Konsep Pendidikan Holistik

Page 1

KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MELAHIRKAN GENERASI YANG TERDIDIK, TERLATIH, MEMILIKI DAYA CIPTA, DAN PENEMU. ( MENYIKAPI TANTANGAN PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA KEKINIAN )


Belum pernah kita mendengar ada suatu masa yang di situ pendidikan tidak bicarakan, baik di semua negara dan di semua waktu. Setiap orang berbicara tentang pendidikan, baik orang yang ahli maupun yang tidak tahu sama sekali teori pendidikan. Dalam satu segi hal itu baik-baik saja. Tetapi mengapa setiap orang merasa perlu turun rembuk tentang pendidikan? Dan tidak pernah ada orang yang puas terhadap mutu pendidikan. Pendidikan selalu dibicarakan. Tidak ada orang-orang di negara maju pun yang tidak mengkritik keadaan pendidikan di negara mereka. Mengapa? ya, manusia tidak pernah puas terhadap pendidikan yang ada. Semua orang mengambil bagian bila yang dibicarakan pendidikan. Itu mudah dipahami. Karena semua orang berkepentingan dengan pendidikan. Orang yang ingin memperbaiki seseorang, sekelompok orang, suatu negara, dan bahkan dunia, pasti akan melakukannya, langsung atau tidak langsung, melalui pendidikan. Orang yang akan merusak negara juga akan melakukakannya melalui pendidikan. Jangan dikira para koruptur tidak pernah sekolah. Pendidikan mereka pada umumnya justru tinggi. Orang yang mengerti pendidikan tentu akan ikut berbicara. Dan orang yang tidak tahu pendidikan pun ikut berbicara, karena generasi dan keturunannya telah dan akan mengikuti pendidikan. Pendidikan adalah masalah bersama, semua orang berkepentingan dengan pendidikan. Berbeda halnya bila yang dibicarakan masalah politik, sekalipun menyangkut masalah bersama tetapi tidak setiap orang akan ikut membicarakannya. Adapun pendidikan, semua orang membicarakannya, mencercanya, mengutuknya, tidak puas terhadapnya tetapi ia tetap saja menyerahkan pendidikan anaknya ke lembaga pendidikan. Itulah sebabnya pendidikan tidak pernah selesai dibicarakan. Orang-orang Yunani, lebih kurang 600 tahun Sebelum Masehi (SM), telah menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia menjadi manusia. Namun, kenyataannya sekarang pendidikan berubah drastis seperti yang kita bayangkan, dan bahkan selalu menjadi bahan perdebatan bagi masyarakat. Baiklah kita ambil satu kesimpulan saja, para pendidik tidak akan berhasil mendidik bila dalam mengajar itu tidak ada rasa kasih sayang dan keikhlasan kepada peserta didik. Jadi, pendidik itu harus menolong perserta didik dan pertolongan itu harus berisi sesuatu yang benar. Itulah yang pertama. Yang kedua, kita seringkali menyaksikan perbaikan pendidikan secara tambal sulam. Misalnya, lulusan kurang terdidik dan terlatih, lulusan kurang cinta negara, dan lain sebagainya. Yang luar biasa anehnya saat korupsi sudah sangat meluas malah tidak ada reaksi apa-apa pada level pendidikan. Kalaupun ada sebatas wacana memunculkan pendidikan karakter dan pelajaran budi pekerti.

Perubahan kondisi masyarakat yang semakin cepat. Kemajuan teknologi, perkembangan dunia kerja, kuatnya arus demokratisasi, tuntutan penegakan hukum dan pelaksanaan hak asasi manusia, serta kesadaran ekologis menjadi isu-isu penting dalam era kekinian. Tuntutan demikian perlu direspon nyata dalam praktek pendidikan di negeri ini untuk kemudian dikembangkan berbagai program pendidikan dan pembelajaran baik yang dilaksanakan di kampus maupun di luar kampus. Peserta didik perlu dibekali dengan pengetahuan, ketrampilan dan sikap, serta sistem nilai atau tata krama pergaulan, dengan tidak meninggalkan identitas budaya. Diharapkan peserta didik sebagai generasi pelanjut mampu memperoleh, menguasai, mengolah dan mengembangkan informasi secara cepat, sehingga terbentuk kebiasaan berpikir kreatif dan produktif. Menurut saya, telah terjadi kesalapahaman tentang arti pendidikan yang sesungguhnya. Kesalahpahaman tentang hubungan antara kebijakan politik pendidikan dengan keadaan ekonomi nyata di lapangan. Kesalapahaman ini memunculkan permasalahan dalam praktek pendidikan, yakni antara dual pendidikan; Keterampilan kerja di satu

[Type the company name]

Tulisan ini ingin menjabarkan beberapa argumen penting terkait dengan praktek pendidikan yang terjadi sekarang ini, serta menunjukkan arti pentingnya konsep pendidikan holistik bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Praktek pendidikan kekinian tampak jelas pada obsesi perguruan tinggi dan pemerintah dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan zaman (distrupsi, digitalisasi, revolusi industry 4.0). Segala cara diupayakan untuk membekali peserta didik (pengetahuan dan keterampilan) dalam menghadapi tantangan tersebut. Namun, sisi lain, melupakan unsur pengembangan karakter dan kepribadian peserta didik yang berkaitan langsung pada kemampuan pengetahuan dan keterampilan mereka.

2


sisi, dan pendidikan akademik di sisi lain. Keduanya adalah satu kesatuan yang didasarkan pada pandangan hakikat tentang pendidikan sebagai pengembangan kepribadian. Praktek Pendidikan kekinian hanya fokus wacana dispruption, digitalisasi, sampai revolusi industry 4.0. sampai melupakan hakikat (arti, maksud, tujuan) pendidikan yang sesungguhnya! Jadilah sekarang ini, pendidkan kita cenderung bernuansa formalitas (semata-mata mengejar hasil tanpa penguatan proses). Hasilnya apa yang terlihat sekarang, hanya sekedar „RASA‟, yaitu seakan akan telah mempersiapkan peserta didik untuk mengahadapi tantangan dimasa mendatang.

KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MELAHIRKAN GENERASI YANG TERDIDIK, TERLATIH, MEMILIKI DAYA CIPTA, DAN PENEMU.

Paradoks jadinya, ketika dunia pendidikan semakin maju, ilmu pengetahuan dan teknologi makin berkembang, informasi makin melimpah, di lain sisi degradasi moral, norma, dan etika dikalangan peserta didik dan masyarakat semakin besar pula. Begitu pula dengan degradasi budaya dan agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jika hal tersebut tidak disikapi secara arif dan bijak, bangsa ini terancam gagal dalam membangun dan mengembangkan peradaban melalui pendidikan. Bangsa ini akan terancam „hilang‟ identiasnya akibat gagal merespons globalisasi.

3

Realitas menunjukan, warga negara kita banyak yang berpendidikan, tapi makin tidak terdidik. Makin amburadul tatanan lingkungan, sosial kemasyarakatan, bahkan birokrasi dan pemerintahan. Buktinya, hampir seluruh kekayaan alam kita sudah jatuh di tangan asing dan aseng, kemiskinan dan ketimpangan yang makin lebar, penganguran makin meningkat, antidemokrasi, intoleransi, radikalisme, fanatisme buta, kejahatan, pergaulan bebas, narkoba, sampai korupsi masih merajalela walaupun sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam masyarakat digital pun, hal ini terjadi, berbagai perilaku buruk terjadi secara massal mulai remaja, dan juga orang dewasa. Penyebarluasan berita-berita bohong (hoax), penghinaan serta caci-maki menyebar secar masif. Perilaku seperti ini juga salah satu contoh kontribusi dari praktek pendidikan kita yang kurang membangun NILAI. Kita hampir gagal membangun Pendidikan „NILAI‟ untuk merespons globalisasi. Jika kemajuan zaman tidak dibarenggi dengan praktek pendidikan yang berlandaskan pada penguatan moral dan budaya, maka akan menciptakan kondisi masyarakat suatu bangsa yang tidak memiliki jati diri. Antropolog Kuntjaraningrat mengatakan bahwa budaya bangsa ini jauh dari sifat-sifat budaya merdeka, tapi bagian dari budaya inlander. Bila dikatakan bahwa kita gagal menyediakan syarat budaya yang dibutuhkan untuk merdeka walaupun kemerdekaan sudah diproklamasikan 74 tahun silam. Neoliberalisme yang di bungkus Globalisasi sebagai westernisasi mengandalkan instrumen teknokratik. Praktek pendidikan (Persekolahan) itu mengubah kebutuhan belajar menjadi keinginan bersekolah yang dengan secara diam-diam menyiapkan peserta didik melalui pengembangan gaya hidup yang konsumtif dan instan. Media massa (elektronik, online, cetak) menjadi katalisatornya. Para mahasiswa millenials yang dilahirkan di awal abad 21 telah melalui sistem persekolahan dan menikmati pop culture asing yang membutakan mereka secara politik untuk sanggup mengambil tanggungjawab kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti yang dikatakan sayidina Ali RA, tidak ada kemiskinan yang lebih buruk dari ketidaktahuan. Kegagalan ini sebagian besar disebabkan oleh Pendidikan yang praktekan sekarang ini bukan sebagai strategi kebudayaan untuk menjadi bangsa merdeka. Bahkan menjadi instrumen teknokratis yang hanya menyediakan sarjana terlatih untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja dan industri. Ini dilakukan dengan membiarkan praktek pendidikan (sistem persekolahan) neoliberalisme yang terlalu men‟tuhan‟kan Materi dan meruntuhkan „NILAI‟. Peradaban modern terwujud dari keselarasan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, moral dan budaya. Jadi harusnya praktek pendidikan kekinian dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan zaman, ialah keseimbangan antara pendidikan karakter kepribadian dan pengetahuan, keterampilan. Dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan zaman, peserta didik perlu dibekali dengan pengetahuan, ketrampilan dan sikap, serta sistem nilai atau tata krama pergaulan, dengan tidak meninggalkan identitas agama dan budaya.


