3 minute read

cerpen

Next Article
Jendela

Jendela

Tentang ibu Yang kurindu

oleh APriDA NUr riYA SUSANTi

Advertisement

Jalanjalan sendirian di bawah hujan. Menikmati dinginnya air hujan yang turun membasahi wajahku. Daundaun basah. rumput di halaman rumah, bunga di teras depan, jalanjalan setapak, dan apapun, totalitas basah. rasanya menyenangkan saja bermain di waktu dingin hujan. Lalu ibu akan melihat ke jendela atau depan rumah menantikanku pulang. Terkadang beliau melihat ke tempat payung. Lengkap atau tidak. kalau memasak sesuatu, ibu selalu membuat dua bumbu. Pedas dan tidak pedas. Terlihat tidak praktis sebenarnya. harus dua kali kerja. Aku yang sukanya makan yang pedaspedas. Adikku yang sama sekali tidak bisa makan makanan yang pedas. ibu selalu menyiapkan apa yang kami butuhkan. kalau sore, beliau akan membuat dua gelas kecil kopi asli yang dipetik dari pekaranganku sendiri dan segelas besar teh manis. kopi untukku dan Bapak. Teh manis untuk adikku. Lalu kami bertiga akan duduk bersama di depan rumah menatap senja di balik gunung Lawu. Sementara itu, ibu masih akan sibuk dengan makanan yang pedas dan tidak pedas. Lantas saat makan malam, beliau hanya akan makan dengan porsi yang sangat sedikit. kalau kusinggung tentang sedikit sekali makannya, beliau akan menjawab,” Sudahlah. Makan saja. kalau di Jogja kan gak bisa nambah kalau masih laper. Jadi…makan yang banyak sana”.

Suasana di rumah sebenarnya yang membuat kita nyaman. Makan apapun jadi enak. Terkadang di rumah hanya sekedar makan nasi dan sambel terasi saja, rasanya benarbenar enak. Beda dengan kalau kita makan di Jogja, beli satu porsi makanan. Lalu dibawa pulang. kalau sudah habis kita tidak bisa tambah lagi. kecuali kita beli satu porsi lagi. Di Jogja, ayam terasa seperti tempe. Di rumah, tempe justru terasa ayam. Bahagia di rumahlah yang membuat kita selalu merasa nyaman dengan apapun kondisi yang menimpa kita. Dan makanan buatan ibu selalu saja menjadi salah satu alasan kita rindu rumah. Tetang ibu. Tentang rumah. Tentang tempat seorang anak akan kembali.

Suatu hari aku pulang dari Jogja. Salah satu tetanggaku baru saja melahirkan. Aku dan ibu bergegas pergi ke toko dan membeli beberapa kebutuhan untuk bayi dan ibu hamil. kami berniat berkunjung untuk menengok bagaimana keadaan bayi dan ibunya. kalau di desa, budaya yang seperti masih sangat kental. Saling berkunjung ke tetangga kanan kiri rumah. Nenekku saja sampai hafal namanama siapa saja yang tinggal di dusun tempat tinggalku. Berbeda dengan di Jogja tempatku tinggal sekarang. Tetangga kanan kiri rumah kos saja tidak kukenal.

Selesai menyiapkan barangbarang, kami segera pergi ke rumah tetanggaku. Mbak ika, begitu biasanya kupanggil dia. rumahnya sudah ramai dipenuhi kerabat dekat ataupun jauh

Pada apapun… Sedang terhuyung ke kampus, Laptop, paper, tugas, kuliah dan amanah menggelayut karena panas sedang tak akur dengan hujan dan dingin sedang senang berlarian maka sudahlah, acuhkan saja… berkaca pada bulan, dan kita pandang bersamaan dipelatari sujud dalam, dan kuat bertahan apapun Bu…. Apapun, Pada setiap huruf di kata yang dibaca sekarang Pada gerimis yang turun perlahan Pada angin yang tak pernah diam Pada ribuan mata malaikat di sepertiga malam Aku selipkan rindu untukmu Biarlah kita menangis bersama dikejauhan Tersungkur dihadapanNYA

kAMPUS hari ini seperti biasanya. ramai lalu lalang mahasiswa. Pohonpohon di kampus juga masih sama. Mereka sedang senang menggugurkan daundaunnya. Tidak mau kalah dengan pohonpohon di Jepang atau korea yang mungkin sedang berdamai dengan musin gugur. Lorong kampus di antara gedunggedung kuliah yang tua dipenuhi diskusi dan tawa mahasiswa. Menyenangkan sekali duduk berkumpul sambil membicarakan tugas kuliah atau tentang apapun. Lorong panjang dan hujan daun. Sejenak mengingatkanku untuk duduk menyambut senja yang mulai datang. Sementara aku duduk sendirian di depan salah satu gedung tua itu. Menatap daundaun yang jatuh ditiup angin. Sore itu aku duduk sendirian menikmati angin dan langit yang mulai merah. Sengaja menyendiri. Mengingat kembali tentangnya yang istimewa. Sebelum subuh datang, ibu terkadang sudah bangun. Terkadang juga belum. Mungkin karena lelah di hari sebelumnya. Lalu beliau belum bangun. Tapi pasti karena rasa sayangnya pada keluarga, lantas pagi sebelum subuh pun beliau sudah bangun. berpikir dan bersiap pada apa yang hendak dihidangkan untuk sarapan pagi itu. Selalu begitu setiap pagi. Setelah jauh dari rumah, kita baru menyadari bahwa kita sering mengacuhkan halhal sederhana dalam hidup. ibu sedang mempersiapkan makanan untuk anak dan suaminya. kepayahan yang terjadi hampir setiap hari. Tanpa jeda. Mulai dari berebut dagangan di pasar. Perang harga dengan sang penjual. Samasama tidak mau kalah. Samasama membawa misi penting tentang keberpenuhan sebuah keluarga. Lebih dari itu. ini tentang pengabdian seorang ibu kepada anak dan suaminya. ia sedang memperjuangkan kelegaan dalam hatinya. kalau hujan turun, aku akan sibuk dengan duniaku sendiri.

This article is from: