2 minute read
Goyang Wedhus Gembel
Pagi hari 27 Mel ternyata telah menyulut sumbu untuk meledakkan gempa yang tidak hanya luar biasa, tetapi ruaaaaar biasa! Bantu! dan sekitarnya rata dengan tanah. Klaten dan sekitamya luluh lantak. Korban berjatuhan, enam ribuan nyawa melayang. Saranaprasarana kehidupan hancur berkeping-keping. Yogya berkabung. Jawa Tengah menangis. Indonesia meratap. Duniaterperangah! Universitas Negeri Yogyakarta terkejut, berteriak astaghfirullah .... Para petinggi alhamdulillah - dengan sigap dan cekatan segera melakukan koordinasi. Kita harus responsif dengan bencana ini. Kita harus peduii dengan korban-korban yang berjatuhan. Puluhan posko didirikan, di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Relawan-relawan dikirim dan berdatangan. Kerjasama dengan berbagai pihak dibangun. Bermacam bantuan mengalir dan insya Allah - seiamat sampai ke alamat. Demikian dan seterusnya, sebagai lembaga pendidikan tinggi yang konsen pada jagad kependidikan, Universitas Negeri Yogyakarta pun tidak lupa untuk ambil bagian dalam penanganan persoalan pendidikan bagi anak-anak di wilayah korban bencana gempa tektonik tersebut. Mulai dan mengelola proses pembelajarannya sampai dengan penyampaian bantuan aiat-alat dan kelengkapan sekolah
mereka. Itu yang terjadi 'di' dan bermula 'dari' kawasan selatan, kawasan 'Kerajaan Ratu Kidul'. Karena, ternyata, kita juga dikejutkan oleh ulah 'asuhannya Mbah Maridjan', Gunung Merapi, yang dengan perkasanya menyajikan lava merah, lahar dingin, dan wedhus gembel ganasnya, yang juga menelan korban dan cukup mengusikkedamalan warga, kedamaian kita.
Advertisement
Gambaran dl atas baru dua daii sekian banyak gambaran yang seharusnya tergambar. Apa pasai? Masalah, kasus, bencana, penderitaan, dan sebangsanya, serentak, bertubi-tubi terjadi di tanah air kita tercinta, Indonesia. Sebut saja beberapa: stunami, pesawat rontok, ban\\r bandang, tanah iongsor, gempa bumi, gunung batuk-bersin, iumpur panas, dan seterusnya, dan seterusnya, yang ternyata telah menghiasi iembaran-lembaran sejarah perjalanan bangsa ini dengan tinta hitam. Dari berbagai diskusi, analisis, pemikiran,
pendapat di ruang-ruang seminar ekskiusif sampai dengan greneng-greneng dan obroian di warung koboi, dengan sudut pandang maslngmasing, dengan kapasltas masing-masing, dengan versi masing-masing, semua sah-sah saja menurut 'aiiran' masing-masing. Ada yang mengunakan rumus-rumus yang rasionai dan natural, ada puia yang menggunakan perhitungan-perhitungan yang Irasionai dan supranaturai. Sekali iagi, semua sah-sah saja, dalam rangka menyatakan kepedulian terhadap masa depan anak-anak bangsa ini. Apa pun kata orang, di mana pun kata itu terucap, kepada siapa pun kata itu diucapkan, yang jeias, deretan simboi fenomena itu pasti menyembunyikan hikmah dl sebaliknya. Kita iantas teringat ini,"... Mungkin Tuhan muiai bosan / melihat tingkah kita / yang selaiu salah dan bangga dengan dosa-dosa / atau alam muiai enggan / bersahabat dengan kita / marl kita bertanya pada ...." Sepotong syair iagu yang dilantunkan oleh Ebiet G. Ade yang teramat mengusik pikiran dan perasaan kita. Kita? Ya, kita, orang-orang, dan manusia-manusia, yang insya Allah ~ masih punya hat! nurani. (red-m)