Intinya; Perubahan kondisi masyarakat yang semakin cepat, kuatnya arus demokratisasi, tuntutan penegakan hukum, pelaksanaan hak asasi manusia, serta kesadaran ekologis menjadi hal penting di era sekarang ini. Kondisi demikian harus direspon dalam praktek pendidikan kekinian. Peserta didik sebagai generasi muda pelanjut harus mampu bersaing bukan lagi kepandaian semata, tetapi moralitas, kreativitas dan kecerdasan bertindak (hard skillssoft skills). Dilema tentang bagaimana memberikan pendidikan yang terbaik untuk generasi kita sekarang membutuhkan penilaian yang jujur dengan menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Bagaimana praktek pendidikan kita sekarang? (2) Bagaimana seharusnya pendidikan kita? (3) Bagaimana seharusnya kurikulum dan pembelajaran disusun?� Dengan kata lain, masa depan generasi dan masyarakat kita sangat tergantung pada bagaimana kita mampu menjawab pertanyan-pertanyaan tadi secara tepat dan sejauh mana kita mampu mentransfer visi dan misi pendidikan kita kepada kehidupan generasi mendatang. Model pendidikan kita sekarang ini merupakan usaha menyikapi berbagai isu fundamental pendidikan kontemporer dan sekaligus memberikan usulan kerangka reformasinya. Model ini mengusulkan sebuah visi dan pendekatan terhadap pendidikan yang tetap memelihara karakter dan sesuai fitrah peserta didik serta memberikan kemampuan untuk melakukan penemuan jati diri (self discovery), kesempurnaan, dan juga kesadaran sosial, yang berangkat dari tradisi dan modernisasi yang terseleksi. Berbicara mengenai pendidikan masa kini dan mendatang, maka harus dimulai dari cara pandang kita (world-view) tentang manusia. Bagaimana filsafat kita memandang manusia? Bahwa paradigma filsafat kita adalah teo-antroposentris, artinya dalam memandang manusia, kita harus memandangnya secara utuh tentang sosok dan fungsi manusia itu sendiri. Lantas bagaimana pendidikan kita memandang manusia? Manusia adalah makhluk paripurna, yang dibebani kewajiban dan tanggung jawab. Dengan akal pikirannya ia mampu menciptakan kreasi spektakuler berupa sains dan teknologi. Manusia juga bagian dari realitas kosmos yang menurut para ahli pikir disebut sebagai “makhluk yang berbicara� dan “makhluk yang memiliki nilai “luhur�. Hal ini dapat kita pahami, betapa manusia yang dianugerahi rasio oleh Tuhan itu mampu menciptakan kreasi canggih berupa sains dan teknologi. Kelebihan intelektual inilah yang menjadikan manusia lebih unggul dari pada makhluk lainya, tetapi ia pun akan menjadi dekaden, bahkan lebih rendah nilainya dari binatang jika melakukan tindakan yang destruktif. Manusia mengandung pengertian sebagai makhluk sosial dan kultural/ keilmuan. Manusia terdiri dari jiwa dan raga. Dia adalah unik, tidak ada makhluk seunik dan seajaib manusia, makhluk yang memiliki unsur tidak saja jasmani, tetapi juga ruhani dan nafsani. Aspek terakhir inilah yang kurang menjadi concern, atau sering dilupakan dalam praktek pendidikan di perguruan tinggi. Di samping itu, manusia juga memiliki kedudukan sebagai khalifah (pemimpin dan manajer di muka bumi). Ini yang harus kita pahami. Jika kita berbicara pendidikan, maka aspek ini tidak boleh dilupakan.

1) Pendidikan merupakan bagian dari sistem kehidupan, yaitu suatu proses internalisasi dan sosialisasi nilainilai moral melalui sejumlah informasi, pengetahuan, sikap, prilaku dan budaya; 2) Pendidikan merupakan sesuatu yang integrated artinya ia memiliki kaitan yang membentuk suatu kesatuan yang integral dengan ilmu-ilmu yang lain; 3) Pendidikan merupakan life long process sejak dini kehidupan manusia; 4) Pendidikan berlangsung melalui suatu proses yang dinamis, yakni harus mampu menciptakan iklim dialogis dan interaktif antara pendidik dan peserta didik; 5) Pendidikan dilakukan dengan memberi lebih banyak mengenai pesan-pesan moral pada peserta didik.

[Type the company name]

Antisipasi masa depan dalam upaya merekonstruksi pendidikan tinggi kekinian, kita perlu memperhatikan prinsipprinsip pendidikan dan pembelajaran, yang meliputi:

4


Prinsip-pinsip di atas akan membuka jalan dan menjadi fondasi bagi terciptanya konsep pendidikan yang utuh. Dengan tawaran prinsip inilah, konsep pendidikan lebih pas apabila diletakkan dalam kerangka pemahaman bahwa pendidikan adalah “Memanusiawikan manusia.� Pendidikan hendaknya bukan saja berusaha mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan melainkan juga untuk meningkatkan kesadaran, melihat perubahan-perubahan sosial dalam perspektif transedental, dan menempatkan iman sebagai sumber motivasi perkembangan dalam menyelami dan menghayati ilmu pengetahuan modern.

KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MELAHIRKAN GENERASI YANG TERDIDIK, TERLATIH, MEMILIKI DAYA CIPTA, DAN PENEMU.

Ini berarti bahwa dalam proses pendidikan terkandung upaya kemampuan mengintegrasikan akal dengan nurani dalam menghadapi masalah perubahan sosial. Dengan begitu diharapkan pendidikan dapat memenuhi fungsi yang luhur dalam menghadapi perkembangan sosial, apabila dalam proses belajar-mengajar menggunakan pola pengajaran innovative learning, yakni: (1) berusaha memupuk motivasi yang kuat pada peserta didik untuk mempelajari dan memahami kenyataan-kenyataan sosial yang ada, (2) berusaha memupuk sikap berani menghadapi tantangan hidup, kesanggupan untuk mandiri dan berinisiatif, peka terhadap kepentingan sesama manusia dan sanggup bekerja secara kolektif dalam suatu proses perubahan sosial.

5

Ini bisa dipahami bahwa untuk menuju ke masa depan yang lebih baik, seseorang haruslah memperhatikan apa yang telah dan sedang terjadi di masyarakat. Tentu ini terkait dengan upaya menyadap sebanyak mungkin informasi, kemudian menganalisisnya. Aneka ragam informasi yang telah disadap yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengolahan dan interpretasi akan menumbuhkan kemampuan berpikir secara holistik dan integratif. Bila kemampuan ini telah dimiliki seseorang, maka untuk mengantisipasi perubahan yang menumbuhkan kesadaran internal dan keterampilan memecahkan masalah bukannya sesuatu yang memberatkan. Bukan tidak mungkin, bahwa persoalan informasi mempunyai korelasi akseptabilitas dengan dunia pendidikan, bahkan dengan fungsi informasi, pendidikan akan mampu mengimbangi kemajuan zaman. Korelasi ini terletak pada persoalan substansi materi pendidikan itu sendiri. Dalam spektrum yang lebih makro, seberapa jauh alih nilai moral mampu membekali peserta didik untuk menghadapi sekaligus memecahkan persoalan secara proporsional sekaligus mampu mengembangkan budaya religius. Spektrum tersebut menuntut peran pendidik (dosen) untuk mampu tampil lebih profesional di hadapan peserta didik dengan menyertakan menu-menu materi yang bersifat kontekstual, dinamis dan berorientasi ke masa depan. Semua ini akan didapatkan jika tradisi menyadap banyak informasi menjadi tuntutan setiap saat bagi para pendidik. Pendidikan sebagai proses penyiapan peserta didik agar memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan hari ini dan esok harus dilihat dari dimensi informasi ini. Dengan kata lain, kemampuan tersebut akan dicapai hanya melalui intensitas mencari, mengolah dan mengintepretasikan informasi. Menguasai informasi hari ini berarti mampu menguasai informasi hari esok. Menguasai permasalahan hari ini berarti menguasai permasalahan hari esok. Sekarang dan esok sebenarnya bersifat saling berkaitan dan merupakan mata rantai yang kompleks meski dengan tingkat kompleksitas yang beragam. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat saat ini tidak lepas dari faktor modernisasi dan globalisasi yang berdampak pada semua aspek kehidupan: ekonomi, sosial, politik, budaya dan juga pendidikan. Pengaruh modernitas telah mempunyai andil besar dalam merubah gaya dan pola hidup pada hampir semua lapisan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa generasi muda kita belajar nilai kebanyakan dari budaya populer dan media massa. Pengaruh kolonialisme yang membawa budaya materialisme, sekularisme dan individualisme selama berabad-abad telah meninggalkan bekas yang tak bisa dihapus pada pola pikir dan sistem nilai di negeri kita ini. Lantas apa saja yang perlu dipersiapkan oleh peserta didik dalam menghadapi globalisasi materialisme dan sekularisme? Problem-problem di atas juga memperlemah perkembangan karakter generasi muda saat ini. Oleh karena itu, intelektual sekarang harus melakukan reorientasi dalam menatap persoalan pendidikan, sehingga mereka mampu survive dalam setiap zaman. Reorientasi atau rekonstruksi konsep pendidikan ini penting, karena tanpa itu maka kita tidak akan pernah mampu membesarkan generasi kita sesuai dengan zamannya.


