nineteen.
Rekap Jurnal Tahunan | Valentino Adhi Nugroho
7, 12, 1 50, 82 215, 34 Ini sembilan belas. Dimana harapan dan realita saling baku hantam sekaligus menyayangi satu sama lain. Ini sembilan belas. Dimana mandiri dan independen mulai benar-benar terasa.
Ini sembilan belas. Dimana abu-abu mulai pudar. Hitam putih mulai tampak kontras. Dimana baik dan buruk bukan soal “baik-buruk� lagi, melainkan soal bagaimana keduanya saling mengisi satu sama lain membentuk hal baru yang terasa harmonis. Ini sembilan belas. Ini rangkum singkat cerita dan imajinya yang dibumbui harap terang masa yang akan datang.
Sepertinya di rekap jurnal kedua ini (pasca “Ode To My Eighteen�), aku dan diriku mulai sepakat bahwa ini adalah rangkaian proses mengingat peristiwa dan menjaga memori juga merawat nilai-nilai serta hal-hal baik lainnya yang selalu kubutuhkan untuk menjadi tongkat yang membantu dalam perjalanan. Maka demikianlah, ini, sembilan belas.
Your lovely bastard, Valentino Adhi Nugroho.
19, 31, 2, 133, 48 nineteen.
19
K
adang terasa seperti berjalan di atas garis batas dengan keterbatasannya. Berjalan guna menyusuri dan melihat dua sisi berbeda dari satu titik pandang secara bersamaan. Dari titik itu, kedua sisi tidak lagi tampak berlawanan. Mereka tampak harmonis. Mengisi satu sama lain. Ya, dua sisi itu. Gelap & Terang. Akui saja, kita semua punya waktu gelap itu dalam diri masingmasing, begitupun terangnya. Mereka bilang, “Tetaplah dalam terang, stay in the light.�. Tapi rasanya ada yang janggal disitu. Bagaimana bisa kamu sadar jika kamu berada dalam terang bila kamu tidak pernah termenung dalam gelap?
19/12/19
TIME 01: 2019
berbahagia dalam segala.
Jadi, sepertinya... Semua dan atau sebagian yang untuk aku menjadi untuk kamu, Kuharap kamu mau dan berkenan.
Lalu kusadar, selama ini aku punya semua, tapi aku yang entah kemana.
Aku harap, aku punya sedikit waktu, untuk aku. Aku harap, aku punya secuil rasa, untuk aku. Aku harap, aku punya seonggok tenaga, untuk aku.
Aku scrolling Instagram hari ini.
Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia yang pintar dan lucu Walau kadang rumit dan membingungkan Ia mengajari saya cara mengarang ilmu Sehingga saya tahu Bahwa sumber segala kisah adalah kasih Bahwa ingin berawal dari angan Bahwa ibu tak pernah kehilangan iba Bahwa segala yang baik akan berbiak Bahwa orang ramah tidak mudah marah Bahwa untuk menjadi gagah kau harus menjadi gigih Bahwa seorang bintang harus tahan banting Bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang kepada Tuhan Bahwa pemurung tidak pernah merasa gembira Sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila Bahwa orang putus asa suka memanggil asu Bahwa lidah memang pandai berdalih Bahwa kelewat paham bisa berakibat hampa Bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikan kau merasa aman Bahasa Indonesiaku yang gundah Membawaku ke sebuah paragraf yang merindukan bau tubuhmu Malam merangkai kita menjadi kalimat majemuk yang hangat Dimana kau induk kalimat dan aku anak kalimat Ketika Anak Bahwa Ruang Segala
induk
kalimat bilang kalimat pulang adalah masuk ke dalam penuh kenang tertidur di dalam
Ketika akhirnya Kita sudah menjadi Yang ingin Dan berharap tak ada
matamu kalimat yang
bakal
Kamus Kecil, oleh Joko Pinurbo
pulang paham palung raung kening mati tunggal tinggal tanggal
You loved The Smiths? / To die by your side, is such a heavenly to die. (500) Days of Summer
Valentino dari Valentine yan Kasih Sayang.
15/12/19
A
ku sadar lagi. Hehe. Ternyata cinta itu universal, cinta itu dari, oleh dan untuk semua. Cinta/kasih untuk perempuan, laki-laki, anak kecil, dewasa, miskin, kaya, tumbuhan, alam, lingkungan, binatang, benda mati/tak hidup, kaum minoritas, sahabat. Ah, banyak. Nyatanya, cinta juga beragam bentuknya. Beragam cara pengungkapannya. Dia tidak terbatas dan bebas. Milik semua dan untuk semua. Lewat kesadaran-kesadaran kecil ini, aku bisa ingat siapa diriku. Melalui namaku. Melalui namaku juga, aku akan senantiasa mengingat dan memastikan bahwa hal-hal, nilai-nilai baik yang telah ditanam, dirawat dan dijaga akan tetap lestari. Setidaknya dalam skala terkecil, diriku sendiri. Dengan begitu aku bisa memastikan bahwa aku adalah aku yang masih aku.
kukira tujuan, ternyata bukan kukira impian, ternyata buaian materi-materi pemenuhan segalanya kebutuhan sandang, pangan, papan sandang, pangan, papan dia lupa ada Tuhan dalam kebu-tuhan sebelum sandang, pangan, papan lupakan sejenak harapan lupakan juga penilaian pulanglah, ingat perihal kebaikan darma, karya, usaha pelan pelan pelan sebelum kecelakaan nyawamu gak sampai sembilan.
