8 minute read
opini
KAUM IBU INDONESIA MASA KINI
Oleh TUTI NURHAYATI
Advertisement
W1/ anita, ibu rumah tangga, di dalam keluarga merupakan tokoh yang paling bertanggung jawab atas pendidikan anaknya. Sepanjang hari anak lebih banyak berurusan dengan ibu. Ibu dalam rumah tangga mempunyai peran memberikan pendidikan awal kepada anaknya sebelum menerima pendidikan formal dari guru. Ibu yang harus memberikan warna dalam tingkah laku dan akhlak mulia, mengantarkan anak menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas masa depannya.
Pendidikan budi pekerti harus dimulai dari balita, sehingga anak mempunyai fondasi kuat tentang tingkah laku dan tabiat yang baik, sopan santun, tata krama, dll. Tentu, selain dari ibu (dan ayah), juga dari orang-orang terdekatnya di rumah. Pada hakekatnya pendidikan awal dan pola asuh yang diterapkan dalam lingkungan terdekat dari anak merupakan modal dasar yang dimiliki anak sebelum terjun ke pergaulan yang lebih luas, yakni masyarakat dan dunia pendidikan formal.
2/
Seiring kemajuan peradaban manusia, persamaan hak dan kedudukan wanita pada umumnya turut mempengaruhi, mengubah, dan menggeser pola pikir wanita Indonesia. Dulu wanita Indonesia tak begitu antusias untuk mengenyam pendidikan tinggi. Dewasa ini wanita Indonesia mempunyai kesempatan yang sama dalam menggapai pendidikan melalui jenjang yang beragam, dan meniti lapangan pekerjaan sesuai latar belakang pendidikan formalnya.
Dalam kancah politik, wanita Indonesia mempunyai peluang yang sama untuk menjadi pimpinan partai politik, anggota DPR, memimpin daerah, bahkan presiden. Pada level penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sosial, ilmu murni, rekayasa genetika, pengembangan antariksa, dan penyerapan informasi global, wanita Indonesia telah memposisikan diri setara dengan pria, sehingga dapat mengesampingkan pemikiran tentang perbedaan seks. Dinamika Dinamika perubahan peran dan kesempatan wanita untuk mengembangkan potensi diri melesat secepat perkembangan informasi dan peradaban manusia modern.
Pada saat ini wanita sudah tidak lagi sebagai objek penderita, namun sudah merupakan subjek yang ikut menata, mengatur, merencanakan, dan menentukan ritme kehidupan. Peran wanita dalam skala kecil adalah ibu rumah tangga, sedangkan dalam skala luas adalah anggota masyarakat yang turut bicara dan mengatur etika pergaulan dalam masyarakat.
3/
Kesempatan mengembangkan diri wanita Indonesia saat ini terbuka lebar. Di samping menjadi ibu rumah tangga, banyak yang berperan ganda sebagai pencari nafkah membantu tugas suami. Banyak lapangan kerja yang dapat dirambah tenaga kerja wanita: pendidik, teknokrat, paramedis, dan tenaga kerja di lingkungan pemerintah lainnya. Banyak pula wanita memutuskan untuk menjadi tenaga kerja perusahaan, kerja paruh waktu, berdagang di pasar atau
kalam/uny
opini
membuka usaha sendiri di rumah sambil menjaga anak-anak, bahkan sebagai pembantu rumah tangga.
Untuk kewirausahaan, banyak yang semula hanya untuk mengembangkan bakat dalam seni dan kerajinan, ternyata berdampak positif karena dapat berkembang menjadi usaha home industri, bahkan berkembang pesat menjadi usaha yang menghasilkan. Pada sentra usaha home industri ini banyak pengusaha yang memperbolehkan wanita membawa bahan pekerjaan untuk dikerjakan di rumah: berhubungan dengan karya seni, seperti hiasan dinding, bunga kering, patung; dalam bidang art and handicraft, pada bidang fashion kelas menengah dan konfeksi pakaian bertaraf sedang; dst.
4/
Bagaimana pun sibuk dan majunya wanita Indonesia saat ini, hendaknya kodrat wanita harus senantiasa diingat. Fungsi utama istri adalah pendamping suami. Kewajiban utama ibu mencintai putra-putrinya, setia pada suami, dan berbakti kepada keluarga. Kodrat wanita ditakdirkan sebagai ibu yang melahirkan generasi penerus sejarah keluarga. Meski ibu dan bapak mempunyai kesibukan yang sama setiap harinya, kedua pihak tetap mempunyai komitmen rumah tangga harus dilandasi sikap saling pengertian, saling percaya, dan selalu berusaha menjaga perasaan.