Selama berabad-abad, dunia pendidikan selalu dipahami sebagai proses transmisi dari pada sebagai proses transformasi. Pengajaran hanya difokuskan pada mentransfer informasi dan harus dihafal dari pada dilaksanakan atau diinternalisasi. Dalam era informasi dan meluasnya dunia multi media sekarang ini di mana internet dan komunikasi global menjadi trend, pendekatan moral (agama) dan adab (budaya) harus tetap dijadikan sebagai sistem nilai baik secara individual maupun sosial, khususnya dalam menghadapi masyarakat modern dan sekuler saat ini. Kegagalan pendidikan secara umum juga disebabkan oleh perumusan visi dan misi yang tidak kompatibel dengan konsep ideal dan kondisi empiriknya. Setidaknya hal ini disebabkan oleh paling tidak lima alasan berikut: Pertama, secara fundamental pengajaran kita tidak fokus pada pengembangan karakter dan kepribadian, tidak sejalan dengan apa yang menjadi tujuan dan hakikat dari pendidikan yang sesungguhnya. Malah pengajaran kita lebih mengfokuskan pada fakta dan informasi seperti nama, tanggal, peristiwa dan lain-lain. Kedua, kebanyakan yang diajarkan adalah sesuatu yang yang tidak relevan dengan kehidupan riil peserta didik seperti kebutuhan, urusan, dan tantangan yang akan mereka hadapi. Ketiga, metode pengajarannya lebih cenderung terpusat pada pengajaran (teaching) bukan pada belajar (learning). Masih mengentalnya sistem pengajaran maintenance learning yang bercirikan lamban, pasif dan menganggap selalu benar terhadap warisan masa lalu. Keempat, Adanya pandangan dikotomis ilmu secara substansial (ilmu agama dan ilmu umum). Kelima, pengajaran kita tidak mempersiapkan peserta didik kita dengan keterampilan riil (real life skills) yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat modern saat ini. Selain itu, praktek pendidikan kekinian pada umumnya secara tipikal tidak memiliki pemahaman yang benar tentang perkembangan peserta didik baik secara moral, sosial, psikologis maupun pedagogis. Subject matter pendidikan masih berorientasi ke masa lalu dan bersifat normatif serta tekstual. Ini bukan berarti bahwa kita harus meninggalkan warisan masa lalu. Warisan masa lalu sangat berharga nilainya karena ia merupakan mata rantai sejarah yang tidak boleh diabaikan. Tetap memelihara tradisi warisan masa lalu yang baik dan mengambil tradisi yang lebih baik justru merupakan prinsip yang tepat bagi sebuah rekonstruksi pemikiran pendidikan modern. Pada sebagian besar masyarakat kita sekarang ini juga masih muncul anggapan, bahwa “agama� dan “ilmu� merupakan entitas yang berbeda dan tidak bisa ditemukan, keduanya dianggap memiliki wilayah sendiri-sendiri baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan maupun status teori masing-masing.

Para pendidik seharusnya mengenal dan menerima fakta bahwa setiap peserta didik itu unik dan memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Justru yang dibutuhkan saat ini adalah perubahan terhadap pemahaman yang lebih natural, menyeluruh, dan ramah (humanis) tentang peserta didik , pendidikan dan proses pembelajaran. Berikut ini adalah beberapa kesalahpahaman umum tentang pendidikan dan sekaligus pandangan alternatifnya: Pertama Visi : Pendidikan dianggap sebagai disiplin yang terpisah; partikularistik, masih memakai paradigma mekanistik (model perusahaan). Senyatanya dan seharusnya, pendidikan dipandang secara holistik dan menyeluruh berparadigma rekonstruktif.

[Type the company name]

Sampai saat ini masih terdapat beberapa kesalahpahaman umum (salah kaprah) tentang pendidikan yang terus mempengaruhi pemikiran banyak pendidik professional dan berkontribusi pada kegagalan yang terjadi di dunia pendidikan. Kesalahpahaman tersebut disebabkan oleh adanya pemahaman parsial dan mekanistik tentang peserta didik dan proses pendidikan. Pada sebagian pendidik kita masih beranggapan bahwa semua peserta didik adalah sama dan dapat diinjeksi informasi secara berlebihan. Karena mentalitas inilah, banyak peserta didik yang gagal dalam proses pendidikan tanpa adanya beban kesalahan yang mereka lakukan.

6


Kedua Isi : Pembelajaran bersifat tradisional; sekadar informatif, tidak relevan dengan kehidupan riil peserta didik, fokus pada instruksi/ pengajaran textbook. Senyatanya dan seharusnya, pembelajaran bersifat modern, transformatif, realistik, kurikulum berbasis kehidupan riil Ketiga Struktur : Struktur tidak koheren atau disusun oleh disiplin akademik yang rigid. Senyatanya dan seharusnya, gagasan bersifat powerful (powerful ideas); mampu memberi inspirasi dan transformasi, mampu membangun kepribadian, Keempat Metode : Didaktik (ceramah dan kuliah); dosen sebagai pusat, satu model untuk semua peserta didik, tidak menarik dan tidak inspiratif. Senyatanya dan seharusnya, discovery learning; terpusat pada peserta didik, pengajaran bervariasi, gaya pembelajaran yang variatif, dosen sebagai penunjuk (guide), modellling dan mentoring, model pembelajaran terpadu/ integrated learning model (ILM)

KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MELAHIRKAN GENERASI YANG TERDIDIK, TERLATIH, MEMILIKI DAYA CIPTA, DAN PENEMU.

Kelima Tujuan : Perolehan informasi ansich, pengetahuan dan keterampilan hanya untuk perolehan pekerjaan Beyond schooling; Senyatanya dan seharusnya, bagaimana belajar (how to learn), pembelajaran seumur hidup, pengembangan manusia seutuhnya

7

Keenam Penilaian : Tes formal berdasarkan buku, benar atau salah, lulus atau tidak lulus, tes standar. Senyatanya dan seharusnya, authentic assessment; tugas otentik, berhubungan dengan dunia riil, penilaian bersifat multi intelligensi. Kini trend pembaruan lagi gencar-gencarnya digaungkan, sehingga peserta didik yang tercerahkan menemukan solusi riil terhadap permasalahan-permasalahan dan tantangan-tantangan yang dihadapi masyarakat kekinian, dan bahkan sudah sampai pada evaluasi terhadap paradigma masyarakat kekinian – termasuk bagaimana dan apa yang kita ajarkan pada peserta didik kita. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pembaharuan visi pendidikan dibutuhkan, salah satunya adalah mencetak generasi yang mempunyai tingkat pemahaman, komitmen, dan tanggung jawab sosial yang nantinya akan menggerakkan mereka mengabdikan diri pada kemanusiaan dan sosial secara efektif. Era kekinian, pendidikan merupakan sesuatu yang dinamis, praktis dan relevan sesuai dengan kebutuhan masyarakat riil. Sehingga pendidikan kekinian itu mempunyai kekuatan dalam hal memberi inspirasi dan mentransformasikan kehidupan manusia menyeluruh. Model pendidikan profetik ini mempunyai substansi pengalaman kehidupan sehari-hari dan permasalahan-permasalahan masyarakat pada awalnya dari masa ke masa. Dan bagaimana kita menjadikan pendidikan benar-benar bermakna dalam kehidupan peserta didik kita? Untuk merealisasikan cita-cita tersebut, diperlukan adanya usaha terpadu dan tepat guna. Para pendidik seharusnya meningkatkan usaha mereka dalam menemukan solusi-solusi alternatif yang bisa menjembatani adanya kesenjangan antara nilai dan praktik pada generasi yang akan datang. Tentu saja, kampus mempunyai peranan yang krusial dalam hal ini, khususnya program pendidikan yang mampu melahirkan generasi terdidik, kreatif, beradab dan terlatih. Penguatan karakter dan skill adalah hal yang sangat dibutuhkan hari ini oleh generasi kita, dan merupakan fokus pendidikan modern saat ini. Investasi dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah investasi yang paling menjanjikan yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Sejarah telah memperlihatkan bahwa mesin dan teknologi tidak bisa menyerang jiwa manusia ketika jiwa tersebut sudah dipenuhi oleh tujuan hidup yang jelas dan ketekunan diri. Tujuan inti dari pendidikan sebetulnya adalah untuk mencetak orang-orang yang punya komitmen yang jelas dalam hidup. Adapun visi pendidikan telah membuat perbedaan yang jelas antara mengajarkan “hal-hal tentang” (informatif) dan mengajarkan tentang “bagaimana menjadi manusia seutuhnyai” (transformatif). Tujuan dari pendidikan bukanlah untuk memberi informasi pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik saja, tetapi lebih menekankan bagaimana menjadi seorang yang terdidik, kreatif, beradab, terlatih dan memberi mereka inspirasi sehingga ilmu tersebut bisa ditransformasikan dalam kehidupan mereka.


