Policy paper walhi mp3ei

Page 1

Page 1 of 10 Policy Paper

MP3EI 2011 - 2025 Mempertanyakan Komitmen Penurunan Emisi GRK 26% Indonesia (Business As Usual vs Not Business As Usual) Oleh : Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

I.

PENDAHULUAN

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025 merupakan kebijakan yang tercipta di masa pemerintahan SBY – Boediono dalam bentuk Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011. Kebijakan ini kemudian semakin menunjukkan kekuatannya dengan dibentuknya Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia disingkat KP3EI melalui Surat Keputusan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian No. 35 & 36 Tahun 2011. Struktur organisasi KP3EI secara resmi terbentuk pada tanggal 25 Agustus 2011 diketuai langsung oleh Presiden RI dan wakil ketua adalah Wakil Presiden RI. Selanjutnya untuk pelaksana harian diketuai oleh Menteri Kordinator Bidang Perekonomian dibantu dengan 9 (sembilan) Tim Kerja. Tim Kerja yang terbentuk berdasarkan fungsinya berada di 2 (dua) bagian besar yaitu Tim Kerja Lintas Sektor KP3EI yang terdiri dari Ti m Kerja Regulasi, Tim Kerja Konektivitas dan Tim Kerja SDM dan IPTEK. Sedangkan selebihnya berada di Tim Kerja Koridor KP3EI yang terdiri dari Tim Kerja Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara dan Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku. Untuk mendukung kerja-kerja KP3EI juga didukung oleh Sekretariat KP3EI yang berada di Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian. Semangat MP3EI ini dilandasi atas komitmen yang disampaikan oleh Presiden SBY pada puncak perayaan Satu Abad Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2008 lalu bahwa Indonesia bisa menjadi Negara Maju (Developing Country) di Abad ke 21 dengan prasyarat tetap bersatu dan bekerja keras guna meningkatkan kemandirian, daya saing dan peradaban bangsa yang unggul dan mulia dengan barbagai macam tantangan dan juga sekaligus peluang. Bukti lain yang disampaikan oleh Presiden SBY saat itu adalah ketika dunia mengalami krisis ekonomi yang serius dan melanda negara-negara maju, Indonesia dapat meminimalkan dampak krisis global tersebut dan perekonomian Indonesia bisa selamat. Pemerintahan SBY memandang bahwa MP3EI adalah pendekatan terobosan “Not Business of Usual” sebagai langkah-langkah yang lebih cerdas dan fokus dengan tolak ukur dan manajemen yang lebih jelas. MP3EI dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, berimbang, berkeadilan dan berkelanjutan. Sehingga apa yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia untuk masuk dalam kategori 10 (sepuluh) negara maju di tahun 2025 dan kategori 6 (enam) negara termaju di tahun 2050 bisa terwujud. Masterplan ini memiliki dua kata kunci yaitu percepatan dan perluasan, Indonesia diharapkan mampu mempercepat pengembangan program pembangunan yang ada,


