![](https://assets.isu.pub/document-structure/210407032359-d4cdf5b963ac49b96eab9552c1ffbf3a/v1/f9b18179e84af262a6b45e93105c5478.jpg?width=720&quality=85%2C50)
7 minute read
opini
MENgaPa HaRUS BiNANGuN?
Oleh S. agUNg PRa SETYa
Advertisement
Menyoal kata “binangun”, secara sepintas kita bisa melihat bahwa kata tersebut merupakan salah satu kata dalam bahasa Jawa. Hal itu bisa dilihat dari seselan in, yang maknanya sama dengan awalan di dalam bahasa indonesia. Jadi, binangun sama dengan dibangun. apabila dikaitkan dengan acara pergelaran wayang kulit dalam rangka Dies Natalis UNY yang ke – 45, tanggal 30 Mei yang lampau, kata binangun ini menjadi populer karena lakon wayang pada malam itu adalah dwaraka Binangun.
Dwaraka adalah sebuah kerajaan di alam pewayangan yang oleh masyarakat penikmatnya lebih dikenal dengan sebutan Dwarawati. Sebuah kerajaan di bawah kendali seorang raja wicaksana, Prabu Sri Bathara Kresna. Binangun berarti dibangun, diperbaiki, didandani. Walaupun kata bangun menurut kamus bahasa Jawa (Poerwadarminta) berarti tangi, gumregah, atau bisa juga pagi hari. apabila dilihat dari sisi morfologi, jelas kata bangun adalah sebuah kata bahasa indonesia yang begitu saja dipaksakan masuk dalam bahasa Jawa, sehingga terbentuklah kata binangun. Sebuah kata yang sudah tampak njawani. Dalam dunia wayang memang ada beberapa lakon yang identik dengan kata–kata dibangun, atau paling tidak ada hubungannya dengan pembangunan. Misalnya, lakon wayang: Semar mbangun Kahyangan, mbangun Candhi Saptaharga, Babad Alas Wisamarta, dan dwaraka Binangun itu sendiri. Lakon–lakon tersebut mencoba menggambarkan proses pembangunan yang terjadi dalam dunia yang berseberangan dengan dunia kita, yakni dunia wayang. apabila dilihat dari judul lakon yang digarap, keempat contoh lakon di atas menggambarkan pembangunan secara fisik yang berlangsung di negeri penuh misteri itu. Semar mbangun Kahyangan, kalau diartikan secara harfiah mencoba menggambarkan bahwa panakawan
IstImewa
opini
yang bernama Semar, ikut berkontribusi dalam membangun kahyangan, tempat tinggal para dewa itu. Semar, dewa ngejawantah itu sedang gigih membangun kerajaan yang dipimpin oleh Bathara guru, adik dari Semar. Babat Alas Wisamarta menggambarkan bagaimana para Pandhawa membangun kerajaan yang kelak disebut sebagai kerajaan amarta, meskipun kerajaan amarta sebenarnya sudah ada sebelum Pandhawa ada. Kerajaan amarta semula adalah kerajaan jim, yang kemudian mampu dimanifestasikan dalam dunia riil oleh para Pandhawa. Demikian pula, dengan cerita mbangun Candhi Saptaharga adalah upaya Pandhawa untuk melakukan renovasi makam leluhur mereka.
Kembali pada lakon dwarawati Binangun yang disuguhkan oleh dalang Ki Haji anom Suroto dan Mas Prasetya Bayu aji. Kita bisa melihat dari judul dan lakon yang disuguhkan, ada sebuah pergerakan yang dinamis yang terjadi di kraton Dwarawati. ada hal yang menarik yang perlu dilihat oleh pemirsa, apa yang sebetulnya terjadi di negeri yang sedang mbangun itu. Hal inilah yang mestinya bisa disarikan, dipahami, dan jangan lupa selayaknya juga hal itu diimplementasikan dalam pergerakan yang sedang kita lakoni.
Sebelum mengupas lebih jauh tentang Dwaraka dan dunianya, kita juga perlu merunut secara lebih jauh arti dan makna yang lebih mendalam lagi kata binangun. Menurut penulis, yang dimaksud pembangunan adalah pergeseran kualitas dari yang tidak baik menjadi baik, dari yang baik menjadi lebih baik. Kalau ada pembangunan yang terbatas pada jargon dan tidak merepresentasikan pergeseran kualitas, itu bukan pembangunan yang terjadi, tetapi justru unsur kerapuhan yang terlihat.