Adanya perubahan paradigma dari pendidikan yang berorientasi pada informasi ke pendidikan yang berorientasi pada transformasi adalah esensial untuk dilakukan jika kita benar-benar berharap membangun paradigma baru pendidikan bagi pembangunan masyarakat ideal. Bahwa reformasi pendidikan yang menyeluruh amatlah dibutuhkan dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Adapun pendekatan ini berdasarkan pada empat komponen inti: Pertama, kerangka konseptual terpadu tentang pendidikan yang berdasarkan prinsip pendidikan holistik. Kedua, tinjauan ulang terhadap tujuan pendidikan dan komponennya bagi pengembangan karakter (character development). Ketiga, merekonstruksi kurikulum atau gagasan-gagasan besar (powerful ideas) yang mempunyai kekuatan untuk mentransformasikan kepribadian. Keempat, penetapan ulang pengalaman mengajar dan belajar ke arah proses pembelajaran penemuan/ pencarian (discovery learning). Jika kita menginginkan posisi yang penting dalam percaturan dunia saat ini, maka reformasi pendidikan mesti dilakukan. Reformasi akan membutuhkan pemikiran ulang dalam penstrukturan ulang elemen-elemen kunci dari sebuah institusi/lembaga pendidikan seperti kerangka konseptual, isi, struktur dan proses pendidikan. Perlu dicatat juga di sini bahwa usaha reformasi serupa juga sekarang lagi dilakukan oleh duni pendidikan Barat. Tuntutan untuk menerapkan pendidikan yang holistik, pengajaran terpadu, pembelajaran kooperatif, pendidikan karakter, pembelajaran penemuan (discovery learning), dan penilaian otentik sangat banyak ditemukan di literatur pendidikan. Adapun konsep pendidikan holistik merupakan usaha untuk melakukan reformasi modern yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan tersebut (dari model industri ke model humanis) yakni lebih natural, otentik, dan efektif. Kerangka Pendidikan Holistik wilayah pertama yang perlu direformasi adalah visi atau kerangka konseptual terhadap pendidikan secara menyeluruh. Konsep pendidika Holistik bermula dari prinsip keutuhan dan keterpusatan pada manusia secara utuh. Hal inilah yang menjadi dasar pijakan dalam pandangan terhadap pendidikan. Prinsip pendidikan Holistik mencakup konsep filosofis maupun metodologis yang terstruktur dan koheren terhadap pemahaman kita terhadap dunia dan seluruh aspek kehidupan. Pendidikan Holistik mengajarkan kita untuk menghimpun pandangan yang terpadu, dan komprehensif terhadap pendidikan. Pendidikan modern secara umum berdasarkan pandangan pendidikan yang tidak koheren dan parsial. Sehingga, peserta didik dan dosen/guru jarang sekali punya pandangan yang sama tentang proses pendidikan secara menyeluruh. Kebanyakan peserta didik meninggalkan bangku kuliah sekitar umur 19–25 tahun tanpa mempunyai tujuan hidup yang jelas – bahkan yang mereka pikirkan hanya mendapatkan kerja. Lebih dari itu, prinsip pendidikan holistik menuntut para pendidik mempunyai pandangan yang menyeluruh dan tujuan sejati terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, konsep pendidikan holistik harus menjadi landasan tentang bagaimana kita mendidik, termasuk (1) apa yang diajarkan (isi), (2) bagaimana kita mengorganisir dan apa yang harus diajarkan (struktur), (3) bagaimana kita mengajarkannya (proses). Akhirnya, pendidikan haruslah membentuk fondasi pemikiran, metodologi, dan praktik pendidikan kita. Oleh karena itu, konsep pendidikan holistik merancang sebuah pendekatan pendidikan yang benar-benar terpadu.

Aspek Holistik Tujuan Pembelajaran seumur hidup, bersifat komprehensif, menjadikan peserta didik sebagai manusia seutuhnya. Pandangan Terhadap Peserta Didik Pemahaman peserta didik secara utuh; pikiran, tubuh, jiwa, multi intelegensi, dan juga gaya belajar.

[Type the company name]

Holistik dalam hal visi, isi, struktur, dan proses dan terpadu dalam pendekatannya baik terhadap kurikulum (bagaimana dan apa yang harus diajarkan), pengetahuan yang menyatupadukan dengan praktik, aplikasi dan pelayanan. Konsep ini menegaskan bahwa aspek-aspek integratif secara signifikan akan meningkatkan kekuatan, relevansi, dan keefektifan pengalaman belajar dan mengajar.

8


Apa yang harus diajarkan Gagasan yang powerful dan pertanyaan-pertanyaan brillian terhadap dunia secara utuh (multikultural). Bagaimana mengorganisir Pembelajaran integrated.

KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MELAHIRKAN GENERASI YANG TERDIDIK, TERLATIH, MEMILIKI DAYA CIPTA, DAN PENEMU.

Bagaimana mengajarkannya Sesuai dengan kemampuan peserta didik, pengajaran yang bervariasi, pemanfaatan lingkungan. Terpadu, prinsip yang mendukung terbentuknya kerangka teoretis dari pendekatan tersebut. Beberapa prinsip ini berasal dari adanya perenungan terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan alam. Memperhatikan dengan teliti (misalnya menyelidiki, mengamati dengan cerdas, menguraikan, menemukan dan dan merenungi tanda tanda di alam ini dalam rangka mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang jati diri kita sebagai manusia.

9

Para pendidik haruslah memahami hukum pertumbuhan dan perkembangan ini karena hal ini juga terjadi pada peserta didik secara langsung. Lebih dari itu, mereka harus menggabungkan hukum ini secara filofofis pedagogis dan praksisnya. Jika tidak demikian secara alami mereka akan menentang arus hukum alam dan akan bertentangan dengan perkembangan peserta didik. Dewasa ini pandangan-pandangan penting telah dicetuskan tentang bagaimana peserta didik bisa belajar dengan sangat baik. Khususnya pandangan modern yang mengakaji tentang otak dan pendekatan yang diperbaharui ke arah psikologi holistik dan pembelajaran terpadu. Di bawah ini adalah deskripsi tentang prinsip-prinsip kunci yang membentuk dasar-dasar model pendidikan holistik. Ketika beberapa prinsip ini berasal dari wawasan atau pandangan modern dalam rangka meraih pembelajaran yang efektif, tetapi pada saat yang bersamaan kita juga bisa mencatat bahwa banyak juga dari prinsip tersebut yang ada korelasinya dengan pemikiran agama dan budaya. Setiap peserta didik memiliki keunikan berdasarkan adanya genetik yang unik; Tiap peserta didik mempunyai kepribadian, temperamen, bakat, dan kemampuan yang berbeda-beda. Pendidikan harus memelihara keunikan setiap peserta didik dengan mengingat bahwa peserta didik bukanlah objek yang bisa dididik secara seragam. Hal inilah yang menjadi dasar pijakan dalam pandangan terhadap pendidikan. Prinsip pendidikan holistik mencakup konsep filosofis maupun metodologis yang terstruktur dan koheren terhadap pemahaman kita terhadap dunia dan seluruh aspek kehidupan. Konsep pendidikan holistik mengajarkan kita untuk menghimpun pandangan yang terpadu, dan komprehensif terhadap pendidikan. Pembelajaran efektif haruslah holistik; Mendidik secara spiritual, moral, intelektual, fisik, emosi, dan sosial. Holistik haruslah mencakup topik, integrasi waktu, tempat, dan budaya; inetgrasi dalam kurikulum; integrasi antara pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai dan aplikasinya dan aksi. Aspek-aspek inetgrasi ini lebih mempunyai potensi yang kuat untuk mencapai pembelajaran efektif. Selain itu, pembelajaran juga harus memadukan antara pikiran dan fisik. Semua pembelajaran tergantung pada penilaian fisiologis peserta didik. Oleh karena itu pola pendidikan harus mengacu pada makna holistik yang berarti mengembangkan dari tahapan satu ke tahapan berikutnya sampai meraih potensi optimalnya. Mempertimbangkan emosi; Emosi menyebabkan adanya perhatian, motivasi, makna, dan memori. Pengalamanpengalaman emosional membuat pembelajaran menjadi sangat penting. Untuk alasan inilah kekaguman, keingintahuan, dan penemuan adalah titik awal proses pembelajaran. Sebaliknya, perasaan stress dan ancaman menghalangi pembelajaran normal dan keefektifannya. Pola dan Pencarian Makna; Kita mengetahui makna dari pola atau contoh, sementara makna berasal dengan memahami pola yang lebih besar. Dalam pencarian makna, otak kita mencari pola, dengan asosiasi dan koneksi antara data baru dengan pengetahuan sebelumnya. Pencarian makna ini sangat halus. Intelegensi dan pemahaman adalah kemampuan untuk membuat koneksi atau hubungan dan mengkonstruksi pola.