Page 2 of 10 terutama dalam mendorong peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta pembangunan Sumber Daya Manusia dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pemerintah juga mendorong perluasan pembangunan ekonomi Indonesia agar efek positif dari pembangunan ekonomi Indonesia dapat dirasakan tidak saja di semua daerah di Indonesia tetapi juga seluruh komponen masyarakat di seluruh wilayah nusantara. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) memandang konsep pembangunan ini justru akan menjerumuskan rakyat Indonesia kedalam pusaran konflik sumber-sumber penghidupan, sumber daya alam terus dijadikan jaminan peningkatan perekonomian yang berujung pada masifnya bencana ekologis, menurunnya daya dukung lingkungan dan semakin tidak berdaya menghadapi perubahan iklim global serta krisis ekonomi berkepanjangan karena penguasaan sektor swasta atas sumber-sumber kehidupan yang tidak bisa dikendalikan. Apalagi dalam kondisi global pasar bebas di mana sumber daya manusia belum mampu menyamai kualitas negara-negara ASEAN lainnya, apalagi negaranegara maju. Terkait dengan isu perubahan iklim dan komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca – GRK (Komitmen SBY pada pertemuan G20 di Pitsburgh tahun 2009, untuk menurunkan Emisi GRK sebesar 26% BAU – Business As Usual dan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2020), WALHI ingin membuktikan dengan melakukan riset yang dilakukan di 3 (tiga) wilayah provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi Lampung, Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Bali, untuk melihat korelasi antara komitmen menurunkan Emisi GRK dengan konsep “Menuju Negara Maju” dalam bungkusan MP3EI. Bisa juga dikatakan sebagai pertarungan antara BAU melawan Not BAU yang masing-masing mempunyai kebijakan langsung dari SBY. Komitmen SBY atas perubahan iklim tercatat dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Perbaikan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut ( diperpanjang dengan Inpres No. 6 Tahun 2013) dan Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN GRK) yang dilanjutkan dengan Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2011 tentang Inventarisasi RAN GRK. Ssementara MP3EI 2011 – 2025 dasar kebijakannya dengan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 dan dijalankan oleh KP3EI yang ditengarai bahwa asal-usulnya juga diajukan oleh Presiden SBY dalam bentuk proposal pada pertemuan G20 di Pitsburgh tentang pentingnya pertumbuhan global melalui skema konektivitas antar pulau, darat dan wilayah. Kemudian Bersamaan dengan Perpres itu diterbitkan juga suatu buku setebal 210 halaman, berisi tentang strategi, tata cara, dan protokol dan beragam rancangan megaproyek pembangunan, bahkan telah dilahirkan 27 Regulasi untuk mendukung MP3EI.1 Melihat kondisi di atas, sulit dikatakan jika MP3EI tidak berlanjut seiring dengan selesainya masajabatan Presiden SBY. II.

SEKILAS MP3EI 2011 – 2025

1. Pengertian dan Penjelasan Singkat MP3EI 1

http://www.setkab.go.id/mp3ei-3938-27-regulasi-telah-diterbitkan-untuk-sukseskan-mp3ei.html, diunduh 17 Maret 2014.


Page 3 of 10 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia dipahami sebagai sebuah arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025, dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. Pengertian ini tertuang dalam Peraturan Presiden No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025. Kebijakan ini ditetapkan oleh Presiden SBY pada tanggal 30 Mei 2014 lalu kemudian diundangkan pada tanggal 3 Juni 2014. Di dalam lampiran 1 Perpres No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Perpres No. 32 Tahun 2011 juga sangat jelas dipaparkan bahwa selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Visi 2025 terwujud melalui 3 (tiga) misi yaitu : 1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) Sumber Daya Alam (SDA), geografis wilayah, dan Sumber Daya Manusia (SDM), melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antarkawasan pusatpusat pertumbuhan ekonomi; 2.Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional; 3.Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy. Visi misi pembangunan ekonomi Indonesia tersebut telah sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang menyerasikan sumber daya alam dan manusia dalam pembangunan dengan berlandas pada tiga pilar utama yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan kelestarian perlindungan lingkungan. Sejalan dengan itu, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, melalui langkah MP3EI akan mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia tahun 2025 dan delapan besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan. 2. Strategi MP3EI Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi dimaksud, tentu akan sangat didukung dengan potensi demografi dan kekayaan sumber daya alam Indonesia, dan juga dengan keunggulan geografis masing-masing wilayah. Berbagai mega proyek dan proyek-proyek infrastruktur lainnya tentu sangat penting untuk menerapkan strategi yang benar-benar matang, dan melalui MP3EI ini, pemerintah tak hanya ingin menciptakan konektivitas antar wilayah tetapi juga memacu pertumbuhan ekonomi secara merata dan berkelanjutan. Strategi yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut : 2.1. Peningkatan Koridor Ekonomi


Page  4  of  10   Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Pendekatan ini pada intinya merupakan intergrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Penguatan dan penyediaan konektivitas antar dan intra pusat ekonomi didasarkan pula pada dokumen-dokumen hukum terkait, rencana tata ruang nasional serta daerah, RAN-GRK, RPPLH, dan dilakukan denga prosedur dan standar pemenuhan dokumentasi yang seharusnya. 2.2. Penguatan Konektivitas Nasional Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan pusatpusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional. 2.3. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Nasional Peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK Nasional menjadi salah satu dari 3 (tiga) strategi utama pelaksanaan MP3EI. Hal ini dikarenakan pada era ekonomi berbasis pengetahuan, mesin pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada kapitalisasi hasil penemuan menjadi produk inovasi. Dalam konteks ini, peran SDM yang berpendidikan menjadi kunci utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Oleh karena itu, tujuan utama di dalam sistem pendidikan dan pelatihan untuk mendukung hal tersebut diatas haruslah bisa menciptakan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perkembangan sains dan teknologi.


