yang seimbang. Riset Al-Shahib dan Marshall (2003) membuktikan, kurma mengandung karbohidrat (gula total) 44-88 persen; 0,2-0,5 persen lemak; serta 2,3-5,6 persen protein dengan 23 asam amino. Nutrition Data (2007) juga mengungkap bahwa kurma mengandung serat, vitamin A, tiamin (B1), riboflavin (B2), niasin (B3), asam pantotenat (B5), piridoksin (B6), asam folat (B9), kolin, betain, kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, tembaga, natrium, kalium, seng, dan mangaan. Untuk serat pangan, kandungannya dalam kurma ternyata cukup tinggi. Serat dapat mengikat kolesterol atau asam empedu di usus, sehingga menghambat absorpsi kolesterol eksogen dan menghambat reabsorpsi asam empedu yang kemudian dikeluar-
kan bersama tinja. Makin tinggi konsumsi serat, akan semakin banyak asam empedu dan kolesterol yang dikeluarkan tubuh, sehingga membantu mengurangi kadar kolesterol darah. Mengacu pada Nutrition Data (2007), serat pangan dalam kurma sekitar 6,7 gram per 100 gram. Menurut Al-Shahib dan Marshall (2002) serta (ElZoghbi, 1994), serat dalam kurma berkisar 6,4-11,4 persen, bergantung varietas dan stadium pematangan kurma. Riset Fayadh dan Al-Showiman (1990) menunjukkan, kurma mengandung 0,5-3,9 persen serat larut (pektin). Diet serat larut berfungsi menurunkan kadar kolesterol darah dan membantu mengurangi risiko PJK. Lebih jauh, sejumlah riset lain memberikan informasi yang semakin lengkap tentang nutrisi kurma. Riset Husada (2008) menunjukkan, kurma ternyata juga mengandung kalium yang bisa membantu menurunkan tekanan darah. Konsumsi ekstra kalium dapat menjaga dinding arteri tetap elastis dan berfungsi normal. Keadaan itu membuat pembuluh darah tidak mudah rusak karena tekanan darah tinggi. HIKMAH RAMADAN Dalam berbuka puasa, Rasulullah memberi contoh untuk mengonsumsi kurma. Penelitian membuktikan, kurma memang
merupakan makanan yang baik untuk berbuka puasa karena bisa memasok asupan energi secara cepat. Kandungan gula kurma sebagian besar merupakan gula monosakarida, sehingga mudah dicerna tubuh. Gula-gula itu berupa glukosa dan fruktosa. Pada sebagian varietas kurma tertentu, misalnya kurma jenis Deglet Noor, juga terdapat gula sukrosa. Penyerapan gula kurma dalam tubuh sekitar 45-60 menit. Bandingkan dengan daya absorpsi pati pada nasi yang memerlukan waktu beberapa jam. Bisa jadi, inilah salah satu hikmah Ramadan yang bisa dipetik bagi dunia kesehatan, terutama bagi penderita PJK. Kurma yang kerap dijadikan ikon bagi hidangan berbuka puasa itu ternyata memiliki efek protektif dalam mencegah PJK karena nutrisinya banyak memiliki kebaikan bagi jantung serta pembuluh darah. Ke depan, perlu diupayakan pengembangan teknologi pengolahan yang bisa melindungi zat gizi pada kurma. Tidak lupa, perlu dilakukan pula pengembangan berbagai produk berbahan baku kurma yang lebih bervariasi, inovatif, dan terjangkau. Wallahu a’lam bis-sawab. *). dr Hairrudin, peneliti bidang biokimia, pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Pentingnya Toleransi Berprespektif Lokal SAMPAI sejauh ini pengaruh pemboman yang terjadi di hotel JW Marriot dan Rich Carlton, Jakarta belum banyak berpengaruh di Tanah Papua (Cepos, 17/7/09). Maksudnya aparat keamanan disini terlihat biasabiasa saja merespon berita di atas, tidak seperti tempat lain. Di tempat lain polisi dengan gencarnya memasang foto gembong terorisme Nurdin M Top dan jaringannya dimana-mana. Aksi terorisme yang menewaskan belasan korban itu, hampir setiap hari menjadi pembicaraan publik. Terakhir tepat pada tanggal 8-82009, pasukan Densus 88 (Polri) mangepung dan membunuh Nurdin M Top dalam serangan baku tembak selama 18 jam di desa Weiji, Temanggung, Jawa Tengah. Nurdin M Top adalah orang paling dicari dan merupakan dalang dari berbagai aksi pemboman di tanah air selama ini. Kendati masih simpang siur, sudah mati atau belum, matinya tokoh utama terorisme itu merupakan prestasi tersendiri bagi kinerja aparat keamanan kita, juga angin segar bagi publik. Setidaknya publik tidak lagi takut dan was-was dengan aksi terorisme yang terjadi sewaktu-waktu. Lebih spesifik para investor, mereka akan semakin mendapatkan kepastian keamanan di Indonesia dengan matinya orang nomor wahid di kelompok jaringan Jamaah Islamiyah (JI) tersebut, pasca terbunuhnya Dr.