Problem Solving; Tahap ini termasuk tingkat tinggi yang mencakup pengolahan informasi dan gagasan dengan melakukan sintesa, genaralisasi, penjelasan atau explanasi, hipotesis, atau bahkan menyimpulkan yang pada akhirnya bisa menelurkan makna dan pemahaman baru. Lebih dari itu, nalar bisa mengambil pelajaran dari lingkungan sekitar sebagai bahan pertimbangan. Manusia telah hidup berabad-abad lamanya dengan melakukan problem solving dan pemikiran flexible. Pengetahuan Mendalam; „Pemahaman‟ dan „Kebijaksanaan‟ adalah tujuan pengetahuan dan pendidikan yang sebenarnya. „Pengetahuan yang mendalam‟ termasuk memahami topik sentral secara menyeluruh untuk menyelidiki adanya koneksi dan hubungan, dan menghasilkan pemahaman yang tepat. Tujuan sejati dari pendidikan adalah pemahaman yang mendalam dan kebijaksanaan, bukan informasi. Pengayaan; Peserta didik harus ditantang untuk berfikir keras terhadap apa yang sedang mereka pelajari, untuk berpartisipasi secara aktif di diskusi kelompok, untuk berkarya secara produktif dalam kegiatan pembelajaran secara kooperatif, dan juga untuk membahas isu-isu kontroversial. Aktifitas dan pengalaman tersebut sangat membantu ketercapaian keterampilan yang diperlukan untuk mencetak warga yang kompeten dalam mempresentasikan dan mempertahankan kepercayaan dan prinsipnya secara efektif. Pembelajaran yang menantang, dan otentik akan menstimulasi adanya keingintahuan, kreatifitas, dan pemikiran tingkat tingkat tinggi/ problem solving. Hand-on/Aktif; Setiap peserta didik harus dibuat “tangan mereka kotor” dalam rangka memperoleh pengetahuan dan pemahaman. Hal ini bisa dilakukan dengan pengalaman pembelajaran yang aktif. Pembelajaran dan pengajaran yang efektif harus menekankan pada aktifitas yang melibatkan gerak tubuh dan otak sehingga peserta didik dapat berinteraksi dengan apa yang sedang mereka pelajari dan menggunakannya di dalam kehidupan sehari-hari secara bermakna. Dosen harus benar-benar mempersiapkan pengajaran yang aktif dan bermakna. Karena hal ini juga menjadi penggabungan antara teori dengan praktiknya. Realistik dan Relevan; Peserta didik harus merasa bahwa isi pelajaran yang mereka sedang pelajari memang pelajaran berharga karena hal itu berguna dan relevan dengan kehidupan mereka secara langsung. Peserta didik harus diperlihatkan tentang manfaat dan potensi yang akan muncul dari penerapan pengetahuan yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hubungan dengan dunia secara riil termasuk bisanya membuat koneksi antara pengetahuan yang mereka peroleh lewat partisipasi antara peserta didik dengan komunitas dunia yang ada di luar kampus.

Berorientasi Sosial (perbincangan substantif, pembelajaran kooperatif); Bahasa merupakan kunci dasar komunikasi manusia. Kebanyakan pembelajaran terjadi dengan adanya perbincangan dan interaksi dengan yang lainnya, khususnya dalam komunitas belajar. Perbincangan substantif meliputi dialog, perbincangan dengan teman dan para ahli tentang topik tertentu dalam rangka memahami suatu konsep. Pengalaman kooperatif lewat kelompok, team akan sangat bermanfaat bagi pemahaman kita terhadap sesuatu yang baru sekaligus aplikasinya. Secara esensial, seorang pendidik dapat menggunakan sifat pikiran sosial, perbincangan substantif, dan pembelajaran kooperatif dalam menformulasikan kegiatan belajar membelajar. Pembelajaran dengan Model (Modelling); Pembelajaran yang riil bukanlah dipaksakan akan tetapi diorkestrakan. Hal ini menekankan akan pentingnya asosiasi, role-modelling/ model peran, dan pengawasan. Tujuan-Tujuan pendidikan holistik seiring dengan beberapa prinsip dan kerangka konseptual dari sejumlah tujuan-tujuan pendidikan adalah untuk mencetak orang yang total dan baik yang juga: Sadar Tuhan.

[Type the company name]

Berorientasi Pada Nilai; Dengan menfokuskan pada nilai dan menekankan pada dimensi etika dalam setiap topik, maka pendidikan akan menjadi roda yang kokoh untuk pengembangan moral dan karakter. Para pendidik (dosen) perlu menyadari bahwa setiap aspek pengalaman belajar mengajar membawa nilai pada setisap peserta didik dan memberikan kesempatan mereka untuk belajar nilai dari pengalaman belajar tersebut.

10


Memiliki prinsip; Mempunyai prinsip-prinsip moral dan komitmen untuk melakukan perenungan diri, pengarahan diri, tindakan bermoral, dengan menekankan pada integritas, kejujuran, kasih sayang dan adil. Berpengetahuan; Mempunyai pengetahuan yang mendalam terhadap subyek yang dipelajarinya, isu-isu kemanusiaan, dan adanya pengaruh-pengaruh kejadian dan penemuan yang signifikan dalam perkembangan jati diri manusia. Seimbang; Memahami wilayah dan pentingnya keseimbangan dan kebaikan dalam kehidupan pribadi dan kolektif, dan secara kontinu terus berusaha untuk memelihara karakter tersebut. Kooperatif; Mempunyai pemahaman akan pentingnya komunikasi, kooperasi/kerjasama, keadilan, dan persaudaraan yang baik dalam memelihara kerukunan antar individu maupun maupun sosial.

KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MELAHIRKAN GENERASI YANG TERDIDIK, TERLATIH, MEMILIKI DAYA CIPTA, DAN PENEMU.

Memiliki Komitmen; Memiliki komitmen untuk selalu konsisten dengan prinsip dan praktek-praktek Islami, khususnya dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial.

11

Berorientasi Kepada Kemaslahatan; Mempunyai sifat perhatian, asuh, melayani, dan aktifitas sosial, dan juga komitmen untuk menciptakan kemaslahatan di dunia. Konten Pendidikan Karakter adalah wilayah kedua yang perlu direformasi. Secara umum, tujuan pendidikan adalah transfer ilmu pengetahuan. Namun demikian, tujuan sejati dari pendidikan itu sendiri adalah lebih dari sekadar memberi informasi, melainkan untuk pengembangan manusia seutuhnya. Di dunia Barat sendiri saat ini juga disadari betapa pentingnya pendidikan karakter, misalnya di Amerika, para pendidik, politisi dan masyarakat sekarang mulai sadar bahwa pendidikan karakter sangat urgen dan dibutuhkan sebagai komponen kunci dalam praktek pendidikan kekinian, karena tanpa itu masyarakat tidak mempunyai jaminan untuk merasakan keamanan dan kedamaian seiring dengan banyaknya kemajuan teknologi yang ciptakan dan dimiliki. Pertanyaan serupa yang selalu muncul adalah apa peran pendidikan bagi peradaban bangsa? Apakah tujuan pendidikan hanya sekadar transformasi? Para perancang pendidikan harus bisa menjawab pertanyaan fundamental tersebut. Melihat pengalaman kita selama bertahun-tahun yang lalu, bahwa pendidikan tanpa karakter akan mencetak orang-orang yang melakukan eksploitasi, baik pada pada manusia maupun lingkungannya (ekologis). Oleh karena itu, krisis yang dialami masyarakat Indonesia saat ini adalah hasil dari gagalnya mendidik hati/nurani sehingga implikasi pendidikan yang ada kurang berhasil secara optimal. Adapun Konsep pendidikan holistik adalah berlandaskan kepercayaan bahwa pengembangan dan transformasi manusia, khususnya pengembangan karakter adalah tujuan sentral pendidikan. Oleh karena itu konsep pendidikan holistik harus mengembangkan program pendidikan yang menfokuskan pada karakter dan pengajaran nilai, yang menekankan pada isu identitas dan jati diri manusia, disamping juga mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam berkomukasi dan hubungan interpersonal, pelatihan pelayanan masyarakat dan kepemimpinan, melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan tinggi disusun dan distrukturkan untuk memenuhi keseluruhan tujuan-tujuan tersebut di atas. Untuk mewujudkan tujuan besar tersebut, konten atau isi kurikulum pembelajaran diorganisir kedalam cakupan pengembangan yang sifatnya interdisipliner atau bisa disebut transdisiplinir dalam desain dan pendekatan. Dalam hal ini cakupan tersebut sangat berkait satu sama lain, dan setiap bagian saling dilengkapi oleh bagian yang lain. Pendekatan ini melahirkan dasar-dasar yang kokoh untuk eksplorasi interdisipliner ilmu dan pembelajaran terpadu. Menurut hemat penulis, inilah yang menjadi sifat dari kurikulum terpadu sebenaranya yang dibutuhkan pendidikan tinggi kita sekarang ini.