Page 5 of 10 3. Rencana Skema Pendanaan MP3EI Tidak ada aturan baku yang dibuat yang mengatur skema pendanaan untuk pelaksanaan MP3EI. Yang ada hanyalah pemerintah telah menyiapkan seluruh dokumen daftar proyek yang akan dijalankan termasuk menyiapkan fasilitas-fasilitas kemudahan dalam menanamkan investasi di Indonesia. Di aras nasional juga dilakukan hal yang sama untuk mempermudah pihak-pihak luar melakukan penanaman modal di Indonesia. Juga sangat dimungkinkan adanya kerjasama bilateral atau multilateral untuk pembangunan proyek MP3EI sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan. Intinya bahwa skema pendanaan yang diterapkan adalah mempermudah investasi luar/asing untuk masuk ke Indonesia dengan harapan akan tertarik untuk melaksanakan proyek tersebut. Merujuk pada sumber-sumber pendanaan proyek MP3EI, juga sudah sangat jelas disebutkan bahwa proyek-proyek tersebut bisa di danai oleh Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Swasta dan terakhir adalah Campuran ketiganya. Dibutuhkan dana sebesar Rp. 4,700 triliun, sementara pembangunan awal (groundbreaking) proyek Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dari Mei 2011 hingga Juni 2014 mencapai Rp854 triliun dari 382 proyek. 2

III.

(POTENSI) DAMPAK MP3EI

Sebagai organisasi lingkungan hidup, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sangat berkepentingan untuk mengkritisi kebijakan MP3EI ini, setidaknya ada tiga area kritis yang menjadi kepedulian Walhi dalam MP3EI. Pertama, inisiatif MP3EI berasal dari Presiden tanpa partisipasi dari masyarakat luas, sementara obyek MP3EI termasuk barang publik yaitu sumber daya alam (SDA); Kedua, permasalahan keselamatan ekologi ketika hampir seluruh kegiatan ekonomi utama berbasiskan eksploitasi sumber daya alam, namun tidak terlihat adanya aktivitas konservasi dalam proyek MP3EI ini; dan Ketiga, untuk kepentingan siapa ? Pertanyaan ini menjadi relevan, karena pengalaman WALHI selama puluhan tahun ini menyisakan konflik yang berbasis tenurial dan sumber daya alam yang tidak menguntungkan bagi rakyat banyak; petani, buruh, nelayan dan mereka yang kehilangan sumber-sumber penghidupannya tanpa kompensasi maupun adanya jaminan hak generasi mendatang untuk menikmati lingkungan sebaik generasi sekarang (future generation rights). WALHI menguji tesis MP3EI dengan melakukan riset di tiga wilayah provinsi di Indonesia yaitu Lampung, Kalimantan Selatan dan Bali. Setiap proyek MP3EI yang akan dikerjakan di masing-masing wilayah, dipilih masing-masing satu proyek untuk dilakukan pemantauan: 2 http://utama.seruu.com/read/2014/09/03/226842/bappenas-­‐realisasi-­‐groundbreaking-­‐mp3ei-­‐ rp854-­‐triliun


Page 6 of 10 •

Lampung : sebagai bagian Koridor Ekonomi Sumatera, dengan tema pembangunan “sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional” dengan proyek Rajabasa Geothermal Power Plant, Lampung Selatan, Lampung (PLTP) (PT. Supreme Energy Rajabasa) Bali : termasuk dalam Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai ‘’Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional’’; sementara proyek yang akan dikiritisi adalah rencana reklamasi kawasan perairan oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (PT. TWBI). Kalimantan Selatan : sebagai bagian dari Koridor Ekonomi Kalimantan yang memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produski dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional” dan proyek yang akan dikritisi adalah proyek senilai 15,6 Triliun yang melingkupi wilayah Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru dengan fokus pembangunan pada pengembangan infrastruktur pertambangan batubara oleh PT. Arutmin Indonesia.

