Women of Courage

Page 1



Women of

Courage oleh Donna Kafer


Judul asli : Copyright Š 2007 by Donna Kafer Originally Published in English under the title Women of Courage published by Brigde-Logos, Orlando, FL 32822 USA All rights reserved Pengalih Bahasa : Aileen Mamahit Penyunting : Nicholas Kurniawan ProfReader : James Yanuar Desain Sampul dan Tata Letak : James Yanuar Hak terjemahan Bahasa Indonesia ada pada : PT. VISI ANUGERAH INDONESIA visipress@visi-bookstore.com ISBN : 978-602-8073-12-7 Cetakan pertama, November 2008 Indonesian Edition Š visipress 2008 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin Penerbit.


Dedikasi Bagi para wanita yang memberi pengaruh kuat dalam hidup saya: Ibu saya: Doris Elizabeth Hamilton, kecintaanmu pada belajar dan membaca, telah mempengaruhi saya di usia yang sangat muda untuk membaca dan mengembangkan minat terhadap manusia dan sejarah. Terima kasih karena telah menginspirasikan saya untuk mengapresiasi tulisan-tulisan yang membukakan dunia keingintahuan saya. Ibu mertua saya: Ruth Schuster Kafer, cintanya pada keluarga, sahabat dan kesenangan selalu menjadi inspirasi bagi saya, tetapi perjuanganmu melawan penyakit memberikan saya kesempatan untuk melihat anugerah dalam tindakan. Putri saya: Andrea Elizabeth Kafer, hadiah sesungguhnya dari Allah—menyenangkan, cerdas dan penuh kasih. Terima kasih karena dirimu kini dan kelak. Kiranya Tuhan memberkati di setiap liku-liku hidupnya dan memberi inspirasi kepadamu untuk menjadi wanita yang memiliki “pengaruh� dari Allah yang hidup dalam hidupnya. Pahlawan saya: Ross Stephen Kafer, suami saya, teman saya, pendorong saya dalam perjalanan hidup. Terima kasih untuk kesabaran dan ketelatenannya terhadap saya dalam proses penulisan ini. Engkau selalu percaya pada saya, dan saya sangat mencintai dan menghargaimu.



Daftar Isi

Keberanian Melalui Penderitaan dan Ketidakadilan Pendahuluan Bagian Pertama Corrie Ten Boom Bunda Teresa Rosa Parks

1

5

15 25

Sojourner Truth

37

Julia Ward Howe

47

Amy Carmichael

63

Marian Anderson

71

Pandita Rambai

81

Mahalia Jackson

89

Keberanian Melakukan Amanat Agung Pendahuluan Bagian Kedua Aimee Semple McPherson

95 99


Henrietta Mears

113

Gladys Aylward

121

Eliza Shirley

131

Fanny Crosby

137

Susannah Spurgeon

149

Anne Hutchinson

155

Keberanian Melalui Kehilangan Pendahuluan Bagian Ketiga

169

Martha Washington

173

Dale Evans Rogers

191

Elizabeth Payson Prentiss

207

Ann Maria Reeves Jarvis

221

Anna Jarvis

225

Betsy Ross

233

Mary Young Pickersgill Sumber Pustaka

243

239


Pendahuluan

D

i sepanjang sejarah dunia telah begitu banyak tercatat tentang pencapaian-pencapaian besar dari wanita-wanita terkemuka—wanita-wanita yang telah mencapai banyak keajaiban yang penting dan menantang pikiran. Tetapi, kebanyakan buku-buku sejarah tidak menceritakan iman para wanita yang mengagumkan itu yang telah membentuk keluarga-keluarga, bangsa-bangsa dan pemerintah-pemerintah melalui kuasa dan kasih Yesus Kristus. Allah tidak pernah menginginkan wanita untuk tinggal di belakang tirai, tersembunyi jauh dari dunia. Sebaliknya wanita telah ditempatkan di bumi ini ketika Adam menyadari bahwa hidupnya tidak utuh, dan bahwa ia membutuhkan seorang penolong untuk perjalanan hidupnya. Allah menentukan bahwa pria akan mengakui kekosongan itu, dan ketika wanita menghiasi bumi kecil kita ini, pria sesungguhnya telah diberkati. Hawa datang untuk menunjukkan kepada dunia bahwa tanpa dirinya, hidup jadi hampa dan keindahannya pudar. Memang Hawa berdosa dan seluruh umat manusia jatuh dalam kebinasaan, tetapi karena manusia juga bertanggung jawab, dengan demikian panggung telah diatur untuk membawa pembebasan bagi dunia melalui benih dari seorang wanita. (Kejadian 3:15)


