Covid19 di Media: Edukatif Bukan Bikin Panik (: Catatan untuk Media Massa Terkait Pemberitaan Virus Corona Sejak awal pandemic hingga penerapan PSBB di beberapa wilayah di Indonesia, media massa terus membanjiri publik dengan berita mengenai COVID-19. Banyak media massa memberitakan kasus COVID-19 secara membabi buta. Mereka misalnya, tidak akurat dan kurang selektif dalam memilih narasumber. Pemberitaannya juga masih lebih sering tidak lengkap. Parsial dan cuma mengetengahkan informasi yang mencemaskan dan menakutkan publik. Begitu banyak pemberitaan mengenai wabah virus corona yang menghiasi media cetak dan elektronik setiap hari. Namun, pemberitaan itu justru tidak banyak memberi edukasi dan pencerahan bagaimana membangun kesadaran publik menghadapi virus itu sejak awal. Justru, membuat situasi malah bikin makin panik bagi sebagian masyarakat yang membaca dan ataupun menonton. Hal ini tentunya menimbulkan sindrom berlebihan di tengah geliat usaha melawan Covid-19. Belum lagi munculnya informasi-informasi bohong atau berita hoaks yang menyebar melalui media sosial, tentunya dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat, yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas kesehatan masyarakat.
Pemberitaan media terkait covid19 sering membuat bingung dan cemas masyarakat karena berita yang bobot edukasinya kurang, sering pula diulang-ulang. Yang lebih krusial, banyak media massa merilis berita tanpa peduli pada etika dan hak-hak pasien. Informasi data pribadi pasien dibuka, dan disebarluaskan sehingga menimbulkan stigma. Ada media massa memberitakan masih sifatnya parsial-parsial atau potongan, dan itu diambil dari sisi berita yang paling menghebohkan. Misalnya, berita tenaga kesehatan di rumah sakit yang tertular covid yang dibumbui narasi menakutkan. Akibatnya, masyarakat takut ke rumah sakit. Padahal ada banyak sisi yang tidak digali lebih dalam oleh media tentang wabah virus corona untuk memberikan edukasi bagi masyarakat. Misalnya, bagaimana pencegahan dan penanggulangan penyebarannya virus ini. Media lebih berkonsentrasi pada kisahkisah mengenai para korban. Padahal yang dibutuhkan sejak awal adalah pemahaman agar masyarakat bisa tenang dan tahu cara yang tepat untuk tidak tertular. Tak dipungkiri jika ada media yang serius ingin memberikan informasi yang benar dan terverifikasi dan ada media yang tampak memanfaatkan isu virus corona untuk mendongkrak khalayak dengan gemar menampilkan judul berita sensasional, yang mudah viral dan membuat kaget pembaca. Selain itu, mereka juga cenderung tidak berhati-hati atau kurang melakukan verifikasi ketika mengutip informasi. Dan itu itu sudah dilakukan sejak lama, oleh mereka. Maka mari kita telisik media massa sebagai penyedia informasi. Alih teknologi membuat media massa berubah. Untuk mempertahankan eksistensinya, media massa berbasis online harus bergulat dengan jumlah “klik dan views� pada laman berita. Keduanya tentu berimplikasi pada jumlah adsense guna menopang operasional dapur redaksi. Media massa berbasis online juga harus berlomba satu sama lain untuk menjadi yang tercepat dalam menghadirkan pemberitaan. Tidak heran jika beberapa media meletakan kalimat-kalimat yang memancing rasa ingin tahu pembaca pada judul berita (clickbait). Tidak jarang, judul yang diberikan justru memuat substansi yang sedikit berbeda dengan isinya. Sayangnya, dalam situasi pandemic virus covid19, beberapa media nampaknya masih mempertahankan budaya tersebut.
