bina rohani Belajar dari Ibadah Haji O l e h I b nu S ant oso Secara etimologis, “haji” berarti ”bermaksud” atau “menyengaja”. Secara terminologis, berarti mendatangi bait ullah (ka’bah) pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Jika dicermati, tata cara ibadah haji ini merupakan perjalanan hidup yang pernah dialami oleh Nabi Ibrahim alaihis salam dan keluarganya. Mulai dari thawaf, sa’i, pelemparan jumrah, sampai penyembelihan binatang kurban. Dari banyak nabi dan rasul, mengapa hanya Nabi Ibrahim yang perjalanan hidupnya dijadikan kaifiat (tata cara) ibadah dalam Islam? Bahkan tidak hanya itu, Nabi Ibrahim dan keluarganya pun dijadikan rujukan doa ketika berselawat untuk Nabi Muhammad saw. dan masih banyak lagi keistimewaan yang dimiliki Nabi Ibrahim as. Pengalaman Ujian Ketika Nabi Ibrahim telah berumur 80 tahun dan belum dikaruniai seorang anak, beliau pun mulaigelisah, karena tidak ada yang akan meneruskan perjuangan keimanannya.Kemudian atas saran istrinya, Sarah,akhirnya beliau memperistri Hajar yang merupakan pembantunya sendiri.Namun pada akhirnya, Sarah pun merasacemburu setelah Hajar memiliki seorang anak (Ismail). Sarah berdoa kepada Allah supaya masalah yang membuat hatinya menjadi sakit karena cemburu itu ada solusinya. Itulah sebabnya, turun perintah dari Allah agar Nabi Ibrahim membawa Hajar dan putranya, Ismail, ke negeri jauh ke selatan yang sekarang terkenal dengan nama Makkah. Pengalaman ujian berikutnya ialah ketika Hajar dan putranya, Ismail (waktu itu masih bayi), kehabisan bekal terutama air minum. Dalam kondisi bingung,tanpa suami, sendirian di pa dangcadas yang tidak ditumbuhi seba tangpohon pun, Hajar mencari air de nganmemanjat bukit Shofa ke bukit Marwah (dilakukan sampai 7 kali). Sub
istimewa
hanallah, Allah menolongnya dengan mengeluarkan air sumur zamzam. Pe ristiwa ini kemudian diabadikan dalam ibadah haji sebagai sa’i. Pengalaman ujian lain ialah ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang sudah bersepakat untuk mengorbankan Nab Ismail dihalang-halangi oleh iblis. Waktu itu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dengan berbekal keteguhan iman taqwa melempar iblis dengan batu. Peristiwa tersebut kemudian diabadikan sebagai pelemparan jumrah. Penapaktilasan pengalaman relijius Nabi Ibrahim di atas yang harus dilakukan sendiri oleh setiap jamaah haji diharapkan memberikan kontribusi terhadap kualitas iman tauhid setiap jamaah haji. Itulah sebabnya, secara personal setiap jamaah pasti memiliki pengalam an relijius yang berbeda sesuai dengan kualitas iman tauhidnya. Dalam menghadapi setiap cobaan ketika menjalankan ibadah haji, Allah te lah memberi petunjuk dalam Al-Qur’an, 2:197, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.” Di samping bekal taqwa, Allah juga memberi peringatan terhadap setiap jamaah haji sebagai berikut, “Barangsi
apa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan jadal atau berbantah-bantahan di da lam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. (Al-Qur’ an, 2:197).” Rafats ialah perkataan jorok yang dapat menimbulkan nafsu birahi seksual. Fasik ialah merusak baik diri sendiri atau segala sesuatu di luar diri sendiri. Jadal ialah berdebat untuk memenangkan atas pendapatnya sendiri. Dalam Islam, ibadah haji merupakan rukun Islam kelima dan sekaligus seba gai penyempurna Islam seseorang. Arti nya, agar Islam seseorang menjadi sem purna, jalan yang harus ditempuhialah melakukan penapaktilasan, memahami ujian, dan cobaan baik yang pernah dialami oleh Nabi Ibrahim. Bagi saudara-saudara kita yang belum memperoleh kesempatan melakukan ibadah haji yang harus dilakukan ialah: (1) niat untuk menjalankannya dan (2) mempersiapkannya denganber bekal taqwa dan manjauhi tiga larang an tersebut sejak sekarang.
Ibnu Santoso Staf Pengajar FBS UNY
P e wa ra D i n a m i ka O kt o b e r 2011
41