MP3EI, ancaman bagi sumber kehidupan rakyat Provinsi Lampung; Proyek geothermal di Gunung Rajabasa dianggap sebagai salah satu proyek strategis selain konsep Tol Lintas Sumatera dan Jembatan Selat Sunda. Tahun 2014 dianggap sebagai masa krisis listrik bagi masyarakat Lampung, mendapatkan pasokan listrik secara bergiliran setiap hari dan bahkan juga dialami oleh masyarakat yang tinggal di pusat kota pemerintahan. Geothermal bisa menjawab krisis tersebut dan salah satu komponen yang prioritas adalah memenuhi kebutuhan pasokan listrik dengan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Ulu Belu, Tenggamus serta di wilayah Suoh dan Rajabasa. Objek riset di Gunung Rajabasa adalah proyek yang sedang dalam tahap eksplorasi oleh PT. Supreme Energy. Sebagai perusahaan swasta dan dengan skema pendanaan yang telah dipaparkan diatas, rencananya akan membangun satu dari empat PLTP di seluruh wilayah Provinsi Lampung dengan kapasitas seluruhnya sebesar 605 Mega Watt. Respon sangat ambisius juga datang dari pemerintah daerah untuk menjadi “lumbung energi” dengan taksiran kekuatan tenaga listrik yang bisa diperoleh sebesar 2.658 MW. Meski masih dalam tahap eksplorasi, pihak perusahaan telah menandatangani perjanjian pembelian listrik dengan PT. PLN Persero dan penerbitan surat jaminan pemerintah untuk proyek tersebut oleh Menteri Keuangan RI. Bisa dikatakan bahwa model seperti ini adalah bentuk fasilitasi yang mempermudah pelaksanaan proyek tersebut. PLTP Rajabasa diberikan konsesi oleh pemerintah seluas 19,520 hektar yang seluruhnya berada di dalam kawasan Hutan Lindung (HL) Register 3 Gunung Rajabasa dengan total kawasan seluas 5.200,50 hektar. Kemudahan lain yang diperoleh selain Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diperoleh awal tahun 2010, pembangunan diperkirakan berjalan pada Agustus 2012 dengan kekuatan legalitas dokumen/izin UKL-UPL, izin lokasi, izin penggunaan air permukaan, izin bisnis listrik sementara dan izin pinjam pakai kawasan hutan dengan konsorsium pendukung yaitu Marubeni, Sumitomo Corporation dan GDF Suez. Melihat ciri dan letak tapak proyek PLTP Rajabasa yang berada di pegunungan (dataran tinggi) dalam kawasan hutan lindung, tentu bahan bakunya adalah magma. Luasan hutan