Dalam banyak masyarakat dan budaya di seluruh dunia, para wanita telah dan masih tidak lebih dari sekedar milik untuk diperjualbelikan atau diperdagangkan, hal ini sangat jauh dari apa yang ditentukan oleh Bapa surgawi bagi kehidupan para wanita. Sebaliknya Ia merancang mereka untuk menjadi pengasuh dan guru yang penuh kasih karunia yang akan meninggalkan pengaruh yang signifikan dan menetap bagi suami-suami, anak-anak dan dunia mereka. Wanita-Wanita Pemberani mengeksplorasi kehidupan wanita-wanita yang biasa yang telah menantang rintanganrintangan, membayar harga, dan memikul salib mereka untuk melewati masa-masa sulit yang dapat saja menghancurkan mereka. Melalui iman mereka kepada Kristus, mereka bertahan melawan semua rintangan, sehingga memperoleh : • Keberanian Melalui Penderitan dan Ketidakadilan • Keberanian Melakukan Amanat Agung • Keberanian Melalui Kehilangan Setiap wanita bertumbuh menjadi “pertunjukkan keagungan-Nya” dalam apa yang kita sebut “Taman-taman Anugerah.” Semoga cerita-cerita mereka menumbuhkan iman Anda bagi perjalanan yang terhampar di depan untuk “bertumbuh dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat” (2 Petrus 3:18).


Bagian Pertama

Keberanian melalui

Penderitaan dan

Ketidakadilan


Demikianlah sekarang tidak ada hukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roma 8:1 Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. Ulangan 31:6


Pendahuluan Bagian Pertama

S

Keberanian Melalui Penderitaan dan Ketidakadilan

ebagai wanita kita mengenal dengan sangat baik ketidakadilan yang sangat serius yang telah dan sedang dilakukan terhadap para wanita, anak-anak dan orang-orang miskin di dunia. Kita jadi merinding dan ngeri terhadap berita-berita tentang penculikan anak, penganiayaan anak, penyerangan seksual dan tayangan-tayangan mengenai anak-anak kelaparan di layar televisi kita. Dari hukuman-hukuman yang mengerikan dan ketidakadilan sosial yang menjengkelkan di Timur Jauh dan Tengah sampai ke pembatasan pemberian gaji yang setara untuk pekerjaan seperti di Barat, kita mengerti bahwa sebagai wanita kita akan selalu melewati kesulitan. Tentu tidaklah sama bila kita membandingkan antara dilema seorang anak yang menjadi janda di India yang terpaksa tinggal di asrama selama sisa hidupnya karena percekcokan seorang ibu - uang membesarkan anaknya sendiri - demi menuntut kenaikan gaji di dunia kerja. Tetapi kita tetap dapat berbagi pergumulan universal seperti ini yang hanya dapat dimengerti oleh wanita. Karena kita diciptakan untuk menjadi pengasuh dan pengurus yang penuh kasih, wajarlah bila kita tertarik membela perkara orang yang sedang menghadapi ketidakadilan sosial, dan juga menolong orang yang sedang menderita berbagai sakit penyakit. Panggilan kita untuk menantang ketidakadilan dan menanggulangi penderitaan bisa muncul dari berbagai belahan dunia yang berbeda dan beraneka ragam. Ada yang merasa terpanggil pergi ke bangsa-bangsa yang menghadapi kelaparan atau ada yang berusaha untuk pulih dari sakit penyakit seperti AIDS. Anda mungkin terpanggil untuk membela kepentingan anak-anak, mengurangi penderitaan wanita yang merana dalam penjara atau 1