Persoalan selanjutnya adalah apa, siapa, dan bagaimana Dwaraka mengalami pergeseran kualitas. Wayang identik dengan perjalanan seorang tokoh sentral dalam cerita. Begitu juga negeri Dwaraka, sebagai sebuah institusi negara tidak akan bisa lepas dari peranan tokoh tertentu. Dalam lakon ini yang mewakili keberadaan Dwaraka adalah Prabu Kresna, sebagai rajanya. Secara singkat, lakon ini menggambarkan bagaimana Kresna sebagai seorang titisan Wisnu dilihat oleh berbagai kalangan yang tentunya mempunyai sudut pandang yang berbeda terhadap Kresna. ada yang menganggap bahwa Kresna adalah penghambat, ada
juga yang menganggap bahwa Kresna adalah pengayom.
Dibangunnya Dwarawati pada hakekatnya bukanlah pembangunan secara fisik karena kerajaan rusak atau tertimpa bencana, tetapi kita harus jeli melihat bahwa yang dibangun itu manusianya, yaitu Kresna sendiri, dengan madeg pandhita di sebuah pertapaan. Ketika dia melakukan hal ini, ada perwakilan kawula yang mengikuti, yakni Semar. Sekali lagi, wayang sarat dengan simbol yang tidak boleh begitu saja dimaknai secara dangkal. Kehadiran Semar dalam mendampingi Kresna adalah simbol bahwa pembangunan manusia itu akan berhasil manakala ia bisa melihat kehidupan ini secara utuh, bukan hanya dari satu sisi saja, tetapi dari sudut pandang yang lain. Keberadaan Kresna sebagi seorang penguasa dan Semar sebagi kawula menyiratkan adanya sosok pemimpin yang membumi. Kembali pada pengertian kata bangun dalam bahasa Jawa, maka dwaraka Binangun adalah manusia yang dibangun, manusia yang gumregah, cancut tali wanda, menyingsingkan lengan baju untuk segera meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini sangat penting karena investasi dengan aset manusia jauh lebih berharga daripada investasi kapital.
Perlunya kita melihat wayang secara utuh adalah untuk mengulas lebih jauh apa sari dari pergelaran wayang yang dibeberkan. Seperti yang penulis katakan di atas, wayang adalah dunia yang berseberangan dengan kita. artinya, dengan adanya jarak itulah kita bisa melihat wayang secara objektif. Biarkanlah wayang menemukan dunianya sendiri, tanpa adanya pemaksaan dari dunia kita.
s. aGunG prasetya mahasiswa jurusan pbd fbs uny
opini
HaRUSKaH SEORaNg PEMiMPiN DiBENCi?
Oleh YUDaNTORO BP
Pendahuluan "Menjadi pemimpin harus siap dibenci?" Tentu ada benarnya, tetapi bisa jadi juga berbahaya. ada pemimpin yang akhirnya tidak mau berinstrospeksi karena merasa memang sudah seharusnya dia dibenci. Ketika pemimpin tersebut melakukan kesalahan dan berbuat sekehendak hatinya, banyak orang membencinya. Ketika dia terlalu memaksakan pendapat, orang di sekitarnya menunjukkan rasa tidak sukanya. apakah pemimpin-pemimpin besar adalah orang yang dibenci? Sejahat-jahat seorang pemimpin dia masih dikagumi bawahannya. Hitler yang dikenal kejam, sebagai contoh kasus, jika dipelajari kepemimpinannya, banyak orang suka dan kagum kepadanya. Bahkan, rela mati bersama Hitler sebagai wujud kesetiaannya. Suharto, sebagai contoh kasus di tanah air, mantan presiden Ri yang dihujat banyak orang? Dalam sebuah wawancara, seorang mantan menteri menyatakan rasa suka dan kekagumannya kepada Suharto. Demikian seterusnya, banyak kasus dapat diangkat di sini. Kesimpulannya, pernyataan ”menjadi pemimpin harus siap dibenci” tampaknya tidak sepenuhnya benar.
beberapa Sebab
Sesungguhnya ada beberapa sebab menga-
pa pemimpin harus dibenci orang (partner/bawahan). Namun, penyebab utamanya adalah komunikasi yang mampet alias tidak jalan. Padahal, komunikasi merupakan kunci untuk menggerakkan bawahan. Sebelum mengambil keputusan sebaiknya pemimpin berkomunikasi, sehingga orang-orang di sekitarnya merasa dilibatkan. apalagi, keputusan yang diambil berbeda dengan yang diinginkan orang-orang di sekitarnya, dengan tetap menghargai orangorang di sekitarnya.
