![](https://assets.isu.pub/document-structure/210622035626-ac966282efe58b1fc7052fdbb833800e/v1/8b39f31212cdcc9768db455ec00f2428.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
3 minute read
cerpen
Masasoul*
Oleh AMANAtIA JUNDA S.
Advertisement
benar nyatanya. Danang bukanlah orang yang tepat untuk memberiku kasih sayang.
***
“kau tak setia!!” jerit Sekaraji nyaring di depanku. Matanya sembab oleh airmata yang masih mengalir deras. tubuhnya bergetar hebat. berkali-kali ia mencambukiku dengan cambuk yang Om Hongoi dapatkan dari Madura. Aku bergidik. Aku seperti berada dalam lautan parade, menjadi kerapan Sapi. tar!
Aku bergeming. Aku merasakan darah panas meleleh di punggungku. Aku ingin Sukma datang sekarang, mendekapku, melindungiku. Semalam Sukma menawariku untuk tinggal bersamanya, di dunianya. Aku masih memikirkan tawaran yang menjanjikan kebahagiaan tersebut.
“Apa hakmu untuk berpacaran dengan Danang hah?! kau milikku regi!”
Ya, sekarang aku ingin pergi ke masa tempat Sukma tinggal. Agar aku bisa hidup tanpa disiksa terus menerus di rumah keramat. Agar aku lepas dari ritual ngabdi ndalem pada Sekaraji. Agar Sukma tak repot-repot menemuiku setiap malam dan menghiburku. Aku akan terus bersamanya, di sisinya, menggantikan posisi anak kandungnya. toh, aku juga begitu rindu dengan sosok ibu. tar!
“Jawab regi! bela dirimu sekarang! Aku ingin dengar dari mulutmu bahwa kau mencintai Danang. kau mengkhianatiku!”
Aku tak tahan. bukan, bukan baru pertama kali ini aku mendapat cambukan atas kecemburuan akutnya, tapi hatiku yang perih. Seolah-olah darah merembes dari sana, bukan dari punggungku.
Sesaat kemudian, sebelum semua menggelap, aku tahu kepala ular dari cermin Masa berputar. Pertanda gerbang ke masa lain dibuka. Ya, Sukma menjemputku, aku akan pergi. Akhir dari masaku di sini. Aku akan bebas! ***
Senin, 28 Februari… rumah tahanan Wanita
Ini untuk pertama kalinya Danang menginjakkan kaki di lembaga pemasyarakatan khusus wanita. Ia hendak menemui seorang gadis yang akhir-akhir ini menghebohkan masyarakat dengan tindak menyimpangnya. Gadis itu mengenakan seragam khas tahanan, biru tua, lusuh. Ia duduk di bangku panjang tempat para tamu menjenguk kerabatnya masing-masing.
“Maafkan aku,” bibir keringnya mengeluarkan suara tercekat.
CerMIN itu berasal dari hilir kapuas. Suku asli rimba hutan borneo telah mengukirnya dengan sangat artistik. tapi aku tak peduli dengan segala catatan mengenai cermin yang tengah berdiri memantulkan bayanganku. Aku peduli pada sosok wanita yang hadir setiap malam kini, menemaniku tidur.
“Aku berharap kau ibuku,” bisikku lirih pada seorang wanita yang sama.
“Aku berharap kau putriku yang kelak meneruskan darah bangsawan Djoyodiningrat Hadi kusumo.”
“Sebenarnya siapa kau?” tanyaku bingung, aku duduk dari tidurku. Menatap wanita di sampingku lekat-lekat.
“Aku dari sana,” ia menunjuk cermin mengerikan itu. “Cermin pemberian saudagar intan dari Martapura yang kemudian meminangku dengan rasa cintanya yang luar biasa besar. Namun, ia tak tepat bagiku. Ia tewas saat perampok menyerbu kediaman kami. Malangnya, putriku juga tewas terbunuh dalam dekapanku.” ekspresinya datar. tanpa menunjukkan perubahan sedikit pun pada garis-garis wajahnya yang licin dan putih. “Aku mencari seseorang yang sudi menjadi putri kandungku,” bisikinya lirih sambil tersenyum kalem, keibuan.
Aku kini dapat melihat tujuannya berada di sini. ***
“Ah, kau bercanda denganku regi,” Danang tertawa geli setelah aku menuturkan kejadian-kejadian aneh yang terjadi di rumah keramat. Semenjak cermin itu mengeluarkan sosok Sukma—nama wanita bangsawan Jawa tengah tersebut— aku merasa menemukan kasih sayang dari orang yang tepat.
“kau tak memercayaiku, Nang? Aku berani bertaruh denganmu, cermin itu memiliki kekuatan magis. Seolah-olah cermin itu adalah saluran menuju ke dunia lain. ke masa lain!”
“kau hendak bilang itu mesin waktu?”
Aku mengangguk mantap. Danang terdiam, tidak terbahak lagi. Ia menatap mataku tajam. Seperti tengah menggali sesuatu dari dalam pikiranku.
“Sayang…,” Danang memanggilku lembut. entah mengapa aku merasa tidak bahagia dengan panggilan ini. Walaupun aku tak menyesal telah menerima tawarannya untuk menjadi kekasihku. Aku tak tega melihatnya berlama-lama dengan sorot mata yang terluka minggu lalu setelah ia mengutarakan rasa istimewanya. Namun, Sukma mengatakan ia bukan pemuda yang tepat bagiku.
“Hm… Jangan tersinggung ya, gimana kalo’ kita pergi ke psikiater, maksudku, kau telah terlalu lama tinggal dengan keluarga keramat. Aku khawatir mereka telah mengontaminasi alam bawah sadarmu, Sayang…”
Aku mengerjap, percaya. Percaya yang dikatakan Sukma
cerpen
istimewa
“Aku tadi ke sana, menemui regi,” ujar Danang bergetar, tak mengacuhkan permohonan maaf gadis tersebut. Danang bersusah payah tidak menyamakan gadis tersebut dengan seorang mutilasi sejati.
“bagaimana keadaannya sekarang?” tanyanya cemas. Sedangkan Danang hanya menatapnya, bisu. Gadis itu kembali terisak untuk kesekian kalinya. “Aku tak menyangka semua berakhir seperti ini. kita sama-sama sangat mencintai regi. tapi aku justru merusak hidupnya. Seharusnya aku membiarkannya hidup bahagia denganmu, atau melepasnya dari keramat. tapi aku tak rela… aku ingin ia menjadi milikku selamanya. Aku.. aku telah membunuhnya!”
Danang menutup matanya sejenak. Hatinya seperti ditusuktusuk pisau. Ia tak ingin menangis di depan para sipir wanita.
Dua jam yang lalu ia mendapati regi, sang kekasih sedang duduk di pelataran rumah sakit jiwa. Ia sedang tersenyum sendiri dengan tatapan kosong layaknya penghuni yang lain. entah apa yang berada dalam pikirannya. Cinta Danang tak sanggup menarik jiwanya kembali ke masa ini. Dunia nyata. regi telah terperangkap dalam dunia ciptaannya sendiri.
Apa gila bisa diwariskan?
*sambungan edisi sebelumnya
amanatia JUnda solikHaH mahasiswi komunikasi UGm