Women of Courage

bahkan menyediakan tempat tinggal bagi para tunawisma dan pengidap penyakit mental di jalanan—tetapi kita semua dipanggil untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan dunia ini. Apa yang dikatakan oleh Alkitab tentang ketidakadilan dan penderitaan di dunia? Bukan hanya ketidakadilan terhadap para wanita atau penderitaan anak-anak, tetapi ketidakadilan terhadap seluruh umat manusia. Kita tahu bahwa Yesus mengerti tentang penderitaan orang banyak, mereka yang menderita atau sedang berada dalam kesukaran, apakah itu berasal dari sakit penyakit fisik ataupun berbagai macam penderitaan. Ia mempunyai hati bagi mereka yang terlantar dan terpinggirkan pada zaman itu dan Ia berusaha untuk menghilangkan penderitaan mereka, dan menolong mereka dalam perjuangan sehari-hari mereka. Di Yakobus 1:27 kita membaca, “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.� Reaksi kita terhadap ketidakadilan harus diungkapkan sesegera mungkin dan hati kita seharusnya dipenuhi oleh belas kasihan bagi mereka yang menderita karena kemiskinan, kelaparan dan pemenjaraan. Dalam Yesaya 58 kita mendengar Allah berbicara melalui nabi Yesaya mengenai apa yang disebut keinginan umat-Nya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kesunyian Allah yang nyata sebagai respons terhadap usaha mereka. Allah mengetahui bahwa sebenarnya mereka tidak tulus dalam melakukan ibadah puasa mereka karena tingkah laku mereka terhadap-Nya pada hari-hari mereka berpuasa. Allah menyatakan dengan sangat jelas di dalam Yesaya 58:6-7 puasa macam apakah yang Ia senangi, suatu ibadah puasa yang didorong oleh iman dan ketaatan yang tulus terhadap hukum-hukum moral-Nya: “Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orangorang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecahkan rotimu bagi orang yang lapar dan membawa

2


Keberanian Melalui Penderitaan dan Ketidakadilan

orang ke rumahmu orang yang miskin yang tak punya rumah, dan apabil engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!� Bukankah Yesus mengatakan dengan sangat baik melalui cara ini?: “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakain; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku� (Matius 25:35-36). Betapa berharganya Juruselamat kita! Ia memelihara kita semua dan kemudian kita memelihara dunia dan Ia mengatakan kepada kita bahwa kita memberkati-Nya melalui memperhatikan orang lain. Betapa sukacitanya kita dapat melayani Juruselamat yang indah itu! Melalui cerita-cerita yang hidup dari para wanita yang telah menjawab panggilan dan membuat perbedaan di dunia ini, kita juga dapat melihat panggilan Kristus bagi hidup kita untuk menolong mereka yang membutuhkan pembela terhadap ketidakadilan sosial atau penderitaan. Semoga Anda melihat kebutuhan orang lain dan menjawab panggilan untuk melayani Yesus secara pribadi sambil Ia sendiri melayani Anda.

3


Bunga tulip

menyajikan keindahan yang begitu menakjubkan sehingga sulit untuk percaya bahwa ia berasal dari sebuah uMbi-uMbian keras yang ditanam di tanah yang dingin pada musim gugur. Tetapi dalam pembaruan yang dibawa oleh musim semi, bunga itu secara tiba-tiba mekar dalam warna yang sangat meriah. Kesetiaan dan keberanian Corrie Ten Boom menunjukkan inti sekuntum bunga tulip yang indah.


