![](https://assets.isu.pub/document-structure/210415033432-b95adf303d055d83ff2e9db424d85eda/v1/e5e94fbb4e5c439fdb551eea94a6c605.jpg?width=720&quality=85%2C50)
3 minute read
Bina rohani
Berani Membela kebenaran
‘BErANI’ bisa berkonotasi positif sekaligus negatif. Sekarang, berani sering membawa konsekuensi negatif. Di tengah masyarakat sering terlihat kaum mudamudi berani melakukan tindakan yang dulunya sangat ditakuti, seperti berpacaran, minum minuman keras, mengonsumsi narkoba, berani melawan orang tua, bertindak brutal, melakukan perusakan, dan sejenisnya. Berani yang dituntut agama (Islam) adalah berani yang berkonotasi positif, berani membela kebenaran.
Advertisement
Dalam konteks Islam, berani sering disebut syaja’ah. Dalam kBBI (2001: 138) berani diartikan mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dsb. Dengan demikian, berani di sini adalah berani yang bernilai positif. Lawan dari sifat syaja’ah adalah jubun (pengecut atau penakut).
Muhammad adalah teladan bagi kita dalam segala hal, termasuk dalam hal berani (syaja’ah). Dari berbagai kisah (sirah nabawiyah), tidak ada sejarawan yang tidak memuji keberanian beliau. Nabinabi Allah yang lain juga para pemberani dalam mendakwahkan agama Allah, meskipun harus berhadapan dengan musuhmusuh dari kalangan orangorang kafir.
Bentuk-bentuk Keberanian
keberanian sangat diperlukan oleh setiap Muslim untuk bekal hidupnya seharihari. keberanian yang kita butuhkan dalam hidup ada beberapa, di antaranya:
Pertama, keberanian menghadapi musuh dalam peperangan di jalan Allah (jihad fi sabilillah). Setiap Muslim harus memiliki keberanian dalam berperang untuk menegakkan kebenaran dan agama Islam. Allah mengutuk orangorang Islam yang lari dari medan perang karena takut mati. Sebaliknya, Allah memberikan kedudukan yang tinggi bagi orang yang gugur di medan perang Oleh MArZUkI
IstImewa
menghadapi musuhmusuh Islam (mati syahid). Dalam alQuran surat alAnfal Allah berfirman: “Hai orangorang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orangorang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS alAnfal [8]: 1516).
Kedua, keberanian menegakkan kebenaran. Menegakkan kebenaran sangat membutuhkan keberanian, terutama menghadapi orangorang yang yang memiliki kekuatan atau kekuasaan. Seorang pemberani dituntut bisa menyampaikan kebenaran kepada siapa pun, termasuk kepada penguasa yang zalim (aniaya). Terkait dengan ini, Muhammad bersabda: “Jihad yang paling afdlol adalah memperjuangkan keadilan di hadapan penguasa yang zalim.” (hr Abu Daud dan alTirmidzi).
Ketiga, keberanian untuk mengendalikan hawa nafsu. Ini termasuk perjuangan (jihad) yang berat, sebab yang dihadapi tidak kelihatan dan ada pada diri kita sendiri. Watak nafsu selalu mengajak untuk berbuat kejelekan. Allah berfirman: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS Yusuf [12): 53). Jika nafsu dikendalikan, nafsu akan menjadi tenang (nafs mutmainnah), sehingga dapat mengantarkan seseorang ke surga. Allah berfirman: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hambahambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu.” (QS alFajr [89]: 2730).
Sebagai bagian dari warga UNY, sudah selayaknya kita memiliki sifat pemberani. Penegakan kebenaran dan keadilan membutuhkan keberanian dari semua warga UNY. keberanian pimpinan dituntut bisa menegakkan kebenaran bagi semua warga UNY, sedang keberanian dosen sangat dibutuhkan untuk mengawal para mahasiswa agar tumbuh menjadi manusia yang cendekia, mandiri, dan bernurani.
Upayaupaya yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan keberanian dalam diri kita, di antaranya: 1) adanya rasa takut kepada Allah (QS alAhzab [33]: 39 dan QS Ali ‘Imran [3]: 173); 2) lebih mencintai akhirat daripada dunia (QS alTaubah [9]: 38); 3) tidak takut mati (QS alNisa’ [4]: 78); 4) tidak raguragu; 5) tidak menomorsatukan kekuatan materi; 6) tawakal dan yakin akan pertolongan Allah; dan 7) hasil pendidikan dan pengalaman. Marilah kita berusaha untuk menjadi pemberani seraya memohon agar Allah memberikan kekuatan kepada kita (Wa Allah A’lam bi alshawab).
dr. marzukI, m.ag. dosen jurusan pknh FIse uny