5/
Dinamika perkembangan global menjadi masalah tersendiri bagi keluarga. Wanita harus berjuang dari dalam dan luar, mencermati, mempelajari, turut memantau lingkungan demi meminimalisasi atau sterilisasi pengaruh buruk bagi tumbuh-kembang anak. Pengaruh tersebut, misalnya dari teknologi audio-visual: televisi, radio, home teathre, CD, dll.; dari luar rumah: lingkungan pergaulan, lingkungan sekolah, dan teman bermain. Perlu ada pemantauan cara bermain, bertingkah laku, menekuni hobi, pemanfaatan waktu luang, dan pola belajarnya. Itulah, pendidikan awal dari rumah dan pola asuh anak semenjak masih balita merupakan saat yang paling tepat guna membentengi watak anak dengan akhlak dan budi pekerti.
6/
Ibu sebagai pribadi yang bertanggung jawab atas keluarga dalam usaha mencapai harmonisasi rumah tangga wajib menciptakan keluarga sakinah (bersama suami), menciptakan “home sweet home”. Ada panduan untuk menjadi wanita Indonesia yang berperan ganda, ibu rumah tangga dan wanita karier yang sukses: (1) Memberikan dasar budi pekerti dan akhlak mulia kepada anggota keluarga, (2) Mendidik anak dengan jalur formal dengan membekali ilmu pengetahuan melalui sekolah menurut kemampuan masing-masing anak, (3) Mendidik keterampilan praktis untuk menambah bekal anak sebelum terjun menjadi anggota masyarakat,
(4) Memberikan semangat wiraswasta untuk meningkatkan pendapatan, (5) Menanamkan mental kerja keras kepada seluruh anggota keluarga, disiplin, dan dapat memanfaatkan waktu luang, (6) Menanamkan kedisiplinan dalam mengatur pengeluaran dan berusaha menambah penghasilan, (7) Anggota keluarga (ayah, ibu, anak) harus berinteraksi dengan lingkungan dalam kegiatan sosial masyarakat, (8) Turut berperan dalam menjaga dan mengusahakan kesehatan keluarga dan lingkungan, (9) Merencanakan aktivitas kehidupan sesuai kemampuan perekonomian keluarga, (10) Menjaga kelestarian rumah tangga dengan melaksanakan hak dan kewajiban sesuai kapasitas masing-masing.
tutI nurhayatI pustakawan universitas negeri yogyakarta
opini
UNY : KEMBALI KE KHITTOH!
Oleh KHOERODIN
S1/ ejak tahun 1999, IKIP (Negeri) Yogyakarta diubah statusnya menjadi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Salah satu dasar pemikiran pengubahan tersebut adalah harapan bahwa ilmu murni yang dikembangkan pada program studi non-kependidikan mampu memback up ilmu kependidikan pada program studi kependidikan. Inilah citacita dasar yang telah digariskan oleh para founding fathers yang harus dilakukan untuk mempertajam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan-pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) agar lebih mengena pada sasarannya.
Sekarang, marilah kita tengok apa yang kita lakukan pada proses perkuliahan yang selama ini kita selenggarakan. Perkuliahan yang diselenggarakan oleh UNY pada program studi kependidikan menekankan pada terciptanya tenaga pengajar untuk tingkat sekolah menengah. Materi kuliah mahasiswa kependidikan diarahkan agar calon tenaga pengajar mampu menciptakan strategi pembelajaran yang jitu bagi proses pembelajaran di sekolah menegah. Sebagai tugas akhir perkuliahan, mahasiswa kependidikan harus melakukan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan pendidikan. Hasil dari berbagai penelitian tersebut adalah ditemukannya berbagai permasalahan yang berkaitan dengan materi-materi pelajaran maupun permasalahan yang berkaitan dengan metode pembelajaran.
Berbeda dengan mahasiswa non-kependidikan, jika menganut cita-cita dasar di atas, seharusnya studi ilmu murni yang dilakukan pada proses perkuliahan lebih difokuskan pada upaya memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi-materi dasar untuk sekolah tingkat menengah. Sebagai objek kajian, berbagai permasalahan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang telah ditemukan dalam penelitian-penelitian mahasiswa kependidikan dari berbagai sekolah bisa digali serta ditindaklanjuti. Secara sederhana, proses yang perlu dilakukan selanjutnya adalah merumuskan masalah tersebut secara jelas, kemudian membuat sistematika pemecahan masalah. Dengan demikian, mahasiswa non-kependidikan berkesempatan untuk memberikan sumbangan pemikiran berupa solusi-solusi alternatif yang bisa digunakan sebagai bekal mahasiswa kependidikan ketika menjadi tenaga pengajar di sekolah menengah.