Pendekatan tersebut mengikat kurikulum dan pembelajaran secara bersamaan menjadi kerangka tunggal dan menjadikannya lebih koheren. Yang tak kalah pentingnya lagi, pendekatan ini juga menyajikan konsruksi mental dan pemetaan dalam mengembangkan pemahaman peserta didik baik akan dunia maupun dirinya. Hal ini bukanlah hal yang signifikan. Melalui kerangka terpadu ini, kita secara ipso facto bisa menambahkan konsep-konsep lain yang esensial dalam rangka pembentukan peserta didik yang berkarakter dan bermoral. Di bawah ini adalah gambaran jelas tentang wilayah acuan isi konten kurikulum pendidikan dan pembelajaran holistik 1. Kedalaman adab dan karaktek adalah titik awal dan fondasi pendidikan. Hal ini menfokuskan pada aspekaspek spiritual terhadap pengembangan peserta didik. Dari sejarah kita juga tahu bahwa spiritualitas bisa menjadi elemen penting dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Dengan adanya spiritualitas tersebut, negara dan orang-orang besar dunia lahir dan karena spiritualitas pulalah para individu maupun sosial mengalami keruntuhan. Adapun tujuan komponen ini adalah kesadaran akan Tuhan (God-consciousness), atau menjadi manusia yang secara terus menerus sadar akan Tuhan dalam setiap pikiran, perasaan dan tindakan mereka. Tujuan di sini adalah untuk memelihara pemahaman peserta didik akan Tuhan, ke-Esaannya dan kekuasaanya dalam setiap diri manusia, dan juga tujuannya adalah untuk mengembangkan komitmen personal terhadap Tuhan dan kedisiplinan dalam kehidupan spiritualnya. Ilmu atau „tanda-tanda Tuhanâ€&#x; di muka bumi ini adalah alat penting dalam melakukan eksplorasi ini. Kepercayaan dan kealiman adalah elemen dasar dari pengembangan kepribadian peserta didik. Dalam hal ini juga, elemen-elemen tersebut memberikan peserta didik kita berupa gizi spiritual (atau makanan jiwa) yang secara otomatis akan dibutuhkan manakala mereka memulai perjalanan pribadi mereka kearaah pengembangan manusia seutuhnya.

3. Kematangan Intelektual adalah komponen ketiga. Ini menfokuskan pada pengembangan aspek-aspek inteltual peserta didik. Pengetahuan sangat lah erat hubungannya dengan karakter, dan secara ideal keduanya adalah inklusif satu-sama lain. Dengan kata lain, pengetahuan membantu kita memahami persyaratan dan keuntungan apa saja memilki karakter yang mulia, sedangkan karakter yang mulia akan memudahkan kita memperoleh pemberian pengetahuan suci dan kebijaksanaan. Pengetahuan yang bermanfaat adalah tujuan komponen pengetahuan ini. Pengetahuan yang berguna adalah semua pengetahuan yang menggiring kita lebih dekat dengan Tuhan, dan bisa digunakan dalam tindakan positif untuk kepentingan manusia dan alam dunia. Komponen ini menfokuskan akan pengembangan peserta didik kita akan kecintaan belajar dan melatih mereka tentang bagaimana belajar yang tepat dan kebiasaan kerja otak lainnya. Pengetahuan isi terpadu dari berbagai disiplin pengetahuan dan latihan dalam berfikir kritis dan problem solving adalah elemen penting lainnya dari segmen ini. Lebih dari itu, elemen-elemen tersebut memberikan peserta didik dasar pengetahun dan keterampilan-ketarampilan intelektual/berfikir yang sangat dibutuhkan untuk sukses secara akademis dan dalam rangka menghadapi berbagai tantangan-tantangan yang akan mereka hadapi di masa-masa mendatang.

[Type the company name]

2. Keluhuran Moral adalah merupakan komponen kedua yang menfokuskan pada pengembangan aspek moral dari peserta didik. Inilah bagaimana cara kita untuk memperlakukan orang lain berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai yang benar menurut agama. Adapun tujuan komponen ini adalah karakter yang mulia. Setelah kesadaran akan Tuhan sudah mantap, maka yang perlu dikembangkan adalah karakter dalam rangkan pengembangan manusia seutuhnya. Fokus bagian ini adalah mengembangkan pemahaman yang solid tentang apa karekter yang baik itu dan membantu peserta didik untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka dengan cara mengadopsi gaya moral agama. Hal ini termasuk wilayah pengetahuan moral dan logika nurani, dan tindakan atau karakter bermoral. Komponen-komponen ini membahas isu-isu klarifikasi nilai, penetapan tujuan dan pembuatana keputusan (decision making), dan juga mencakup konsep-konsep seperti tradisi moral, etika, nurani, pengawasan diri, empati, kebebasan berkehendak, dan isu-isu penting lainnya.

12


KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MELAHIRKAN GENERASI YANG TERDIDIK, TERLATIH, MEMILIKI DAYA CIPTA, DAN PENEMU.

4. Hidup Sehat adalah komponen keempat yang menfokuskan pada pengembangan aspek-aspek fisik dari peserta didik. Bagaimanapun juga, dalam seluruh aspek pengembangan manusia sangat terkait dengan kesehatan. Pengembangan spiritual, moral dan intelektual tidak lepas dari tubuh atau badan yang sehat. Hal ini merefleksikan adanya keterpaduan dalam sifat pengembangan manusia. Adapun tujuan komponen ini adalah hidup sehat. Hal ini menekankan bahwa kesehatan adalah bagian penting dari upaya pengembangan manusia seutuhnya dan hal ini juga menekankan adanya tanggung jawab bagi kita sebagai individu untuk menjaga kesehatan tubuh kita sebagai kepercayaan yang diberikan Tuhan. Kecakapan, kesehatan dan keseimbangan adalah kunci utama dari komponen utama ini. Selain itu, hal ini juga mengekslorasi peserta didik akan adanya pandangan-pandangan terhadap topik-topik ini seperti halnya kebersihan pribadi, kelebihan makan, makanan kotor, merokok, obat-obat terlarang, konsumerisme, dan topik-topik penting lainnya. Akhirnya, rekreasi, kreatifitas, peremajaan lagi, kesenangan adalah elemenelemen penting lainnya akan adanya gaya hidup yang seimbang dan dalam rangka tercapainya pengembangan manusia seutuhnya.

13

5. Hubungan Sosial adalah komponen kelima, yang menfokuskan pada pengembangan aspek-aspek emosi dan interpersonal peserta didik. Hubungan manusia adalah kunci inti dari kehidupan sosial kemasyarakatan. Ini merupakan prinsip yang mengajarkan kita untuk baik ketika berhubungan dengan manusia lainnya. Adapun tujuan komponen ini adalah „hubungan manusia‟ yang baik hasil dari kesadaran spiritual, moral dan nurani, pengetahuan akan hubungan yang baik antar sesama. Bagian ini menyoroti perkembangan keterampilan–keterampilan komunikasi dan kemampuan untuk hidup dan bekerja secara kooperatif sebagai bagian dari sebuah kelompok. Juga, hal ini menfokuskan akan berbagai isu-isu identitas, rasa kepemilikan terhadap keluarga, komunitas, dan masyarakat umum. 6. Kepekaan Sosial adalah komponen keenam, yang menfokuskan pada gaya hidup dan budaya sebagai bagian perkembangan manusia. Bagaimana kita hidup, apa gaya hidup kita adalah refleksi yang jelas makna siapa kita sebenarnya, dan apa yang sebenarnya kita yakini, baik dalam hubungannya secara pribadi maupun sosial. Usaha untuk menyatukan kehidupan kita dengan kepercayaan dan nilai-nilai yang kita anut adalah tujuan penting pendidikan. Adapun tujuan dari komponen ini adalah iman dalam tindakan (faith in action). Tujuannya adalah untuk menuntun dan membantu peserta didik menterjemahkan nilai-nilai mereka ke dalam jalan hidup (way of life) sehari-hari. Hal ini juga membantu peserta didik memahami isuisu kemanusia yang sering terjadi dan bagaimana generasi sebelumnya menyelesaikan masalah tersebut. Ini juga memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa agama itu sendiri adalah jalan hidup yang komprehensif dan memiliki peran atau kontribusi yang sangat besar dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dan tantangan hidup yang dihadapi manusia hari-hari ini maupun masa yang akan datang. Komponen ini meliputi budaya, tradisi, gaya hidup, integritas, perubahan, masa lampau, dan juga masa depan. 7. Pelayanan Publik (amanah) adalah komponen ketujuh sekaligus terakhir dari Konsep pendidikan holsitik. Hal ini menfokuskan pada pengembangan aspek-aspek sosial peserta didik, merepresentasikan puncak pembelajaran peserta didik di seluruh wilayah pendidikan karakter, hal ini merupakan aplikasi nilai-nilai yang pernah diajarkan. Karena peserta didik berkembang secara spiritual sekaligus moral, mereka percaya bahwa melayani publik atau masyarakat lainnya adalah sama saja dengan melayani Tuhan. Perkembangan pengetahuan dan informasi yang amat pesat saat ini, maka pendidikan dihadapkan pada tantangan dahsyat tentang apa yang harus diajarkan dan bagaimana mengorganisirnya. “Apa yang sangat bernilai untuk diajarkan” dan “Bagaimana cara terbaik untuk menyusunnya” adalah menjadi perhatian inti para perencana pendidikan hari ini. Adanya tuntutan tersebut membutuhkan prinsip yang bisa mengcover dan pada akhirnya bisa membentuk praktek pendidikan yang utuh dan koheren.