Page  7  of  10   lindung yang berada di Kabupaten Lampung Selatan ini, sudah turun temurun masyarakat memperoleh manfaatnya. Berbagai inisiatif masyarakat untuk mengelola hutan secara lestari telah dikembangkan sejak lama seperti Sistem Hutan Kerakyatan (SHK) dan insiatif kelola hutan adat yang berada disekitar konsesi perusahaan, bahkan masyarakat menganggap pegunungan tersebut sebagai gunung keramat dan juga sebagai simbol budaya masyarakat setempat. Atas dasar inilah kemudian terjadi penolakan proyek tersebut oleh masyarakat yang sangat bergantung kehidupannya terhadap kawasan pegunungan tersebut. Oleh karena itu, ketika masyarakat mengetahui bahwa konsesi seluas 19,520 ha telah diberikan ke PT. Supreme Energy tanpa pemberitahuan atau persetujuan maka masyarakat beranggapan akan kehilangan aksesnya terhadap wilayah kelola dan simbol budaya mereka, serta akan kehilangan wilayah penyangga karena dampak yang ditimbulkan oleh proyek geothermal tersebut. WALHI mencatat ada tiga masalah utama, pertama proyek dijalankan di kawasan lindung. Tentu hal ini juga tak sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan Emisi GRK sebesar 26%, kawasan hutan lindung harus dipertahankan untuk menyerap emisi GRK tetapi itu diabaikan dengan membuka peluang eksploitasi di kawasan lindung ini. Kedua, ketiadaan konsen (persetujuan) penuh dari masyarakat yang menghilangkan hak kelola masyarakat atas ruang hidupnya. Ketiga, tidak pernah dijelaskan hasil listrik dari geothermal tersebut untuk siapa? Mengingat sifat MP3EI adalah membangun koridor ekonomi dengan sistem konektivitas, besar kemungkinan energi listrik yang dihasilkan bukan untuk keperluan pemenuhan listrik rakyat lampung (yang sedang memasuki tahap krisis listrik), namun untuk keperluan industry di propinsi lain, bahkan mungkin saja di Negara lain. Provinsi Kalimantan Selatan; riset ini dilakukan di Desa Sarang Tiung dan Desa Serongga sebagai lokasi pembangunan North Pulau Laut Coal Terminal (NPLCT) yang akan menjadi sarana pengolahan dan pengiriman batubara milik PT. Arutmin Indonesia yang memiliki wilayah konsesi di 3 (tiga) kabupaten yaitu Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru. Beberapa catatan penting dari hasil kajian yang dilakukan adalah, Pertama, masyarakat di sekitar lokasi proyek ini banyak tidak mengetahui bahwa proyek pembangunan NPLCT dan pertambangan batubara di Serongga tersebut adalah merupakan salah satu proyek MP3EI yang ada di Kalimantan Selatan. Kedua, selama ini mereka hanya mengetahui bahwa proyek pembangunan NPLCT dan pertambangan batubara yang dilakukan adalah murni proyek dari PT. Arutmin Indonesia bukan bagian proyek MP3EI. Dari hasil kajian tersebut juga warga di sekitar proyek-proyek secara ekonomi tidak bergantung terhadap adanya industri pertambangan yang ada di sekitar desa mereka, di Sarang Tiung mereka tetap bergantung terhadap perikanan sementara di serongga mereka memilih berkebun. Sehingga tidak ada korelasi antara dampak ekonomi adanya aktivitas perusahaan dengan aktivitas ekonomi lokal warga masyarakat sekitar industri pertambangan. MP3EI memberi ruang yang sangat besar bagi pelaku ekonomi skala besar, khususnya lewat instrumen liberalisasi perdagangan dan memberi porsi besar kepada swasta nasional, namun meninggalkan koperasi dan UKM. Infrastruktur yang dibangun lebih banyak melayani kepentingan sektor industri/jasa, tapi tidak berpihak kepada sektor pertanian


