opini
MENGAPA HARUS BINANGUN? O l e h S . Ag un g P ra setya
M
enyoal kata “binangun”, seca ra sepintas kita bisa melihat bahwa kata tersebut merupakan salah satu kata dalam bahasa Jawa. Hal itu bisa dilihat dari seselan in, yang maknanya sama dengan awalan di dalam bahasa Indonesia. Jadi, bina ngun sama dengan dibangun. Apabila dikaitkan dengan acara pergelaran wayang kulit dalam rangka Dies Natalis UNY yang ke – 45, tanggal 30 Mei yang lampau, kata binangun ini menjadi populer karena la-
istimewa
36
Pewara Dinam i ka j u ni 2 0 0 9
kon wayang pada malam itu adalah Dwaraka Binangun. Dwaraka adalah sebuah kerajaan di alam pewayangan yang oleh masyarakat penikmatnya lebih dikenal dengan sebutan Dwarawati. Sebuah kerajaan di bawah kendali seorang raja wicaksana, Prabu Sri Bathara Kresna. Binangun berarti dibangun, diperbaiki, didandani. Walaupun kata bangun menurut kamus bahasa Jawa (Poerwadarminta) berarti tangi, gumregah, atau bisa juga pagi hari. Apabila dilihat dari sisi morfologi, jelas kata bangun adalah sebuah kata bahasa Indonesia yang begi tu saja dipaksakan masuk dalam bahasa Jawa, sehingga terbentuklah kata binangun. Sebuah kata yang sudah tampak njawani. Dalam dunia wayang memang ada beberapa lakon yang identik dengan kata–kata dibangun, atau paling tidak ada hubungannya deng an pembangunan. Misalnya, lakon wayang: Semar Mbangun Kahya ngan, Mbangun Candhi Sapta harga, Babad Alas Wisamar ta, dan Dwaraka Binangun itu sendiri. Lakon–lakon ter sebut mencoba menggam barkan proses pembangun an yang terjadi dalam dunia yang berseberangan dengan dunia kita, yakni du nia wayang. Apabila dilihat dari judul lakon yang digarap, ke empat contoh lakon di atas menggambarkan pembangunan secara fisik yang berlangsung di negeri penuh misteri itu. Semar Mbangun Kahyangan, kalau diartikan secara harfiah mencoba menggambarkan bahwa panakawan