Pewara Dinamika Februari 2012

Page 38

opini POLEMIK KEBIJAKAN DIKTI O l e h E KO T RI O N O

I

ni kali kita mulai dengan surat edaran Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti), Kementrian Pendidik­an dan Kebudayaan, Nomor: 152/E/T/2012, yang berisi tentang persayaratan kelulusan bagi pembelajar program strata. Untuk S-1 dengan ketentuan menghasilkan makalah yang diterbitkan di jurnal ilmiah, S-2 pada jurnal ilmiah nasional yang terakreditasi Dikti, serta S-3 pada jurnal internasional. Pesyaratakan ini berlaku untuk kelulusan setelah Agustus 2012. Kebijakan yang menuai banyak pertanyaan tersebut pada mulanya didasari oleh alasan internal pendidikan di Indonesia yang minim publikasi tulisan penelitian ilimiah yang sesuai dengan standar akademik, serta perlunya dialektika keilmuan yang progresif. Dan jurnal, dalam pemikiran Dikti, dapat menciptakan ba­ ngun ruang yang apabila tersistem dalam tanda­ atur (“kebijakan”) akan mampu memaksa, menampung, dan menopang salah satu fungsi pendidikan tinggi tersebut. Namun, kebijakan ini sebenarnya juga mengepung; mengandung pola penetrasi dengan sekian tembilang mata tombak yang tak hanya jadi ancam, tetapi juga alarm yang bakal menggaduhkan kurikulum perguruan tinggi yang selama ini adem-ay­ em. Akibatnya, akan terjadi semacam “insiden” beruntun. Insiden pertama adalah secara teknis. Persoal­ an teknis pada S-1 melibatkan ketersedia­an jur­ nal ilmiah yang mampu menampung jutaan

Namun, kebijakan ini sebenarnya juga mengepung; mengandung pola penetrasi dengan sekian tembilang mata tombak yang tak hanya jadi ancam, tetapi juga alarm yang bakal menggaduhkan kurikulum perguruan tinggi yang selama ini adem-ayem. 36

PEWA R A DIN A MIK A F E B R UA R I 2 0 1 2

karya ilmiah setiap periode kelulusan, ketersediaan pemeriksa, dan keterbacaannya (dengan kalimat lain: siapa yang akan membaca?). Jika kompenen tersebut salah satunya oklok, maka efeknya pada mutu karya ilmiah yang akan dihasilkan/asal jadi, serta pada masa studi, apabila jurnal tersebut diterbitkan dalam kala dan kuota tertentu saja. Perkara masa studi, akan lebih dominan berakibat pada S-2 dan S-3, yang mengharuskan publikasi di jurnal tingkat nasional dan internasional yang terakreditasi, sebab tentu jurnal­ yang demikian sifatnya sangat selektif, tidak semua karya yang masuk dengan serta merta dapat diterbitkan. Akibatnya jelas berpenga­ ruh pada sistem akademik atau kurikulum yang berlaku di perguruan tinggi tersebut, terlebih bagi peserta program strata yang bersangkut­ an. Keluar dari insiden teknis, dilihat secara subtantif kebijakan Dikti ini mengandung sejumlah ion positif. Keberadaan karya ilmiah yang secara jamak disebut sebagai “yang-mengandung-objektivitas”, sebagaimana syarat dari sebuah keilmuan secara filsafati, telah menja­di tanda hormat bagi kelompok terdidik. Kebera­ daan ini memang penting, meski bukanlah yang terpenting, mengingat karya ilmiah yang di­hasilkan dari suatu penelitian, baik yang bersifat material maupun imaterial, akan membantu membangun bangsa. Dari sini wajar bila muncul adagium: maju tidaknya suatu bangsa diukur dari kualitas dan kuantitas karya ilmi­ ahnya. Di negara maju, para peneliti mendapat prioritas dalam pembangunan serta berkorelasi erat dengan industri atau pengembang dalam berbagai bidang kehidupan, seperti sosial dan humaniora. Niat baik Dikti pun kemudian mendapat tempat. Indonesia masih menjadi negara dengan kuantitas karya ilmiah mengenaskan, misalnya dilihat dari jumlah jurnal adalah le­ bih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Akan tetapi, tidak berarti kebijakan Dikti ini tampil sebagai langkah yang sepenuh­ nya “bijak”, bahkan lebih banyak terkesan la­ yaknya sebuah “sekhak” yang kurang teliti, terlebih ketika strategi-strategi pendidikan yang lain masih gentar posisi tegapnya.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.