Page 8 of 10 (perbaikan irigasi, bendungan, jalan desa, dll). Sebagian besar proyek MP3EI di Kalimantan Selatan merupakan proyek-proyek pembangunan milik Multinational Corporation yang diberi “label” dan didomplengi sebagai proyek MP3EI. Dalam laporan perkembangan Projek MP3EI tahun 2013, disebutkan bahwa projek pembangunan NPLBT sampai saat laporan ini disusun belum berjalan dikarenakan lahan tersebut masih bertumpang tindih dengan konsesi IUPHHK-HTI PT Inhutani II, selain itu fakta lapangan juga memperlihatkan bahwa lokasi projek ini juga bertumpang tindih dengan kawasan cagar alam. Dibeberapa temuan penting yang dapat dijadikan acuan adalah upaya perbaikan model pembangunan Di Kalimantan Selatan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Ini sangat berkaitan dan korelasi antara proyek yang dikategorikan sebagai bagian dari MP3EI dengan upaya pemerintah untuk menurunkan Emisi GRK serta dampak sosial. Luasan hutan produksi yang semakin menurun, tentu menuntut perubahan untuk peruntukan kawasan hutan sehingga berdampak pada naiknya kontirbusi sektor kehutanan dalam produksi Emisi GRK yang berasal dari kerusakan hutan dan alih fungsi hutan. Provinsi Bali; Terkenal dengan industri pariwisata yang terus berkembang tetapi tidak memperhatikan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang tesisa. Praktek pariwisata yang beralih dari pariwisata Budaya ke pariwisata massal mendegradasi banyak hal di Bali termasuk sosial budaya dan juga lingkungan hidup, mulai dari ancaman krisis air, alih fungsi lahan dan lain-lain. Begitu banyak krisis yang muncul ke permukaan semakin menunjukkan bahwa ternyata industri pariwisata-lah dengan parameter sektor akomodasi sebagai indikator kemajuan, hingga mengintervensi ruang wilayah konservasi laut, wilayah budaya masyarakat dan wilayah kelola meski sejak 2007 telah dilakukan tekanan untuk moratorium pembangunan akomodasi pariwisata di Provinsi Bali. Kawasan Perairan Teluk Benoa adalah kawasan ekosistem yang unik karena merupakan kawasan ekosistem Esturia dangkal, dimana sejumlah sungai (Tukad Punggawa, Tukad Balian, Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Soma, Tukad Mumbul dan Tukad Bulau) bermuara di perairan Teluk Benoa. Kondisi Esturia ini menciptakan tipologi habitat yang berbeda dengan perairan pantai dangkal lainnya, dimana kawasan Teluk Benoa hidup sejumlah habitat strategis, khususnya mangrove, padang lamun, makrozoobenthos dan komponen infauna dengan kelimpahan dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Teluk Benoa, Bali kini terancam dengan rencana pembangunan infrastruktur akomodasi pariwisata dengan program pengembangan wisata terpadu. Pembangunan dengan model reklamasi ini mendapat penolakan banyak pihak, khususnya masyarakat Bali yang masih menganggap wilayah perairan Teluk Benoa adalah bagian dari budaya Bali, sebagai satu ekosistem yang terkoneksi dengan ekosistem sekitarnya sebagai sumber hasil laut dan sebagai wilayah yang dilindungi Perpres 45 tahun 2011 sebagai wilayah konservasi laut. Tetapi kemudian oleh pemerintah, dilakukan perubahan peraturan presiden secara sepihak menjadi Perpres 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2011 tentang Kawasan Strategis Perkotaan Sarbagita dan sekaligus menjadikan program tersebut sebagai bagian dari MP3EI, meski telah beberapa kali dilakukan penelitian dan hasilnya bahwa Teluk Benoa tidak layak untuk direklamasi. Ketidak-tegasan Gubernur Bali,


Page 9 of 10 pun mendapat banyak kritik dari pakar hukum dan juga penolakan yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat sipil atas rencana reklamasi tersebut. Beberapa peneliti telah menunjukkan dampak reklamasi pantai yang bisa mendatangkan bencana banjir. Fakta yang terjadi di Jakarta, reklamasi Teluk Jakarta pada tahun 2007, memicu banjir dan terus berulang sampai saat ini. Hal yang sama dianalisis oleh pakar, bahwa reklamasi menjadi salah satu penyebab banjir bandang di Manado Januari 2014. Realitas perkembangan rencana reklamasi Teluk Benoa menyiratkan beberapa hal penting atas keadaan lingkungan hidup di Bali pada masa mendatang. Krisis ekologi yang mengancam Bali sudah di depan mata sehingga membutuhkan kebijakan-kebijakan yang beradaptasi dengan krisis. Salah satu alat minimal untuk menjaga lingkungan hidup di Bali adalah peraturan daerah mengenai tata ruang dan peraturan turunannya, baik di darat maupun di laut (termasuk pula perairan pesisir dan pulau-pulau kecil). Namun, ternyata peraturan ini tidak cukup kuat menghadapi derasnya investasi, bukan karena substansi dan muatan pengaturan penataan ruangnya, lebih karena peraturan penataan ruang ini tidak ditaati bahkan dapat diubah setiap saat atau setidak-tidaknya dilakukan penyelundupan hukum demi mengakomodir kepentingan investasi pemilik modal. Penambahan hotel, kawasan komersial, perkantoran, perdagangan, apartemen, hotel, resort, vila, vila terapung dan sebagainya di kawasan (reklamasi) teluk benoa membutuhkan air bersih yang besar, sementara saat ini Pulau Bali mengalami devisit air bersih yang cukup parah mencapai rata-rata 27 juta meter kubik pertahun. Mengacam matinya usaha pengusaha penginapan kecil sehingga upaya pembangunan infrastruktur dengan model reklamasi teluk benoa bukan menambah kesejahteraan rakyat Bali namun justru mengancam ekonomi masyarakat lokal. Menghilangkan ekosistem terumbu karang, padang lamun dan juga hutan mangrove dengan cara reklamasi, tentu semakin menambah beban lingkungan hidup dalam memberikan jasa lingkungan hidup yang baik dan sehat. Apalagi dalam situasi perubahan iklim saat ini, di mana eksosistem di atas turut memberikan “layanan” adaptasi perubahan iklim yang cukup positif, selain kawasan hutan yang berada di daratan utama. Lagi-lagi merupakan praktek kebohongan yang ditunjukkan oleh pemerintah dalam skema MP3EI ketika skema ini didudukkan dalam konteks perubahan iklim global, sebagaimana komitmen Indonesia untuk menurunkan Emisi GRK 26% tetapi justru akan menghilangkan sumber-sumber adaptasi perubahan iklim.

