Keberlanjutan Ekologi Dan Dominasi Kepentingan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang Di Indonesia WALHI, 2014 A. Pendahuluan Kehadiran Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan upaya negara dalam menyediakan kebijakan yang lebih komprehensif dalam kerangka penataan ruang. Undang-Undang No.24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang dinyatakan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan penataan ruang di Indonesia. Dalam hal ini, ruang yang dimaksud meliputi ruang darat, laut, dan udara, serta ruang di dalam bumi sebagai kesatuan wilayah untuk kehidupan dan keberlanjutan seluruh mahluk hidup. Tata ruang merupakan wujud dari struktur ruang (susunan permukiman dan jaringan sarana prasarana) dan pola ruang (distribusi peruntukan ruang lindung dan ruang budi daya). Penataan ruang didefinisikan sebagai sistem yang mencakup proses perencanaan tata ruang (penentuan struktur dan pola ruang; perencanaan dan penetapan rencana tata ruang), pemanfaatan ruang (mewujudkan struktur dan pola ruang sesuai rencana tata ruang; penyusunan dan pelaksanaan, serta pembiayaan), dan pengendalian pemanfaatan ruang (mewujudkan ketertiban tata ruang). Penyelenggaraan penataan ruang meliputi kegiatan pengaturan (menetapkan landasan hukum bagi pemerintah dalam penataan ruang), pembinaan (kinerja pemerintah dalam penataan ruang), pelaksanaan (proses pencapaian tujuan), dan pengawasan penataan ruang (menjamin penyelenggaraan yang konstitusional). (UU. No.26 tahun 20017 tentang Penantaan Ruang, Ketentuan umum, BAB I, Pasal 1) Dalam lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.09 tahun 2011 tentang Pedoman Umum KLHS, BAB I, Pendahuluan, dijelaskan: “Lingkungan hidup Indonesia saat ini menunjukkan penurunan kondisi, seperti terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan, penurunan ketersediaan dibandingkan kebutuhan sumber daya alam, maupun bencana lingkungan. Hal ini merupakan indikasi bahwa aspek lingkungan hidup belum sepenuhnya diperhatikan dalam perencanaan pembangunan. Selama ini, proses pembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara optimal. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada tataran kegiatan atau proyek melalui beberapa instrumen seperti antara lain Amdal, dipandang belum menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat berbagai persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan, rencana dan/atau program.� (Latar belakang, paragraf pertama dan kedua). Tinjauan terhadap penataan ruang di Indonesia mesti diletakkan sebagai kajian multidisipliner (hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lingkungan hidup), bukan hanya soal teknis dan administratif. Kepentingan ekonomi (korporasi) versus keberlajutan ekologi (lingkungan dan masyarakat) menjadi perdebatan yang paling mengemuka. Lantas, bagaimana dengan perdebatan atas aspek lainnya. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa perdebatan aspek lainnya hanyalah perdebatan formal transaksional. Perdebatan yang dapat diselesaikan secara “damai� tanpa harus dipertentangkan dengan kepentingan ekonomi. Faktanya, penataan ruang atas dasar kepentingan ekonomi menjadi pemenang dalam perdebatan yang memaksa harus ada pilihan diantara keduanya (trade off). Aspek lingkungan hidup dalam penataan ruang tidak bisa diletakkan diatas pemikiran seperti ini. Jikapun harus dipertentangkan, maka keberlanjutan ekologi dan kepentingan rakyat mesti menjadi pilihan utama dan mendasar (sustainability ecological base perspective) dalam penataan ruang. Paparan ini belum diarahakan sepenuhnya dalam kerangka penilaian terhadap dampak ekologi yang ditimbulkan dari penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia saat ini. Melalui analisis