Oleh : Lamadi de Lamato Azhari di Batu Malang. Khusus di Papua, pengaruh diatas, penyisiran polisi memang tidak ada, tapi yang lain khusus tentang sentimen keagamaan (Islam) terasa begitu kental. Sentimen itu memang tidak terekspos (publish) di media cetak maupun elektronik seperti ditempat-tempat lain. Jika ditempat lain perdebatan tentang paham keagamaan yang dianut oleh kaum teroris (Nurdin M Top dan jaringannya) diperdebatkan dan dianggap sebagai paham yang sesat karena salah menafsirkan kata jihad dalam agama. Kata jihad yang benar dalam Islam menurut para ulama dan tokoh agama tidak seperti yang dilakukan para teroris tersebut. Paham ‘jihad ala Nurdin M Top’ dianggap ajaran yang menyesatkan dan patut diluruskan. Bagaimana dengan di Papua? Kita mungkin belum bisa seperti yang di tempat lain, yang sudah terbiasa memperdebatkan dan mengkaji persoalan agama dalam ranah yang lebih terbuka. Maklum agama dalam konteks teologis memang masih relatif sensitif dan butuh kehati-hatian untuk memulai sesuatu yang bersifat teologis-partikularistik untuk di dialogkan secara terbuka. Tapi dalam konteks aksi khususnya, Islam dan Kristen di Tanah Papua telah memiliki akar-akar berdampingan yang teramat luar biasa untuk dikembangkan sebagai tenda besar dalam menangkal pengaruh yang masuk dari luar. Dalam konteks itu, akar-akar positif inilah yang mestinya di dialogkan dan dikembangkan oleh para tokoh agama di Tanah Papua dalam menangkal berba-
gai persoalan yang kerap datang dalam berbagai isu baik melalui SMS (Short Message Send) maupun berita-berita burung. SMS dan berita burung tentang terorisme yang kemungkinan pengaruhnya akan menginfiltrasi di Tanah Papua dan pertentangan yang mengarah pada saling curiga antar agama adalah hal-hal yang tidak produktif untuk kita risaukan. Kendati demikian, isu seperti ini mestinya secara cepat disikapi dengan elegan, dan secepat itu pula kita kembangkan sebuah tolensi antar agama yang sudah terbangun baik. Kita memang sudah akrab dengan kata toleransi, tapi metodologi toleransi dan inklusifitas yang kita kembangkan saat ini terasa rapuh. Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) konon tidak punya konsep yang jelas dalam menyikapi realitas keberagaman yang begitu cepat berubah. Selain itu, forum ini juga hanya di isi oleh para orang tua yang rata-rata sudah tidak energik sehingga sulit bagi kita berharap mereka bisa sangat peka merespon perubahan yang demikian cepat. Lalu apa yang harus kita lakukan dalam menjaga Papua sebagai zona damai bagi semua rumpun seiman? Hemat penulis, kita harus mampu mengembangkan konsep toleransi dan inklusivitas yang bisa kita ambil dari akar-akar kearifan lokal yang sudah sangat lama menjadi tradisi nenek moyang kita terutama di tanah Papua. Berikut beberapa cerita atau ilustrasi positif dari akar-akar toleransi dan inklusifitas tersebut. “Di Kaimana dan Fak-Fak sejak dahulu dan hingga sekarang, tradisi orang tua yang menghormati sesama pemeluk agama (Kristen dan Islam) begitu sangat kuat. Jika ada pembangunan masjid, maka yang punya andil terbesar dalam pembangunan tersebut adalah saudara dari Kristen. Begitupun sebaliknya, jika pembangunan gereja, maka saudara yang muslim yang harus turun tangan. Jika ibadah pada hari minggu, kaum ibu-ibu dan bapak-bapak akan menitip-
kan anak bayinya pada saudara yang muslim. Setelah pulang dari gereja, baru kemudian anak itu diambil kembali”. “Dahulu di Jayapura, lonceng gereja pada minggu tanda kebaktian, dan tidak ada aktifitas suara-suara dari masjid yang bangunannya bersebelahan. Sekarangpun sebenarnya hal itu perlu dipertahankan sebagai akar-akar dari toleransi lokal.” Bagi kita di tanah Papua, akarakar dari cerita itu terlampau banyak untuk kita dapatkan dan bisa kita aplikasikan. Jika kita kaitkan dengan berbagai program yang digagas oleh para pakar di berbagai belahan dunia tentang pentingnya dialog antar peradaban