O
OO OO OO OO OO OO
__________
Pandemi: Pelabuhan / Antah Berantah
O O
__________
16 09 20
S
iang ini realita terasa makin nyata. Selepas menyiapkan gulungan sosis mie goreng, kuputuskan untuk membuka WhatsApp, lalu memberi kabar kecil berisi “Dah kelar semua” ke satu orang yang kusayang. Belakangan terasa melelahkan dan absurd, kuambil gelas dan mengisinya dengan air segar dari kendi di dapur lalu menuju keluar untuk sejenak bersantai dan merokok. Kududuk di samping vespa, memutar satu dua nomor lagu di Spotify.
“Katanya mimpiku ‘kan terwujud”
Rumpang dari Nadin ternyata. Mengantarku ke sebuah kalimat di benak berbunyi “Pandemi: Pelabuhan atau Antah Berantah?”. Ya, di awal pandemi aku cukup senang, kupikir “Ini dia waktu yang tepat untuk melakukan hal yang selama ini tertunda.” Ya, ini tampak seperti pelabuhan, untuk singgah sejenak dari segala dan beristirahat, restart. Memasuki lagi proses mencari dan menemukan lagi diri. Melukis lagi, sketsa, menggambar, menambah skill lain yang sejenis. Namun, belakangan itu tidak terasa demikian. Situasi yang terus menerus begini mulai menghabisiku. Di tengah ini, kulihat sepasang burung gereja yang hinggap di untaian doa. Eh, kabel maksudnya. Berpasangan, bercengkrama dan terbang lagi. Kupikir, “Enak jadi burung. Gaperlu pake masker, main tinggal main, gak perlu jaga jarak, cium tinggal cium, peluk tinggal peluk.”
lirik “Hold on to your dreams, however bleak it seems. The world they may not listen, but the devil may care� (Fame and Fortune, The Libertines)
13 09 20
psbb lagi, mau ngapain lagi? selain makan nasi gak ada lagi yang perlu diikuti selain petunjuk ilahi. au ah gelap, mari pesimis optimis tampak gak realistis.
TO DO LIST 1. Bikin poster/desain/porto 2. Jogging pagi/sore 3. Beresin kamar atas 4. Sketsa, ngelukis 5. Lamar part time 6. Jualan tipis-tipis 7. Nyatet pengeluaran/ pemasukan duit
07 09 20
06 09 20
B
ebas (lagi). Topik yang gaada abisnya buat dibahas. Bebas. Dulu kucari-cari, kucobacoba ragam cara agar merasa bebas, agar tidak terperangkap dan terkurung oleh halhal yang tidak kusuka, yang kerap memaksaku melakukan ini itu yang tak kuharap. Kucoba lewati jam malam, menikmati rokok, pergi ke konser, menikmati musik, bermain dan berkumpul dengan siapa saja, minum, dan hal yang tak perlu kusebut itu. Aku merasa bebas. Sementara. Aku merasa seketika bebas ketika aku mampu melakukan hal-hal itu. Hal-hal yang sementara dan hanya sekejap
kulakukan atas nama pembalasanku kepada semua aturan/larangan/hal yang mengurungku. Namun, aku merasa kebebasanku semu. Tidak sejati, hanya sementara. Hari ini kutelusur lagi ruang bebas. Kucari apa yang ada didalamnya, dan kutemui satu hal lainnya. Satu yang jauh lebih besar dan luas ketimbang hal-hal yang pernah kulakukan sebelumnya atas nama bebas. Disana terbilang, bebas adalah dirimu sendiri. Tidak terperangkap oleh pandangan-pandangan orang, kamu bebas menjadi apa yang dirimu kehendaki, melakukan hal-hal senyamanmu, tanpa rasa takut akan halhal lain. Di telingaku, itu terdengar seperti, “Nak, kamu gak perlu jadi ber-uang untuk mendapat pengakuan dari teman/ pihak lain. Nak, kamu gak perlu berusaha matimatian untuk tampak good-looking, kamu sudah tampak jauh lebih baik dari yang kamu bayangkan. Nak, kamu gak perlu ngerokok, pulang malem, minum, dsb untuk dilihat sebagai “orang yang
bebas�, hati dan pikiranmu telah bebas ketika kamu sudah terlepas dari pandangan-pandangan “bebas yang itu�. Nak, bebas tak sesempit itu, bebas adalah bebas, ia adalah ruang tanpa batas, disanalah hitam dan putih, baik dan buruk berada, kadang mereka sulit dibedakan. Nak, di ruang bebas, kamu betul-betul bisa menjadi 100% dirimu yang sejati, atau kamu bisa menjadi apa saja dan siapa saja yang belum pernah kamu kenali.� “Nak, kebebasanmu yang semu ini belum seberapa, kamu harus menjadi sejati. Kebebasan yang sejati hanya terdapat dalam pikiran, hati dan dirimu sendiri. Kebebasan sejati adalah tentang apa yang dirimu lihat mengenai dirimu sendiri. Sebelum kamu jatuh dalam ruang bebas itu, kenali dan pahami sepenuhnya dirimu, kemampuanmu dan kekuranganmu, dengan begitu kamu bisa memaknai sepenuhnya kebebasanmu. Nak, kamu terbebas.�
01 09 20
K
uberi nama “Valentino” padamu. Kelak kamu akan menjadi anak yang penuh cinta dan kasih bersama orang sekitarmu. Kamu akan mencinta dan mengasihi orang lain selayaknya kamu mencinta dan mengasihi dirimu sendiri. Ketika tumbuh kembang.... Dimana cinta dan kasihmu, nak? Apa kamu lupa akan siapa dirimu? Kamu tumbuh begitu keras dan kaku seperti mesin tanpa hati. Hilang cinta dan kasih. Hari ini, kumengenal cinta dan kasih, mewujud-nyatakan namaku.... Nak, apa ini benar dirimu? Apa cinta kasihmu sudah tepat sasaran? Apa benar demikian perwujudannya? Kubilang.... Bukankah cinta dan kasih adalah milik semua? Tidak ada sasaran tertentu bukan? Karena itu adalah hak semua orang, semua yang ada disekitarku(benda mati/ hidup). Bukankah cinta dan kasih adalah mengenai tindakan? Melakukan aksi nyata, kan? Maka sudah semestinya aku melakukannya, kan?
21 08 20
t
here was a moment, in my high school, my teacher said “us, all of us have our own problems, we always had it. sometimes, we need it (problems). we have to accept it as our problems, and as our friends. because we are not just social human being, we also economical human being and problematic human being.” “we need problem to make sure that we are still alive, to keep our brains working, to increase our intellegence and character, to open our minds to other things and good will, to direct our-selves into some better places, to give us other perspectives and point of views.” “imagine a life without problems. how boring are they? how static is it?” “and yes, other times, we have to admit that problems is just a shitty thing that we hate the most because it came with a higher level of difficulty.
sooner or later.
05 07 20 Banyak orang, semua orang, menyaksikan ketakutannya sendiri, terhentak lalu mencari sela-sela yg ada dimana saja, mencoba masuk kedalamnya dan ternyata hanya temukan aman dan bahagia yang sementara. Sebagian ikuti naluri pergi ke belantara. Tinggal sendiri-bersama, entah kenapa tapi merasa sejati.
22 03 20
V
alentino, Corona & Hope. I know, everythings gettin’ worse these days. But, before these things happen, I already gave my self a chance. In the end of January till’ February ‘20, I had feeling that I’m gonna die on my birthday (Feb, 24th). Bad things. Totally unready to face it. So, I decided to make a Journal Recap of my 19th’s stories. Tell every single thing that I felt, I thought, my happiness, also my sadness through it. Tried to meet every single person that I thought really important and influenced me along the year, and spent my time with them, as good as I could. The day has come, Feb 24th, it’s just fine, like another day. Some birthday celebrations and good words from my lil’ circles decorate the day. I passed that day, I’m totaly fine. Haven’t die yet. The day keep rolling, and I just think “God, why am I not die yet? Wasn’t it the day I had my requiem?”. As usual, I got no answer. March come, and this issue getting bigger. Knowing that covid-19 has entrance to Indonesia. Government still do their hobby, lying. Telling that it’s just fine, we could not die because the virus, in other side, some people die, others under supervision. It has become a pandemic. Then, people got panic, bought all the needs in extra size, ‘till others got nothing left. Number of the victims are getting higher because this virus and those liars. Yes, we do quarantine now. Try to sloping the curve. Try to heal our self, our place, our world, our habit. Do the best of us. Everyday, everysecond could be our turn to have our requiem. This is a hope, the bright one from the dark, everything will be better than before. Everything. And yes, I try to do my best by learning English these days. You could tell me if I do mistake on my grammar. Stay happy, stay healthy! Love.
O
Ini halaman terakhir yang kupunya. Tersisa putih, dan memang putih yang kusediakan. Kuletakkan dirimu disini karena hanya disini lah kamu akan merasa tenang dan nyaman. 381. Cinta, Kasih dan Sayang.