Dalam pemberitaan korban COVID-19 misalnya, media cenderung menjual embelembel gelar dan instansi korban dalam judulnya. Contohnya pada judul berita “Pegawai Angkasa PuraTerindikasi Corona�. Alih-alih memperingati masyarakat yang mungkin pernah berinteraksi dengan korban, ketakutan dan spekulasi negatif masyarakat akan instansi tersebut justru yang terjadi. Perihal substansi, nampaknya berita-berita yang disajikan oleh media massa juga cenderung bicara tentang angka dan laporan kasus dalam pemberitaan ini. Entah dipengaruhi atas psikologi sang jurnalis yang juga ketakutan, beberapa berita justru melupakan nilai cover both side-nya. Perpaduan antara judul yang heboh, isi berita yang kurang edukatif, serta minimnya budaya literasi masyarakat Indonesia berakibat pada menularnya kepanikan di tengah masyarakat. Meskipun demikian, fenomena clickbait pada berita tidak sepenuhnya salah. Terkadang butuh sedikit tekanan dalam judul untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya suatu masalah. Lagi-lagi, clickbait nampaknya juga diperlukan guna menekan sisi psikologis masyarakat Indonesia yang minim literasi. Belum lagi media-media yang kerap mengaitkan wabah ini dengan isu politik yang hangat di Indonesia. Dalam situasi seperti ini, beberapa media justru memanfaatkan wabah ini untuk menggoreng isu-isu yang saling menjatuhkan atau mendiskriminasi pihak-pihak tertentu. Selain itu, sarana bertukar informasi yang semakin berkembang juga mendorong individu-individu untuk ambil bagian dari penyebaran informasi. Meski memiliki dampak positif, fenomena ini justru mempercepat munculnya informasi-informasi yang tidak bertanggung jawab. Berbagai hoaks yang terlalu sering beredar seringkali meningkatkan ketakutan atau bahkan menimbulkan rasa acuh tak acuh masyarakat akan bahayanya virus ini. Warganet yang ramai mengupas cara media melaporkan virus corona, sebenarnya sudah menjadi kontrol terhadap kerja media. Namun, hal itu belum cukup. pemerintah juga bisa menyatakan bahwa jenis pemberitaan semacam itu merugikan. Alasannya, komunikasi publik yang sudah diupayakan pemerintah, seolah dirusak oleh cara peliputan yang dilakukan sejumlah media. Tantangan untuk menyajikan informasi covid19, itu harus didasari oleh disiplin verifikasi.
Itu sebabnya, publik perlu mengingatkan media untuk lebih berhati hati dalam menyampaikan berita covid19 secara proporsional dan profesional. Memang, sejatinya tidak semua media massa bertindak ceroboh. Banyak media yang kurang berhati-hati, tapi ada sejumlah media massa arus utama (mainstream media) yang memberitakan kasus pandemi COVID-19 secara kritis dan obyektif dalam penanggulangan kasus itu. Bagaimana Media Harus Bertindak? Sebagai sumber informasi, yang pertama tentunya media massa tidak boleh melupakan kewajiban utamanya untuk mengedukasi masyarakat. Tidak hanya dengan memberikan data statistik korban COVID-19, edukasi yang dimaksud juga termasuk mengkomunikasikan penelitian dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Media juga berperan penting dalam membentuk persepsi dan keputusan publik tentang kesehatan. Berkaca pada kasus swine flu yang lebih dikenal dengan nama virus H1N1, sebuah jurnal yang diterbitkan Eurosurveillance menjelaskan bahwa respon negatif dari para pekerja pelayanan kesehatan di Yunani pada tahun 2009 terhadap vaksinasi H1N1 justru terjadi saat mereka menambang informasi terkait vaksin lewat televisi atau radio. Sedangkan respon berbeda justru terjadi saat mereka mendapat informasi terkait vaksin lewat jurnal-jurnal kesehatan atau rumah sakit. Maka kepiawaian media dalam menyampaikan informasi yang mencerdaskan masyarakat terkait COVID-19 akan mempengaruhi keputusan publik terkait peningkatan kesehatan. Tak dapat dipungkiri, peran dan fungsi media massa makin penting dalam menggiring perilaku masyarakat secara perlahan untuk sadar akan kondisi pandemi global saat ini. Media, sebagai sumber informasi memiliki peran penting dalam membentuk persepsi dan keputusan publik terkait penanggulan penyebaran virus Corona. Pertama, optimisme publik juga harus dibangun lewat media. Informasi terkini memang harus disampaikan. Namun mari tetap berimbang dalam pemberitaan. Misalnya berita kenaikan jumlah pasien teridentifikasi positif dapat diimbangi dengan kabar naiknya jumlah pasien yang sembuh.
