2 minute read
Bina rohani
Manusia dalam Dimensi Waktu dan Dimensi ada
SeBagaI makhluk yang berakal, manusia memiliki kemampuan membedakan yang baik dan buruk. Kemampuan itulah yang menyebabkan manusia berbeda dengan makhluk lainnya, seperti binatang atau tumbuhtumbuhan. Potensi akal memungkinkan manusia memiliki daya berpikir (alquwayah alnatiqah) sehingga mampu memahami berbagai macam pengertian untuk menguasai ilmu pengetahuan. Melalui daya berpikir manusia dapat menjatuhkan pilihan dan melakukan tindakan sesuai dengan pilihannya. Dalam konteks ini, kemampuan melakukan pilihan hanya dimiliki oleh manusia. Pada akhirnya, manusia melakukan tindakan sesuai dengan pilihanpilihan tersebut. Pilihanpilihan yang ditetapkan manusia berujung pada tujuan hidup yang hakiki, yakni kebahagiaan sejati dan kematian yang sempurna. Tujuan tersebut menegaskan bahwa kehidupan manusia pada hakikatnya berada dalam dimensi keduniawian dan dimensi keakheratan (Sukardi, 2005).
Advertisement
Perjalanan kehidupan manusia di dunia diakhiri dengan peristiwa kematian dan kematian merupakan awal kehidupan yang abadi. Peristiwa kematian menggambarkan bahwa kehidupan manusia pada dasarnya berada dalam tegangan dua dimensi, yakni dimensi kesementaraan dan dimensi keabadian. Nugroho (2011) menyatakan bahwa tegangan itu menegaskan dua eksistensi manusia, yakni eksistensi ‘dalam waktu’ dan eksistensi ‘di luar waktu’. eksistensi manusia dalam waktu disebut hidup dan eksistensi manusia di luar waktu disebut ada. Dalam dimensi hidup horizon imajinasi manusia adalah kefanaan (mati). Sementara itu, dalam dimensi ada horizon imajinasi manusia adalah keabadian.
Merujuk pandangan Kierkegaard, Nugroho (2011) menegaskan bahwa ketegangan antara dimensi waktu dan dimensi ada menimbulkan konsekuensi Oleh aNWaR eFeNDI
grandmall10.wordpress.com
terhadap perilaku manusia. eksistensi dalam dimensi waktu mendorong manusia berkembang biak agar spesiesnya bertahan dan tumbuh kuat untuk menafkahi hidupnya beserta anak keturunan, untuk meraih kemuliaan dan kejayaan. Pada sisi lain, eksistensi dalam dimensi ada mendorong manusia bergerak ke arah sebaliknya. Upaya mengendalikan nafsu, sabar, dan selalu siap mengampuni adalah beberapa sikap yang dipupuk oleh eksistensi diri yang menyadari adanya dimensi keabadian.
Jika dicermati, tampak ada relevansi antara tujuan hakiki hidup dan dua dimensi yang ada dalam diri manusia. eksistensi manusia dalam dimensi waktu dapat disejajarkan dengan tujuan manusia dalam mencapai kebahagiaan sejati. Selanjutnya, eksistensi manusia dalam dimensi ada dapat disejajarkan dengan tujuan manusia dalam rangka menggapai kematian yang sempurna.
Dalam pandangan Stephen Covey, penghayatan terhadap dimensi waktu dan dimensi ada akan melahirkan kategori manusia proaktif dan manusia efektif. Manusia proaktif adalah manusia yang peduli pada apa yang dipikirkan para pelayat ketika dirinya sudah terbujur sebagai jenazah. Selanjutnya, manusia efektif adalah manusia yang peduli pada kenangan yang akan tumbuh dalam hati dan pikiran banyak orang ketika dirinya sudah tidak hidup lagi. Muara kategori manusia proaktif dan manusia efektif adalah manusia yang memiliki karakter otentik, sebagaimana dalil yang diungkapkan Heidegger. Manusia otentik adalah manusia yang memiliki ketetapan dan keteguhan hati menghadapi kematian. Ketetapan dan keteguhan hati terhadap kematian tersebut merujuk pada adagium bahwa manusia adalah “SeinzumTode”, manusia “ada ke arah Maut” (Nugroho, 2011).
anwar eFendi kahumas unY