“V for Victory�, Kalah-menang itu biasa. Beberapa masih terang meski terpendam.
Hal-hal ini ada bersamaku dan mewakili aku dalam 19-ku Galang Rambu Anarki Jogja Istimewa February Macy’s Day Parade Samara Timur Membasuh Di Mata Air Tidak Ada Air Mata Kupaksa Untuk Melangkah Hidup Itu Indah Pancarona Mr. Brightside So Called Life Lagu Bahagia Lagu Pejalan Apa Yan Tak Bisa When I Come Around Menantang Rasi Bintang Hujan Mata Pisau Hilang Dansa Akhir Pekan GAS Saudade
Iwan Fals Jogja Hip-Hop Foundation Beach Bunny Green Day Barasuara The Adams Hindia, Rara Sekar Iwan Fals Anto Baret, Iwan Fals Naif Barasuara The Killers The Downtown Fiction Sisir Tanah Sisir Tanah Rumahsakit Green Day FSTVLST FSTVLST Rumahsakit The Upstairs FSTVLST Kunto Aji
waktu diparuh bersama, sambung telfon nada cinta tanam rasa tanpa temu, yakinku, kamu cuma satu kirim paket penuh kasih, hal-hal sederhana terpilih sadar, tetap tak mau tau, semua di dunia itu semu aku, kamu dan kisahmu jalan putar-berliku dalam waktu harapku cepat berlalu kisah kasih kesan membiru benar kata Sapardi ke Najwa, cinta sederhana itu tingkat dewa manusia fana tentu tak bisa berlaku setulusnya.
Good old days has ended someway, it’s not easy but that’s the only way. I never knew I’m so lucky to have you, Parallel life, I’ll see you soon! -The Only Way, Manifesto, Jenny
Malam di Ganjuran: Obrolan Valentino, Adhi dan Nugroho 15/12/19
Enggak, masa, sembilan belas? Masa sih? Ini sebenarnya terlalu cepat buatku. Aku sebenernya belum siap. Ini Januari, besok Februari. Apa aku akan sampai di dua puluh yang itu? 20? Kenapa diawali angka 2? Ini kebanyakan. Aku masih terlalu kecil untuk dua puluh yang itu, terlalu belia. Cukup, Len. Akan tiba waktunya. Kamu dan aku mesti siap. Bagaimana pun. Dua puluhmu akan segera. Emang 20 itu ngeri? Kamu akan tau segera. Sesegera batang rokokmu yang habis dimakan bara apinya. Oke. Aku gak punya banyak waktu lagi buat 19 yang kian rewel, 20-ku akan segera. Jadi begini aja... Kamu sudah apa? Has. Kenapa pertanyaanya itu lagi? Kamu tetap mesti belajar dan menjaga 19-mu itu, kan? Seenggaknya, dalam ingatan untuk jadi pelajaran. Ya, Oke. Ini 19-ku: Gak semeledak 18. Aku kayaknya sudah mulai sadar dan menerima (atau pasrah ya?) akan realitaku, akan hari-hariku, akan hak dan kewajibanku. 19 benar-benar terasa seperti melangkah. Langkahnya entah kemana, aku belum tau persis. Cuma Tuhan yang Maha Tau. 19-mu penuh ketakutan? Aku gak tau pasti. Tapi kayaknya iya, tapi gak sepenuh yang kamu bayangkan. Tapi kurasa, cara bertuturku agak berubah dari sebelumnya. O iya, soal pilihan. Aku rasa, aku gak punya banyak pilihan di 19 ini. Jalannya cuma satu. Arahnya tapi gak tentu. Aku gak banyak milih juga. 19 terasa kayak suka/gak suka, mau/gak mau, kamu tetep harus jalan disini. Ya kalo diteliti lebih jauh lagi 19 ini, aku takut nemunya yang jelek-jelek dan malah bikin aku gak bersyukur. Jadi, kuselesaiin sampe sini aja. Toh, ada yang bilang, “Maka sudahilah sedihmu yang belum sudah, Segera mulailah syukurmu yang pasti indah, Berbahagialah!� (Menantang Rasi Bintang, Hits Kitsch, FSTVLST) Aku masih dan selalu bersyukur atas mereka yang terus ada bersamaku, dan berbagi cerita denganku. Lovv! Beautiful ending? Iya dongs. Aku gakmau ujungnya jelek terus.
Nak, ingat hal-hal ini.
nineteen.