Aspek lain yang menjadi fokus pendidikan holistik yang berhubungan dengan struktur adalah pertanyaan: “Bagaimana seharusnya kurikulum dan pembelajaran disusun?� Tujuan inti dari pendidikan adalah memberikan peserta didik sebuah kerangka konseptual dalam rangka memahami dunia dimana mereka hidup dan peran yang bisa mereka lakukan di dalamnya. Hal ini lebih dari sekadar topik-topik yang bermacam-macam atau hanya menghafal informasi sekilas. Sedangkan kurikulum harus disusun untuk memberikan makna dan koherensi terhadap pandangan akan jati diri anak didik, dunia, dan peran mereka di dunia tersebut. Hal ini berarti pembelajaran harus menggiring peserta didik menemukan koneksi atau hubungan dan makna yang lebih luas yang selalu muncul dalam pembelajaran mereka. Ini merupakan sifat desain inti. Oleh karena itu, kurikulum harus disusun sesuai dengan perkembangan zaman dan karakter alami peserta didik daripada sekadar disiplin-disiplin akademik dan norma-norma ansich . Sehubungan dengan itu, maka kurikulum pembelejaran harus disusun berdasarkan kerangka pedoman besar. Kerangka tersebut merepresentasikan pertanyaan-pertanyaan besar dan komponen-komponen esensial dalam membentuk kepribadian yang kokoh dan seimbang yang merepresentasikan konsep pendidikan inti dan kritis yang selayaknya memang dikembangkan dalam sebuah kurikulum pendidikan yang holistik sebagaimana berikut : 1. Kedalaman Adab dan Spiritual Kekaguman dan Kehebatan (menemukan kehebatan Tuhan) Keseluruhan dan pandangan dunia (Tuhan, dunia, dan saya) Keimanan dan kesalehan (membangun keimanan) 2. Keluhuran Moral Nilai-nilai dan identitas (mengetahui jati diri) Nurani dan keyakinan/pendirian (hati terdidik) Karakter dan tindakan (tindakan lebih berarti dari sekadar bicara) 3. Kematangan Intelektual Pembelajaran dan literasi (belajar untuk belajar/learning to learn) Pengetahuan yang bermanfaat (cinta belajar) Problem solving (menemukan solusi) 4. Kesehatan Fisik Sehat dan kesehatan (tempat yang bersihi) Olah raga (membentuk dan merawat tubuh) Rekreasi dan refreshing (peremajaan diri)

6. Kepekaan Sosial Budaya dan kepercayaan diri (mengambil hikmah positif dari masa lampau) Gaya hidup dan kehidupan modern (adaptasi dengan perkembangan zaman) Perubahan dan tantangan (menghadapi tantangan, menghadapi masa depan) 7. Pelayanan Publik Keadilan dan perdamaian (memelihara ciptaan Tuhan) Pelayanan dan pengasuhan (melakukan yang terbaik) Keteladanan (memimpin dengan teladan)

[Type the company name]

5. Hubungan Sosial Komunikasi dan pemahaman (memahami dan dipahami) Hubungan dan kerjasama (berhubungan dengan yang lain) Komunitas dan perasaan memiliki (perasaan memiliki)

14


Membahas konsep pendidikan holistik sangat penting untuk membahas wilayah metodologi atau pendekatan. Pendidikan sejati haruslah berdasarkan pendekatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran (Discovery Learning) supaya menumbuhkan adanya proses eksplorasi dan penemuan atau discovery dan juga pendekatan yang mengakui adanya kompleksitas dalam pembentukan peserta didik yang juga berbeda-beda. Secara esensial, melalui proses pembelajaran pencarian atau penemuan inilah untuk mengeksplorasi dunia dan mengembangkan metode inquiry/ penyelidikan yang metode ini kemudian menjadi landasan utama ilmu pengetahuan modern, yang terkenal dengan metode induktif.

KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MELAHIRKAN GENERASI YANG TERDIDIK, TERLATIH, MEMILIKI DAYA CIPTA, DAN PENEMU.

Pendidikan telah lama dihadapkan pada sebuah dilema antara isi/ konten dan proses, atau antara informasi dan transformasi. Di masa lampau, pendidikan lebih menekankan pada infomasi. Hal ini bisa dipahami ketika bodi informasi tersebut sangat sedikit dan cenderung stabil dan secara umum masyarakat masih bisa menjamin pendidikan moral generasi muda masa itu. Tapi sekarang situasinya telah berubah secara drastis. Informasi berkembang dan berubah dengan cepat, dan masyarakat secara umum bahkan keluarga sudah tidak mampu untuk menjamin pendidikan yang pantas untuk generasu muda sekarang ini.

15

Lebih dari itu, generasi muda saat ini telah mengembangkan „subkultur masa muda‟ mereka sendiri yang secara esensial menolak kebanyakan dari praktek normatif dari masyarakat atau generasi sebelumnya. Yang paling buruk, subkultur tersebut telah secara efektif memaksakan dari menjadi budaya anak muda yang juga memaksakan masyarakat luas untuk menerimanya sepertihalnya makanan, baju, musik, gaya hidup, dan sebagainya. Sebagai konsekuensi dari perubahan-perubahan fundamental dalam masyarakat modern ini, para pendidik mulai sadar bahwa mengajarkan „keterampilan-ketarampilan proses‟ itu ternyata lebih penting dan esensial darpada hanya memberikan ledakan informasi semata. Oleh karena itu, tren pendidikan saat ini menyarankan adanya perubahan fundamental dari pembelajaran konten ke arah pembelajaran proses dan tarnsformasional (kadang-kadang disebut pendidikan baru/ new education). Memang, pendidikan selalu dimaksudkan ke arah sebuah proses daripada isi. Sebagaimana yang dikemukakan diawal bahwa kata pendidikan sendiri lebih memiliki makna proses darpada isi. Kita harus menyadari secara umum selalu menandang pendidikan sebagai proses transformasi daripada sekadar informasi (teori). Hal ini menandakan bahwa pendidikan adalah sebuah kombinasi antara informasi dan transformasi. Bagaimanapun juga, realisasi ini jarang terefleksikan dalam proses pembelajaran; dimana pengajaran cenderung untuk bergaya pembelajaran informatif. Adapun Konsep pendidikan holistik mencoba untuk menyelesaikan permasalahan ini. Dengan sebuah desain ini, diharapkan dikotomi akan terpecahkan dalam kerangka pendidikan holistik. Dengan menerapkan prinsip holistik, kita mampu memecahkan dikotomi antara proses dan konten dengan cara menyatukan dua elemen ini bersamaan dan memadukan mereka ke arah kerangka yang utuh dan tunggal. Kerangka ini terkenal dengan sebutan Model Pembelajaran Terpadu /Integrated Learning Model (ILM). Konsep pendidikan holistik didasarkan pada pendekatan pendidikan yang mengacu pada kehidupan riil, terpadu dan total. konsep ini mengembangkan sebuah format untuk pengajaran atau instruction yang bisa membantu memastikan bahwa prinsip-prinsip inti holisitk dimasukkan dalam desain dan proses pengajaran. Struktur ini dekenal dengan Integrated Learning Model (ILM) yakni Model Pembelajaran Terpadu (Integrated Learning Model) untuk Penguasaan Hidup (Life Mastery). Adapun konsep ILM adalah membawa pengetahuan dari teori ke praktik, dan dari informasi ke transformasi. Adapun konsep dasarnya adalah konsep kata, keyakinan dan tindakan. Adapun dasar pedagogis dari gagasan ini berasal dari prinsip bahwa pengetahuan, pemahaman, dan pembelajaran akan berlangsung lebih kokoh ketika semua itu dipadukan dan diimplementasikan dalam kontek kehidupan riil. Ini merupakan paradigma yang simpel tetapi sangat kuat untuk pengajaran dan pembelajaran yang otentik dan bermakna dalam dunia pendidikan. Model instruksional ILM terdiri dari serangkaian komponen instruksional yang telah ditentukan, yang bisa dipastikan bahwa komponen tersebut telah dimasukkan dalam desain dan penyajian pengajaran. Adapun komponen-komponen dalam model ILM adalah sebagaimana berikut ini: Komponen “I” : Integrated (Terpadu) Komponen ini membahas


pertanyaan-pertanyaan: isi apa yang sangat bernilai untuk dipelajari dan bagaimana cara terbaik untuk menyusunnya serta untuk menghasilkan pemahaman optimal bagi peserta didik? Komponen "I" meliputi elemenelemen di bawah ini: Integrated Structure/ Susunan terpadu. Pendekatan terpadu, holistik, dan terpusat pada manusia seutuhnya. Membahas aspek adab maupun ilmu pengetahuan dari pengalaman pembelajaran tersebut. Konten ini disusun dengan cara yang bisa melahirkan pendekatan yang utuh, koheren terhadap proses pembelajaran. Elemen ini berhubungan dengan aspek integratif dan aspek intelektual tertentu dari pengalaman pembelajaran. Komponen “L”: Learning for Life ( Belajar untuk Hidup) Komponen kedua dari model ini berhubungan dengan isu-isu proses pembelajaran (pengajaran) dan lingkungan pembelajaran yang afektif. Hal ini membahas pertanyaan tentang: bagaimana cara terbaik mempelajari isi dan jenis lingkungan pembelajaran (konteks), manakah yang sangat kondusif untuk ini? Adapun komponen "L" meliputi elemen-elemen di bawah ini: Learning by discovery/ belajar dengan cara penemuan. Adapun proses instruksional ILM berdasarkan pada konsep „kekaguman dan keingintahuan‟. Komponen ini berhubungan dengan aspek-aspek proses atau metodologi pembelajaran, dan juga dengan aspek-aspek spiritual dari pengalaman belajar. Life/ Kehidupan (Socio-emotional setting). Konsep ini terkait dengan perhatian, sikap, dan karakter yang merupakan komponen integral dari model pembelajaran holistik. Bagaimana dan mengapa kita melakukan pembelajaran seringkali lebih penting dari sekedar isi itu sendiri. Komponen ini membahas aspek-aspek moral pengalaman pembelajaran. Cooperative Learning/ pembelajaran kooperatif. Aspek ini membahas masalah yang terkait dengan aspek afektif dan interpersonal dari pengelaman pembelajaran. Real Life Connection/ Hubungan dengan Kehidupan Nyata. Aspek ini terkait dengan pengajaran yang bermakna, relevan, dan berhungan dengan dunia riil, dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berdasarkan pada pengalaman dan kehidupan riil daripada pendekatan textbook. Hal ini termasuk meletakkan pembelajaran pada konteks kehidupan sehari-hari peserta didik, termasuk konteks sosial maupun budaya. Elemen ini membahas aspekaspek sosial dan budaya dari pengalaman pembelajaran.