IV.

KESIMPULAN

Berangkat dari bacaan tentang Konsep MP3EI yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025 (Not Business As Usual) yang kemudian berusaha disinergiskan dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan Emisi GRK (Business As Usual) melalui riset yang dilakukan oleh WALHI di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :


Page 10 of 10 1. Bahwa konsep MP3EI 2011 – 2025 belum menunjukkan sinergitas implementasi program yang bisa mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan Emisi GRK 26% sebagaimana telah dituangkan dalam Perpres No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang MP3EI 2011 – 2025, termasuk dalam RPJMN yang disusun oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo belum bisa menunjukkan komitmen untuk penurunan emisi tersebut yang tetap bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur dengan kebutuhan investasi besar; 2. Bahwa implementasi program MP3EI, baik yang masih dalam tahap perencanaan dan/atau persiapan maupun yang telah berjalan kerap mendapat penolakan dari masyarakat setempat dan/atau disekitar lokasi tapak proyek karena mengabaikan hakhak partisipatif masyarakat dan juga akan menambah beban dan potensi kerusakan lingkungan yang tentunya tidak menjamin penurunan Emisi GRK serta merugikan perekonomian masyarakat yang akan menghambat peningkatan kesejahteraan; 3. Bahwa MP3EI adalah jenis privatisasi sumberdaya alam ‘model baru’, pendanaan dari APBN hanya 10 persen, sisanya diharapkan dari swasta dan BUMN. Investasi MP3EI mencapai Rp. 4.012 triliun. Sumber dana untuk investasi diharapkan dari Swasta (51 persen); pemerintah melalui APBN (10 persen); BUMN (18 persen); dan sisanya (21 persen) campuran Swasta, Pemerintah dan BUMN. 4. Bahwa dalam konteks perubahan iklim, karakter MP3EI diarahkan eksploitatif dalam implementasinya sehingga menambah kerentanan akan penurunanan daya dukung lingkungan dan resiko peningkatan produksi emisi meningkat; V.

REKOMENDASI

WALHI menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah Republik Indonesia agar segera melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Mencabut Peraturan Presiden No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025; 2. Menghentikan proyek-proyek MP3EI yang terindikasi bisa meningkatkan jumlah emisi, khususnya pada sektor energi serta proyek-proyek yang bisa menurunkan daya dukung lingkungan dalam praktek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; Secara khusus adalah mencabut Perpres No. 51 Tahun 2014 untuk mencegah reklamasi di Tanjung Benoa; 3. Menyusun rencana pembangunan yang mempertimbangkan dan mengakomodir partisipasi masyarakat, beradaptasi pada perubahan iklim serta mengedepankan prinsip kehati-hatian yang berbasis kajian lingkungan hidup strategis; 4. Memperpanjang penundaan pemberian izin baru dan memperbaiki tata kelola hutan primer dan lahan gambut di Indonesia sebagaimana tertuang di dalam Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2013 yang akan berakhir pada bulan Mei 2015.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.