Kedua, media harus mampu meredam stigma negatif dan diskriminasi lewat pemberitaannya. Poin ini nampaknya harus diperhatikan bukan hanya oleh media nasional, tetapi juga media internasional. Ketiga, media harus melakukan pengawasan (watchdog). Dalam hal pengawasan, media mainstream, dan media umum hendaknya memantau secara ketat setiap kebijakan dan langkah-langkah konkrit yang diambil pemerintah dalam memerangi COVID-19. Sudah selayaknya media massa bersatu dalam keberpihakan pada kepentingan publik. Dengan kekuatan yang sedemikian besar, media mampu menjadi jembatan untuk mendorong pemerintah agar mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berdampak positif bagi masyarakat. Lebih dari itu, media juga mengawasi cakrawala berita tentang COVID-19, baik yang diproduksi oleh sesama rekan media, terutama yang direproduksi dan disebarkan oleh pelaku media sosial. Keempat, media melakukan fungsi mengedukasi. Media massa dapat merumuskan pemberitaan dengan tone yang berimbang yaitu negatif, positif, dan netral. Selain itu, media juga perlu mengembangkan berita yang sifatnya korelatif dengan mengaitkan sudut-sudut cerita yang berbeda, dengan perspektif yang berbeda, dan menyeimbangkan interpretasi yang berbeda sehingga menghasilkan konten berita yang kohesif dan gamblang. Melalui fungsi edukatif, media dapa menumbuhkan awareness kepada masyarakat mengenai COVID-19 mengenai pola penyebaran, metode test COVID-19, pengobatan dan protokol keamanan memakamkan korban COVID-19. Termasuk, memberikan motivasi kepada masyarakat untuk lebih waspada dan menahan diri untuk beraktivitas di rumah guna memutuskan mata rantai penyebaran sehingga Indonesia segera keluar dari krisis COVID-19. Media tidak bisa berjalan sendiri, sinergi maupun kolaborasi bisa menjadi kata yang tepat untuk menjawab kompleksitas permasalahan terkait COVID-19. Media tak bisa berbuat banyak tanpa dukungan pemerintah maupun masyarakat. Dalam kasus merebaknya ketakutan berlebih terkait COVID-19 di masyarakat, setidaknya pemerintah harus menempuh solusi jangka pendek dan jangka panjang.
Mengenai solusi jangka pendek, sebagai pemegang informasi tertinggi, pemerintah harus jadi garda terdepan dalam pemberitaan COVID-19. Pemerintah perlu memberikan informasi lewat portal resmi. Dengan demikian masyarakat setidaknya memiliki satu sumber informasi yang terpercaya. Selain itu, keresahan masyarakat akibat berita-berita palsu juga dapat berkurang. Dengan catatan, pemerintah juga harus terbuka dalam melakukan pemberitaan. Sedangkan terkait solusi jangka panjang, pemerintah harus membentuk kesadaran literasi media masyarakat. Misalnya dengan menyusun kurikulum literasi media. Hal ini tentunya berlaku tidak hanya ketika menghadapi wabah COVID-19, tetapi juga dalam berbagai situasi serupa. Kemajuan teknologi informasi yang pesat nampaknya belum siap disambut masyarakat Indonesia. Berbekal pengetahuan yang minim, masyarakat Indonesia cenderung mudah menerima informasi apapun yang datang padanya. Tidak hanya lewat kurikulum, kesadaran ini juga dapat dibentuk lewat kampanyekampanye kreatif melalui media sosial ke berbagai segmen masyarakat. Selain itu, seminar dan lokakarya terkait hal tersebut bisa semakin digalakkan di berbagai perguruan tinggi dan komunitas profesi. Jangan ragu untuk menggandeng media massa lain agar turut bersama memperhatikan hal tersebut. Publik berharap media massa menjadi sumber edukasi dan solusi bagi masyarakat dalam menanggulagi penyebaran Virus Corona di era new normal. Misalnya, apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki daya tahan tubuh, makanan yang sebaiknya dikonsumsi, atau tips sederhana lain. Informasi semacam itu sangat dibutuhkan untuk melawan kepanikan akibat informasi dari sumber-sumber tidak jelas. Di masa new normal ini, media dituntut lebih berperan aktif dalam mengubah perilaku masyarakat dalam menghadapi pandemic covid19 dengan menyampaikan informasi yang mencerdaskan masyarakat terkait Covid-19, sehingga dapat mempengaruhi keputusan publik dalam peningkatan kesehatan. Media harus menjadi "sosok" yang dapat mempengaruhi massa, dengan tetap bersikap independen dan berimbang dalam memberikan informasi, karena peran media massa sangatlah mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat di masa pandemi Covid-19 ini.
Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai masyarakat? Satu hal yang pasti, di tengah kalut pandemi COVID-19, mari bersama untuk tidak memperburuk keadaan. Alih-alih menerima informasi bulat-bulat, mengapa kita tidak menganalisa dan mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Sama halnya saat kita hendak menyampaikan informasi kepada orang lain, pastikan kebenaran informasi tersebut. Ingatkan teman, saudara, atau orang tua kita untuk senantiasa membaca informasi berita yang valid dan terverifikasi. Mari gunakan media sosial untuk saling berbagi informasi yang mencerdaskan, bukan informasi yang mencemaskan. Dan, mari satukan kekuatan karena kita sedang menghadapi musuh bersama yang tidak tampak, COVID19.
#SemogaBermanfaat #LawanCovid19 #JagaKebersihan #JagaKesehatan Catatan: Bahan seri kajian Matakuliah Media Massa dan Masyarakat Jurusan Ilmu Komunikasi