Corrie Ten Boom 1892 – 1983

Menyembunyikan Orang-orang Yahudi dari Tentara Nazi

C

ornelia Johanna Arnalda Ten Boom dilahirkan pada 1892 dalam sebuah keluarga Kristen yang penuh kasih di Amsterdam, Belanda. Setelah kelahiran Corrie, orangtuanya memutuskan untuk pindah ke pusat kota Amsterdam dan membuka sebuah toko perhiasan kecil. Toko perhiasan yang kecil ini terletak di sebuah rumah yang sempit di tengah daerah Yahudi yang dikenal sebagai Harlaam. Tinggal di tengah-tengah masyarakat Yahudi menyediakan bagi Corrie dan keluarganya banyak kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang yang sering mengunjungi toko perhiasan mereka. Keluarga Ten Boom diundang untuk mengambil bagian dari perayaan Sabat dan ikut dalam perayaan dan hari raya mereka. Mereka bersama-sama menikmati mempelajari Perjanjian Lama dan sangat senang membagikan hidup mereka dengan temanteman Yahudi yang baik itu. Keluarga Corrie adalah anggota dari Gereja Reform Belanda. Ayahnya adalah pria yang baik dan berteman dengan setengah penduduk kota Harlaam; dan ibunya dikenal karena kebaikan dan belas kasihnya terhadap orang lain sebelum ia meninggal karena stroke. Dengan iman yang kuat yang mereka tunjukkan melalui


Women of Courage

hidup sehari-hari, sangat wajar bagi keluarga Ten Boom untuk menyediakan tumpangan bagi anak-anak sejak 1918. Walaupun rumah mereka sangat kecil, hati mereka jauh lebih besar dan penuh kasih. Pada 1920, Corrie mulai berlatih sebagai tukang jam dan menjadi tukang jam wanita pertama yang memiliki izin resmi di Belanda pada 1922. Ia adalah seorang wanita muda yang aktif dan bersahabat, dan pada 1923 ia menolong membentuk klub anakanak perempuan (girls’ club) yang pertama. Di kemudian hari, klub-klub tersebut berkembang dan pada 1930-an menjadi Klub Segitiga (Triangle Club) yang sangat besar. Bertumbuh di dalam keluarga Kristen yang kuat dan berbelas kasih telah memberikan Corrie banyak teladan tentang pelayanan dan kemurahan hati terhadap orang lain. Dalam sebuah kisah yang Corrie ceritakan, di mana ia memberi penghargaan atas teladan yang diberikan oleh ayahnya dalam menolong orangorang Yahudi di Belanda, ia mengingat sebuah kejadian waktu ia meminta seorang pendeta yang mengunjungi rumah mereka untuk menyembunyikan seorang wanita dan bayinya yang baru lahir. Pendeta ini menjawab, “Tidak, sesungguhnya tidak. Kita dapat kehilangan nyawa kita karena melakukan itu.” Corrie kemudian menceritakan, “Tidak terlihat oleh kami berdua bahwa ayah telah muncul di pintu, ‘Berikan kepada saya anak itu, Corrie,’ ayah mengatakan. Ayah mendekap bayi itu dengan erat, jenggotnya yang sudah putih menyentuh pipi bayi itu, melihat ke wajahnya dengan mata yang sama birunya dan tak berdosa seperti bayi itu. ‘Jika kita dapat kehilangan nyawa kita karena anak ini, saya akan menganggapnya sebagai kehormatan terbesar yang dapat datang kepada keluarga saya.’” (The Hiding Place, hal.99) Corrie tidak pernah menikah. Ia tinggal dengan ayahnya dan seorang kakak perempuan, Betsie, yang bekerja di toko perhiasan mereka, mereka menikmati keluarga dan persahabatanpersahabatan dengan para tetangga Yahudi mereka. Ketika para