Setelah diidentifikasi, ternyata memang ada beberapa contoh, model, gaya, atau sikap yang membuat pemimpin cenderung tidak disukai atau dibenci oleh bawahan atau partner. Beberapa itu sebagai berikut.
Pertama, sikap merasa lebih tahu atau selalu paling tahu. Pemimpin memang harus mendapatkan banyak informasi, pandangannya seharusnya lebih luas dibanding orang-orang yang dipimpinnya. Namun, bagaimanapun masih banyak hal yang tidak/belum diketahuinya, terutama hal-hal teknis atau keadaan riil di lapangan. Sering juga pandangan bawahan adalah representasi dari apa yang dilihat atau dialaminya setiap hari. Yang pasti, sikap merasa selalu lebih tahu membuat orang jengkel. Tahu banyak teori belumlah jaminan.
Kedua, sikap seperti layaknya pemilik tunggal perusahaan. Pemimpin seperti ini merasa bahwa tanggung jawab penuh hanya ada pada dirinya dan ia yang menentukan segalanya. Bertanggung jawab itu baik, tetapi sikap seperti pemilik perusahaan adalah sewenang-wenang. Donal Trump, pemilik perusahaan Trump, sebagai contoh kasus di sini, justru bersikap sebaliknya. ia selalu berusaha membuat agar orangorang di bawahnya merasa menjadi pemilik perusahaan itu dan merasa hidupnya menjadi punya arti.
Ketiga, sikap seperti jenderal. apa yang dikatakan jenderal, konon, bawahan tidak boleh membantah, melainkan harus melakukan per-
![](https://assets.isu.pub/document-structure/210407032359-d4cdf5b963ac49b96eab9552c1ffbf3a/v1/2421972557ac46a12541fe6f71b7a4c4.jpg?width=720&quality=85%2C50)
IstImewa
sis seperti yang diinstruksikannya. Banyak pemimpin bersikap seperti jenderal, yakni memerintah dan memerintah. Perintahnya tidak boleh dikritisi atau dibantah. Pemimpin bergaya ini adalah pemimpin yang cenderung gila kekuasaan.
Keempat, sikap menonjolkan diri sendiri. Seorang pemimpin atau atasan biasanya suka melihat orang yang menonjol. Maka, banyak orang yang mencoba menonjolkan diri. Orang yang menonjolkan diri tentu tidak bisa bekerja dalam tim. Dia lebih suka menyimpan ideide bagus untuk dirinya dan membiarkan yang lain bermasalah.
Kelima, sikap melempar tanggung jawab. Banyak orang yang tidak berani bertanggung jawab atas setiap kejadian yang buruk. Bahkan, ada pula yang secara diam-diam sudah menyiapkan orang lain yang akan dijadikan kambing hitam. Biasanya, alasan mengapa dia tidak bisa menyelesaikan tugasnya cenderung akan menyalahkan orang lain.
Keenam, sikap menekan. Pemimpin yang memiliki sikap seperti ini akan menekan bawahannya supaya dirinya terlihat lebih bagus, lebih tinggi, dianggap pemimpin yang baik. Biasanya, ia akan memberikan tugas yang berat kepada bawahannya tanpa memberikan solusi jika ada masalah. Tujuannya, tugas bisa diselesaikan dengan baik tanpa peduli orang yang menjalankan tugas.
Penutup
Tentu masih banyak perilaku pemimpin atau atasan yang berakibat tidak atau kurang disukai oleh bawahan atau partner kerja. Semua itu berangkat dari ketidaktahuan, kekurangpahaman, atau justru kesengajaan dalam rangka menciptakan gezag atau kewibawaan dirinya di hadapan bawahan, anak buah, atau partner kerjanya. Padahal, gezag atau kewibawaan mestinya tidak dipaksakan oleh diri pemimpin atau atasan itu, melainkan muncul dengan sendirinya di kalangan bawahan, anak buah, atau partner kerjanya. ini persoalan pencitraan!
Pemimpin tidak disukai oleh partner kerja atau bawahan, bagaimana pun, berarti dirinya bermasalah. Menjadi pemimpin pastilah tidak bisa memuaskan semua pihak. Tetapi, pemimpin perlu memiliki komunikasi yang bagus dan hubungan yang sehat dengan partner/bawahan. Pemimpin boleh mengecewakan bawahan/ partner, tetapi jangan sampai dibenci oleh bawahan/partner.
yudantoro bp, s.I.p. biro kerjasama dan komunikasi upn yogyakarta