2 minute read
RESENSI MEDIA
Perempuan Buta-Tuli Penakluk Dunia
PEREMPUAN itu bernama Helen Keller. Lahir pada tanggal 27 Juni 1880 di Tuscumbia. Sebuah kota kecil di Barat Laut Alabama, Amerika Serikat. Akibat virus yang menyerangnya pada usia 19 bulan, Helen kehilangan indra penglihatan dan pendengaran selamanya. MesMeskipun hidup terasa hampa, sepi tanpa bisa melihat dan mendengar, namun Helen Keller tak mengenal rasa putus asa. Justru dengan kekurangan tersebut ia memiliki kelebihan di antara anakanak sebayanya. Mata batinnya yang peka mampu melihat lebih dalam daripada orang pada umumnya. Helen mengungkapkan pada saat inderawi fisik lenyap, satu-satunya yang bisa diandalkan yaitu dengan mengolah rasa.
Advertisement
Ia adalah perempuan pertama butatuli yang mampu mengguncangkan dunia dengan fakta pada tahun 1900 Helen menjadi mahasiswa buta-tuli pertama yang diterima di Radclife College. Pada akhir Maret 1903 buku the story on my life ini, telah terbit dan diterjemahkan ke dalam 50 bahasa termasuk Indonesia dan menjadi bestseller hingga sekarang. Buku ini termasuk karya otobiografi Helen Keller di mana bagianbagian tulisannya ini mengandung sejarah perjalanan hidupnya Helen Keller yang bergulat dengan mata batinnya dalam mendeskripsikan apa yang dirasakan, apa yang diraba sehingga mampu memahami sifat orang dan kehidupan sekitar dengan mengesankan.
Pada 28 Juni 1904 Helen berhasil meraih gelar sarjana –sesuatu yang belum pernah dicapai oleh orang lain seperti dirinya. Ia memiliki guru pribadi yang sangat peduli dan menyayangi Helen. Dia adalah Anne Sullivan yang mengenalkan huruf braile kepada Helen Keller sehingga prestasi dan intelektualnya tidak kalah dengan mahasiswa lainnya.
Ia juga rajin menjadi pembicara publik. Dalam pidatonya yang pertama kali pada 13 Februari 1913, ia mampu berbicara di depan publik di Montclair, Oleh SYAIFUL HERMAWAN
AKU BUTA DAN TULI SEJAK BAYI Judul asli: The Story On My Life • Penulis: Helen Keller • Penerbit: Kayla Pustaka, 2010 • Tebal: 180 Halaman
New Jersey. Hingga puncak perjalanan hidupnya yang difilmkan tahun 1955— pada tahun itu juga Helen mendapat Academy Award dengan judul film The Unconquered, sebuah film biografinya. Helen Keller dalam buku ini mengajak kita untuk bercermin, berintrospeksi diri, dan berbagi kisah pengalaman batinnya yang penuh inspiratif. Seolah Helen berteriak pada dunia “Ini aku si buta-tuli yang bisa menaklukkan dunia”. Dunia batinlah yang menginspirasi indra manusia. Ini persis yang dikatakan Helen pada bagian buku ini: “Keindahan matahari terbenam yang dilihat oleh kawanku yang melintasi bukit lembayung memang luar biasa. Namun matahari terbenam di dalam mata batinku membawa suka cita yang lebih murni karena itu merupakan perpaduan dari berbagai keindahan yang kita ketahui dan hasrati” (hal 92). Pengalaman batin tersebut digambarkan Helen secara detail layaknya seorang dokter bedah yang membedah dan mengotopsi mayat dengan rinci setiap bagian.
Buku ini merupakan catatan pergulatan batin selama hidupnya. Dalam kondisi cacat fisik, ia anggap sebagai suatu mukjizat dari Tuhan dengan mendokumentasikan kenyataan, mimpi, imajinasi, dan daya spriritual murni yang dimaknainya menggunakan katakata. Hal itulah yang cenderung sering dilupakan –bahkan diacuh tak acuhkan oleh mereka yang konon memiliki fisik sempurna.
Tulisan Helen Keller ini sekiranya mampu menjadi hikmah kepada kita agar senantiasa selalu mensyukuri karunia Tuhan yang telah kita terima. Meski sebagian orang di sekitar kita memiliki cacat fisik, tak seharusnya membuat kita menjadi arogan, antipati. Malahan sebaliknya mampu memberi motivasi hidup agar selalu ada slogan yang selalu hidup di sanubari kita semua,”Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi yang lain”.
SYAIFUL HERMAWAN mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni UNY