6


Keberanian Melalui Penderitaan dan Ketidakadilan

tentara Nazi menyerbu Belanda pada tahun 1940 Corrie berusia 48 tahun, dan ketika para Nazi itu mulai memaksa orang-orang Yahudi keluar dari rumah-rumah mereka Corrie mulai menyediakan tempat tinggal sementara sampai ia mendapatkan tempat tinggal untuk mereka di pedesaan. Dengan cepat berita menyebar bahwa rumah Ten Boom adalah perlindungan yang aman maka lebih banyak lagi orang yang muncul untuk mencari perlindungan. Tidak peduli betapa cepatnya ia menemukan rumah-rumah bagi keluarga-keluarga itu, nyatanya lebih banyak lagi orang yang berdatangan. Sementara keadaan bertambah kritis, Corrie membangun tembok palsu di dalam kamar tidurnya di mana orang-orang dapat bersembunyi. Peristiwa-peristiwa ini berlangsung selama satu setengah tahun, rumahnya menjadi markas besar dari sebuah sindikat bawah tanah yang tersebar di seluruh Belanda. Keluarga Ten Boom hanya ingin menolong orang-orang Yahudi itu—mereka tidak berusaha membuat mereka beralih agama. Mereka diizinkan untuk merayakan Sabat dan bahkan menyediakan makanan Kosher (halal). Masa-masa itu sangat menyedihkan sementara lusinan orang-orang Yahudi yang tersingkirkan itu masuk dan keluar dari toko perhiasan yang kecil itu mencari tempat tinggal. Corrie mendapati dirinya sedang membaca laporan-laporan, permohonan, dan ratusan kartu distribusi makanan dalam satu bulan untuk menolong orang-orang Yahudi yang bersembunyi di semua rumah persembunyian bawah tanah di seluruh Belanda. Corrie mulai berpikir berapa lama lagi kegiatan tersebut dapat bertahan tanpa diketahui oleh orang-orang Jerman, dan berapa lama lagi mereka dapat terus menyembunyikan orang-orang Yahudi di rumahrumah mereka dan tetap merahasiakannya. Saat akhirnya tiba pada 28 Februari 1944, ketika seorang pria datang ke toko mereka dan meminta Corrie untuk menolongnya membebaskan istrinya yang telah ditangkap karena menyembunyikan orang-orang Yahudi. Ia sangat membutuhkan seratus penyepuh emas untuk menyogok seorang polisi demi

7


Women of Courage

pembebasan istrinya. Ten Boom berjanji untuk menolong, tetapi kemudian menemukan bahwa pria tersebut ternyata adalah apa yang disebut oleh para Nazi sebagai quisling, seorang pelapor yang telah bekerjasama dengan mereka sejak hari pertama penyerbuan mereka. Pria itu, Jan Vogel (Corrie akhirnya mengetahuinya), melaporkan keluarga mereka kepada Gestapo, yang kemudian menyerbu rumah mereka pada hari itu, menangkap Corrie dan keluarganya. Syukurlah, orang-orang Yahudi yang berada di dalam rumah mereka sempat lari ke tempat persembunyian yang tidak diketahui oleh para tentara dan kemudian dapat melarikan diri ke tempat lain. Ayah Corrie meninggal karena sakit dalam sepuluh hari setelah penangkapannya, dia tidak pernah melihat kedua putrinya lagi. Kedua bersaudara itu pertama kali dikirim ke kamp konsentrasi Scheveningen, kemudian ke kamp konsentrasi politis Vught (dua tempat itu berada di Belanda) dan pada akhirnya ke kamp konsentrasi yang terkenal itu, Ravensbruck di Jerman. Corrie menceritakan di dalam bukunya, The Hiding Place, bagaimana ia bergumul dengan rasa benci yang ia rasakan terhadap pria yang melaporkan keluarganya dan betapa ia membenci para Nazi karena kejahatan mereka. Tetapi saudara perempuannya Betsie selalu mengingatkannya betapa Yesus mengasihi orangorang Jerman dan menginginkan mereka berdua berdoa bagi mereka dan meminta Tuhan mengampuni mereka. Bagi Corrie hal ini sangat keterlaluan untuk dilakukan. Ayah mereka telah meninggal, dan bahkan sekarang saudara perempuannya sedang sakit parah. Ia menyaksikan, sementara Betsie kehilangan berat badan, dan meskipun saudaranya itu berusaha mendorong Corrie supaya dapat mengampuni, yang ia dapat hanyalah rasa dengki terhadap mereka yang telah menangkap mereka. Saat-saat di mana Corrie dapat mempertahankan imannya adalah ketika ia dan Betsie dapat memberi penghiburan bagi sesama tawanan. Ia menceritakan bahwa di suatu malam di mana

8


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.