pasca (maupun sebelum) runtuhnya menara World Trade Center (WTC) 9/9/2001 di Amerika Serikat, yang memunculkan saling curiga antar agama (khususnya Kristen dan Islam), sesungguhnya apa yang dilakukan leluhur kita diatas merupakan langkah cerdas dan brilian. Lalu mengapa kita tidak memulai ‘memungut’ akar-akar itu dan membingkainya sebagai kekuatan dalam membangun toleransi dan inklusivitas agar pengaruh apapun dari luar bisa kita bendung? Leluhur kita memang tidak pernah mengenyam pendidikan formal, tapi nilai-nilai kehidupannya dalam memelihara toleransi dan mempraktekan hidup yang inklusif dalam bentuk saling menghormati ternyata sangat dibutuhkan dalam memformulasi kehidupan keberagaman yang sudah sedemikian kompleks di era modern ini. Dalam konteks ini, nenek moyang kita patut disebut sangat jenius meramalkan masa depan keagamaan, yang mana hubungan antar agama selain membawa damai bagi umat pemeluknya, juga bisa membawa petaka. Kita bisa sebut pecahnya konflik agama di Ambon dan Maluku misalnya akibat terlambatnya negeri tersebut membingkai nilai-nilai kearifan lokal diatas secara cepat. Orang Ambon dan Maluku menyebut nilainilai diatas dengan pelagandong. Secara jujur, nilai pelagandong dengan cepat tergusur seiring kemajuan kota Ambon karena pembangunan yang demikian
cepat, yang diikuti dengan masuknya pengaruh budaya dari luar pada saat itu. Tanpa disadari, budaya pelagandong akhirnya tergusur dan baru diingat pada saat semua agama sudah tidak punya pijakan lagi dalam mendamaikan konflik yang telah meluluh lantahkan semuanya. Banyak yang bisa kita petik dari pasang surut hubungan antar beragama dimanapun. Dan bagi kita di Papua, toleransi dan inklusifitas dalam konteks kekinian juga telah mengalami banyak perubahan seiring pesatnya kemajuan pembangunan dan derasnya budaya luar yang masuk, yang ikut membuat nilainilai lokal juga berubah. Sadar atau tidak, prilaku menyimpang berupa degradasi moral dan prilaku generasi yang lebih permisif dan seterusnya, sering dikait-kaitkan dengan agama. Sama halnya dengan prilaku bom bunuh diri oleh para teroris, juga yang dikambing hitamkan adalah agama. Dalam konteks itu, kiranya kita semua perlu (harus berani mengambil inisiatif) meluruskan pemahaman yang keliru tentang pengaruh dari luar yang dapat merusak bangunan toleransi di tanah ini dengan cara dialog, komunikasi antar umat beragama yang lebih berprespektif lokal secepatnya. Jika FKUB tidak bisa merespon agenda ini dengan cepat, maka siapapun boleh menggagas ide dialog agama yang berprespektif lokal ini sebagai kebutuhan jangka panjang. Ide ini bisa meredam pikiranpikiran yang lebih ektrim dan ekslusif, seperti kebijakan yang melegalisasi agama tertentu melalui (Peraturan Daerah) plus mencurigai paham dari luar secara berlebihan atau phobia. Hal yang sama, kita juga tidak ingin nilai-nilai lokal yang teramat cerdas tersebut akan dengan cepat digusur karena kelengahan kita merespon – meminjam istilah Alvin Tovler gelombang perubahan yang maha dahsyat tersebut. Karena itu pesan sederhana yang harus dilakukan tokoh-tokoh agama dalam merespon isu tidak bertanggung jawab tersebut (SMS atau kabar burung) adalah dengan tegas menjawabnya dengan sebutan menyesatkan! Selanjutnya segera mungkin merumuskan sebuah pertemuan atau dialog yang berprespektif lokal tersebut. Banyak yang bisa kita sentuh dari dialog tersebut, selain toleransi hal-hal lain yang terkait dengan degradasi moral, tanggung jawab agama dalam menjawab persoalan lokal yang demikian banyak dan lain-lain. Intinya, peran agama-agama sangat sentral dan strategis serta substansial dalam membantu menyelesaikan masalah lokal. Jika itu bisa kita lakukan bersama, maka soal-soal simbolsimbol (masjid, gereja, pura dan lain-lain) agama menjadi tidak penting kita risaukan di tanah ini. Semoga! Penulis Direktur La-Keda Institute, Papua. Alumnus Universitas Muhammadiyah Jakarta.