Penelitian-penelitian yang dilakukan yang ditugaskan dalam rangka skripsi yang menjadi tugas akhir mahasiswa non-kependidikan diarahkan pada upaya mengurai materi-materi dasar tersebut. Dengan demikian, akan diperoleh hasil yang lebih konkret dan realistis dan lebih bernilai guna pengembangan pendidikan.
Program studi kependidikan di UNY diselenggarakan dengan tujuan untuk ‘menciptakan’ tenaga pengajar yang andal yang mampu meningkatkan mutu (quality) pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Oleh karena itu, calon tenaga pengajar mempunyai
’PR’ ganda, yaitu harus mengerti problematika dalam dunia pembelajaran dan harus mampu mengatasinya dengan strategi pembelajaran yang tepat.
Hal tersebut harus ditanggapi dengan serius, mengingat berbagai kritikan terhadap rendahnya mutu pendidikan nasional salah satunya disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar (guru). Sehingga, secara otomatis pantas juga dipertanyakan kualitas dari lembaga pendidikan ‘pabrik’ calon tenaga pengajar, termasuk UNY di dalamnya. Rendahnya kualitas calon tenaga pengajar itu disebabkan beberapa hal, di antaranya: sistem penilaian yang terlalu mudah, rendahnya motivasi calon tenaga pengajar untuk menambah pengetahuan di luar materi kuliah, dan sedikitnya kesempatan bagi calon tenaga pengajar untuk melatih diri melalui Praktek Pengalaman Lapangan (PPL). Ketika calon pengajar hanya menggeluti teori-teori pendidikan dari bangku kuliah tanpa mengetahui problem riil tentang pendidikan, saat itu ia telah menjadi bagian dari problem itu sendiri.
Dengan konsep perkuliahan pada program studi non-kependidikan yang diarahkan untuk mencari solusi-solusi yang berkaitan dengan materi-materi dasar untuk sekolah tingkat menengah, diharapkan calon tenaga pengajar menjadi lebih siap. Dengan demikian, calon tenaga pengajar lulusan UNY tidak lagi menjadi bagian dari problem pendidikan, namun mampu tampil memberikan solusi pendidikan.
2/
Selain proses perkuliahan, secara rutin kita menyelengarakan berbagai seminar, penelitian, workshop, dan talkshow yang mengangkat tematema tertentu dengan menghadirkan narasumber dan pakar yang kompeten. Namun, hingga saat ini belum ada koreksi, apakah kegiatankegiatan tersebut memberikan kontribusi yang konkret dalam pengembangan ilmu kependidikan atau tidak. Atau, jangan-jangan kegiatan tersebut hanya sebatas rutinitas formal sebagai suatu keharusan bagi insan kampus.
Jika kita amati, banyak tema yang diangkat dalam suatu kegiatan kurang relevan dengan dasar pemikiran di atas. Kita sering membuat gap, bahwa ilmu murni adalah ilmu murni dan ilmu kependidikan adalah ilmu kependidikan. Sikap Sikap demikian bukan saja salah, tetapi justru keluar dari cita-cita dasar. Bagaimana pun, UNY adalah kampus pendidikan, maka segala sesuatu harus bertumpu pada pengembangan pendidikan.
Dalam kondisi yang demikian, berbagai penyelengaraan seminar, workshop, dan talkshow diharapkan mampu memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan ilmu kependidikan. Sejauh mana tingkat efektivitasnya, bergantung pada apa yang dibahas dalam kegiatan tersebut. Oleh karena basis UNY adalah pendidikan, sudah seharusnya kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan untuk mengurai ‘benang kusut’ pendidikan.
Kita sering mempunyai idealisme yang tinggi namun sangat sulit untuk diwujudkan pada saat ini. Permasalahannya terletak pada minimnya sarana dan prasarana. Pengembangan ilmu murni sering terbentur masalah-masalah tersebut. Sehingga, kita sering terjebak pada idealisme belaka. Kita memang harus mengejar berbagai ketertinggalan dari kampus lain. Namun, tidak berarti bahwa kita harus melakukan apa yang dilakukan oleh kampus lain. Kita Kita harus mempunyai trade mark tersendiri. Dan, trade mark tersebut telah digariskan oleh para founding fathers UNY, yakni pendidikan. Inilah khittoh UNY. Sekali pendidikan, tetap pendidikan!
alam/uny k
khaerodIn mahasiswa matematika uny, perintis koran kemisan Slilit sekrup FmIpa uny