Mastery by Doing / Penguasaan dengan tindakan. Aspek ini menyangkut pembelajaran praktik langsung, berdasarkan konsep, dan terpusat pada peserta didik. Hal ini juga terkait dengan aspek-aspek fisik tertentu dari pengalaman pembelajaran. Mastery by Living / Penguasaan terhadap Kehidupan. Hal ini meliputi keterampilan inti, perilaku dan praktik-praktik yang bisa langsung digabungkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini membahas aspek-aspek gaya hidup dan budaya dari pengalaman pembelajaran. Mastery by Serving / Penguasaan dengan pelayanan (Amanah). Belajar melayani masyarakat. Hal ini membahas aspek-aspek sosial dari pengalaman pembelajaran.

[Type the company name]

Komponen “M”: Aplikasi dan penilaian Komponen ketiga dari model ini membahas isu-isu aplikasi dan penilaian. Elemen ini membahas pertanyaan: Bagaimana pembelajaran ini (pengetahuan, keterampilan, sikap, dll) bisa digunakan dalam kehidupan riil dan bagaimana peserta didik mampu mendemonstrasikan penguasaan outcome pembelajaran yang otentik? Komponen "M" meliputi hal-hal di bawah ini:

16


Measurable and Authentic Assessment / Penilaian otentik dan dapat diukur. Aspek ini terkait dengan karya otentik yang berhubungan dengan kehidupan riil. Hal ini membahas evaluasi dan penilaian yang otentik, adil, dan bermakna dari pengalaman pembelajaran.

KONSEP PENDIDIKAN HOLISTIK MELAHIRKAN GENERASI YANG TERDIDIK, TERLATIH, MEMILIKI DAYA CIPTA, DAN PENEMU.

Disamping komponen-komponen proses ILM di atas, model pembelajaran terpadu adalah proses pengajaran/instruksional pertama dan utama. Model ini didesain sebagai struktur untuk pembelajaran isi maupun proses yang secara efektif. Melalui struktur ini, level integrasi dapat dicapai manakala pembelajaran isi dan proses itu digabungkan bersamaan dan diperkuat satu sama lain. Adapun model pembelajaran terpadu terdiri dari tujuh fase sebagaimana berikut ini:

17

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Curiosity / kekaguman dan keingintahuan (spiritual) Caracter / karakter dan kepribadian (moral) Contemplating / kontemplasi; eksplorasi dan refleksi (intelektual) Connecting / penghubungan; berfikir dan menemukan (fisik) Collaborating / kolaborasi; komunikasi dan berbagi (interpersonal) Cultivating / pengembangan; aplikasi secara personal (kultural) Caring/ kepedulian; mengaplikasikan secara sosial, berpartisipasi (penerapan)

Fase 1: Keingintahuan (aspek spiritual) Proses pembelajaran adalah menuntun peserta didik untuk mengalami perasaan kagum atau takjub dengan setiap ciptaan Tuhan. Tanda-tanda tersebut bisa ditemukan di alam semesta, sejarah dan kitab suci dan dimaksudkan untuk mengaktikan proses pembelajaran. Adapun pengalaman akan kekaguman dan keingintahuan secara natural dan otomatis akan membangkitkan kesadaran akan keingintahuan, dan ketertarikan dalam pembelajaran bagi peserta didik. Kemudian, peserta didik diminta untuk mengembangkan pertanyaan dari tanda-tanda tersebut yang nantinya akan menuntun gaya pembelajaran sistem penemuan/pencaharian mereka. Akhirnya, dalam fase persiapan ini, keuntungan dari aktifitas pembelajaran harus dihubungkan dengan pengetahuan awal peserta didik dalam konteks kehidupan mereka secara keseluruhan. Fase ini secara esensial adalah fase spiritual yang terjadi secara alami. Fase 2: Karakter (aspek moral) Dalam proses pembelajaran terdiri dari „persiapan karakterâ€&#x;. Ketika peserta didik memandang pemerolehan pengetahuan sebagai sesuatu yang suci, maka seseorang harus mempersiapkan (bahkan memperbaiki) dirinya sebelum menerima pengetahuan tersebut. Kerendahan hati dihadapan dan kemurnian niat adalah langkah awal semua tindakan, termasuk pembelajaran. Oleh karena itu, fase kedua ini membantu peserta didik mempersiapkan dirinya untuk belajar dengan cara: (1) memperlihatkan kerendahan hati untuk menerima ilmu pengetahuan; (2) mengakui adanya usaha-usaha dan pengetahuan yang diperoleh generasi sebelumnya (respect); (3) memahami tujuan riil pembelajaran (purpose); (4) mengklarifikasi dan memantapkan niat (sincerity of intention); dan (5) menyadari bahwa mencari ilmu adalah kegiatan suci yang melibatkan tanggungjawab moral (amanah). Fase ini secara esensial adalah fase moral. Fase 3: Kontemplasi (aspek intelektual) Proses pembelajaran ketiga ini meliputi penuntunan peserta didik melalui empat langkah pembelajaran penemuan/pencaharian, yakni (1) merencanakan strategi untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang telah dibuat (plan), (2) menyelidiki dengan aktifitas tindakan langsung dan memanfaatkan berbagai sumber utnuk mengumpulkan informasi dan mencatat penemuan mereka (explore), (3) merenungi hasil penemuan mereka (reflect), dan (4) meringkas pemahaman baru yang telah mereka temukan (discovery). Fase ini secara esensial adalah fase intelektual.


Fase 4: Koneksi (aspek fisik) Dari proses pembelajaran ini adalah dengan menuntun peserta didik memantapkan pemahaman konsep mereka dengan cara menguji konsep itu dengan sesuatu yang baru (expansi) dan pada konteks yang baru pula (extensi). Hal ini dilakukan dengan mencari koneksi dan melihat hubungan-hubungan dengan area, konteks, dan situasi dunia riil lainnya. Fase 5: Kolaborasi (aspek interpersonal) Dari proses pembelajaran adalah membantu peserta didik menggunakan strategi-strategi pembelajaran kooperatif (kolaborasi) dalam proses pembelajran, dan juga membantu mereka untuk berbagi/mendiskusikan tentang apa yang telah mereka pelajari dengan orang lain dan dengan cara yang berbeda pula (sharing), termasuk didalamnya komunikasi oral maupun tulis dan presentasi multi media (communication). Fase 6: Kultivasi (aspek kultural) Menuntun peserta didik untuk bereksplorasi/melakukan penyelidikan akan pentingnya apa yang telah mereka pelajari bagi diri mereka sendiri dan untuk mengidentifikasi cara-cara mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka sendiri dan mengintegrasikan dengan gaya hidup mereka sendiri (transformasi). Fase ini juga meliputi pengidentifikasian cara-cara penilain otentik terhadap aplikasi pembelajaran peserta didik secara pribadi (assessment). Menurut ukuran dan kemampuan mereka, peserta didik haruslah menjadi bagian integral dari pengerjaan penialain itu sendiri. Fase 7: Kepedulian (aspek sosial) Dari peroses pembelajaran ini adalah menuntun peserta didik untuk mengidentifikasi cara-cara penerapan dari apa yang telah mereka pelajari untuk kebaikan sesama melalui pelayanan (service). Hal ini bisa dilakukan dalam bentuk konsep pembelajaraan-pelayanan sebagai bentuk penilaian unit pembelajaran yang otentik. Referensi

[Type the company name]

1. Supratiknya (ed.), Psikologi Kepribadian 2: Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993). 2. Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, terj. Sori Siregar, (Jakarta: Pustaka Fi rdaus, 1989). 3. Arthur S. Reber dan Emily S. Reber, Kamus Psikologi, terj. Yudi Santoso, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). 4. Moh. Soleh dan Imam Musbikin, Agama sebagai Terapi: Telaah Menuju Ilmu Kedokteran Holistik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005). 5. William F. Oâ€&#x;Neill, Ideologi-Ideologi Pendidikan, terj. Omi Intan Naomi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). 6. Zainuddin, dkk. (eds.), Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, (Malang: UIN Malang Press, 2009).

18


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.