ADAMH GURU SASTRA SD YANG PROFESIONAL? Oleh: Enriy Zubaidah*) Pendahuluan
Pembelajaran sastra di sekolah, khususnya menyangkut apresiasi sastra, telah dipermasalahkan para pengamatsastra, karena dirasakan tidakmemenuhi harapan, Keluhan tersebut muncul karena pembelajaran sastra lebih ditekankan pada teori daripada apresiasi sastra. Para siswa jarang diajak mengakrabi dan mengapresiasi karya sastm. Padahal, sesuai dengan pengertiannya, apresiasi sastra adalah kegiatan mehggauli dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, pemahaman, dan penghayatan untuk menghargai dan memllliki kepekaan yang balk terhadap karya sastra. Karya sastra bukanlah sesuatu yang harus dihafalkan, namun peiiu disikapi melalul proses penjiwaan. Kesemuanya in! dapat dilakukari selama proses' pembelajaran berlangsung. Daiam konteks pembelajaran balk siswa maupuri guru bersama-sama belajar dan mengajar. Adakalanya guru
tidak tahu banyak tentang sesuatu, namun siswa lebih mengerti. Hal seperti irii dengan bijaksana hendaklah diakui oleh guru. Guru tidak perlu malu dan mematok harga diri yang tinggi bahwa^guru lebih tahu dan lebih mampu. Guru yang bijaksana dapat menghargai siswanya secara bijaksana pula dan profesional. Sebagai contoh, di satu sisi, guru tidak menguasai masaiah teknik pernentasan drama, teknik
mendohgeng, baca puisi, atau berdeklamasi. Namun, di sisi lain, ada siswa di daiam kelas itu yang cukup menguasainya. Dalarri ha!ini, guru dapat memanfaatkan siswa tersebut untuk dijadikan sumber belajar, baik oleh gurunya maupun oleh
kpmpetensidasar,hasil belajar,dan Indikatorpencapaianhya. Bahan dongeng/cerita, puisi, drama,dan jenis lagu yang disajikan kepada siswa hendaklah diperhatikari tingkat kesesuaiannya, balk kesesualan dari segi inti ceritanya, usianya, bahasanya, maupun lingkungannya. Dengan memperhatikan tingkat kesesuaian tersebut, diharapkan bahan-bahan itU' lebih kontekstual. Berdasarkan
kekontekstualan tersebut diharapkan siswa mampu mengikutinya karena bahan sastra berada di llngkungan siswa, bahasa tidak menyuiitkan siswa, inti cerita berada pada tingkat usia siswa,dan siswa mampu meiakukannya. Sumber bahan sastra yang akan diajarkan kepada siswa, tidak dapat iepas dari kriteiia bahan yang akan disajikan. Sumber bahan tersebut dapat berasal dari mana pun, yang penting memenuhi kriteria. Adapun sumber tersebut dapat berasal dari: (a) buku peiajaran yang diwajibkap, buku lain yang maslh sesuai, kamus, ensiklopedi, (b) media cetak: surat kabar, majaiah, (c) media eiektronik: radio, teievisi, kaset, video, (d) llngkungan alam, sosiai, budaya, (e) nara sumber, dan (f) pengaiaman dan minat siswa.
Berdasarkan sumber bahan yang telah dipillh oleh guru tersebut, selanjutnya guru dapat memiiih teknik mana yang paling tepat untuk dapat diterapkan daiam pembelajaran siswa. Metode pembelajaran selaiu berkaitan dengan teknik pembelajaran.'Teknik pembelajaran sastra yang ditawarkan kepada guru, untuk mencapal guru yang profesional sebagai berikut.
teman-temannya.
. Daiarh konteks ini, siswa memberi penjelasan
kepada temah-temannya dan gurunya di daiam kelas, merupakan hai yang sangatwajar. Untuk itu, guru harus bisa menerima dengan senang hati, karena dia dapat membantu dan menambah pehgetahuan guru dan teman-temannya dl
daiam kelas.'Masaiah ini juga mendorong guru daiam upaya pembentukan guru Bahasa dan Sastra (Indonesia) yang profesional. Guru Sastra Sp yang Profesional
Langkah.awal sebagai guru sastra yarig profesional, guru hendaknya dapat memtpawa siswanya^ untuk mau dan mampu mengikuti peiajaran dengan penuh sukacita. itu dilakukan dengan harapan tidak ada iagi ungkapan yang menyatakan bahwa pembelajaran sastra di sekolah memprihatinkan. Memang, hal tersebut menyedihkah, namun masih ada cara yang dapat dilakukan oleh guru agar pembelajaran sastra lebih baik, yakni periunya guru memperhatikan:(a) tujuan, (b) bahan,(c) sumber,(d) metpde/teknik, (e) peniiaiari, dan (f) pengeioiaan pengajarannya.
Untuk pembelajaran di kelas, yang dilakukan gurU secara korikret, yakni guru dapat merumuskan sendiri tujuan yang ingin dicapai berdasarkan standar kompetensi,
26^ OlnwSUli ^ ^ptember 200S
1. Mendongeng/Bercerita Guru, setiap kali mengajar hendaklah dapat menyisihkan waktunya lebih kurang 10 menit sebelum pembelajaran berakhir untuk membacakan cerita atau dongeng. Cerita atau dongeng ini boleh bersambung atau berupa "cerita pendek"(ceipen). Melalul cerita atau dongeng yang dibacakan, banyak hal yang dapat dipetik oleh siswa maupun gurunya.
Pertama,guru dapat menanamkan niiai moral.Selain Itu, siswa juga dapat mengembangkan keterampilan berbahasa, wawasan kehidupan, kepribadlan, pikiran, serta keterampilan soslainya. Masaiah lain yang dapat diperoleh
si swa
adaiah
mendapatkan
kesenangan/kenikmatan/kegembiraan, berkembang daya imajinasinya, mendapat pengaiaman baru, berkembang wawasannya, serta dapat menurunkan warisan budaya.
Kedua, untuk penanaman nilai moral ini guru hendaklah dapat menunjukkan kapada siswa tentang tokoh mana yang boleh ditiru, dan mana yang tidak boleh ditlru, yakni dengan cara menunjukkan ungkapan< bahasa yang diiontarkan pada saat peristiwa itu terjadi. Keiiga, dapat menimbulkan mInat baca pada anak. Dengan gaya dan cara guru membacakan cerita, siswa akan berkeinginan membaca buku-buku lain, minimal cerita yang pemah di bacakan gurunya. Oleh karena itu, daiam