2 minute read

Bina rohani

Next Article
resensi media

resensi media

belajar dari Ibadah Haji

Oleh IbNU SANtOSO

Advertisement

SeCArA etimologis, “haji” berarti ”bermaksud” atau “menyengaja”. Secara terminologis, berarti mendatangi baitullah (ka’bah) pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Jika dicermati, tata cara ibadah haji ini merupakan perjalanan hidup yang pernah dialami oleh Nabi Ibrahim alaihis salam dan keluarganya. Mulai dari thawaf, sa’i, pelemparan jumrah, sampai penyembelihan binatang kurban.

Dari banyak nabi dan rasul, mengapa hanya Nabi Ibrahim yang perjalanan hidupnya dijadikan kaifiat (tata cara) ibadah dalam Islam? bahkan tidak hanya itu, Nabi Ibrahim dan keluarganya pun dijadikan rujukan doa ketika berselawat untuk Nabi Muhammad saw. dan masih banyak lagi keistimewaan yang dimiliki Nabi Ibrahim as.

Pengalaman Ujian

ketika Nabi Ibrahim telah berumur 80 tahun dan belum dikaruniai seorang anak, beliau pun mulai gelisah, karena tidak ada yang akan meneruskan perjuangan keimanannya. kemudian atas saran istrinya, Sarah, akhirnya beliau memperistri Hajar yang merupakan pembantunya sendiri. Namun pada akhirnya, Sarah pun merasa cemburu setelah Hajar memiliki seorang anak (Ismail). Sarah berdoa kepada Allah supaya masalah yang membuat hatinya menjadi sakit karena cemburu itu ada solusinya. Itulah sebabnya, turun perintah dari Allah agar Nabi Ibrahim membawa Hajar dan putranya, Ismail, ke negeri jauh ke selatan yang sekarang terkenal dengan nama Makkah.

Pengalaman ujian berikutnya ialah ketika Hajar dan putranya, Ismail (waktu itu masih bayi), kehabisan bekal terutama air minum. Dalam kondisi bingung, tanpa suami, sendirian di padang cadas yang tidak ditumbuhi sebatang pohon pun, Hajar mencari air dengan memanjat bukit Shofa ke bukit Marwah (dilakukan sampai 7 kali). Sub

istimewa

hanallah, Allah menolongnya dengan mengeluarkan air sumur zamzam. Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam ibadah haji sebagai sa’i.

Pengalaman ujian lain ialah ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang sudah bersepakat untuk mengorbankan Nab Ismail dihalang-halangi oleh iblis. Waktu itu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dengan berbekal keteguhan iman taqwa melempar iblis dengan batu. Peristiwa tersebut kemudian diabadikan sebagai pelemparan jumrah.

Penapaktilasan pengalaman relijius Nabi Ibrahim di atas yang harus dilakukan sendiri oleh setiap jamaah haji diharapkan memberikan kontribusi terhadap kualitas iman tauhid setiap jamaah haji. Itulah sebabnya, secara personal setiap jamaah pasti memiliki pengalaman relijius yang berbeda sesuai dengan kualitas iman tauhidnya.

Dalam menghadapi setiap cobaan ketika menjalankan ibadah haji, Allah telah memberi petunjuk dalam Al-Qur’an, 2:197, “berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-ku, hai orang-orang yang berakal.”

Di samping bekal taqwa, Allah juga memberi peringatan terhadap setiap jamaah haji sebagai berikut, “barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan jadal atau berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. (Al-Qur’an, 2:197).” Rafats ialah perkataan jorok yang dapat menimbulkan nafsu birahi seksual. Fasik ialah merusak baik diri sendiri atau segala sesuatu di luar diri sendiri. Jadal ialah berdebat untuk memenangkan atas pendapatnya sendiri.

Dalam Islam, ibadah haji merupakan rukun Islam kelima dan sekaligus sebagai penyempurna Islam seseorang. Artinya, agar Islam seseorang menjadi sempurna, jalan yang harus ditempuh ialah melakukan penapaktilasan, memahami ujian, dan cobaan baik yang pernah dialami oleh Nabi Ibrahim. bagi saudara-saudara kita yang belum memperoleh kesempatan melakukan ibadah haji yang harus dilakukan ialah: (1) niat untuk menjalankannya dan (2) mempersiapkannya dengan ber bekal taqwa dan manjauhi tiga larangan tersebut sejak sekarang.

iBnU santoso staf Pengajar fBs UnY

This article is from: